Karakteristik Pasien Penderita Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012-2013

(1)

KARAKTERISTIK PASIEN PENDERITA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2012-2013

Oleh:

WINDA ADELIA LUBIS 110100038

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

KARAKTERISTIK PASIEN PENDERITA BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2012-2013

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

WINDA ADELIA LUBIS 110100038

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Pasien Penderita Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012-2013

Nama : Winda Adelia Lubis NIM : 110100038

Pembimbing Penguji I

dr. Farhat, M. Ked (ORL-HNS), Sp. THT-KL (K) dr. Dwi Rita Anggraini, M.Kes, Sp.PA NIP. 197003162002121002 NIP. 197711282003122002

Penguji II

NIP. 130318029

dr. Gerben F. Hutabarat, DTM&H,Sp.MK

Medan, 9 Januari 2015 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP. 195402201980111001


(4)

ABSTRAK

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah salah satu jenis vertigo vestibular tipe perifer yang paling sering dijumpai dan ditandai dengan serangan-serangan pusing berputar oleh karena perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013.

Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dan menggunakan teknik total sampling untuk pengumpulan data. Jumlah keseluruhan pasien yang didiagnosis BPPV adalah 33 orang. Prosedur pengumpulan data adalah dengan menganalisa setiap data rekam medis pasien yang terdapat di rumah sakit H. Adam Malik selama dua tahun terakhir. Kemudian, data dianalisis menggunakan studi analisis deskriptif

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi BPPV meningkat dari 21,2% pada tahun 2012 menjadi 78,8% pada tahun 2013. Karakteristik pasien meliputi: kategori usia terbanyak 41-60 tahun (51,5%), pada wanita (69,7%), pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) (33,3%), dan penyebab tersering adalah idiopatik (45,5%).

Kata kunci : vertigo, benign paroxysmal positional vertigo, nystagmus, penyakit vestibular


(5)

ABSTRACT

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) is one of the most common perifer-type vestibular vertigo which is characterized by rotatory dizziness attacks triggered by head movement to gravitation without any involvement of lesion in central nervous system.

The aim of this study is to find out BPPV’s patients characteristic at RSUP H. Adam Malik Medan in 2012-2013.

This study is a retrospective descriptive study and using total sampling method to collect samples. The total amount of samples who have been diagnosed with BPPV by the doctors were 33 patients. Data collecting procedure were arranged and carried out by analyzing each of patient’s medical record during the past two years. Then, data were analyzed by using descriptive analysis study.

The result of this study showed that the prevalence of BPPV was increased from 21,2% in 2012 to 78,8% in 2013. Characteristic of patients were: most age category at 41-60 years (51,5%), women patients (69,7%), government officer as the most occupational category (33,3%), and idiopathic as the most common cause (45,5%).

Key words: vertigo, benign paroxysmal positional vertigo, nystagmus, vestibular disease


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, KTI ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing dalam penulisan penelitian ini, dr. Farhat, M. Ked (ORL-HNS), Sp. THT-KL (K), yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis, mulai dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan di lapangan, hingga selesainya KTI ini.

3. Kepada orangtua penulis, Ibunda Nurhayati Sagala, S.Pd yang senantiasa mendukung dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan KTI ini.

4. Kepada seluruh pihak yang membantu baik secara moril maupun materil dalam proses penyusunan KTI ini

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan, dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang menjelaskan tentang 7 area kompetensi, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul ”Karakteristik Pasien Penderita Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012-2013” ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak khusunya di bidang ilmu kedokteran.


(7)

Penulis menyadari bahwa KTI ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan KTI ini di kemudian hari.

Medan, 9 Januari 2015 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar ... ix

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan umum ... 2

1.3.2 Tujuan khusus ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga... 4

2.1.1 Telinga luar ... 4

2.1.2 Telinga tengah ... 5

2.1.3 Telinga dalam ... 6

2.2 Fungsi Keseimbangan ... 7

2.2.1 Kanalis semisirkularis ... 8

2.2.2 Organ otolit ... 10

2.3 Vertigo... 11

2.3.1 Etiologi ... 11

2.3.2 Klasifikasi ... 12


(9)

2.4 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) ... 13

2.4.1 Definisi ... 13

2.4.2 Epidemiologi ... 14

2.4.3 Etiologi ... 14

2.4.4 Faktor resiko ... 14

2.4.5 Klasifikasi ... 15

2.4.6 Patofisiologi ... 15

2.4.7 Gejala klinis ... 16

2.4.8 Diagnosis ... 16

2.4.9 Penatalaksanaan ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 23

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 23

3.2 Definisi Operasional... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 26

4.1 Jenis Penelitian ... 26

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

4.2.1 Waktu ... 26

4.2.2 Tempat ... 26

4.3 Populasi dan Sampel ... 26

4.3.1 Populasi ... 26

4.3.2 Sampel ... 26

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 27

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 28

5.1 Hasil Penelitian ... 28

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian ... 28

5.1.2 Deskripsi data penelitian ... 28

5.1.2.1 Prevalensi pasien BPPV ... 28

5.1.2.2 Distribusi pasien BPPV berdasarkan usia ... 29


(10)

5.1.2.4 Distribusi pasien BPPV berdasarkan pekerjaan ... 30

5.1.2.5 Distribusi pasien BPPV berdasarkan penyebab tersering ... 30

5.2 Pembahasan ... 31

5.2.1 Berdasarkan usia ... 31

5.2.2 Berdasarkan jenis kelamin ... 31

5.2.3 Berdasarkan pekerjaan ... 32

5.2.4 Berdasarkan penyebab tersering ... 33

BAB 6 KESIMULAN DAN SARAN ... 34

6.1 Kesimpulan ... 34

6.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Telinga Luar ... 4

Gambar 2.2 Telinga Tengah ... 5

Gambar 2.3 Telinga Dalam ... 6

Gambar 2.4 Labirin Tulang dan Membran... 8

Gambar 2.5 Fungsi Keseimbangan ... 9

Gambar 2.6 Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis posterior telinga kiri... 17

Gambar 2.7 Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis anterior telinga kiri... 18

Gambar 2.8 Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis lateral telinga kiri ... 18

Gambar 2.9 Dix-Hallpike Maneuver ... 19

Gambar 2.10 Canalith Repositioning Treatment (CRT) ... 20

Gambar 2.11 Liberatory (Semont) Maneuver ... 21

Gambar 2.12 Brandt-Daroff Exercises ... 22


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Etiologi Vertigo ... 11

Tabel 5.1 Prevalensi pasien BPPV ... 29

Tabel 5.2 Distribusi pasien BPPV berdasarkan usia ... 29

Tabel 5.3 Distribusi pasien BPPV berdasarkan jenis kelamin ... 29

Tabel 5.4 Distribusi pasien BPPV berdasarkan pekerjaan ... 30


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup LAMPIRAN 2 Surat Izin Penelitian

LAMPIRAN 3 Data Induk

LAMPIRAN 4 Output Data Hasil Penelitian LAMPIRAN 5 Lembar Ethical Clearence


(14)

ABSTRAK

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah salah satu jenis vertigo vestibular tipe perifer yang paling sering dijumpai dan ditandai dengan serangan-serangan pusing berputar oleh karena perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013.

Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dan menggunakan teknik total sampling untuk pengumpulan data. Jumlah keseluruhan pasien yang didiagnosis BPPV adalah 33 orang. Prosedur pengumpulan data adalah dengan menganalisa setiap data rekam medis pasien yang terdapat di rumah sakit H. Adam Malik selama dua tahun terakhir. Kemudian, data dianalisis menggunakan studi analisis deskriptif

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi BPPV meningkat dari 21,2% pada tahun 2012 menjadi 78,8% pada tahun 2013. Karakteristik pasien meliputi: kategori usia terbanyak 41-60 tahun (51,5%), pada wanita (69,7%), pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) (33,3%), dan penyebab tersering adalah idiopatik (45,5%).

Kata kunci : vertigo, benign paroxysmal positional vertigo, nystagmus, penyakit vestibular


(15)

ABSTRACT

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) is one of the most common perifer-type vestibular vertigo which is characterized by rotatory dizziness attacks triggered by head movement to gravitation without any involvement of lesion in central nervous system.

The aim of this study is to find out BPPV’s patients characteristic at RSUP H. Adam Malik Medan in 2012-2013.

