Globalisasi juga berimplikasi pada munculnya bentukragam budaya di daerah koloni, seperti yang diteorikan oleh pemikir postkolonial. Edward Said memang
bukan satu-satunya pemikir poskolonial, sebelumnya terkenal tokoh Aime Cesaire dan Frantz Fanon melakukan hal yang sama dalam bukunya From Discurse on
Colonialism 1955 dan The Fact of Blackness 1952, hanya saja Saidlah yang melakukan kritik terhadap ideologi kolonial adalah buku Orientalisme. Seperti
disebutkan oleh Achmad Fawaid, sebagai berikut. Bagi Said, hanya dengan mengkaji teks-teks orientalis melalui operasi
diskursif yang berlangsung di dalamnya, penulis bisa menyingkap relasi ideologi yang terdapat dalam orientalisme, tidak sedikit “pewaris Said”
yang memberikan aplaus. Sebut misalnya Homi K. Bhaba lewat konsepnya mimikri dan ambivalensi, dan Gayatri Sivak lewat gagasan
subaltern-nya 2012:ix.
Relasi ini beroperasi menurut Said, mengikuti model ideologi yang dikonsepkan oleh Antonio Gramsci yang disebut hegemoni – pandangan bahwa gagasan
tertentu lebih berpengaruh dari gagasan lain, sehingga kebudayaan tertentu menjadi dominan dari kebudayaan lain. Sehingga orientalisme lebih merupakan
“legitimasi” atas superior barat Fawaid, 2012:x. Jejak sejarah di Bali Utara dicoba juga dalam beberapa hal dilihat dalam konteks ini.
2.3.2 Genealogi Pengetahuan Michel Foucault
Michel Foucault adalah ahli sosiologi tubuh dan sekaligus ahli teori poststrukturalisme. Karya-karyanya yang berkaitan erat dengan teori-teori
poststrukturalime untuk menjelaskan bahwa faktor sosial budaya berpengaruh dalam mendefinisikan tubuh dengan karakter ilmiah universal, yang tergantung
pada waktu dan tempat. Bahwa ciri-ciri alamiah tubuh laki-laki dan perempuan
bisa bermakna berbeda dalam tataran kebudayaan yang berbeda. Menurut Foucault aspek masyarakat yang paling signifikan untuk menjadi
modern bukanlah fakta bahwa masyarakat itu berada dalam ranah ekonomi kapitalis seperti Marx atau suatu bentuk baru solidaritas atau bersikap rasional
seperti Weber, melainkan cara dimana bentuk-bentuk baru pengetahuan yang tidak dikenal pada masa pramodernitas itu muncul yang dapat mendefinisikan
kehidupan modern. Salah satu karya Foucault adalah Archeology of Knowledge yang merupakan tujuan dari studinya mencari struktur pengetahuan, ide-ide dan
modus dari diskursus. Ia mempertentangkan arekeologi dengan sejarah atau sejarah ide-ide. Foucault juga ingin mempelajari pernyataan-pernyataan baik lisan
maupun tertulis sehingga dapat menemukan kondisi dasar yang memungkinkan sebuah diskursus bisa berlangsung. Konsep kunci dari Foucault adalah Arkeologi,
genealogi, dan kekuasaan. Bila arkeologi memfokuskan pada kondisi historis yang ada, sementara geneologi lebih mempermasalahkan tentang proses historis
yang merupakan jaringan diskursus, dimana diskursus dikaitkan dengan relasi kuasa di dalamnya.
Foucault kembali pada tahun 1969
menerbitkan buku berjudul “L’archeologie du Savoir” Arkeologi Pengetahuan yang dialih-bahasakan ke
Bahasa Inggris menjadi “The Archeology of Knowledge” 1972. Dari karyanya inilah muncul metode pengujian arkeologi kemungkinannya untuk berubah, dan
faktor-faktor penyebab yang mungkin dapat menyebabkan berubah dan mengembangkan ide-idenya.Tahun 1970 dia diangkat menjadi Profesor Sejarah
dengan karya monumentalnya berjudul “ Sejarah Sistem Pemikiran”.
