Upaya guru pendidikan agama islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SD Putra Jaya

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

HASBULLOH

NIM 18100110000042

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Barat)”. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Dual Mode Sistem, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Akhlakul karimah merupakan tujuan dari risalah Islam. Dalam UU tentang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan salah satunya adalah meningkatkan akhlak atau budi pekerti yang baik. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru, khususnya guru PAI dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa. Oleh karena itu, segala upaya yang dilakukan oleh guru PAI dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa harus sangat diperhatikan, agar siswa mempunyai akhlak yang baik (akhlakul karimah). Karena seorang guru akan menjadi contoh bagi siswanya, maka guru tersebut harus membekali dirinya dengan akhlak yang baik seseuai yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw.

Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah minimnya pengetahuan agama siswa tentang ajaran Islam, karena kurangnya jam pelajaran PAI sehingga upaya yang dilakukan oleh guru PAI belum sepenuhnya dilaksanakan atau diterapkan oleh seluruh siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya apa sajakah yang dilakukan oleh guru PAI dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa serta mengetahui bagaimana akhlak siswa di SD Putra Jaya. Kemudian, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Dalam pengumpulan data, penulis melakukan penelitian kepustakaan (Library research) dan penelitian lapangan (Field Research).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, menunjukan bahwa upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SD Putra Jaya sudah sangat baik. Hal ini terbukti dengan seringnya anak mendoakan orang tua setelah salat, siswa menggunakan tangan kanan ketika makan dan minum, siswa meminta maaf ketika melakukan kesalahan terhadap orang lain dan sebagainya


(6)

ii

melimpahkan begitu banyak nikmat serta pertolongan kepada Penulis, sehingga karya ini bisa selesai dan hadir ke hadapan para pembaca. Salawat serta Salam semoga selalu tercurahkan kepada teladan alam semesta, Kanjeng Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat. Semoga kita mendapatkan

“curahan syafa‟atnya” di hari akhir nanti.

Tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang Penulis alami dalam menyusun Penelitian ini, namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak Penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Dan karena itu pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu Penulis dalam menyusun Penelitian ini baik bantuan dalam bentuk moril ataupun materil. Semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan pahala dan keridloan Allah SWT. Khususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Hj. Marhamah Shaleh, Lc. MA. Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Khalimi, MA, selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan hingga terselesaikan PTK ini.

5. Dosen-dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya dosen-dosen di Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. 6. Bapak M Lutfi, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SD Putra Jaya, Depok. Yang


(7)

iii

8. Untuk ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan do‟a dan restu tiada henti.

9. Teristimewa untuk Istriku tercinta Siti Hamidah, S.S dan anak-anak tersayang Dzikri Muhammad Hasbulloh dan Anisa Syakira. Semoga menjadi Istri dan anak-anak yang sholih dan sholihah yang bisa mendo‟akan kepada kedua orang tuanya.

10. Terima kasih juga dihaturkan kepada pihak yang tidak tersebutkan namun telah memberikan konstribusi yang berharga untuk penulis. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian.

Akhirnya hanya kepada Allah Swt sajalah penulis berharap semoga apa yang penulis kerjakan mendapatkan keridhaan-Nya. Semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Saran serta kritik konstruktif sangat Penulis butuhkan untuk interpretasi yang lebih baik lagi.

Jakarta, Desember 2014 Penulis


(8)

iv LEMBAR PERSETUJUAN/PENGESAHAN

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGESAHAN PENGUJI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Identifikasi Masalah ……… 5

C. Pembatasan Masalah……… . 6

D. Perumusan Masalah ……… . 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. . 6

BAB II KAJIAN TEORI ………. 7

A. Akhlakul Karimah Siswa ……… . 7

1. Pengerian Akhlak ………. . 7

2. Ruang Lingkup Ajaran Akhlak ……… .. 8

3. Pengertian Akhlakul karimah ……….. .. 16

4. Manfaat Akhlakul Karimah ………. .. 17

5. Pengertian Siswa ……….... 20

6. Akhlakul Karimah Siswa………. ... 22

B. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Akhlakul karimah Siswa………. ... 26


(9)

v

B. Metode Penelitian ……… 31

C. Teknik Pengumpulan Data……… 32

D. Instrument penelitian ……… 32

E. Teknik Analisis Data ……….. 40

BAB IV HASIL PENELITIAN ……….. 41

A. Deskripsi Data……….. 41

B. Analisis data ……… 41

C. Interpretasi Data……….…….. 63

BAB V PENUTUP……….. 68

A. Kesimpulan ………. 68

B. Saran-saran……… 69 DAFTAR PUSTAKA


(10)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Secara umum pendidikan agama Islam (PAI) bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.1

Dari beberapa tujuan pendidikan agama Islam tersebut, Peneliti memfokuskan diri pada masalah akhlak mulia. Akhlak merupakan buah keimanan jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang berakhlak mulia akan menunjukan kualitas keimanannya kepada Allah Swt.

Seseorang yang berakhlak mulia akan lebih meningkatkan kualitas ibadahnya, dan berlomba-lomba mengerjakan kebaikan. Allah berfirman dalam Al-Quran:

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

(Q.S. Al- Baqarah: 148)2

Akhlak merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dibutuhkan. Secara historis dan teologis akhlak tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup manusia agar selamat

1

Nuraida dan Zahara, Psikologi Pendidikan Untuk Guru PAI, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. I, h. 21.