This study is a retrospective descriptive study and using total sampling method to collect samples. The total amount of samples who have been diagnosed with BPPV by the doctors were 33 patients. Data collecting procedure were arranged and carried out by analyzing each of patient’s medical record during the past two years. Then, data were analyzed by using descriptive analysis study.

The result of this study showed that the prevalence of BPPV was increased from 21,2% in 2012 to 78,8% in 2013. Characteristic of patients were: most age category at 41-60 years (51,5%), women patients (69,7%), government officer as the most occupational category (33,3%), and idiopathic as the most common cause (45,5%).

Key words: vertigo, benign paroxysmal positional vertigo, nystagmus, vestibular disease


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan keseimbangan sering dikeluhkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah pusing. Pusing atau vertigo diartikan sebagai sensasi berputar tanpa adanya pemutaran dan merupakan gejala bila salah satu labirin pada telinga dalam meradang (Ganong, 2008). Menurut jurnal otorhinolaringologi di Brazil, data menunjukkan sekitar 5% sampai 10% penderita mengunjungi dokter setiap tahunnya karena gejala tersebut dan sekitar 40% diantaranya berusia di atas 40 tahun (Vaz et al., 2008).

Menurut penelitian yang dilakukan di Jerman, prevalensi vertigo dalam 12 bulan terakhir sekitar 22,9% dan insidensinya sekitar 3,1%. Vertigo dibagi menjadi vertigo vestibular dan nonvestibular. Prevalensi vertigo vestibular sebesar 4,8% dan insidensinya 1,4% dari total sampel yang diteliti. Dampak vertigo vestibular ini antara lain penderita datang ke dokter untuk konsultasi medis sekitar 70%, izin dari pekerjaan karena sakitnya sekitar 41%, mempengaruhi aktivitas sehari-hari 40%, dan menghindari untuk meninggalkan rumah karena gejala tersebut 19%. Frekuensi pasien vertigo vestibular yang mengunjungi dokter sebagai berikut: benign paroxysmal positional vertigo 78%, vertigo jenis migren 67% dan vertigo vestibular lainnya 67% (Neuhauser et al., 2008).

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah salah satu jenis vertigo vestibular tipe perifer yang paling sering dijumpai yang ditandai dengan serangan-serangan pusing berputar yang menghilang secara spontan. BPPV ini merupakan suatu sindroma sebagai gejala sisa dari penyakit pada telinga dalam (S., Andradi, 2002).

Menurut penelitian von Brevern et al. (2006) di Jerman, prevalensi BPPV adalah 2,4% dengan prevalensi dalam 1 tahun adalah 1,6% dan insidensinya 0,6%.

Menurut penelitian di Neuro-otologists Dizziness Clinics, Korea, dari 1.692 pasien penderita BPPV, 67,7% adalah wanita, 32,3% adalah laki-laki dengan usia rata-rata penderita 54,8 ± 14 tahun. BPPV ini dapat terjadi pada semua kanalis


(17)

semisirkularis di telinga dalam, akan tetapi data menunjukkan sebagian besar BPPV terjadi pada kanal semisirkular posterior (PC-BPPV) sebesar 60-90% kasus dan horizontal (HC-BPPV) sebesar 5-30% kasus

Hingga saat ini, peneliti belum menemukan data terbaru yang menunjukkan angka prevalensi dan karakteristik pasien penderita BPPV di Indonesia, khususnya di Medan. Atas dasar ini, penulis tertarik untuk mendata dan melihat karakteristik pasien penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013. Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik karena merupakan salah satu rumah sakit pemerintah tipe A dan rumah sakit rujukan regional Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Oleh karena itu penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menggambarkan secara keseluruhan pasien penderita BPPV di Medan, Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah karakteristik pasien penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013? ”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui prevalensi pasien penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013.

2. Mengetahui usia, jenis kelamin, dan pekerjaan pasien penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013.

3. Mengetahui penyebab tersering BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013.


(18)

1.4 Manfaat Penelitian 1. Kepada peneliti

- Menambah wawasan peneliti dalam mempelajari kasus BPPV khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Kepada pihak institusi dan praktisi medis

- Hasil penelitian yang diperoleh dapat dipergunakan sebagai data epidemiologi kasus BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013.

- Memberi informasi tentang usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan penyebab tersering pasien penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013.

3. Kepada peneliti lain

- Sebagai sumber informasi data epidemiologi untuk penelitian ilmiah mengenai BPPV di masa mendatang.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga

Telinga merupakan salah satu pancaindra yang berfungsi sebagai alat pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di lateral kepala. Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam (Wibowo dan Paryana, 2007).

2.1.1 Telinga luar

Telinga luar (auris externa) terdiri dari daun telinga (auricula/pinna), liang telinga (meatus acusticus externus) sampai gendang telinga (membrana tympanica) bagian luar. Telinga luar terletak pada pars tympanica ossis temporalis dan pada bagian belakang berbatasan dengan processus mastoideus (Wibowo dan Paryana, 2007).

Gambar 2.1 Telinga Luar (Netter, 2010)

Telinga luar berfungsi sebagai penyalur suara dan sebagai proteksi telinga tengah. Fungsi telinga luar sebagai penyalur suara tergantung dari intensitas, frekuensi, arah, dan ada atau tidaknya hambatan dalam penyalurannya ke gendang telinga. Sedangkan fungsinya sebagai proteksi telinga tengah yaitu menahan atau


(20)

mencegah benda asing yang masuk ke dalam telinga dengan memproduksi serumen, menstabilkan lingkungan dari input yang masuk ke telinga tengah, dan menjaga telinga tengah dari efek angin dan trauma fisik (Emanuel dan Letowski, 2009).

2.1.2 Telinga tengah

Telinga tengah (auris media) berada di sebelah dalam gendang telinga sekitar 3-6 mm. Atap rongga telinga tengah adalah tegmen tympani dari pars petrosa ossis temporalis yang berbatasan dengan cavitas cranii. Dinding lateral telinga tengah berbatasan dengan gendang telinga beserta tulang di sebelah atas dan bawahnya. Dinding depannya berbatasan dengan canalis caroticus yang di dalamnya terdapat arteri karotis interna. Dinding medial telinga tengah ini berbatasan dengan tulang pembatas telinga dalam yang terlihat menonjol karena terdapat prominentia canalis facialis di bagian posterior atas. Telinga tengah ini juga secara langsung berhubungan dengan nasofaring yaitu melalui tuba eustachius (Wibowo dan Paryana, 2007).

Gambar 2.2 Telinga Tengah (Netter, 2010)

Telinga tengah berfungsi untuk menyalurkan suara dari udara dan memperkuat energi suara yang masuk sebelum menuju ke telinga dalam yang berisi


(21)

cairan. Fungsi telinga tengah dalam memperkuat energi suara dibantu oleh tulang-tulang kecil seperti maleus, incus, dan stapes sehingga energi suara tadi dapat menggetarkan cairan di koklea untuk proses mendengar (Sherwood, 2011).

2.1.3 Telinga dalam

Telinga dalam dibatasi oleh tulang temporal (pars petrosa) (Wibowo dan Paryana, 2007). Telinga dalam terdiri dari koklea dan aparatus vestibularis yang memiliki dua fungsi sensorik yang berbeda. Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena mengandung reseptor untuk mengubah suara yang masuk menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar. Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu sacculus dan utriculus (Sherwood, 2011).

Gambar 2.3 Telinga Dalam (Netter, 2010)


(22)

2.2 Fungsi Keseimbangan

Fungsi keseimbangan diatur oleh beberapa organ penting di tubuh yang input sensoriknya akan diolah di susunan saraf pusat (SSP). Fungsi ini diperantarai beberapa reseptor, yaitu:

- Reseptor vestibular - Reseptor visual - Reseptor somatik

Reseptor vestibular sebagai pengatur keseimbangan diatur oleh organ aparatus vestibularis (labirin) yang berada di telinga dalam. Labirin ini terlindung oleh tulang yang paling keras. Labirin terbagi menjadi 2 bagian, yaitu labirin tulang dan labirin membran. Di antara labirin tulang dan labirin membran ini terdapat suatu cairan yang disebut perilimfa sedangkan di dalam labirin membran terdapat cairan yang disebut endolimfa (Bashiruddin et al., 2010).

