2.2 Landasan Teori 2.2.1. Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, dan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang
terjadi selama tahun buku yang bersangkutan Baridwan, 1997:17. Laporan keuangan yang utama bagi perusahaan perorangan meliputi
laporan laba rugi, laporan ekuitas pemilik, neraca, dan laporan arus kas.urut urutan penyusunan dan sifat data yang terdapat dalam laporan-
laporan tersebut adalah : 1. Laporan laba rugi adalah laporan yang melaporkan pendapatan dan
beban selama periode waktu tertentu berdasarkan konsep penandingan matching concept. Konsep ini diterapkan dengan
menandingkan beban dan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban tersebut. Laporan laba rugi juga
melaporkan kelebihan pendapatan terhadap beban-beban yang terjadi. Kelebihan ini disebut laba bersih atau keuntungan net
income atau net profit . Jika beban melebihi pendapatan maka
disebut rugi bersih net loss. 2. Laporan ekuitas pemilik, melaporkan ekuitas pemilik dalam jangka
waktu tertentu. Laporan tersebut disiapkan setelah laporan laba rugi, karena dalam laba bersih atau rugi bersih periode berjalan harus
dilaporkan dalam laporan ini. Demikian juga, laporan ekuitas
pemilik dibuat sebelum mempersiapkan neraca, karena jumlah ekuitas pemilik pada akhir periode harus dilaporkan di neraca.
3. Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu. Seksi aktiva biasanya disusun berdasarkan
urutan cepat lambatnya aktiva tersebut dikonversi menjadi kas atau digunakan dalam operasi. Kas berada dalam urutan pertama, diikuti
oleh piutang, perlengkapan, asuransi dibayar dimuka, dan aktiva lainnya. Kemudian disajikan aktiva yang sifatnya tetap, seperti tanah,
bangunan, dan peralatan. Dan pada seksi kewajiban utang usaha merupakan satu-satunya kewajiban.
4. Laporan arus kas, laporan ini terdiri dari tiga seksi atau bagian a arus kas dari aktivitas operasi, seksi ini melaporkan ikhtisar
penerimaan dan pembayaran kas yang menyangkut perusahaan b arus kas dari aktivitas investasi, seksi ini melaporkan transaksi
kas untuk pembelian dan penjualan aktiva tetap atau permanen c arus kas dari aktivitas pendanaan, seksi ini melaporkan transaksi
kas yang berhubungan dengan investasi pemilik, peminjam dana, dan pengambilan uang oleh pemilik .
Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk
mempertanggungjawabkan tugas-tugas
yang dibebankan
kepadanya oleh para pemilik perusahaan dan memberikan informasi mengenai posisi keuangan dan hasil-hasil yang dicapai perusahaan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Laporan keuangan akan memberikan banyak manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai informasi keuangan. Menurut
Baridwan 1997, informasi keuangan akan bermanfaat bila dipenuhi ketujuh kualitas berikut :
1. Relevan Relevansi suatu informasi harus dihubungkan dengan maksud
penggunaannya. Bila informasi tidak relevan untuk keperluan para pengambil keputusan, informasi demikian tidak akan ada gunanya,
betapapun kualitas-kualitasnya terpenuhi. 2. Dapat Dimengerti
Informasi harus dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan dalam bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian
para pemakai. 3. Daya Uji
Pengukuran tidak dapat sepenuhnya lepas dari pertimbangan- pertimbangan dan pendapat yang subyektif. Hal ini berhubungan
dengan keterlibatan manusia di dalam proses pengukuran dan penyajian informasi, sehingga proses tersebut tidak lagi berlandaskan
pada realita obyektif semata. 4. Netral
Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak-pihak tertentu.
5. Tepat Waktu Informasi harus di sampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan
sebagai dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusan- keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan
keputusan tersebut. 6. Daya Banding
Informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari
perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaan- perusahaan lainnya pada periode yang sama.
7. lengkap Informasi akuntansi yang lengkap meliputi semua data akuntansi
keuangan yang dapat memenuhi secukupnya enam tujuan kualitatif diatas, dapat juga diartikan sebagai pemenuhan standar pengungkapan
yang memadai dalam pelaporan keuangan.