2

Al-Quran dan Terjemahnya (Madinah Munawwaroh: Mujamma‟ al-Malik Fahd Li


(11)

dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad Saw adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau antara lain karena dukungan akhlaknya yang terpuji.3

Seorang guru pendidikan agama Islam harus menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya, agar ia memiliki pengaruh dalam mendidik, sehingga peserta didik akan mencoba untuk meneladani perbuatan yang baik yang dilakukan oleh guru tersebut. Seorang guru yang mengajak peserta didik untuk berakhlak mulia, sedang akhlaknya sendiri tidak terpuji, maka tidak aka nada peserta didik yang mau merespons ajakannya, melainkan akan menjatuhkan wibawanya sendiri sebagai seorang guru.

Rasulullah Saw melalui sunahnya menganjurkan agar pembentukan dilakukan melalui keteladanan. Hal ini didasarkan pada realita bahwa bahasa tubuh lebih efektif dan berdampak lebih besar dibandingkan dengan bahasa lisan.

Dalam hal akhlakul karimah (akhlak mulia), selayaknya kita meneladani akhlak Rasulullah Saw. Beliau senantiasa merendah dan berdoa sepenuh hati. Beliau selalu memohon kepada Allah Swt agar menghiasi dirinya dengan adab-adab yang baik dan akhlak mulia.

Sa‟ad bin Hisyam berkata, “aku datang menemui Aisyah ra. Lalu bertanya kepadanya mengenai akhlak Rasulullah Saw. Aisyah menjawab, apakah engkau membaca Al-Quran, aku menjawab, benar, aku membaca Al-Quran. Aisyah berkata, akhlak Rasulullah Saw adalah Al-Quran. Sesungguhanya Al-Quran mengajarinya adab4.

Seorang guru yang baik hendaknya mencontoh kepribadian Nabi Muhammad Saw, karena beliau adalah uswatun hasanah dan figur yang sempurna bagi semua umat manusia di sepanjang masa. Allah Swt berfirman:

3

Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. I, h. 149.

4

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-Nilai Akhlak/ Budi pekerti Dalam Ibadah dan tasawuf, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005), Cet. II, h. 38-39.


(12)

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri taudan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.5

Menurut imam Al-Ghazali, guru pendidikan agama Islam perlu memiliki kompetensi personal religious dan kompetensi professional religious. Kompetensi personal religious menurut Al-Ghazali mencakup: kasih sayang terhadap peserta didik dan memperlakukannya sebagai anak sendiri, peneladanan pribadi Rasulullah, bersikap objektif, bersikap luwes dan bijaksana dalam menghadapi peserta didik, dan bersedia mengamalkan ilmunya.

Lebih jauh, kompetensi professional religious juga menyajikan pelajaran sesuai taraf kemampuan peserta didik, dan kepada peserta didik yang tidak mampu, sebaiknya diberikan ilmu-ilmu yang global dan tidak detail.6

Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.7

Secara umum pada tingkat sekolah dasar (SD), pendidikan agama Islam mendapat porsi yang sedikit sekali, yaitu seminggu sekali. Padahal pada masa ini peserta didik memerlukan pendidikan agama yang banyak, mengingat pendidikan agama Islam yang mereka peroleh akan menjadi dasar untuk mereka ke depan. Hal ini sangat memperihatinkan dunia pendidikan agama Islam pada zaman sekarang, kerena tidak sesuai lagi dengan hakikat pendidikan, yaitu pendidikan

5

Al-Quran dan Terjemahnya, op. cit., h. 670. 6

Nuraida dan Zahara, op. cit., h. 25-26. 7


(13)

bukan hanya mencerdaskan otak, akan tetapi mampu merubah tingkah laku (akhlak) seseorang dari akhlak yang buruk menjadi akhlak yang baik.

Oleh karena itu, ada sekolah dasar yang mencoba menambahkan porsi pelajaran agama Islamnya dengan memasukan pelajaran Fikih, akidah akhlak, Al-Quran hadis, dan bahasa Arab pada pelajaran muatan lokalnya guna memfasilitasi kebutuhan siswa akan pelajaran agama Islam, diantaranya SD Putra Jaya.

Dengan adanya penambahan pelajaran tersebut diharapkan para siswa akan tercukupi denan baik kebutuhan tentang pelajaran agama sehingga diharapkan menjadi siswa yang tidak hanya pintar secara kognisi tetapi juga memiliki akhlak yang mulia.

Dari observasi yang penulis lakukan di SD Putra Jaya, terlihat para siswa bersikap sopan kepada guru dan teman, meskipun ada beberapa anak yang terlihat bercandanya keterlaluan terhadap temannya. Ketika sudah masuk waktu salat zuhur para siswa bergegas menuju aula serbaguna sekolah untuk salat zuhur

berjama‟ah, ada juga siswa yang harus disuruh terlebih dahulu oleh guru. Di

ruang kelas terlihat bersih dan rapih meskipun ada meja atau bangku yang ada coretannya sedikit. Ketika ada guru yang melintas terlihat ada siswa yang menghampiri untuk mengucap salam dasn mencium tangan guru dan ada juga siswa yang tidak memperdulikan kehadiran gurunya

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang: “UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI SD PUTRA JAYA

“.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dikemukakan dengan jelas apa saja yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini, yaitu:


(14)

1. Kurangnya kesadaran guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan dan mengembangkan kompetensinya.

2. Makna atau pengertian pendidikan yang tercantum dalam UU RI no 20 tahun 2003 belum sepenuhnya terlaksana, terutama dalam hal memiliki akhlak mulia (akhlakuk karimah)

3. Pada tingkat sekolah dasar (SD), pendidikan agama Islam hanya mendapatkan porsi yang sangat sedikit, sehingga pengajaran yang diberikan belum mencapai sasaran.

4. Kurangnya keteladanan yang baik dari guru pendidikan agama Islam kepada siswanya.

C.

