Landasan Teori .1. Laporan Keuangan

2.2 Landasan Teori 2.2.1. Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, dan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan Baridwan, 1997:17. Laporan keuangan yang utama bagi perusahaan perorangan meliputi laporan laba rugi, laporan ekuitas pemilik, neraca, dan laporan arus kas.urut urutan penyusunan dan sifat data yang terdapat dalam laporan- laporan tersebut adalah : 1. Laporan laba rugi adalah laporan yang melaporkan pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu berdasarkan konsep penandingan matching concept. Konsep ini diterapkan dengan menandingkan beban dan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban tersebut. Laporan laba rugi juga melaporkan kelebihan pendapatan terhadap beban-beban yang terjadi. Kelebihan ini disebut laba bersih atau keuntungan net income atau net profit . Jika beban melebihi pendapatan maka disebut rugi bersih net loss. 2. Laporan ekuitas pemilik, melaporkan ekuitas pemilik dalam jangka waktu tertentu. Laporan tersebut disiapkan setelah laporan laba rugi, karena dalam laba bersih atau rugi bersih periode berjalan harus dilaporkan dalam laporan ini. Demikian juga, laporan ekuitas pemilik dibuat sebelum mempersiapkan neraca, karena jumlah ekuitas pemilik pada akhir periode harus dilaporkan di neraca. 3. Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu. Seksi aktiva biasanya disusun berdasarkan urutan cepat lambatnya aktiva tersebut dikonversi menjadi kas atau digunakan dalam operasi. Kas berada dalam urutan pertama, diikuti oleh piutang, perlengkapan, asuransi dibayar dimuka, dan aktiva lainnya. Kemudian disajikan aktiva yang sifatnya tetap, seperti tanah, bangunan, dan peralatan. Dan pada seksi kewajiban utang usaha merupakan satu-satunya kewajiban. 4. Laporan arus kas, laporan ini terdiri dari tiga seksi atau bagian a arus kas dari aktivitas operasi, seksi ini melaporkan ikhtisar penerimaan dan pembayaran kas yang menyangkut perusahaan b arus kas dari aktivitas investasi, seksi ini melaporkan transaksi kas untuk pembelian dan penjualan aktiva tetap atau permanen c arus kas dari aktivitas pendanaan, seksi ini melaporkan transaksi kas yang berhubungan dengan investasi pemilik, peminjam dana, dan pengambilan uang oleh pemilik . Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan dan memberikan informasi mengenai posisi keuangan dan hasil-hasil yang dicapai perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan akan memberikan banyak manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai informasi keuangan. Menurut Baridwan 1997, informasi keuangan akan bermanfaat bila dipenuhi ketujuh kualitas berikut : 1. Relevan Relevansi suatu informasi harus dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Bila informasi tidak relevan untuk keperluan para pengambil keputusan, informasi demikian tidak akan ada gunanya, betapapun kualitas-kualitasnya terpenuhi. 2. Dapat Dimengerti Informasi harus dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan dalam bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian para pemakai. 3. Daya Uji Pengukuran tidak dapat sepenuhnya lepas dari pertimbangan- pertimbangan dan pendapat yang subyektif. Hal ini berhubungan dengan keterlibatan manusia di dalam proses pengukuran dan penyajian informasi, sehingga proses tersebut tidak lagi berlandaskan pada realita obyektif semata. 4. Netral Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak-pihak tertentu. 5. Tepat Waktu Informasi harus di sampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusan- keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut. 6. Daya Banding Informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaan- perusahaan lainnya pada periode yang sama. 7. lengkap Informasi akuntansi yang lengkap meliputi semua data akuntansi keuangan yang dapat memenuhi secukupnya enam tujuan kualitatif diatas, dapat juga diartikan sebagai pemenuhan standar pengungkapan yang memadai dalam pelaporan keuangan.