2.2.1.1. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan khusus dari laporan keuangan adalah menyajikan secara wajar dan sesuai prinsip akuntansi berlaku umum posisi keuangan, hasil
operasi, dan perubahan lain dalam posisi keuangan. Tujuan umum laporan keuangan menurut Prinsip Akuntansi
Berlaku Umum PABU dalam Baridwan, 1997:4 yaitu :
1 Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal
perusahaan. 2 Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan
dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban, seperti informasi mengenai aktivitas pembelanjaan.
3 Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan keuangan di dalam mengestimasi potensi
perusahaan dalam menghasilkan laba.
2.2.1.2. Pemakai Laporan Keuangan
Informasi laporan keuangan disusun sebagai alat untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dari para pemakai informasi
keuangan. Pihak-pihak pemakai informasi keuangan antara lain terdiri dari pihak internal manajemen perusahaan dan pihak eksternal
perusahaan pemerintah, kreditor, investor, masyarakat umum, dan profesi akuntansi.
Menurut Munawir 1997:2, pihak-Pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan yaitu :
1. Perusahaan Manajer : Untuk mengetahui posisi keuangan
perusahaan pada periode yang lalu, sehingga dapat menyusun rencana
yang lebih
baik, dapat
memperbaiki sistem
pengawasannya dan menentukan kebijaksanan-kebijaksanaannya yang lebih tepat.
2. Kreditur : untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan yang
bersangkutan sebelum mengambil keputusan memberi atau menolak permintaan kredit dari suatu perusahaan.
3. Investor : memerlukan laporan keuangan perusahaan dimana
mereka akan menanamkan modal. 4.
Pemegang saham : agar dapat menilai baik atau buruknya manajer dalam menjalankan perusahaan yang dinilai dari laba yang
diperoleh. 5.
Pemerintah : memerlukan laporan keuangan perusahaan untuk menentukan besarnya pajak.
6. Karyawan : untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
memberikan balas jasa manfaat pensiun dan kesempatan kerja. 7.
Masyarakat : memperoleh kontribusi sumbangan dari perusahaan mengenai jumlah orang yang diperkejakan dan perlindungan pada
penanaman modal domestik serta rangkaian aktivitas lainnya.
2.2.2. Pengertian Laba
Secara teknis akuntansi, laba adalah selisih antara pendapatan ditambah utang dan biaya ditambah rugi. Dengan kata lain, laba adalah
selisih bersih penghasilan dikurangi rugi. Laba sebenarnya mengandung makna bersih atau netto yaitu
sebagai net income atau penghasilan bersih untuk suatu periode. Laba yang diakumulasikan selama beberapa periode disebut dengan
earnings yang menggambarkan kemampuan menghasilkan laba
penghasilan bersih dalam beberapa periode jangka panjang. Oleh karena itu, earnings untuk satu periode disebut juga laba Suwardjono,
2002 :74
2.2.3. Perataan Laba 2.2.3.1. Pengertian Perataan Laba
Perataan laba atau income smoothing merupakan salah satu pola dalam manajemen laba earnings management. Manajemen laba dapat
diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum PABU, untuk mengarah pada
suatu tingkat laba yang diinginkan atas laba yang dilaporkan. Menurut Belkaoui 1993, perataan laba merupakan normalisasi laba yang
dilakukan secara sengaja untuk mencapai trend atau level laba tertentu Chariri dan Ghozali, 2003:231.
Menurut Beidlemen 1973 dalam Chariri dan Ghozali 2003:231, definisi perataan laba adalah usaha yang disengaja untuk meratakan atau
mengurangi fluktuasi tingkat laba sehingga pada saat sekarang dianggap normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini, perataan laba menunjukkan
suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas–batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip
manajemen yang wajar. Manajemen melakukan perataan laba untuk menciptakan suatu aliran laba yang stabil.