Pembatasan Masalah

Untuk menghindari terjadinya perluasan dan salah tafsir terhadap penelitian ini, maka peneliti memberi batasan sebagai berikut:

1. Upaya guru Pendidikan Agama Islam yang dimaksud di sini adalah: a) pendidikan dan pengajaran agama yang diberikan di kelas. b) metode pembelajaran yang digunakan guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa SD Putra Jaya.

2. Akhlakul karimah yang dimaksud di sini adalah: a) akhlak terhadap Allah Swt. b) akhlak terhadap manusia. c) akhlak terhadap lingkungan.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang peneliti buat adalah:

1. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa SD Putra Jaya?


(15)

E.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui dengan jelas upaya-upaya apa sajakah yang dilakukan guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah

siswa SD Putra Jaya.

b. Mengetahui dengan jelas bagaimanakah akhlakul karimah siswa SD Putra Jaya.

2. Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, antara lain: a. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada para pendidik untuk

selalu memberikan suri tauladan yang baik kepada siswa, agar mereka mempunyai akhlak yang mulia.

b. Hasil dari penelitian dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi guru bidang studi agama Islam untuk selalu meningkatkan kualitas ibadah dan akhlaknya.

c. Menjadi bahan masukan bagi para peserta didik agar meningkatkan kualitas akhlaknya menjadi lebih baik.


(16)

7

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Akhlakul Karimah Siswa

1.

Pengertian Akhlak

Secara bahasa, pengertian akhlak diambil dari bahasa Arab yang berarti:

(a) perangai, tabi‟at, adat (diambil dari kata dasar khuluqun), (b) kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar khalqun). Adapun pengertian akhlak secara terminologis, para ulama telah banyak mendefinisikan, di antaranya Ibn Maskawaih dalam bukunya Tahdzib al-Akhlak, beliau mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui pemikiran dan pertimbangan. Selanjutnya Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya „Ulum al-Din menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.19

Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlak,

bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis (bersangkutan dengan cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan-perubahan dalam bentuk dan makna) antara lain berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi‟at. Dalam kepustakaan, akhlak diartikan juga sikap yang melahirkan perbuatan (perilaku, tingkah laku) mungkin baik, mungkin buruk.20 Hal ini dikarenakan bahwa akhlak yang ditimbulkan sesuai dengan kadar keimanan seseorang kepada Allah Swt. Jika iman seseorang sedang bertambah, maka yang muncul adalah akhlak yang baik. Sebaliknya, jika iman seseorang sedang berkurang, maka yang muncul adalah akhlak yang buruk.

Dalam pengertian lain, Akhlak secara etimologi (arti bahasa) berasal dari kata khalaqa, yang kata asalnya khuluqun, yang berarti perangai, tabiat, adat atau

19

Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

September 2006), cet. I, h. 151.

20

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,


(17)

khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti perangai, adat, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat.21

Suatu perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan suatu perbuatan yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, mabuk. atau gila. Ketiga perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main, berpura-pura atau karena bersandiwara.22 Jadi, apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak ada dalam perbuatan atau sikap seseorang, maka tidak dapat disebut sebagai akhlak.

2.

Ruang Lingkup Ajaran Akhlak

Ruang lingkup ajaran akhlak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak dalam ajaran Islam mencakup berbagai aspek. dimulai akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa). Lebih jelasnya dapat disimak paparan berikut ini:

a.

Akhlak Terhadap Allah Swt

Akhlak terhadap Allah Swt dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlaki

sebagaimana telah dijelaskan di atas.

21

Abu Ahmadi, dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT.

Bumi Aksara, Agustus 2004), Cet. IV, h. 198.

22


(18)

Abuddin Nata menyebutkan sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu: pertama, karena Allah yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan ke luar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk. Dalam ayat lain Allah mengatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang kemudian diproses menjadi benih yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Setelah itu menjadi segumpal darah, segumpal daging, dijadikan tulang dan dibalut dengan daging, dan selanjutnya diberi roh. Dengan demikian, sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakan-Nya.

Kedua. karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, di samping anggota badan yang kokoh dan sempurna. Perlengkapan itu diberikan kepada manusia agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Penglihatan dan pendengaran adalah sarana observasi, yang dengan bantuan akal mampu untuk mengamati dan mengartikan kenyataan empiris. Hanya dengan proses generalisasi empiris ini akan mengarahkan manusia bersyukur kepada pencipta-Nya. Bersyukur berarti mampu memanfaatkan perlengkapan panca indera tersebut menurut ketentuan-ketentuan yang telah digariskan Allah SWT.

Ketiga, karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya.

Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan. Maka, dengan kemampuan yang Allah Swt berikan kepada manusia, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia, bukan untuk melakukan kerusakan dan menimbulkan mudharat (bahaya) ke semua orang.

Meski Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia sebagaimana disebutkan di atas, bukanlah menjadi alasan Allah perlu dihormati. Bagi Allah, dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya. Akan tetapi sebagai makhluk ciptaan-Nya, sudah sewajarnya manusia menunjukkan sikap akhlak yang pantas kepada Allah.


(19)

Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah dan kegiatan menanamkan nilai-nilai akhlak kepada Allah yang sesungguhnya akan membentuk pendidikan keagamaan. Di antara nilai-nilai ketuhanan yang sangat mendasar ialah:

1) Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Jadi tidak

cukup hanya “percaya” kepada adanya Tuhan, melainkan harus meningkat menjadi sikap mempercayai Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya. 2) Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir

atau bersama manusia dimanapun manusia berada. Bertalian dengan ini, dan karena menginsafi bahwa Allah selalu mengawasi manusia. maka manusia harus berbuat, berlaku dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik mungkin dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan sikap sekadarnya saja.

3) Takwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi manusia. Kemudian manusia berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya. Takwa inilah yang mendasari budi pekerti luhur (al-akhlakul karimah).

4) Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh keridhaan Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin, tertutup mapun terbuka. Dengan sikap ikhlas, manusia akan mampu mencapai tingkat tertinggi nilai karsa batinnya dan karsa lahirnya, baik pribadi maupun sosial. 5) Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh

harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa dia akan menolong manusia dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena manusia mempercayai atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakal adalah suatu kemestian.

6) Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Bersyukur sebenarnya sikap optimis dalam hidup, senantiasa mengharap kepada Allah. Karena itu bersyukur


(20)

kepada Allah hakikatnya bersyukur kepada diri sendiri, karena manfaat yang besar akan kembali kepada yang bersangkutan.

7) Sabar, yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis, karena keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Jadi, sabar adalah sikap batin yang tumbuh karena kesadaran akan asal dan tujuan hidup, yaitu Allah SWT.

Semantara itu Quraish Shihab mengatakan bahwa titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan kecuali Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya. Berkenaan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara banyak memujinya. Selanjutnya sikap tersebut diteruskan dengan senantiasa bertawakal kepada-Nya, yakni menjadikan tuhan sebagai satu-satunya yang menguasai diri manusia.

b.

Akhlak terhadap Sesama Manusia

Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur‟an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga kepada sikap tidak menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur‟an:










(21)

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. (QS. Al-Hujurat: 12)23

Di sisi lain Al-Qur‟an menekankan bahwa setiap orang hendaknya melakukan perbuatan secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah yang baik. Setiap ucapan yang diucapkan adalah ucapan yang benar. jangan mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk. Selanjutnya yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. Pemaafan ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang dimaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan. Selain itu pula dianjurkan agar menjadi orang yang pandai mengendalikan nafsu amarah.

Untuk pegangan operasional dalam menjalankan pendidikan keagamaan, kiranya nilai-nilai akhlak terhadap sesama manusia (nilai-nilai kemanusiaan) berikut ini patut sekali untuk dipertimbangkan, antara lain:

1) Silaturahim, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga dan seterusnya. Sifat utama Tuhan adalah kasih (rahm, rahmah) sebagai satu-satunya sifat ilahi yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya agar Allah cinta kepadanya.

2) Persaudaraan (ukhuwah), yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman (biasa disebut ukhuwah Islamiyah). Intinya adalah agar manusia tidak mudah merendahkan golongan lain. Tidak merasa lebih baik atau lebih rendah dari golongan lain, tidak saling menghina, saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain dan suka mengumpat (membicarakan) keburukan orang lain. Karena pada dasarnya umat Islam adalah bersaudara, maka jika terjadi perselisihan diantara mereka,

23


(22)

sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mendamaikannya. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur‟an:

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.24

3) Persamaan (al-musawah),yaitu pandangan bahwa semua manusia sama harkat dan martabatnya. Tanpa memandang jenis kelamin, ras, ataupun suku bangsa. Tinggi rendah manusia hanya berdasarkan ketakwaannya yang penilaian dan kadarnya hanya Tuhan yang tahu.

4) Adil, yaitu wawasan yang seimbang (balance) dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang. Jadi, tidak secara apriori (masa bodoh) dalam menunjukkan sikap positif atau negatif. Sikap kepada sesuatu atau seseorang dilakukan hanya setelah mempertimbangkannya dari berbagai segi secara jujur dan seimbang, penuh itikad baik dan bebas dari prasangka. 5) Baik sangka (husnu-zhan), yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama

manusia. Berdasarkan ajaran agama, pada hakikat aslinya bahwa manusia itu adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas fitrah atau kejadian asal yang suci. Sehingga manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan (hanif).

6) Rendah hati (tawadhu‟), yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Ailah. Maka, tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan kecuali dengan pikiran dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah yang akan menilainya. Sikap rendah hati selaku orang beriman adalah suatu kemestian, hanya kepada mereka yang jelas-jelas menentang kebenaran, manusia dibolehkan untuk bersikap tinggi hati.

7) Tepat janji (al-wafa‟). Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian. Dalam masyarakat

24


(23)

dengan pola hubungan yang lebih kompleks dan luas, sikap tepat janji merupakan unsur budi luhur yang amat diperlukan dan terpuji.

8) Lapang dada (insyiraf),yaitu sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan pandangan orang lain. Ketika ada seseorang yang memberikan pendapat terhadap suatu masalah, maka hendaknya mendengarkan terlebih dahulu pendapatnya sampai selesai, sebelum mengomentari pendapat orang tersebut. 9) Dapat dipercaya (al-amanah). Salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau

penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat yang amat tercela.

10)Perwira („iffah atau ta‟affuf). yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong, tetap rendah hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan dan mengharapkan pertolongan orang lain.

11)Hemat (qawamiyah), yaitu sikap tidak boros (isyraf) dan tidak pula kikir (qatr)dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam)antara keduanya. Yaitu menggunakan harta seperlunya saja dan lebih mendahulukan kebutuhan daripada keinginan.

12)Dermawan (al-munfiqun, menjalankan infaq), yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung dengan mendermakan sebagian dari harta benda yang dikaruniakan dan diamanatkan Tuhan kepada mereka. Sebab manusia tidak akan memperoleh kebajikan sebelum mendermakan sebagian dari harta benda yang dicintainya.

Sama halnya dengan nilai-nilai ketuhanan yang membentuk ketakwaan, maka nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk akhlak mulia di atas tentu masih dapat ditambah dengan deretan nilai yang banyak sekali. Namun, kiranya apa yang telah disampaikan di atas dapat menjadikan pijakan ke arah pemahaman dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan bersosial.


(24)

c.

Akhlak terhadap Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa.

Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur‟an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Karena pada dasarnya, Allah Swt menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, untuk mengelola dan mengambil manfaat dari segala sesuatu yang dianugerahkan (diberikan) Allah Swt di muka bumi ini. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur‟an:











Dan Dia-lah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-An‟am: 165)25

Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptanya.

Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan pengrusakan, bahkan dengan kata lain, setiap pengrusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai pengrusakan pada diri manusia sendiri.

25


(25)

Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Hal ini dapat menambah keyakinan seorang muslim. untuk menyadari bahwa segala sesuatu yang Allah Swt ciptakan di alam semesta ini, pasti semuanya akan kembali kepada-Nya.

Dari uraian di atas memperlihatkan bahwa akhlak Islam sangat komprehensif (menyeluruh) dan mencakup berbagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Hal yang demikian dilakukan karena secara fungsional seluruh makhluk tersebut satu sama lain saling membutuhkan. Punah dan rusaknya salah satu bagian dari makhluk Tuhan akan berdampak negatif bagi makhluk lainnya.26

3.

Pengertian Akhlakul Karimah

Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata asalnya

khuluqun yang berarti perangai, tabi‟at, adat atau khalqun yang berarti kejadian. buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti perangai, adat, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat. Sedangkan menurut terminologi (istilah), akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa sebagai hasil dari proses pendidikan, yang dalam melakukannya berlangsung secara spontan (tanpa melalui pertimbangan) terlebih dahulu.

Akhlak karenanya secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi baik, jadi orang yang berakhlak berarti orang yang berakhlak baik.

Akhlak atau sistem perilaku ini terjadi melalui satu konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu harus terwujud. Konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu seharusnya disusun oleh manusia di dalam sistem ideanya. Sistem idea ini adalah hasil proses (penyebaran) dari pada kaidah-kaidah yang dihayati dan dirumuskan sebelumnya (norma yang bersifat normatif dan norma yang bersifat deskriptif). Kaidah atau norma yang merupakan ketentuan ini timbul

26


(26)

dari satu sistem nilai yang terdapat pada Al-Qur‟an atau Sunnah yang telah dirumuskan melalui wahyu ilahi maupun yang disusun oleh manusia sebagai kesimpulan dari hukum-hukum yang terdapat dalam alam semesta yang diciptakan Allah SWT.

Setelah pola perilaku terbentuk maka sebagai kelanjutannya akan lahir hasil-hasil dari pola perilaku tersebut yang berbentuk material (artifacts) maupun non-material (konsepsi, idea). Jadi akhlak yang baik itu (Akhlakul Karimah) ialah pola perilaku yang dilandaskan dan dimanifestsikan pada nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang ihsan disebut muhsin berarti orang yang berbuat baik.

Setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan perilaku yang sesuai atau dilandaskan kepada aqidah dan syariah Islam disebut ihsan. Dengan demikian akhlak dan ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlakul karimah. Dengan perkataan lain, akhlak adalah pranata perilaku yang mencerminkan struktur dan pola perilaku manusia dalam segala aspek kehidupan, sedangkan ihsan adalah pranata nilai yang menentukan attribute kualitatif dari pada pribadi (akhlak). Jadi, akhlak yang berkualitas Ihsan adalah akhlakul karimah. Dan orang yang berakhlakul karimah disebut muhsin.27

4.

Manfaat Akhlakul Karimah

Suatu ilmu dipelajari karena ada kegunaannya. Di antara ilmu-ilmu tersebut ada yang memberikan kegunaan dengan segera dan ada pula yang dipetik buahnya setelah agak lama diamalkan dengan segala ketekunan. Jadi, semua ilmu pengetahuan yang dipelajari pasti ada manfaatnya, baik secara cepat maupun lambat.

Demikian pula ilmu akhlak sebagai salah satu cabang ilmu agama Islam yang juga menjadi kajian filsafat, mengandung berbagai kegunaan dan manfaat.

27

Zakiah Daradjat, dkk., Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), cet. X. h. 253-256.


(27)

Oleh karena itu, mempelajari ilmu ini akan membuahkan hikmah yang besar bagi yang mempelajarinya di antaranya:

a. Kemajuan Rohaniah

Tujuan ilmu pengetahuan ialah meningkatkan kemajuan manusia di bidang rohaniah (mental spiritual). Orang yang berilmu tidaklah sama derajatnya dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berilmu, praktis memiliki keutamaan dengan derajat yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur‟an:







Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha teliti apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah: 11)28

Dengan demikian, tentulah orang-orang yang mempunyai pengetahuan dalam ilmu akhlak lebih utama daripada orang-orang yang tidak mengetahuinya. Dengan pengetahuan ilmu akhlak dapat mengantarkan seseorang kepada jenjang kemuliaan akhlak. Karena dengan ilmu akhlak, seseorang akan dapat menyadari mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang jahat. Dengan ilmu akhlak yang dimilikinya, seseorang akan selalu berusaha memelihara diri agar senantiasa berada pada garis akhlak yang mulia, dan menjauhi segala bentuk tindakan yang tercela yang dimurkai oleh Allah.

b. Penuntun Kebaikan

Ilmu akhlak bukan sekedar memberitahukan mana yang baik dan mana yang buruk, melainkan juga mempengaruhi dan mendorong manusia supaya membentuk hidup yang lurus dengan melakukan kebaikan yang mendatangkan manfaat bagi sesama manusia.

28


(28)

c. Kebutuhan Primer dalam Keluarga

Sebagaimana halnya makanan, minuman, pakaian dan rumah, akhlak juga sebagai panduan moral adalah kebutuhan primer bagi manusia, terutama dalam keluarga. Karena pendidikan yang pertama dan utama adalah dari lingkungan keluarga terlebih dahulu.

Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakkan keluarga sejahtera. Keluarga yang tidak dibina dengan tonggak akhlak yang baik, tidak akan dapat bahagia, sekalipun kekayaan materilnya melimpah ruah. Sebaliknya terkadang suatu keluarga serba kekurangan dalam ekonomi namun dapat bahagia berkat pembinaan akhlak.

Keharmonisan keluarga, jalinan cinta kasih dan kasih sayang, terlahir dari akhlak yang luhur. Segala tantangan dan badai rumah tangga yang sewaktu-waktu datang melanda, dapat diatasi dengan rumus-rumus akhlak.

d. Kerukunan Antartetangga

Tidak cuma dalam keluarga, pada lingkungan yang lebih luas, dalam hal ini hubungan antar tetangga pun memerlukan akhlak yang baik. Untuk membina kerukunan antar tetangga diperlukan pergaulan yang baik, dengan jalan mengindahkan kode etik bertetangga.

e. Pembinaan Para Remaja

Para orang tua, kaum pendidik dan aparat penegak hukum seringkali dipusingkan oleh masalah kenakalan remaja. berbagai kasus kenakalan remaja, seperti penyalahgunaan obat-obat terlarang (narkoba), pemerkosaan, perkelahian, perampokan, dan sebagainya. Masalahnya kembali kepada akhlak remaja itu sendiri. Remaja yang nakal biasanya remaja yang tidak mengenal akhlak dan salah dalam memilih pergaulan.

Sebaliknya tidak sedikit pula remaja yang menyejukkan pandangan mata. karena kesopanan dan tingkah lakunya yang baik dan selalu berbuat kebaikan. Remaja yang demikian adalah remaja yang saleh dan berakhlak.


(29)

Dengan mempelajari akhlak ini akan dapat menjadi sarana bagi terbentuknya insan kamil (manusia sempurna, ideal). Insan kamil dapat diartikan sebagai manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga dapat berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan Allah dan dengan makhluk lainnya secara benar sesuai dengan ajaran akhlak. Manusia yang akan selamat hidupnya di dunia dan akhirat.29

5.

Pengertian Siswa

Banyak sinonim (persamaan kata) yang digunakan dalam menyebut kata siswa, yaitu peserta didik, anak didik, dan murid. Dengan berpijak pada

paradigma “belajar sepanjang masa”, maka istilah yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak didik. Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya di sekolah (pendidikan formal), tapi juga lembaga pendidikan di masyarakat, seperti Majlis Ta‟lim, Paguyuban, dan sebagainya.

Sama halnya dengan teori Barat, peserta didik dalam pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religious dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah peserta didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah peserta didik masyarakat sekitarnya, dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.

Dalam istilah tasawuf, peserta didik sering kali disebut dengan “murid” atau thalib. Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah “pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid)”. Sedangkan

29


(30)

thalib secara bahasa berarti “orang yang mencari”, sedang menurut istilah tasawuf

adalah “penempuh jalan spiritual, di mana ia berusaha keras menempuh dirinya

untuk mencapai derajat sufi”. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya disebut dengan mahasiswa (thalib).

Istilah murid atau thalib ini sesungguhnya memiliki kedalaman makna daripada penyebutan siswa. Artinya, dalam proses pendidikan itu terdapat individu yang secara sungguh-sungguh menghendaki dan mencari ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa istilah murid dan thalib menghendaki adanya keaktifan pada peserta didik dalam proses belajar mengajar, bukan pada pendidik. Namun, dalam pepatah dinyatakan: “tiada tepuk sebelah tangan”. Pepatah ini mengisyaratkan adanya active learning bagi peserta didik dan active teaching bagi pendidik, sehingga kedua belah pihak menjadi “gayung bersambung” dalam proses pendidikan agar tercapai hasil secara maksimal.30

Murid atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses mengajar. Di dalam proses belajar-mengajar, murid sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Murid akan menjadi faktor penentu, sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.

Selanjutnya, murid atau anak didik juga memiliki kepribadian yang unik, yaitu mempunyai potensi dan mengalami proses perkembangan. Dalam proses perkembangan itu, anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan bersama dengan individu-individu yang lain.31

Terlepas dari berbagai pengertian tentang siswa atau penyebutan nama lain dari siswa, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa siswa merupakan seseorang yang mempelajari suatu ilmu pengetahuan kepada seorang guru, agar

30

Abdul Mujib dan Mudzakkir, Op. cit, h. 103-104.

31

Zakiah Daradjat. dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi


(31)

mereka mengalami perkembangan, baik secara Psikologis (kejiwaan) maupun Intelektual (kecerdasan).

6.

Akhlakul Karimah Siswa

Akhlakul karimah siswa merupakan pedoman yang baik dalam bertingkah laku, sesuai dengan norma-norma yang bersumber dari ajaran Islam. Akan tetapi, yang dimaksud dengan akhlakul karimah siswa atau peserta didik dalam hal ini bukan hanya berkaitan dengan ucapan, sikap, dan perbuatan yang harus ditampakkan oleh peserta didik dalam pergaulan di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, melainkan berbagai ketentuan lainnya yang memungkinkan dapat mendukung efektivitas proses belajar mengajar. Pengetahuan terhadap akhlakul karimah peserta didik ini bukan hanya perlu diketahui oleh setiap peserta didik dengan tujuan agar menerapkannya, melainkan juga perlu diketahui oleh setiap pendidik, agar dapat mengarahkan dan membimbing para peserta didik untuk mengikuti akhlakul karimah tersebut.