2.2.1.1. Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan khusus dari laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan sesuai prinsip akuntansi berlaku umum posisi keuangan, hasil operasi, dan perubahan lain dalam posisi keuangan. Tujuan umum laporan keuangan menurut Prinsip Akuntansi Berlaku Umum PABU dalam Baridwan, 1997:4 yaitu : 1 Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal perusahaan. 2 Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban, seperti informasi mengenai aktivitas pembelanjaan. 3 Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan keuangan di dalam mengestimasi potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.

2.2.1.2. Pemakai Laporan Keuangan

Informasi laporan keuangan disusun sebagai alat untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dari para pemakai informasi keuangan. Pihak-pihak pemakai informasi keuangan antara lain terdiri dari pihak internal manajemen perusahaan dan pihak eksternal perusahaan pemerintah, kreditor, investor, masyarakat umum, dan profesi akuntansi. Menurut Munawir 1997:2, pihak-Pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan yaitu : 1. Perusahaan Manajer : Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan pada periode yang lalu, sehingga dapat menyusun rencana yang lebih baik, dapat memperbaiki sistem pengawasannya dan menentukan kebijaksanan-kebijaksanaannya yang lebih tepat. 2. Kreditur : untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan yang bersangkutan sebelum mengambil keputusan memberi atau menolak permintaan kredit dari suatu perusahaan. 3. Investor : memerlukan laporan keuangan perusahaan dimana mereka akan menanamkan modal. 4. Pemegang saham : agar dapat menilai baik atau buruknya manajer dalam menjalankan perusahaan yang dinilai dari laba yang diperoleh. 5. Pemerintah : memerlukan laporan keuangan perusahaan untuk menentukan besarnya pajak. 6. Karyawan : untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa manfaat pensiun dan kesempatan kerja. 7. Masyarakat : memperoleh kontribusi sumbangan dari perusahaan mengenai jumlah orang yang diperkejakan dan perlindungan pada penanaman modal domestik serta rangkaian aktivitas lainnya.

2.2.2. Pengertian Laba

Secara teknis akuntansi, laba adalah selisih antara pendapatan ditambah utang dan biaya ditambah rugi. Dengan kata lain, laba adalah selisih bersih penghasilan dikurangi rugi. Laba sebenarnya mengandung makna bersih atau netto yaitu sebagai net income atau penghasilan bersih untuk suatu periode. Laba yang diakumulasikan selama beberapa periode disebut dengan earnings yang menggambarkan kemampuan menghasilkan laba penghasilan bersih dalam beberapa periode jangka panjang. Oleh karena itu, earnings untuk satu periode disebut juga laba Suwardjono, 2002 :74 2.2.3. Perataan Laba 2.2.3.1. Pengertian Perataan Laba Perataan laba atau income smoothing merupakan salah satu pola dalam manajemen laba earnings management. Manajemen laba dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum PABU, untuk mengarah pada suatu tingkat laba yang diinginkan atas laba yang dilaporkan. Menurut Belkaoui 1993, perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level laba tertentu Chariri dan Ghozali, 2003:231. Menurut Beidlemen 1973 dalam Chariri dan Ghozali 2003:231, definisi perataan laba adalah usaha yang disengaja untuk meratakan atau mengurangi fluktuasi tingkat laba sehingga pada saat sekarang dianggap normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini, perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas–batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar. Manajemen melakukan perataan laba untuk menciptakan suatu aliran laba yang stabil.

2.2.3.2. Teori Keagenan Agency Theory

Praktik perataan laba merupakan salah satu pola dalam manajemen laba. Sementara itu, teori keagenan menjadi dasar timbulnya manajemen laba earnings management, sehingga praktik perataan laba didasari oleh teori keagenan. Menurut Anthony dan Govindarajan 2003:153-154, konsep keagenan adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent Principal mempekerjakan agent. Di dalam perusahaan, pemegang saham bertidak sebagai principal dan CEO Chief Executive Officersebagai agent mereka. Pemegang saham mempekerjakan dan mengharapkan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Salah satu elemen kunci dari teori keagenan adalah bahwa principal dan agent mempunyai perbedaan preferensi dan tujuan. Teori keagenan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri sehingga menimbulkan kepentingan anatara principal dan agent . Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dalam profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas CEO sehari–hari untuk memastikan bahwa CEO bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham. Tanpa pemonitoran, hanya agent yang mengetahui apakah dia bekerja atas kepentingan terbaik principal.