Labirin berfungsi untuk menjaga keseimbangan, mendeteksi perubahan posisi, dan gerakan kepala. Di dalam aparatus vestibularis selain mengandung endolimfa dan perilimfa juga mengandung sel rambut yang dapat mengalami depolarisasi dan hiperpolarisasi tergantung arah gerakan cairan (Sherwood, 2011). Labirin terdiri dari :

- Labirin kinetik: Tiga kanalis semisirkularis

- Labirin statis: Organ otolit (sakulus dan utrikulus) yang terdapat sel-sel reseptor keseimbangan pada tiap pelebarannya.


(23)

Gambar 2.4 Labirin tulang dan membran (Netter, 2010)

2.2.1 Kanalis semisirkularis

Kanalis semisirkularis berorientasi pada tiga bidang dalam ruang. Pada tiap ujungnya melebar dan berhubungan dengan urtikulus, yang disebut ampula. Di dalam ampula terdapat reseptor krista ampularis yang terdiri dari sel-sel rambut sebagai reseptor keseimbangan dan sel sustentakularis yang dilapisi oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula sebagai penutup ampula. Sel-sel rambut terbenam dalam kupula dan dasarnya membentuk sinap dengan ujung terminal saraf afferen yang aksonnya membentuk nervus vestibularis. Nervus vestibularis bersatu dengan nervus auditorius membentuk nervus vestibulocochlear (Ganong, 2008).

Kanalis semisirkularis berfungsi untuk mendeteksi akselerasi atau deselarasi rotasi kepala seperti ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir, balik atau memutar kepala. Akselerasi dan deselarasi menyebabkan sel rambut yang terbenam di dalam cairan endolimfa bergerak. Pada awal pergerakan, endolimfa tertinggal dan kupula miring ke arah berlawanan dengan gerakan kepala sehingga sel-sel rambut menekuk. Ketika stereosilia (rambut dari sel-sel rambut) menekuk ke arah kinosilium (rambut dari sel-sel rambut), maka terjadi depolarisasi yang memicu pelepasan neurotransmitter dari sel-sel rambut menuju ke saraf afferent. Dan


(24)

sebaliknya jika menekuk ke arah berlawanan akan terjadi hiperpolarisasi. Ketika pergerakan perlahan berhenti, sel-sel rambut akan kembali lurus dan kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan gerakan kepala (Sherwood, 2011).

Gambar 2.5 Fungsi Keseimbangan (Despopoulos dan Silbernagl, 2003)


(25)

2.2.2 Organ otolit

Organ otolit (makula atau otokonia) terdapat dalam labirin membran di lantai utrikulus dan semivertikal di dinding sakulus. Makula juga mengandung sel sustentakularis dan sel rambut. Bagian atasnya ditutupi oleh membran otolit dan di dalamnya terbenam kristal-kristal kalsium karbonat (otolit-batu telinga). Lapisan ini lebih berat dan insersi lebih besar dari cairan di sekitarnya. Serat-serat saraf dari sel rambut bergabung dengan serat-serat dari krista di bagian vestibuler dari nervus vestibulokoklearis (Ganong, 2008). Fungsi organ otolit adalah memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan gerakan linier (bergerak garis lurus tanpa memandang arah) (Sherwood, 2011).

Utrikulus berfungsi pada pergerakan vertikal dan horizontal. Ketika kepala miring ke arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai kemiringan karena gaya gravitasi dan akan mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi sesuai kemiringannya. Contoh pergerakan horizontal adalah saat berjalan. Pada posisi ini insersinya menjadi lebih besar dan menyebabkan membran otolit tertinggal di belakang endolimfa dan sel rambut, sehingga menyebabkan rambut tertekuk ke belakang. Jika pergerakan ini dilakukan secara konstan maka lapisan gelatinosa akan kembali ke posisi semula (Sherwood, 2011).

Sakulus fungsinya hamper sama dengan utrikulus namun berespon secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal, misalnya: bangun dari tempat tidur, lompat atau naik eskalator (Sherwood, 2011).

Krista dan makula dipersarafi oleh nervus vestibularis yang badan selnya terletak di ganglion vestibularis. Serat saraf kanalis semisirkularis berada pada bagian superior dan medial nukleus vestibularis dan sebagian mengatur pergerakan bola mata. Serat dari utrikulus dan sakulus berakhir di nukleus descendens menuju ke serebelum dan formasio retikularis. Nervus vestibularis juga menuju ke talamus dan korteks somatosensorik (Ganong, 2008).


(26)

2.3 Vertigo

Pusing merupakan salah satu masalah keseimbangan yang sering dikeluhkan masyarakat. Pusing yang dikeluhkan pasien seperti perasaan benda sekeliling berputar terhadapnya sekitar 21%, pusing ringan dan hilang timbul sekitar 29%, atau pusing dan menganggap dirinya berputar terhadap sekelilingnya sekitar 13%. Gejala pusing dapat hilang beberapa hari, minggu sampai bulan (Hannaford et al., 2005).

Vertigo berasal dari bahasa latin, vertere artinya memutar. Derajat ringan sampai yang paling ringan dari vertigo disebut dizziness dan giddiness. Vertigo adalah persepsi dari perasaan bergerak atau berputar terhadap objek di sekitarnya. Dizziness adalah rasa pusing tidak spesifik seperti goyah, rasa disorientasi ruangan seperti berbalik (Joesoef, 2002).

2.3.1 Etiologi

Menurut Mohammad Maqbool (2000), ada beberapa hal yang menjadi penyebab vertigo dan supaya mempermudah mengingatnya dapat disingkat menjadi VERTIGO:

Tabel 2.1 Etiologi vertigo

V = Vascular a. Vertebrobasilar insufficiency b. Stroke

c. Migraine d. Hypotensi e. Anemia f. Hypoglycaemi g. Meniere’s disease E = Epilepsy

R = Receiving any treatment a. Antibiotic b. Cardiac drugs

c. Antihypertensive drugs d. Sedative dan transquillisers e. Aspirin


(27)

f. Quinine T = 1. tumour a. Primary

- Acoustic neuromas

- Glioma

- Intraventricular tumour b. Metastatic

- Meningeal

- Carcinomatosis

2. Trauma - To labyrinth (temporal bone fracture)

- To brainstem (cervical vertebrae fractures)

3. Tyroid - Hypofunction

I = Infection a. Bacterial – Labyrinithitis b.Viral – Vestibular neuronitis c. Spirochaetal – Syphilis G = Glial disease (multiple sclerosis)

O = Ocular diseases or imbalance

2.3.2 Klasifikasi

Vertigo terbagi menjadi 2 yaitu vertigo vestibular dan vertigo nonvestibular. Data menunjukkan dari 1003 sampel, 243 orang mengalami vertigo vestibular, 742 orang mengalami vertigo nonvestibular, dan 18 orang tidak dapat dibedakan antara vertigo vestibular dan vertigo nonvestibular. Vertigo vestibular memiliki kriteria sebagai berikut: vertigo rotasi, vertigo posisi atau pusing permanen dengan mual dan gangguan keseimbangan lainnya. Vertigo rotasi diartikan sebagai perasaan dirinya berputar atau objek yang berputar. Vertigo posisi diartikan sebagai perasaan pusing karena perubahan posisi kepala seperti berbaring dan bangkit dari tidur (Neuhauser

et al., 2008).

Vertigo vestibular dibagi lagi menjadi vertigo vestibular perifer dan vertigo vestibular sentral. Vertigo vestibular perifer lebih sering sekitar 65% dibandingkan vertigo vestibular sentral sekitar 7%. Vertigo vestibular perifer yang paling sering


(28)

yaitu benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) 32%, Meniere's disease 12% dan vertigo vestibular lainnya sekitar 15-20%. Sedangkan vertigo vestibular sentral yang paling sering yaitu space-occupying lesions (SOL) pada fossa posterior sekitar 1%, infark serebelum sekitar 1,9% {abstrak} (Sekine, 2005).

2.3.3 Gejala klinis

Jika fungsi keseimbangan terganggu, gejala yang paling sering dirasakan pasien yaitu perasaan berputar terhadap sekitar, perasaan seperti hendak terjatuh, pingsan, pandangan kabur, dan bingung. Gejala lainnya seperti: penderita datang ke dokter untuk konsultasi medis karena sakitnya, izin dari pekerjaan, mempengaruhi aktivitas sehari-hari, dan menghindari untuk meninggalkan rumah karena gejala tersebut (Neuhauser et al., 2008).