Akhlakul karimah siswa itu ada yang berhubungan dengan akhlak terhadap Allah Swt, sesama manusia dan dengan lingkungan. Akhlakul karimah siswa terhadap Allah Swt antara lain berkaitan dengan kepatuhan dalam melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Adapun akhlakul karimah siswa terhadap manusia, antara lain berkaitan dengan kepatuhan dalam melaksanakan semua perintah orang tua dan guru, menaati peraturan pemerintah, menghargai dan menghormati kerabat, teman dan manusia pada umumnya, adat istiadat dan kebiasaan positif yang berlaku di masyarakat. Adapun akhlakul karimah siswa terhadap lingkungan, antara lain berkaitan dengan kepedulian terhadap pemeliharaan lingkungan alam dan lingkungan sosial, seperti peduli terhadap kebersihan, ketertiban, keindahan, keamanan, dan kenyamanan.

Di samping akhlakul karimah secara umum sebagaimana tersebut di atas, terdapat pula akhlakul karimah yang secara khusus berkaitan dengan tugas dan fungsi sebagai siswa. Akhlak yang secara khusus ini penting dimiliki setiap siswa dalam rangka mendukung efektivitas atau keberhasilannya dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Di kalangan para ahli pendidikan terdapat gagasan


(32)

yang berkaitan dengan rumusan tentang akhlakul karimah yang khusus ini dengan menggunakan latar belakang pendekatan yang berbeda-beda. Dengan menggunkan pendekatan tasawuf dan fiqh, Imam al-Ghazali, sebagaimana dikutip Fathiyah Hasan Sulaiman misalnya menganjurkan agar siswa memiliki niat ibadah dalam menuntut ilmu, menjauhi kecintaan terhadap duniawi (zuhud), bersikap rendah hati (tawadhu), menjauhkan diri dari pemikiran para ulama yang saling bertentangan, mengutamakan ilmu-ilmu yang terpuji untuk kepentingan akhirat dan dunia, memulai belajar dari yang mudah menuju yang sukar, dari yang konkret menuju yang abstrak, dari ilmu yang fardhu „ain menuju ilmu yang fardhu kifayah, tidak berpindah pada pelajaran yang lain sebelum menuntaskan pelajaran yang terdahulu, mengedepankan sikap ilmiah (scientific) dalam mempelajari suatu ilmu, mendahulukan ilmu agama daripada ilmu umum, mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, serta mengikuti nasihat pendidik.

Selanjutnya, Mohammad Athiyah al-Abrasyi lebih jauh menyebutkan dua belas kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap peserta didik yang ingin memperoleh keberkahan dan manfaat ilmu. Kedua belas kewajiban ini sebagai berikut:

a. Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela

Sebelum mulai belajar, siswa harus terlebih dahulu membersihkan dirinya dari segala sifat yang buruk, karena belajar dan mengajar dianggap sebagai ibadah, dan setiap ibadah tidak sah kecuali disertai hati yang suci, berhias dengan moral yang baik, seperti berkata benar, ikhlas, takwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan tuhan, serta menjauhi sifat-sifat yang buruk seperti iri, dengki, benci, sombong, tinggi hati, angkuh, dan menipu.

b. Memiliki niat yang mulia

Seorang peserta didik agar menghias dirinya dengan sifat-sifat yang utama, selalu mendekatkan diri kepada Allah, tidak menggunakan ilmu yang dipelajari untuk menonjolkan atau menyombongkan diri, bermegah-megah atau pamer kepandaian.


(33)

c. Meninggalkan kesibukan duniawi

Dalam rangka memperdalam ilmu pengetahuan, seorang pelajar harus rela dan bersedia meninggalkan kampung halaman, tanah air dan keluarganya, tidak ragu-ragu dan siap berpergian ke tempat yang paling jauh sekalipun.

d. Menjalin hubungan yang harmonis dengan guru

Menjalin hubungan yang harmonis dengan guru merupakan salah satu akhlak terpuji yang harus dilakukan oleh peserta didik. Caranya antara lain dengan tidak terlalu banyak berganti-ganti guru. Pada dasarnya berganti guru tidak dilarang. Namun jika terlalu sering berganti-ganti guru, selain akan menyebabkan terganggunya kesinambungan pelajaran, juga dapat menimbulkan hubungan yang kurang harmonis dengan guru.

e. Menyenangkan hati guru

Menyenangkan hati para guru merupakan salah satu akhlak yang perlu dilakukan oleh peserta didik. Caranya antara lain tidak terlalu banyak bertanya yang merepotkan guru. Bertanya tentang sesuatu yang belum diketahui kepada para guru pada dasarnya merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Namun jika pertanyaan tersebut sifatnya menguji guru atau memotong pembicaraan guru, serta merepotkannya, maka sebaiknya dihindari. Demikian pula berjalan-jalan di depan guru, menempati tempat duduknya, dan mendahului dalam pembicaraan adalah perbuatan yang kurang sopan terhadap guru.

f. Memuliakan guru

Menghormati, memuliakan, dan mengagungkan para guru atas dasar karena Allah SWT merupakan perbuatan yang harus dilakukan oleh peserta didik. Hal yang demikian penting dilakukan, karena selain akan menimbulkan kecintaan dan perhatian guru terhadap murid, juga akan meningkatkan martabat murid itu sendiri.