2.2.3.3. Motivasi Melakukan Perataan Laba

Beberapa alasan yang digunakan untuk menjelaskan mengapa manajer melakukan perataan laba. Dalam Chariri dan Ghozali 2003:231, Heyworth 1953 menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya perataan laba adalah untuk memperbaiki hubungan dengan kreditor, investor dan karyawan serta meratakan siklus bisnis melalui proses pskiologis, misalnya mengurangi pajak terutang, meningkatkan hubungan antara manajer dengan karyawan karena pelaporan penghasilan meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan gaji dan upah, meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan dividen yang stabil pula dan meningkatkan nilai perusahaan. Beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasialasan adanya perataan laba adalah bagi manajer perusahaan, perataan laba dilakukan dengan tujuan agar kinerja perusahaan tersebut terlihat baik dan untuk mengurangi konflik di antara manajer dengan karyawan dan pemilik perusahan, Sedangkan bagi pemilik perusahaan adanya praktik perataan laba maka mereka akan lebih mudah untuk dapat memperhitungkan resiko, return dan arus kas masa depan perusahaan.

2.2.3.4. Dimensi Perataan Laba

Dimensi perataan laba pada dasarnya merupakan cara untuk mencapai perataan angka income. Dasher dan Malcolm 1970 dalam Belkaoui 2001:107 membedakan perataan laba ke dalam dua tipe, yaitu : 1. Perataan Riil Real Smoothing Perataan riil menunjuk pada transaksi aktual yang dilakukan atas dasar pengaruh perataannya terhadap income. 2. Perataan Artifisial Artificial Smoothing Perataan artifisial menunjuk pada prosedur akuntansi yang diimplementasikan untuk memindahkan cost atau revenue dari satu periode ke periode yang lain. Barnea et.al. 1976 dalam Belkaoui 2001:107-108 membagi perataan laba ke dalam tiga dimensi, yaitu : 1. Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi. Artinya, manajemen dapat menentukan waktu terjadinya transaksi sedemikian rupa sehingga pengaruhnya terhadap income yang dilaporkan akan cenderung memperkecil variasinya antar waktu atau mengendalikan waktu transaksi melalui kebijakan manajemen sendiri, misalnya pengeluaran biaya riset dan pengembangan. Selain itu banyak perusahaan yang mengharapkan kebijaksanaan diskon dan kredit sehingga hal ini menyebabkan peningkatan jumlah piutang dan penjualan pada bulan terakhir tiap kuartal, sehingga laba kelihatan stabil pada periode tertentu. 2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Artinya, manajer memiliki kewenangan untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode tertentu. Misalnya, jika penjualan meningkat maka manajemen dapat membebankan biaya riset dan pengembangan serta amortisasi goodwill pada periode tertentu untuk menstabilkan laba. 3. Perataan melalui klasifikasi Artinya, ketika statistik laporan keuangan selain net income selisih bersih semua revenue dan expenses merupakan obyek perataan, manajemen dapat mengklasifikasi item–item laporan income untuk mengurangi variasi antar waktu dalam statistik tersebut. Manajemen memiliki kewenangan dan kebijakan sendiri untuk mengklasifikasikan pos–pos laba rugi dalam kategori yang berbeda. Misalnya, jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisikan maka manajer dapat mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non operasi. Hal ini dapat digunakan sewaktu–waktu untuk meratakan laba dengan melihat kondisi pendapatan periode itu.