2.4 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) 2.4.1 Definisi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab pusing yang paling sering dialami khususnya pada usia tua (Caldas et al., 2009). Sekitar 20-30% dari diagnosis klinis pusing adalan BPPV (von Brevern et al., 2005). BPPV merupakan suatu sindroma dari gejala sisa penyakit telinga dalam sehingga bukanlah suatu penyakit tertentu (S., Andradi, 2002).

BPPV adalah gangguan vestibuler dengan gejala pusing berputar yang tiba-tiba dan nistagmus yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat (SSP) (Ropper dan Brown, 2005).


(29)

2.4.2 Epidemiologi

Menurut penelitian Mizukoshi et al. (1988) di Jepang, insidensi BPPV sekitar 10,7 per 100.000 populasi sementara di Toyama diperkirakan sekitar 17,3 per 100.000 populasi. Penelitian lain yang dilakukan di Amerika menyebutkan bahwa insidensi BPPV sekitar 64 per 100.000 populasi per tahunnya dengan usia lebih dari 40 tahun. Sekitar 64% dari kasus BPPV ini diderita oleh wanita dan jarang pada usia di bawah 35 tahun tanpa ada riwayat trauma kepala (John, 2012).

Dalam penelitian lain yang dilakukan di Israel menyebutkan bahwa sekitar 25,6% pasien didiagnosa BPPV dari keseluruhan kunjungan ke dokter (Pollak, 2009).

2.4.3 Etiologi

Menurut Caldas et al. (2009) penyebab BPPV adalah sebagai berikut: a. Idiopatik (penyebab terbanyak) sekitar 74,8%

b. Trauma kepala sekitar 15,0%

c. Insufisiensi vertebrobasiler sekitar 10,8% d. Meinere disease sekitar 55,4%

e. Vestibuar neuritis sekitar 29,2% f. Penyakit telinga dalam lainnya 4,6%

2.4.4 Faktor resiko

Beberapa penelitian menyatakan bahwa wanita memiliki prevalensi lebih tinggi menderita BPPV dibandingkan laki-laki sekitar 74% dari sampel. Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon (Dorigueto et al., 2009). Selain itu, usia lebih dari 60 tahun 7 kali lebih beresiko dibandingkan usia antara 18-39 tahun. Onset rata-rata penderita sekitar usia 49,4-80 tahun. Dalam penelitian yang sama disebutkan juga beberapa faktor resiko lain yang berhubungan dengan BPPV antara lain:

a. Depresi b. Hipertensi

c. Peningkatan lipid darah d. Diabetes


(30)

e. Penyakit jantung koroner f. Stroke

g. Indeks Massa Tubuh (IMT) h. Merokok, dan

i. Migrain

Faktor resiko di atas masih belum ada penelitian yang menghubungkannya dengan BPPV, tetapi secara teori hal tersebut dapat berkaitan dengan kerusakan pembuluh darah salah satunya di telinga dalam sehingga dapat menginduksi terjadinya BPPV (von Brevern et al., 2006).

2.4.5 Klasifikasi

Menurut Atlas dan Parnes (2001) dalam penelitian Dorigueto et al. (2009), BPPV terbagi 3 jenis menurut waktunya, yaitu:

a. Hilang sendiri (self-limited). Gejala hilang dalam beberapa minggu sampai bulan setelah dilakukan statocone repositioning maneuvers (SRM).

b. Kambuh lagi (recurrent). Gejala hilang timbul dalam jangka waktu tertentu setelah dilakukan SRM.

c. Menetap (persistent). Gejala menetap kurang lebih 1 tahun.

2.4.6 Patofisiologi

Menurut Andradi S. (2002), terdapat 2 teori penyebab BPPV, yaitu: a. Kupulolitiasis

Bagian atas makula utrikulus terdapat partikel yang berisi kalsium karbonat yang berasal dari fragmen otokonia. Oleh karena proses degenerasi dari makula utrikulus, kalsium karbonat terlepas dan menempel di permukaan kupula kanalis semisirkularis khususnya bagian posterior (karena letaknya di bawah makula utrikulus). Hal ini menyebabkan daerah ini lebih berat dari cairan endolimfa di sekitarnya sehingga menjadi lebih sensitif dengan sedikit perubahan arah gravitasi. Salah satu gejala yang timbul yaitu nistagmus kurang dari 1 menit.


(31)

b. Kanalitiasis

Menurut teori ini, partikel kalsium karbonat yang lepas tidak melekat pada kupula tetapi mengambang di endolimfa kanalis semisirkularis. Dengan adanya perubahan posisi kepala, parikel tersebut bergerak ke posisi paling bawah. Pada saat ini, endolimfa bergerak menjauh dari ampula dan merangsang nervus ampularis. Nistagmus bertahan lebih dari 1 menit.

2.4.7 Gejala klinis

Gejala yang sering dikeluhkan pasien BPPV seperti vertigo yang timbul mendadak dan kadang disertai nistagmus karena perubahan posisi kepala misalnya miring ke satu sisi saat berbaring, bangkit dari posisi tidur, perubahan posisi saat tidur, dan gerakan leher yang hiperekstensi. Gejala lainnya seperti mual, muntah, tidak seimbang seperti melayang, takut jatuh, sakit kepala, cemas, gangguan tidur, tinnitus, gangguan mengingat, hipersensitif terhadap suara, dan lain sebagainya (Vaz

et al., 2013).

2.4.8 Diagnosis

Menurut Andradi S. (2002), beberapa hal yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis BPPV, seperti:

a. Anamnesis

Pasien mengeluh vertigo berputar yang timbul mendadak pada perubahan posisi kepala kurang dari 30 detik dan dapat disertai mual dan kadang-kadang muntah.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan kecuali penyebab mendasar BPPV adalah kelainan neurologi fokal atau sistemik.


(32)

c. Test Dix Hallpike (Dix Hallpike Maneuver) Test ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

- Inform concern pasien sebelum melakukan tindakan.

- Pasien duduk di ujung meja periksa.

- Kepala menghadap ke kiri atau kanan sekitar 450, lalu dengan cepat badan pasien dibaringkan sehingga kepala menggantung di ujung meja periksa.

- Lihat ada/tidaknya nistagmus dan keluhan vertigo. Pertahankan posisi selama 10-15 detik setelah itu pasien duduk kembali seperti posisi semula.

- Ulangi maneuver dengan posisi kepala ke sisi berlawanan. Ulangi 2-3 kali untuk melihat fatigue maneuver.

Nistagmus adalah suatu gerakan refleks yang menyentak pada mata saat awal dan akhir rotasi untuk mempertahankan fiksasi penglihatan di titik diam saat tubuh berputar. Saat rotasi tubuh, mata bergerak lambat dengan arah berlawanan dengan arah rotasi untuk mempertahankan fiksasi penglihatan (Ganong, 2008).

Test Dix Hallpike dilakukan untuk menilai tipe BPPV dari riwayat perubahan posisi dan pola nistagmus.

a. Kanalis semisirkularis posterior

Rotasi dan sentakan nistagmus ke arah vertikal atas (lesi di labirin kanan: berlawanan arah jarum jam, sedangkan lesi di labirin kiri: searah jarum jam).

Gambar 2.6 Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis posterior telinga kiri (Hornibrook, 2011)


(33)

b. Kanalis semisirkularis anterior

Rotasi dan sentakan nistagmus ke arah vertikal bawah (lesi di labirin kanan: berlawanan arah jarum jam, sedangkan lesi di labirin kiri: searah jarum jam).

Gambar 2.7 Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis anterior telinga kiri (Hornibrook, 2011)

c. Kanalis semisirkularis lateral

Nistagmus yang terjadi ke arah horizontal.

Gambar 2.8 Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis lateral telinga kiri (Hornibrook, 2011)

Kanalis posterior frekuensinya lebih sering dari kanalis anterior dan lateral sekitar 78,8% dari semua kasus. Hal ini terjadi karena partikel kasium karbonat


(34)

bergerak ke bawah yang merupakan posisi kanal posterior. Kasus terbanyak BPPV bersifat unilateral 91,8% (Caldas et al., 2009).