2.2.3.2. Teori Keagenan Agency Theory
Praktik perataan laba merupakan salah satu pola dalam manajemen laba. Sementara itu, teori keagenan menjadi dasar timbulnya manajemen
laba earnings management, sehingga praktik perataan laba didasari oleh
teori keagenan.
Menurut Anthony dan Govindarajan 2003:153-154, konsep keagenan adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent
Principal mempekerjakan agent. Di dalam perusahaan, pemegang saham
bertidak sebagai principal dan CEO Chief Executive Officersebagai agent
mereka. Pemegang saham mempekerjakan dan mengharapkan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Salah satu elemen
kunci dari teori keagenan adalah bahwa principal dan agent mempunyai perbedaan preferensi dan tujuan.
Teori keagenan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri sehingga menimbulkan kepentingan
anatara principal dan agent . Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dalam profitabilitas yang selalu
meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh
investasi, pinjaman maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor
aktivitas CEO sehari–hari untuk memastikan bahwa CEO bekerja sesuai
dengan keinginan pemegang saham. Tanpa pemonitoran, hanya agent yang mengetahui apakah dia bekerja atas kepentingan terbaik principal.
2.2.3.3. Motivasi Melakukan Perataan Laba
Beberapa alasan yang digunakan untuk menjelaskan mengapa manajer melakukan perataan laba. Dalam Chariri dan Ghozali
2003:231, Heyworth 1953 menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya perataan laba adalah untuk memperbaiki
hubungan dengan kreditor, investor dan karyawan serta meratakan siklus bisnis melalui proses pskiologis, misalnya mengurangi pajak terutang,
meningkatkan hubungan antara manajer dengan karyawan karena pelaporan
penghasilan meningkat
tajam memberi
kemungkinan munculnya tuntutan gaji dan upah, meningkatkan kepercayaan diri
manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan dividen yang stabil pula dan meningkatkan nilai perusahaan.
Beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
motivasialasan adanya perataan laba adalah bagi manajer perusahaan, perataan laba dilakukan dengan tujuan agar kinerja perusahaan tersebut
terlihat baik dan untuk mengurangi konflik di antara manajer dengan karyawan dan pemilik perusahan, Sedangkan bagi pemilik perusahaan
adanya praktik perataan laba maka mereka akan lebih mudah untuk dapat memperhitungkan resiko, return dan arus kas masa depan perusahaan.
2.2.3.4. Dimensi Perataan Laba
Dimensi perataan laba pada dasarnya merupakan cara untuk mencapai perataan angka income. Dasher dan Malcolm 1970 dalam
Belkaoui 2001:107 membedakan perataan laba ke dalam dua tipe, yaitu :
1. Perataan Riil Real Smoothing Perataan riil menunjuk pada transaksi aktual yang dilakukan atas dasar
pengaruh perataannya terhadap income. 2. Perataan Artifisial Artificial Smoothing
Perataan artifisial menunjuk pada prosedur akuntansi yang diimplementasikan untuk memindahkan cost atau revenue dari satu
periode ke periode yang lain. Barnea et.al. 1976 dalam Belkaoui 2001:107-108 membagi
perataan laba ke dalam tiga dimensi, yaitu : 1. Perataan melalui waktu terjadinya transaksi atau pengakuan transaksi.
Artinya, manajemen dapat menentukan waktu terjadinya transaksi sedemikian rupa sehingga pengaruhnya terhadap income yang
dilaporkan akan cenderung memperkecil variasinya antar waktu atau mengendalikan waktu transaksi melalui kebijakan manajemen sendiri,
misalnya pengeluaran biaya riset dan pengembangan. Selain itu banyak perusahaan yang mengharapkan kebijaksanaan diskon dan kredit
sehingga hal ini menyebabkan peningkatan jumlah piutang dan
penjualan pada bulan terakhir tiap kuartal, sehingga laba kelihatan stabil pada periode tertentu.
2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Artinya, manajer memiliki kewenangan untuk mengalokasikan
pendapatan atau beban untuk periode tertentu. Misalnya, jika penjualan meningkat maka manajemen dapat membebankan biaya riset dan
pengembangan serta amortisasi goodwill pada periode tertentu untuk menstabilkan laba.