2.2.3.5. Tujuan Perataan Laba

Dwiatmini dan Nurkholis 2001:29 dalam Sherlin 2005:16 mengungkapkan bahwa tujuan perataan laba adalah sebagai berikut : 1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko rendah, 2. memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa yang akan datang, 3. meningkatkan kepuasan relasi bisnis, 4. meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen dan 5. meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

2.2.4. Faktor – faktor yang Berpengaruh Terhadap Praktik Perataan Laba

Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba dalam penelitian ini antara lain :

2.2.4.1. Ukuran Perusahaan

Chariri dan Ghozali 2003:231, Gordon 1964 mengajukan proposisi yang berkaitan dengan perataan laba, yaitu kriteria yang digunakan manajemen dalam memilih metode akuntansi adalah untuk memaksimumkan kepuasannya yang merupakan fungsi dari salah satu tingkat pertumbuhan besaran atau ukuran size perusahaan. Jin dan Machfoedz 1998:188, Moses 1987 berhasil membuktikan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataaan laba yang dilakukan oleh perusahaan. Jin dan Machfoedz 1998:189 dalam analisis deskriptifnya, dan Narsa et.al. 2003:143 yang menyebutkan bahwa perusahaan–perusahaan yang melakukan praktik perataan laba memiliki rata–rata total aset besar. Menurut Suwardjono 2005:252, Financial Accounting Standards Board FASB menyatakan bahwa “ Assets are probable future economic benefit obtained or controlled by partycular entity as a result of past transactions or events. “ Artinya, aset adalah manfaat ekonomi di masa mendatang yang cukup pasti yang diperoleh atau dikuasaidikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Aset merepresentasi kemampuan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa serta menghasilkan laba.

2.2.4.2. Teori Yang Membahas Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba

Moses 1987 menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil, karena perusahaan-perusahaan yang lebih besar menjadi subjek pemeriksaan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umumgeneral public. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap perataan laba dilandasi oleh Teori keputusan yang dikemukakan oleh Revered Thomas 1763 dalam Siagian 1987:202 yang dikenal dengan Teori Bayes mengatakan dengan tindakan atau alternatif yang ada maka kita dapat memperkirakan resiko yang akan muncul untung atau rugi atau tindakan dari tiap keadaan yang akan terjadi dimasa depan. Maksud dari teori ini adalah manajer terdorong untuk melakukan tindakan perataan laba karena nilai aktiva perusahaan yang menjadi ukuran perusahaan tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh manajer, sehingga manajer menaikkan atau menurunkan nilai aktiva agar sesuai dengan yang diinginkannya. Ukuran perusahaan yang sering digunakan adalah nilai aktiva perusahaan. Nilai aktiva dipakai sebagai ukuran perusahaan karena selama ini masih terdapat compounding effect yang timbul karena perusahaan yang besar selalu diidentikan dengan nilai aktiva yang besar pula. Keadaan ini membuat manajer termotivasi untuk melakukan perataan laba, karena manajer percaya bahwa para pemakai laporan keuangan masih mendasarkan salah satu penilaiannya mengenai perusahaan pada angka nilai aktiva. Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi yang mendorong manajer untuk melakukan perataan laba adalah anggapan bahwa manajer percaya para pemakai laporan keuangan masih mendasarkan salah satu penilaiannya mengenai perusahaan pada angka nilai aktiva.

2.2.4.3. Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Hanafi dan Halim 2003:83 menuliskan ada tiga rasio yang sering dibicarakan, yaitu profit margin, return on total asset ROA dan return on equity ROE. Profit margin dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu Hanafi dan Halim ,2003:84. ROA adalah rasio yang mengukur kemampuan aset perusahaan memperoleh laba dari aktivitas perusahaan Hanafi dan Halim, 2003:84. ROE adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu Hanafi dan Halim, 2003:85. ROE yang diteliti dalam penelitian ini karena rasio tersebut merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham. Jin dan Machfoedz 1998:189 menemukan bahwa adanya kecenderungan perusahaan yang memiliki rata–rata profitabilitas rendah untuk melakukan praktik perataan laba, namun profitabilitas bukan faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba.