Gambar 2.9 Dix-Hallpike maneuver (Ropper and Brown, 2005)

2.4.9 Penatalaksanaan

a. Canalith Repositioning Treatment (CRT)

Dilakukan setelah test Dix Hallpike abnormal. Caranya:

- Dimulai dengan posisi Dix Hallpike. Jika kanal telinga yang terganggu sebelah kanan, maka CRT juga kanan dan sebaliknya.

- Pertahankan posisi saat berbaring dengan kepala yang menggantung di tepi meja periksa sekitar 1-2 menit.


(35)

- Kemudian kepala diputar perlahan ke kiri (450) dan pertahankan beberapa saat.

- Selanjutnya badan pasien dimiringkan sehingga pasien menghadap ke lantai.

- Terakhir pasien kembali ke posisi duduk dengan kepala menghadap ke depan. Hindarkan kepala menunduk, berbaring, dan membungkukkan badan selama sehari.

Test ini bertujuan untuk mendorong partikel keluar dari kanalis semisirkularis dan masuk kembali ke utrikulus. Gejala yang sering dikeluhkan pasien setelah test ini seperti: kaku leher, spasme otot karena kepala tegak dalam beberapa waktu, vertigo berat saat test, sering merasa mual dan muntah. Oleh karena itu, pasien disarankan untuk duduk tenang beberapa saat sebelum pulang.

Gambar 2.10 Canalith Repositioning Treatment (CRT) = Epley Maneuver (Solomon, 2000)


(36)

b. Liberatory (Semont) Maneuver

Test ini dilakukan sesuai dengan kanal yang terlibat. Misalnya kanal posterior kanan, maka test juga dilakukan ke arah kanan dengan posisi kepala diputar menghadap ke kiri dan sebaiknya.

- Pasien duduk di meja periksa dengan kepala diputar menghadap ke kiri 450.

- Kemudian secara cepat pasien dibaringkan ke sisi kanan dengan kepala menggantung.

- Setelah 1 menit, pasien kembali ke posisi duduk awal secara cepat dan kemudian ke posisi side lying kiri (posisi baring ke sisi kiri) dengan posisi kepala menoleh 450 ke kiri. Pertahankan selama 1 menit.

- Terakhir kembali ke posisi duduk awal secara perlahan.

Catatan : jika yang terlibat kanal anterior kanan: test dilakukan ke arah kanan dengan posisi kepala diputar menghadap ke kanan, begitu juga sebaliknya.

Gambar 2.11 Liberatory (Semont) Maneuver (Solomon, 2000)


(37)

c. Brandt-Daroff exercises

Latihan ini dapat dilakukan pasien di rumah tanpa bantuan therapist. Caranya :

- Pasien dalam posisi duduk kepala menoleh ke arah berlawanan dari posisi pencetus vertigo (misalnya kepala menoleh ke kanan). Tahan selama 30 detik.

- Kemudian berbaring dengan cepat ke sisi berlawanan (sisi kiri). Tahan selama 30 detik.

- Secara cepat duduk kembali.

- Selanjutnya posisi kepala menoleh ke sisi sebelahnya (ke kiri). Tahan selama 30 detik.

- Berbaring ke sisi berlawanan (kanan) selama 30 detik dan kembali duduk seperti semula.

Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali, 3 kali sehari minimal 2 hari.sampai vertigo menghilang.

Gambar 2.12 Brandt-Daroff exercises (Solomon, 2000)


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

• BPPV: gangguan keseimbangan perifer yang ditandai dengan vertigo yang tiba-tiba saat perubahan posisi.

• Pasien penderita BPPV: orang yang dinyatakan menderita BPPV seperti yang tercatat pada bagian diagnosis rekam medis pasien di RSUP H. Adam Malik Medan.

• Prevalensi (angka kejadian): jumlah penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012-2013 yang tercatat dalam rekam medis.

Cara pengukuran : Observasi Alat ukur : Rekam medis Hasil ukur : Persentase Skala ukur : Nominal

• Usia: jumlah tahun hidup yang dihitung berdasarkan tahun masehi sejak pasien lahir sampai terdiagnosa BPPV sesuai yang tercatat dalam rekam medis.

Cara pengukuran : Observasi Alat ukur : Rekam medis Hasil ukur : 1. 0-20 tahun

• Prevalensi (Angka Kejadian) • Usia

• Jenis Kelamin • Pekerjaan

• Penyebab Tersering BPPV


(39)

2. 21-40 tahun 3. 41-60 tahun 4. lebih dari 60 tahun Skala ukur : Ordinal

• Jenis kelamin: sifat jasmani yang membedakan dua makhluk yaitu laki-laki dan

perempuan.

Cara pengukuran : Observasi Alat ukur : Rekam medis Hasil ukur : 1. Laki-laki

2. Perempuan Skala ukur : Nominal

• Pekerjaan: suatu kegiatan sehari-hari yang dilakukan penderita BPPV yang tercatat pada rekam medis. Penilaian karakteristik dikelompokkan menjadi:

Cara pengukuran : Observasi Alat ukur : Rekam medis

Hasil ukur : 1. Pelajar/Mahasiswa

2. Pensiunan PNS/TNI/POLRI 3. Wiraswasta

4. Ibu Rumah Tangga 5. PNS/TNI/POLRI 6. Petani

7. Tidak Bekerja/ di bawah umur Skala ukur : Nominal

• Penyebab tersering: etiologi yang mendasari timbulnya gejala BPPV yang tercatat pada rekam medis.

Cara pengukuran : Observasi Alat ukur : Rekam medis Hasil ukur : 1. Idiopatik

2. Trauma kepala

3. Insufisiensi vertebrobasiler 4. Operasi telinga


(40)

5. Meinere disease 6. Vestibuar neuritis 7. Hipertensi

8. Penyakit telinga dalam lainnya. Skala ukur : Nominal


(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan desain penelitian cross sectional (potong lintang). Pada penelitian ini dilakukan satu kali pengamatan untuk dapat menggambarkan karakteristik pasien penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013.

4.2 Waktu & Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu

Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai bulan Desember 2014.

4.2.2 Tempat

Tempat penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang merupakan rumah sakit pemerintah tipe A dan merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah regional Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan dari bulan Januari 2012 sampai Desember 2013.

4.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang didapat dari rekam medis. Adapun besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama dengan jumlah populasi (total sampling).


(42)

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah : Kriteria inklusi :

Semua data rekam medis pasien yang didiagnosis BPPV. Data ini diambil dari bulan Januari 2012 sampai Desember 2013.

Kriteria eksklusi :

Pasien dengan gejala pusing yang disertai dengan gejala lain seperti lesi di susunan saraf pusat (SSP), gejala neurologi, migraine, perilymph fistula, penyakit autoimun. Data ini diambil dari bulan Januari 2012 sampai Desember 2013.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data rekam medis pasien penderita BPPV pada bulan Januari 2012 sampai Desember 2013.

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat, dikelompokkan kemudian diolah dengan menggunakan program komputer untuk statistik (SPSS) dan kemudian dianalisa secara deskriptif.


(43)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe A milik pemerintah kota Medan sesuai dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VIII/1990 dan juga sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No.502/Menkes/SK/IX/1991. Selain itu, RSUP H. Adam Malik juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah regional Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

5.1.2 Deskripsi data penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis pasien yang menderita Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) di RSUP H. Adam Malik Medan dari tanggal 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013.

Jumlah data keseluruhan adalah 33 data rekam medis lengkap yang berisi data nomor rekam medis, nama pasien, jenis kelamin, usia, diagnosis, dan pekerjaan.

5.1.2.1 Prevalensi pasien BPPV

Angka kejadian pasien BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan selama 2 tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.1 Prevalensi pasien BPPV

Tahun N %

2012 7 21,2

2013 26 78,8


(44)

Berdasarkan tabel 5.1, didapati bahwa prevalensi pasien BPPV di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2012 sebanyak 7 orang (21,2%) dan pada tahun 2013 sebanyak 26 orang (78,8%).