3. Perataan melalui klasifikasi Artinya, ketika statistik laporan keuangan selain net income selisih
bersih semua revenue dan expenses merupakan obyek perataan, manajemen dapat mengklasifikasi item–item laporan income untuk
mengurangi variasi antar waktu dalam statistik tersebut. Manajemen memiliki kewenangan dan kebijakan sendiri untuk mengklasifikasikan
pos–pos laba rugi dalam kategori yang berbeda. Misalnya, jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisikan maka manajer dapat
mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non operasi. Hal ini dapat digunakan sewaktu–waktu untuk meratakan
laba dengan melihat kondisi pendapatan periode itu.
2.2.3.5. Tujuan Perataan Laba
Dwiatmini dan Nurkholis 2001:29 dalam Sherlin 2005:16 mengungkapkan bahwa tujuan perataan laba adalah sebagai berikut :
1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko rendah,
2. memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa yang akan datang,
3. meningkatkan kepuasan relasi bisnis, 4. meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan
manajemen dan 5. meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.
2.2.4. Faktor – faktor yang Berpengaruh Terhadap Praktik Perataan Laba
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba dalam penelitian ini antara lain :
2.2.4.1. Ukuran Perusahaan
Chariri dan Ghozali 2003:231, Gordon 1964 mengajukan proposisi yang berkaitan dengan perataan laba, yaitu kriteria yang
digunakan manajemen dalam memilih metode akuntansi adalah untuk memaksimumkan kepuasannya yang merupakan fungsi dari salah satu
tingkat pertumbuhan besaran atau ukuran size perusahaan. Jin dan Machfoedz 1998:188, Moses 1987 berhasil
membuktikan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataaan laba yang dilakukan oleh perusahaan. Jin dan Machfoedz 1998:189
dalam analisis deskriptifnya, dan Narsa et.al. 2003:143 yang menyebutkan bahwa perusahaan–perusahaan yang melakukan praktik
perataan laba memiliki rata–rata total aset besar.
Menurut Suwardjono 2005:252, Financial Accounting Standards Board
FASB menyatakan bahwa “ Assets are probable future economic benefit obtained or controlled by partycular entity as a result of past
transactions or events. “ Artinya, aset adalah manfaat ekonomi di masa
mendatang yang cukup pasti yang diperoleh atau dikuasaidikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Aset
merepresentasi kemampuan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa serta menghasilkan laba.
2.2.4.2. Teori Yang Membahas Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba
Moses 1987 menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk
melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil, karena perusahaan-perusahaan yang lebih besar menjadi
subjek pemeriksaan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umumgeneral public.
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap perataan laba dilandasi oleh Teori keputusan yang dikemukakan oleh Revered Thomas 1763 dalam
Siagian 1987:202 yang dikenal dengan Teori Bayes mengatakan dengan tindakan atau alternatif yang ada maka kita dapat memperkirakan
resiko yang akan muncul untung atau rugi atau tindakan dari tiap keadaan yang akan terjadi dimasa depan. Maksud dari teori ini adalah
manajer terdorong untuk melakukan tindakan perataan laba karena nilai
aktiva perusahaan yang menjadi ukuran perusahaan tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh manajer, sehingga manajer menaikkan atau
menurunkan nilai aktiva agar sesuai dengan yang diinginkannya. Ukuran perusahaan yang sering digunakan adalah nilai aktiva
perusahaan. Nilai aktiva dipakai sebagai ukuran perusahaan karena selama ini masih terdapat compounding effect yang timbul karena
perusahaan yang besar selalu diidentikan dengan nilai aktiva yang besar pula. Keadaan ini membuat manajer termotivasi untuk melakukan
perataan laba, karena manajer percaya bahwa para pemakai laporan keuangan masih mendasarkan salah satu penilaiannya mengenai
perusahaan pada angka nilai aktiva. Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi yang
mendorong manajer untuk melakukan perataan laba adalah anggapan bahwa manajer percaya para pemakai laporan keuangan masih
mendasarkan salah satu penilaiannya mengenai perusahaan pada angka nilai aktiva.