2.2.4.4. Teori Yang Membahas Pengaruh Profitabilitas Terhadap Perataan Laba

Teori pengharapan expectancy theory menyatakan bahwa individu mengubah perilaku mereka berdasarkan hasil yang diharapkan dari suatu kejadian. Manfaat yang diturunkan dari suatu hasil yang diharapkan dapat berupa intrisic seperti penghargaan atau harga diri maupun ekstrinsik upah atau promosi Victor H. Vroom, 1964 dalam Robbins, 2003:229. Profitabilitas diduga mempengaruhi perataan laba, karena sesuai dengan teori pengharapan diatas, pihak manajemen berusaha menampilkan suatu tingkat profitabilitas yang tinggi agar kinerja manajemen terlihat baik. Dalam hubungan profitabilitas dengan perataan laba Ashari et.al. 1994 dalam Suwito dan Herawaty 2005:138 menyatakan bahwa tingkat profitabilitas rendah mempunyai kecenderungan lebih besar untuk melakukan perataan laba. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perataan laba merupakan suatu fenomena umum yang bertujuan untuk mengurangi variabilitas atas laba perusahaan yang akan dilaporkan guna mengurangi resiko pasar atas saham perusahaan.

2.2.4.5. Leverage Operasi

Leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau dana di mana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar beban tetap Riyanto, 1995:375.Rasio leverage digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi mempunyai resiko rugi lebih besar tetapi juga memiliki kesempatan untuk memperoleh laba yang tinggi. Sedangkan perusahaan dengan rasio leverage yang rendah memiliki resiko rugi yang lebih kecil jika kondisi ekonomi sedang menurun, tetapi juga memiliki hasil pengembalian yang lebih rendah jika kondisi ekonomi membaik.

2.2.4.6. Teori Yang Membahas Pengaruh Leverage Operasi Terhadap Perataan Laba

Teori akuntansi positif positive accounting theory beranggapan bahwa perilaku manajer atau pembuat laporan keuangan dalam proses pembuatan laporan keuangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor- faktor perilaku manajer dalam pengaturan tingkat keuntungan dikenal dengan 3 hipotesis, yaitu : hipotesis model bonus bonus scheme hypothesis , hipotesis biaya politis political cost hypothesis, dan hipotesis rasio hutang terhadap aktiva leverage hypothesis Watts dan Zimmerman dalam Gumanti, 2001:167. Leverage operasi juga mempengaruhi praktik perataan laba. Perusahaan dengan leverage operasi rendah memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan praktik perataan laba. Leverage operasi timbul pada saat perusahaan menggunakan aktiva yang menimbulkan biaya tetap Atmini, 2000. Manajer ingin perusahaannya memiliki leverage operasi rendah karena risikonya rendah. Di samping itu, perusahaan yang leverage operasinya rendah berarti memiliki proporsi biaya tetap yang rendah dan proporsi biaya variabel yang tinggi. Kondisi ini memberi peluang bagi manajer untuk melakukan perataan laba.

2.3. Diagram Kerangka Pikir

Dokumen yang terkait

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, LEVERAGE OPERASI TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA (STUDI EMPIRIS PERUSUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008 – 2010).

0 2 18

PENGARUH PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN, Pengaruh Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, Kepemilikan Institusional, Dan Jenis Industri Terhadap Praktik Perataan Laba(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

0 4 16

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN , PROFITABILITAS ,DAN FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP TINDAKAN PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BEI.

0 0 8

Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Financial Leverage terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan-Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2005-2008.

0 0 26

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA.

1 9 102

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILTAS DAN FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

2 11 104

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS DAN FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI

0 0 20

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, LEVERAGE OPERASI TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

0 0 21

PENGARUH PROFITABILITAS, LEVERAGE OPERASI DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 22

PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN DAN PROFITABILITAS TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG GO PUBLIK DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI

0 1 21