5.1.2.2 Distribusi pasien BPPV berdasarkan usia

Distribusi data penelitian berdasarkan usia pasien BPPV tahun 2012-2013 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2 Distribusi pasien BPPV berdasarkan usia

Kelompok Usia n %

0-20 tahun 2 6,1

21-40 tahun 3 9,1

41-60 tahun 17 51,5

>60 tahun 11 33,3

Total 33 100,0

Berdasarkan tabel 5.2, didapati jumlah pasien BPPV pada rentang usia 0-20 tahun sebanyak 2 orang (6,1%), pada rentang usia 21-40 tahun sebanyak 3 orang (9,1%), pada rentang usia 41-60 tahun sebanyak 17 orang (51,5%), dan pada rentang usia >60 tahun sebanyak 11 orang (33,3%).

5.1.2.3 Distribusi pasien BPPV berdasarkan jenis kelamin

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis kelamin pasien BPPV tahun 2012-2013 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.3 Distribusi pasien BPPV berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 10 30,3

Perempuan 23 69,7

Total 33 100,0

Berdasarkan tabel 5.3, didapati bahwa jumlah pasien BPPV dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang (30,3%) dan perempuan sebanyak 23 orang (69,7%).


(45)

5.1.2.4 Distribusi pasien BPPV berdasarkan pekerjaan

Distribusi data penelitian berdasarkan pekerjaan pasien BPPV tahun 2012-2013 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.4 Distribusi pasien BPPV berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan n %

Pelajar/Mahasiswa 2 6,1

Pensiunan 7 21,2

Wiraswasta 3 9,1

IRT 6 18,2

Petani 3 9,1

PNS 11 33,3

Tidak Bekerja 1 3,0

Total 33 100,0

Berdasarkan tabel 5.4, didapati bahwa jumlah pasien BPPV dengan pekerjaan sebagai pelajar/mahasiswa sebanyak 2 orang (6,1%), pensiunan sebanyak 7 orang (21,2%), wiraswasta sebanyak 3 orang (9,1%), ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 6 orang (18,2%), petani sebanyak 3 orang (9,1%), pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 11 orang (33,3%), dan tidak bekerja sebanyak 1 orang (3%).

5.1.2.5 Distribusi pasien BPPV berdasarkan penyebab tersering

Distribusi data penelitian berdasarkan penyebab tersering BPPV dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.5 Distribusi pasien BPPV berdasarkan penyebab tersering

Etiologi n %

Idiopatik 15 45,5

Trauma 3 9,1

Hipertensi 13 39,4

Penyakit telinga dalam 2 6,1

Total 33 100,0

Berdasarkan tabel 5.5, didapati bahwa penyebab tersering pasien BPPV adalah idiopatik sebanyak 15 orang (45,5%), trauma kepala sebanyak 3 orang (9,1%), hipertensi sebanyak 13 orang (39,4%), dan penyakit telinga dalam sebanyak 2 orang (6,1%).


(46)

5.2 Pembahasan 5.2.1 Berdasarkan usia

Bedasarkan distribusi data diatas, dapat dilihat bahwa dari 33 pasien yang didiagnosis BPPV di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013 kelompok usia tersering adalah 41-60 tahun yang berjumlah 17 orang (51,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian Moon et al. (2006) yang dilakukan di Korea yang menyatakan bahwa usia rata-rata penderita BPPV berkisar antara 54,8 ± 14 tahun. Hal yang sama juga didapatkan dari penelitian yang dilakukan Caldas et al. (2009) bahwa kelompok usia tersering adalah usia 41-60 tahun sekitar 42,4% dari total sampel yang diteliti.

Menurut Katsarkas (1994) dalam penelitian yang dilakukan Pollak et al.

(2005) terdapat hipotesis mengenai usia dalam kasus BPPV yang menyatakan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang, proses degenerasi khususnya di urtikulus salah satunya oleh karena iskemik yang kronik menyebabkan terlepasnya otoconia dari organ otolith sebagai penyebab dari BPPV juga semakin meningkat. Penelitian lain oleh Yin et al. (2009) di Jepang menyatakan bahwa dari morfologi dan tes fungsi vestibular menyatakan bahwa peningkatan usia berhubungan dengan proses degeneratif. Degenerasi dari sistem saraf pusat dan sistem pembuluh darah rentan terhadap vertigo.

5.2.2 Berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelaminnya, pada penelitian ini didapat bahwa pasien dengan jenis kelamin perempuan merupakan pasien terbanyak dengan jumlah 23 orang (69,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Moon et al.

(2006) yang menyatakan bahwa pasien BPPV 67,7% adalah wanita sedangkan 32,3% adalah laki-laki. Penelitian lain yang dilakukan Ralli et al. (2009) juga menyatakan bahwa 61,8% pasien BPPV adalah perempuan.

Penelitian lain yang dilakukan von Brevern et al. (2007) juga menyatakan bahwa perempuan yang menderita BPPV prevalensinya lebih banyak sekitar 74% daripada grup kontrol sekitar 51%. Dalam penelitian ini menyebutkan bahwa


(47)

perempuan sebagai jenis kelamin terbanyak dikaitkan dengan penyakit migraine yang disertai dengan BPPV. Prevalensi migraine juga menunjukkan bahwa pasien terbanyak adalah perempuan. Sehingga peneliti mengambil kesimpulan bahwa ada kaitannya perempuan yang menderita BPPV dengan migraine. Meskipun vertigo merupakan salah satu gejala migraine akan tetapi vertigo yang ditimbulkan berbeda dengan vertigo yang dikeluhkan pasien BPPV (Roberts et al., 2006).

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Vaz et al. (2013) juga lebih menegaskan bahwa perempuan yang menderita BPPV dikaitkan dengan faktor hormonal. Tetapi hal ini masih menjadi teori dan belum dijelaskan secara analisis lebih lanjut mengenai hormon apa yang mempengaruhi BPPV ini.

5.2.3 Berdasarkan pekerjaan

Pada penelitian ini didapat bahwa pekerjaan terbanyak pasien penderita BPPV adalah sebagai PNS sebanyak 11 orang (33,3%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Hannaford et al. (2005) yang menyatakan bahwa pekerjaan tersering yang mengeluhkan pusing berputar adalah pekerja rumahan, salah satu contohnya yaitu ibu rumah tangga dan pekerja kasar, sedangkan untuk pekerja profesi merupakan pekerjaan terbanyak ketiga.

Penelitian yang dilakukan Magliulo et al. (2005) menyebutkan bahwa sekitar 29% pasien menyatakan bahwa vertigo yang dialami menyulitkan pasien untuk bekerja dan 25% memiliki keterbatasan dalam melakukan kehidupan sosialnya.

Dari data di atas, peneliti berasumsi bahwa PNS yang merupakan pekerjaan terbanyak pasien BPPV dikaitkan dengan hal tersebut yang menyatakan bahwa kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehingga kepedulian untuk langsung datang ke dokter untuk konsultasi kesehatannya juga lebih tinggi daripada pekerjaan lainnya, meskipun hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa pekerjaan lain dapat menjadi pekerjaan terbanyak.

Selain itu, RSUP H. Adam Malik merupakan salah satu rumah sakit yang melayani asuransi kesehatan (ASKES) sehingga PNS yang mempunyai asuransi ini lebih banyak berobat ke dokter tanpa harus memikirkan biaya pengobatan karena seluruh pembiayaan ditanggung oleh pemerintah.


(48)

5.2.4 Berdasarkan penyebab tersering

Dari hasil penelitian didapat bahwa penyebab tersering BPPV sebanyak 28 orang (84,8%) adalah idiopatik. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Caldas et al. (2009) yang menyatakan bahwa 74,8% kasus BPPV adalah idiopatik atau masih belum diketahui penyebab pastinya, sedangkan urutan penyebab tersering kedua yaitu trauma kepala sebanyak 15%.

Penelitian lain yang dilakukan Ralli et al. (2009) menyatakan bahwa hampir semua penyebab kasus BPPV adalah idiopatik. Penelitian von Brevern et al. (2007) menyatakan bahwa secara teori hipertensi dapat menyebabkan BPPV dikaitkan dengan kerusakan pembuluh darah di telinga dalam yang memicu timbulnya keluhan BPPV ini. Selain itu, hipertensi dapat menyebabkan iskemik pada labirin telinga yang menyebabkan terlepasnya otoconia dari membran otolith sehingga menimbulkan keluhan BPPV.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Neuhauser et al. (2008) juga menyatakan bahwa hanya ditemukan 1 kasus BPPV yang disertai meinere disease dan tidak dijumpai etiologi lain oleh karena etiologi BPPV lain seperti vestibular neuritis, vestibulobasillar insufficiency, dan lain-lain merupakan kasus yang jarang dijumpai dalam populasi dengan prevalensi yang sedikit.