2.2.4.3. Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Hanafi dan Halim 2003:83 menuliskan
ada tiga rasio yang sering dibicarakan, yaitu profit margin, return on total asset ROA dan return on equity ROE. Profit margin dapat mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba pada tingkat penjualan tertentu Hanafi dan Halim ,2003:84. ROA adalah rasio yang mengukur
kemampuan aset perusahaan memperoleh laba dari aktivitas perusahaan Hanafi dan Halim, 2003:84. ROE adalah rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu Hanafi dan Halim, 2003:85. ROE yang diteliti dalam penelitian
ini karena rasio tersebut merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham. Jin dan Machfoedz 1998:189 menemukan
bahwa adanya kecenderungan perusahaan yang memiliki rata–rata profitabilitas rendah untuk melakukan praktik perataan laba, namun
profitabilitas bukan faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba.
2.2.4.4. Teori Yang Membahas Pengaruh Profitabilitas Terhadap Perataan Laba
Teori pengharapan expectancy theory menyatakan bahwa individu mengubah perilaku mereka berdasarkan hasil yang diharapkan
dari suatu kejadian. Manfaat yang diturunkan dari suatu hasil yang diharapkan dapat berupa intrisic seperti penghargaan atau harga diri
maupun ekstrinsik upah atau promosi Victor H. Vroom, 1964 dalam Robbins, 2003:229.
Profitabilitas diduga mempengaruhi perataan laba, karena sesuai dengan teori pengharapan diatas, pihak manajemen berusaha
menampilkan suatu tingkat profitabilitas yang tinggi agar kinerja manajemen terlihat baik. Dalam hubungan profitabilitas dengan perataan
laba Ashari et.al. 1994 dalam Suwito dan Herawaty 2005:138 menyatakan
bahwa tingkat
profitabilitas rendah
mempunyai
kecenderungan lebih besar untuk melakukan perataan laba. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perataan laba merupakan suatu fenomena umum
yang bertujuan untuk mengurangi variabilitas atas laba perusahaan yang akan dilaporkan guna mengurangi resiko pasar atas saham perusahaan.
2.2.4.5. Leverage Operasi
Leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau dana di mana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya
tetap atau membayar beban tetap Riyanto, 1995:375.Rasio leverage digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai
dengan utang. Perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi mempunyai resiko
rugi lebih besar tetapi juga memiliki kesempatan untuk memperoleh laba yang tinggi. Sedangkan perusahaan dengan rasio leverage yang rendah
memiliki resiko rugi yang lebih kecil jika kondisi ekonomi sedang menurun, tetapi juga memiliki hasil pengembalian yang lebih rendah jika
kondisi ekonomi membaik.
2.2.4.6. Teori Yang Membahas Pengaruh Leverage Operasi Terhadap Perataan Laba
Teori akuntansi positif positive accounting theory beranggapan bahwa perilaku manajer atau pembuat laporan keuangan dalam proses
pembuatan laporan keuangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor- faktor perilaku manajer dalam pengaturan tingkat keuntungan dikenal
dengan 3 hipotesis, yaitu : hipotesis model bonus bonus scheme
hypothesis , hipotesis biaya politis political cost hypothesis, dan
hipotesis rasio hutang terhadap aktiva leverage hypothesis Watts dan Zimmerman dalam Gumanti, 2001:167.
Leverage operasi juga mempengaruhi praktik perataan laba.
Perusahaan dengan leverage operasi rendah memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan praktik perataan laba. Leverage operasi
timbul pada saat perusahaan menggunakan aktiva yang menimbulkan biaya tetap Atmini, 2000. Manajer ingin perusahaannya memiliki
leverage operasi rendah karena risikonya rendah. Di samping itu,
perusahaan yang leverage operasinya rendah berarti memiliki proporsi biaya tetap yang rendah dan proporsi biaya variabel yang tinggi. Kondisi
ini memberi peluang bagi manajer untuk melakukan perataan laba.
2.3. Diagram Kerangka Pikir