BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Paru – paru adalah organ tubuh manusia yang terdapat di dalam dada. Paru – paru berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dari darah dengan bantuan hemoglobin. Manusia membutuhkan pasokan oksigen secara terus – menerus untuk
proses respirasi sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai limbah beracun produk dari proses tersebut. Pertukaran gas antara oksigen
dengan karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini
berasal dari atmosfer, yang menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak 21 dari seluruh gas yang ada. Oksigen masuk kedalam tubuh melalui
perantaraan alat pernapasan yang berada di luar. Pada manusia, alveolus yang terdapat di paru – paru berfungsi sebagai permukaan untuk tempat
pertukaran gas. Kekurangan pasokan oksigen selama selang waktu diluar ambang
batas kemampuan seseorang dapat menyebabkan kematian PDPI, 2003. Dengan demikian, mendapatkan oksigen merupakan kebutuhan primer
yang harus dipenuhi oleh seseorang. Udara bersih yang kaya akan oksigen
1
sangat dibutuhkan oleh sistem pernapasan manusia untuk melakukan proses metabolisme. Akan tetapi, udara yang tercemar dapat merusak
fungsi dari paru – paru, atau bahkan merusak paru – paru secara fisik. Dampak kesehatan dari pencemaran udara yang paling umum
dijumpai adalah INSA infeksi saluran napas atas, termasuk di antaranya, asma, bronkitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Beberapa zat pencemar
dikategorikan sebagai toksik dan karsinogenik PDPI, 2003. Sebagai contoh dampak dari pencemaran udara di Jakarta yang berkaitan dengan
kematian prematur, perawatan rumah sakit, berkurangnya hari kerja efektif, dan INSA pada tahun 1998 senilai dengan 1,8 trilyun rupiah dan
akan meningkat menjadi 4,3 trilyun rupiah di tahun 2015 DEPKES RI,2000.
Tingginya tingkat pencemaran udara di Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab terjangkitnya penyakit paru – paru. Penyakit paru –
paru dapat menyerang manusia di segala usia. Beberapa penyakit paru – paru mempunyai gejala umum yang sama, seperti batuk, sesak nafas,
mengi, ataupun nyeri di dada. Hal tersebut menyebabkan kemunculan sejumlah penyakit pada differential diagnose.
Differential diagnose merupakan tahap sebelum diagnose dan
ditentukan berdasarkan pada gejala yang ditemukan pertama kali. Pada tahap ini, diagnose penyakit yang pasti belum dapat disimpulkan tetapi
hanya kemungkinan – kemungkinan penyakit yang muncul dari gejala yang ditemukan DEPKES RI,2000. Petugas pelayanan kesehatan,
khususnya pada bagian poli umum, dengan berdasarkan pada pengamatan gejala pasien, akan menemukan sejumlah penyakit yang mungkin terjadi
differential diagnose. Hal ini tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan differential diagnose penyakit pasien. Kesalahan pada
differential diagnose akan berimbas pada kesalahan pemberian obat,
dengan demikian pasien mengkonsumsi obat yang seharusnya tidak dikonsumsi.
Perkembangan teknologi dapat membantu dalam penentuan differential diagnose.
Komputerisasi dilakukan dengan memanfaatkan algoritma pada ilmu information retrieval temu kembali informasi.
Komputerisasi pada differential diagnose ini bukan merupakan hal yang mudah. Hal ini dikarenakan gejala umum pada tiap penyakit yang akan
dijadikan model bukan merupakan dokumen panjang. Model dari tiap penyakit biasanya hanya terdiri dari 5 – 10 gejala umum. Hal ini berbeda
dengan penerapan ilmu information retrieval pada umumnya, yaitu menggunakan dokumen dengan jumlah kata atau kalimat dalam jumlah
yang besar dokumen panjang.
1.2. Rumusan Masalah