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Prevalensi pasien BPPV di RSUP H. Adam Malik dalam 2 tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2012 sebanyak 21,2% dan pada tahun 2013 sebanyak 78,8%.

2. Berdasarkan usia terbanyak pasien BPPV yaitu rentang usia 41-60 tahun sebanyak 51,5%.

3. Berdasarkan jenis kelamin terbanyak pasien BPPV yaitu perempuan sebanyak 69,7%.

4. Berdasarkan pekerjaan terbanyak pasien BPPV yaitu PNS sebanyak 33,3%. 5. Berdasarkan penyebab tersering BPPV yaitu idiopatik sebanyak 45,5%.

6.2 Saran

1. Diharapkan variabel yang digunakan pada penelitian selanjutnya dapat dikembangkan, misalnya penatalaksaan apa yang didapat oleh pasien BPPV ini.

2. Diharapkan juga pada penelitian selanjutnya dapat memperluas topik pembahasan mengenai vertigo secara keseluruhan tidak hanya BPPV saja untuk meningkatkan data epidemiologi di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Bashiruddin, J., Entjep H., dan Widayat A., 2010. Gangguan Keseimbangan.

Dalam: Soepardi, E.A., et al., ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 94-98.

Caldas, M.A., Cristina F.G., Fernando F.G., Mauricio M.G., Heloisa H.C., 2009. Clinical features of benign paroxysmal positional vertigo. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 75 (4): 502-506.

Despopoulos, A. and Stefan S., 2003. Color Atlas of Physiology. 5th ed. New York: Thieme Stuttgart.

Dorigueto, R.S, Karen R.M., Yeda P.G., Fernando F.G., 2009. Benign paroxysmal positional vertigo recurrence and persistence. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 75 (4): 565-572.

Emanuel, D.C. and Thomasz L., 2009. Hearing Science. 1st ed. USA: Williams & Wilkins.

Ganong, W.F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: EGC.

Hannaford, P.C prevalence of ear, nose and throat problems in the community: result from a national cross-sectional postal survey in Scotland. Family Practice 22: 227-233.

Hornibrook J. 2011. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV): History, Pathophysiology, Office Treatment and Future Directions. Hindawi Publishing Corporation International Journal of Otolaryngology 21

Joesoef, A.A. dan Kurnia K., 2002. Neuro-otologi Klinis Vertigo. Cetakan 1. Jakarta: Airlangga University Press.


(51)

John, C.L., 2012. Neurologic Manifestations of Benign Positional Vertigo.

Medscape Reference. Available at:

Magliulo G., Serena B., Marzia R, Mario G.2005. Benign paroxysmal positional vertigo and post-treatment quality of life. Eur Arch Otorhinolaryngol 262: 627-630.

Maqbool, Mohammad, 2000. Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. 9th ed. New Delhi: Jaypee Brother.

Mizukoshi, K., Watanabe, Y., Shojaku, H., Okubo, J., Watanabe, I., 1988. Epidemiological studies on benign paroxysmal positional vertigo in Japan.

Acta Otolaryngo Suppl 447: 67-72.

Moon, S.Y., Ji S.K., Byung-Kun K., Jae I.K., Hyung L., Sung-Il S., et al., 2006. Clinical characteristics of benign paroxysmal positional vertigo in Korea: a multicenter study. J Korean Med Sci 21: 539-543.

Netter, F.H., 2010. Atlas of human anatomy.5th ed. USA: Saunders Elsevier.

Neuhauser, H.K., Andrea R., Michael V.B., Franziska L., Maria F. Thomas L., 2008. Burden of dizziness and vertigo in the community. Arch Intern Med. 168 (19): 2118-2124.

Pollak, L., 2009. Awareness of benign paroxysmal positional vertigo in central Israel. BMC Neurology 9: 17.

Pollak L., Mark K., Yizchak S., Yaacov Z., Shlomo F. 2005. Approach to Benign Paroxysmal Positional Vertigo in Old Age. IMAJ 7: 447-450.

Ralli, G., Francesca Atturo, Sara Cisternino, Annarita Vestri. 2009. Idiopathic Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV): Recurrent Versus Alternating Relapses. Int. Adv. Otol. 5: (3) 376-381.


(52)

Roberts, Richard A., Richard E. G., Allison H. K. 2006. Differentiation of migrainous positional vertigo (MPV) from horizontal canal benign paroxysmal positional vertigo (HC-BPPV). International Journal of Audiology 45: 224-226.

Ropper A.H. and Robert H.B., 2005. Adams and Victor’s Priciples of Neurology. 8th ed. McGraw-Hill: Medical Publishing Division.

S., Andradi, 2002. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Dalam: Joesoef, A.A. dan Kurnia K., ed. Neuro-otologi KlinisVertigo. Jakarta: Airlangga University Press.

Sastroasmoro, Sudigdo dan Sofyan I., 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-4. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Sekine, K., Sato, G., and Takeda, N., 2005. Incidence of vertigo and dizziness disorders at a university hospital. Nihon Jibiinkoka Gakkai Kaiho 108 (9): 842-849.

Sherwood, Lauralee, 2011. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.

Solomon, David, 2000. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Current Treatment Options in Neurology 2: 417-427.

Vaz, D.P., Juliana M.G., Solange M.L., Ricardo, S.D., Cristiane A.K., 2013. Clinical and functional aspects of body balance in elderly subjects with benign paroxysmal positional vertigo. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 79 (2): 150-157.

von Brevern, M., et al., 2006. Epidemiology of benign paroxysmal positional vertigo: a population based study. J Neurol Neurosurg Psychiatry 78: 710-715.

Wibowo, Daniel S. dan Widjaya Paryana, 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.


(53)

Yin M., Kazuo Ishikawa, Weng Hoe Wong, Yutaka Shibata. A clinical epidemiological study in 2169 patients with vertigo. 2009. Auris Nasus Larynx


(54)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Winda Adelia Lubis

Tempat, Tanggal Lahir : Bandar Pasir Mandoge, 30 Juli 1993

Agama : Islam

Alamat : Jl. Jamin Ginting, Gg. Sederhana No. 4a Medan

Riwayat Pendidikan :

1. TKQ Raudhotul Athfal Al Falah, Pematang Bandar (1998-1999)

2. Sekolah Dasar Negeri 108293 (1999-2005)

3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Perbaungan (2005-2008)

4. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Perbaungan (2008-2011)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara (2011-sekarang)

Riwayat Pelatihan :

1. TBM CAMP tahun 2012

2. Basic Life Support (BLS) tahun 2012

3. Balut Bidai tahun 2011

4. Manajemen Luka dan Cairan 2012


(55)

Riwayat Organisasi :

1. Sekretaris OSIS SMAN 1 Perbaungan tahun 2008

2. PASKIBRA SMAN 1 Perbaungan tahun 2009

3. Anggota Divisi Logistik TBM FK USU PEMA FK USU tahun 2013

4. Bendahara TBM FK USU PEMA FK USU tahun 2014

5. Anggota Divisi Kreativitas dan Kemahasiswaan (KK) PHBI FK USU tahun

2013

6. Anggota Divisi Kenaziran (KNZ) PHBI FK USU tahun 2014

7. Sekretaris Pengabdian Masyarakat (PM) Akbar TBM FK USU PEMA FK

USU tahun 2013

8. Koordinator Seksi Konsumsi Latihan Gabungan (LATGAB), Bakti Sosial

(BAKSOS), dan Seminar Wilayah 1 PTBMMKI tahun 2014

9. Anggota Seksi Publikasi dan Dokumentasi Regional Medical Olympiad

(RMO) tahun 2013


(56)

(57)

Lampiran 3

Data Hasil Penelitian

Daftar Pasien Penderita Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2012-2013

No Nama Tahun

Masuk

Jenis Kelamin

Usia (tahun)