Sejarah dalam pandangan Foucault bukanlah seperti dipahami bersama, dia memiliki pandangan bahwa sejarah tidak seperti sejarah konvensional
umumnya. Dalam menjelaskan sejarah digunakan konsep “diskontinuite, rupture, seuil, limite, serie, and transformation” diskontinuitas, patahan,
ambang, batas, seri, dan transformasi Martono, 2014: 36.
Konsep ini juga dijadikan dasar pembahasan jejak sejarah dalam tulisan ini tidak kawatir kalau melanggar kronologis yang menjadi tradisi dalam penulisan sejarah
konvensional. Metodologi Foucault disebut
genealogi pengetahuan, yaitu setiap pengetahuan yang sudah dianggap final kebenarannya disebut Episteme dan
telah menjadi sebuah arkeologi memiliki relasi dengan kekuasaan dalam produksinya, sehingga memiliki potensi untuk dibongkar relasi kebenaran dari
sebuah pengetahuan itu, dengan menemukan genealogi pengetahuan, relasinya dengan kekuasaan. Metodologi foucault berhasil mengembangkan metodologi
sejarah yang dinamakan arkeologi dan genealogi. Foucault 1969 melihat masalah pendidikan di masyarakatnya dengan mengaitkan realitas sejarah untuk
menjelaskan praktik pendidikan. Hal ini didukung oleh pemikirannya yang filosofis, modernis, neokonservatif, strukturalis, rasionalis, dan kritis Allen, 2012
dalam Martono, 2014:3. Subyek pendidikan seperti siswa, guru dan sebagainya, dalam Foucaultan
adalah merupakan subyek sejarah dan investigasi geneologi, sehingga memungkinkan bagi pengkaji untuk memahami implikasi pendidikan dan
pengajaran sebagai disiplin dan praktik, dengan demikian praktik pendidikan dalam pandangan Foucault adalah sebuah pedagogik kritis cf. Widja, 2012.
Foucault menyatakan budaya adalah artikulasi yang sangat kuat. Teori analisis kekuasaan Foucault menyatakan setiap wacana menyatu operasi relasi
kuasa yang tersembunyi di baliknya, yang merupakan produk dari praktik kekuasaan. Pengetahuan adalah kekuasaan dengan demikian dalam wacana
pengetahuan sangat penting untuk dilihat bagaimana relasi kuasa yang terkandung di baliknya. Perhatian Foucault terpusat pada bagaimana pengetahuan dihasilkan
dan digunakan dalam masyarakat, dan bagaimana kekuasaan dan wacana berelasi dengan pengetahuan.
Perspektif pendidikan kritis perlu dilakukan, sejalan dengan pandangan Michel Foucault, untuk melihat wacana sebagai produksi pengetahuan dalam
kaitannya dengan praktik cultural dan struktural di Bali Utara. Panggilan utama kajian budaya
kritis adalah
menjawab tantangan untuk mengurai atau
menganalisis hubungan kekuasaan, pengetahuan dan kebenaran dalam wacana pendidikan. Orang tidak akan terbungkam oleh tradisi, norma, aturan yang
cenderung menghambat perubahan menuju pluralisme masyarakat sipil. Hanya dalam kebebasan kekuasaan yang tersembunyi di dalamnya dapat diketahui dan
digunakan untuk mengadakan perlawanan, karena banyak terselubung di balik tradisi di masyarakat. Ilmuan harus jeli melihat bagaimana kekuasaan bergeser
menggunakan cara-cara baru yang dikembangkan untuk mencapai, menembus dan mengontrol orang. Institusi agama, keluarga, dan pendidikan terangsang untuk
berbicara, berjuang karena kepentingannya. Dengan demikian cenderung memiliki efek produksi wacana kemunafikan dan kebohongan, karena dalam wacananya
juga terungkap menjadi penopang dan intrumen kekuasaan, sehingga perlu
diartikulasikan secara seksama dan hati-hati. Jadi arkeologi adalah metodologi sejarah pemikiran khas Foucault yang bersifat diskursip, lokal, kontemporer,
dalam mencari relasi episteme pengetahuan apreori dengan kekuasaan genealogi pengetahuan. Paradigma ini sedapat mungkin dijadikan dasar dalam
pembahasan pendidikan kritis.
2.3.3 Teori Hegemoni Anthonio Gramsci