Pekerjaan Penyebab

1. S. S. 2013 Perempuan 61 IRT Idiopatik

2. M. E. 2013 Perempuan 58 PNS Hipertensi

3. N. 2013 Perempuan 56 PNS (Guru) Trauma kepala

4. B. P. S. 2013 Perempuan 54 PNS Hipertensi

5. C. N. 2012 Laki-laki 43 PNS Idiopatik

6. J. A. H. M. 2013 Perempuan 40 Wiraswasta Hipertensi

7. A. G. 2013 Laki-laki 63 Pensiunan Idiopatik

8. M. A. A. 2012 Laki-laki 75 Pensiunan Hipertensi

9. K. 2012 Laki-laki 58 Wiraswasta Hipertensi

10. R. S. 2013 Perempuan 60 IRT Hipertensi

11. K. S. 2013 Perempuan 67 Pensiunan Hipertensi

12. L. N. 2013 Perempuan 73 Tidak Bekerja Idiopatik

13. S. M. P. 2013 Perempuan 55 PNS Hipertensi

14. S. Sa. 2013 Perempuan 62 Pensiunan Hipertensi

15. S. T. 2013 Laki-laki 57 PNS Trauma (jatuh)

16. N. B. 2013 Laki-laki 63 Petani Idiopatik

17. R. J. P. 2013 Perempuan 40 IRT Idiopatik

18. R. Si. 2013 Perempuan 58 PNS Idiopatik

19. R. R. 2012 Perempuan 49 PNS Perforasi Subtotal

Membran timpani

20. T. S. 2013 Perempuan 18 Pelajar Idiopatik

21. M. Y. 2013 Laki-laki 54 Pensiunan Idiopatik

22. A. S. 2013 Perempuan 51 Petani Idiopatik

23. N. 2013 Perempuan 63 Pensiunan Hipertensi

24. H. B. S. 2012 Perempuan 39 IRT Kelainan telinga

25. R. B. M. 2013 Perempuan 65 Petani Idiopatik

26. B. G. 2012 Laki-laki 51 PNS Hipertensi

27. H. S.i. 2013 Perempuan 41 Wiraswasta Idiopatik

28. R. Sin. 2013 Perempuan 49 PNS Idiopatik

29. N. Pin. 2013 Perempuan 57 IRT Hipertensi

30. S. Sip. 2013 Perempuan 53 PNS Idiopatik

31. A. Sir 2013 Laki-laki 86 Pensiunan Trauma

32. A. N. P. S. 2012 Laki-laki 19 Mahasiswi Idiopatik


(58)

Lampiran 4

Hasil Analisis Data

Tahun Masuk

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

2012 7 21.2 21.2 21.2

2013 26 78.8 78.8 100.0

Total 33 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Laki-laki 10 30.3 30.3 30.3

Perempuan 23 69.7 69.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

0-20 tahun 2 6.1 6.1 6.1

21-40 tahun 3 9.1 9.1 15.2

41-60 tahun 17 51.5 51.5 66.7

>60 tahun 11 33.3 33.3 100.0

Total 33 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Pelajar/Mahasiswa 2 6.1 6.1 6.1

Pensiunan 7 21.2 21.2 27.3

Wiraswasta 3 9.1 9.1 36.4

IRT 6 18.2 18.2 54.5

Petani 3 9.1 9.1 63.6

PNS 11 33.3 33.3 97.0

Tidak Bekerja 1 3.0 3.0 100.0


(59)

Etiologi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Idiopatik 15 45.5 45.5 45.5

Trauma 3 9.1 9.1 54.5

Hipertensi 13 39.4 39.4 93.9

Penyakit telinga dalam 2 6.1 6.1 100.0


(60)

(1)

1.

Sekretaris OSIS SMAN 1 Perbaungan tahun 2008

2.

PASKIBRA SMAN 1 Perbaungan tahun 2009

3.

Anggota Divisi Logistik TBM FK USU PEMA FK USU tahun 2013

4.

Bendahara TBM FK USU PEMA FK USU tahun 2014

5.

Anggota Divisi Kreativitas dan Kemahasiswaan (KK) PHBI FK USU tahun

2013

6.

Anggota Divisi Kenaziran (KNZ) PHBI FK USU tahun 2014

7.

Sekretaris Pengabdian Masyarakat (PM) Akbar TBM FK USU PEMA FK

USU tahun 2013

8.

Koordinator Seksi Konsumsi Latihan Gabungan (LATGAB), Bakti Sosial

(BAKSOS), dan Seminar Wilayah 1 PTBMMKI tahun 2014

9.

Anggota Seksi Publikasi dan Dokumentasi Regional Medical Olympiad

(RMO) tahun 2013


(2)

(3)

Data Hasil Penelitian

Daftar Pasien Penderita

Benign Paroxysmal Positional Vertigo

(BPPV)

Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2012-2013

No Nama Tahun Masuk

Jenis Kelamin

Usia (tahun)

Pekerjaan Penyebab

1. S. S. 2013 Perempuan 61 IRT Idiopatik 2. M. E. 2013 Perempuan 58 PNS Hipertensi 3. N. 2013 Perempuan 56 PNS (Guru) Trauma kepala 4. B. P. S. 2013 Perempuan 54 PNS Hipertensi 5. C. N. 2012 Laki-laki 43 PNS Idiopatik 6. J. A. H. M. 2013 Perempuan 40 Wiraswasta Hipertensi 7. A. G. 2013 Laki-laki 63 Pensiunan Idiopatik 8. M. A. A. 2012 Laki-laki 75 Pensiunan Hipertensi 9. K. 2012 Laki-laki 58 Wiraswasta Hipertensi 10. R. S. 2013 Perempuan 60 IRT Hipertensi 11. K. S. 2013 Perempuan 67 Pensiunan Hipertensi 12. L. N. 2013 Perempuan 73 Tidak Bekerja Idiopatik 13. S. M. P. 2013 Perempuan 55 PNS Hipertensi 14. S. Sa. 2013 Perempuan 62 Pensiunan Hipertensi 15. S. T. 2013 Laki-laki 57 PNS Trauma (jatuh) 16. N. B. 2013 Laki-laki 63 Petani Idiopatik 17. R. J. P. 2013 Perempuan 40 IRT Idiopatik 18. R. Si. 2013 Perempuan 58 PNS Idiopatik

19. R. R. 2012 Perempuan 49 PNS Perforasi Subtotal Membran timpani 20. T. S. 2013 Perempuan 18 Pelajar Idiopatik

21. M. Y. 2013 Laki-laki 54 Pensiunan Idiopatik 22. A. S. 2013 Perempuan 51 Petani Idiopatik 23. N. 2013 Perempuan 63 Pensiunan Hipertensi 24. H. B. S. 2012 Perempuan 39 IRT Kelainan telinga 25. R. B. M. 2013 Perempuan 65 Petani Idiopatik 26. B. G. 2012 Laki-laki 51 PNS Hipertensi 27. H. S.i. 2013 Perempuan 41 Wiraswasta Idiopatik 28. R. Sin. 2013 Perempuan 49 PNS Idiopatik 29. N. Pin. 2013 Perempuan 57 IRT Hipertensi 30. S. Sip. 2013 Perempuan 53 PNS Idiopatik 31. A. Sir 2013 Laki-laki 86 Pensiunan Trauma 32. A. N. P. S. 2012 Laki-laki 19 Mahasiswi Idiopatik 33. E. Su. 2013 Perempuan 63 IRT Hipertensi


(4)

Lampiran 4

Hasil Analisis Data

Tahun Masuk

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

2012 7 21.2 21.2 21.2

2013 26 78.8 78.8 100.0

Total 33 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Laki-laki 10 30.3 30.3 30.3

Perempuan 23 69.7 69.7 100.0

Total 33 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

0-20 tahun 2 6.1 6.1 6.1

21-40 tahun 3 9.1 9.1 15.2

41-60 tahun 17 51.5 51.5 66.7

>60 tahun 11 33.3 33.3 100.0

Total 33 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Pelajar/Mahasiswa 2 6.1 6.1 6.1

Pensiunan 7 21.2 21.2 27.3

Wiraswasta 3 9.1 9.1 36.4

IRT 6 18.2 18.2 54.5

Petani 3 9.1 9.1 63.6

PNS 11 33.3 33.3 97.0


(5)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Idiopatik 15 45.5 45.5 45.5

Trauma 3 9.1 9.1 54.5

Hipertensi 13 39.4 39.4 93.9

Penyakit telinga dalam 2 6.1 6.1 100.0


(6)