(34)

g. Menjaga rahasia guru

Menjaga rahasia atau privasi guru merupakan perbuatan mulia yang harus dilakukan peserta didik. Untuk itu hendaknya jangan membuka rahasia guru, menipu guru, dan meminta membukakan rahasia kepada guru. Selain itu hendaknya menerima permintaan ma‟af dari guru bila terselip kesalahan.

h. Menunjukkan sikap sopan dan santun kepada guru

Menunjukkan sikap sopan dan santun kepada guru merupakan akhlak mulia yang harus dilakukan para siswa. Caranya antara lain dengan memberi salam kepada guru, mengurangi percakapan dihadapan guru, tidak menceritakan atau menggunjingkan keburukan orang lain dihadapan guru dan lainnya, dan jangan pula menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat pribadi (privasi) guru. Hal yang demikian dilakukan, agar kehormatan dan martabat guru dapat terpelihara dengan baik yang selanjutnya akan memuliakan dan meninggikan martabat peserta didik.

i. Tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar

Tekun dan bersungguh-sungguh dalam belajar merupakan akhlak yang mulia, karena ketekunan dan kesungguhan merupakan kunci sukses dalam segala usaha. Caranya antara lain dengan menunjukkan tanggung jawab, komitmen, dan kesungguhan dalam memanfaatkan waktu secara efesien dan efektif untuk memperoleh ilmu pengetahuan, dengan terlebih dahulu mengutamakan ilmu yang lebih penting, ilmu-ilmu dasar yang dapat digunakan untuk memperdalam ilmu lainnya.

j. Memilih waktu belajar yang tepat

Memilih waktu belajar yang tepat akan memberi pengaruh bagi keberhasilan dalam menguasai pengetahuan. Selain harus belajar tekun dan bersungguh-sungguh, seorang peserta didik juga harus mengulangi pelajaran di waktu senja dan menjelang subuh. Waktu antara Isya dan makan sahur merupakan waktu yang penuh berkah.


(35)

k. Belajar sepanjang hayat

Memiliki tekad yang kuat untuk belajar sepanjang hayat merupakan akhlak terpuji. Hal yang demikian perlu dilakukan. karena dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, teknologi, desain dan lainnya selalu mengalami perkembagan yang amat pesat. Untuk itu setiap peserta didik agar bertekad untuk belajar hingga akhir hayat, tidak meremehkan sesuatu cabang ilmu, tetapi hendaknya menganggap bahwa setiap ilmu ada faedahnya, jangan meniru-niru apa yang didengarnya dari orang-orang yang terdahulu yang mengkritik dan merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantik dan filsafat.

l. Memelihara rasa persaudaraan dan persahabatan.

Memelihara rasa persaudaraan, persahabatan, saling menyayangi, saling mencintai, saling menolong, saling melindungi di antara teman dalam hal kebaikan dan ikhlas karena Allah SWT merupakan akhlak mulia yang harus dilakukan oleh para peserta didik. Hal yang demikian penting dilakukan, karena akan dapat memecahkan berbagai kesulitan yang dihadapi selama menuntut ilmu. serta dalam perjalanan hidup selanjutnya.32

B.

Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan

Akhlakul Karimah Siswa

Guru merupakan orang yang “digugu” (dipatuhi) dan ditiru, banyak istilah untuk menyebut namakan guru yang menjadi tugas dan fungsi guru. Eksistensi (keberadaan) guru dalam proses pembelajaran tidak dapat digantikan dengan apapun. Terutama masalah figur dan keteladanannya, hal ini mengingat guru bukan hanya sekedar transfer ilmu saja melainkan lebih dari itu dalam konsep Islam adalah sebagai penginternalisasian nilai yang bersumber dari ajaran Islam. Dalam Islam juga sosok guru harus memahami karakteristik peserta didik sehingga pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan jiwa anak didik. Karenanya setiap guru dituntut memiliki berbagai ilmu pengetahuan kecakapan baik

32

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, November 2010). cet. I, h.


(36)

kepribadian maupun seperangkat ilmu yang mendukung kelancaran tugas dan fungsinya sebagai pencerah dan pembina jasmani dan rohani siswa.

Upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa dapat dilakukan, apabila guru PAI tersebut telah meningkatkan kompetensinya dalam mengajar. Karena bagaimanapun juga siswa akan mengikuti segala sesuatu yang diberikan maupun yang dicontohkan oleh guru PAI tersebut.

Menurut Abdul Mujib dan Mudzakkir, dalam bukunya “Ilmu Pendidikan

Islam”, menyebutkan bahwa, ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa, yaitu:

1. Kompetensi Personal-Religius

Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian agamis atau kesalehan pribadi. artinya pada dirinya melekat nilai-nilai baik yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta didiknya. Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban, dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan peserta didik, baik langsung maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya terjadi transaksi (alih tindakan) antara keduanya.

2. Kompetensi Sosial-Religius

Kemampuan dasar kedua bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap gotong-royong, tolong-menolong, egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi, dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim dalam rangka transinternalisasi sosial atau interaksi sosial antara pendidik dan peserta-peserta didik.

3. Kompetensi Profesional-Religius

Kemampuan dasar ketiga ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugas keguruannya secara professional, dalam arti mampu membuat keputusan


(37)

(38)

(39)

(40)

(41)

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Sekolah yang dijadikan tempat untuk melakukan kegiatan penelitian ialah SD Putra Jaya (Jalan KH Abdurrahman Rt 01/01 Desa Pondok Jaya Kec. Cipayung, Depok), dan waktu penelitian dilakukan pada tanggal 01-06 September 2014. Peneliti memilih sekolah tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Peneliti sudah mengenal keadaan sekolah tersebut, sehingga memudahkan

dalam melakukan penelitian.

2. Sekolah tersebut memungkinkan dalam melaksanakan penelitian, baik dari segi jarak maupun keadaan sekolah.

3. Penulis mengajar pada sekolah tersebut, sehingga memudahkan untuk mendapatkan informasi yang relevan.

B.

Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ingin diteliti, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan analisis deskriptif yaitu untuk memberikan gambaran tentang upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SD Putra Jaya (Jalan KH. Abdurrahman Rt 01/01 Desa Pondok Jaya Kec. Cipayung, Depok).

Untuk memudahkan data, fakta dan informasi yang mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian kepustakaan (Library research), yaitu pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan, misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah, catatan kisah sejarah, surat kabar, internet dan sumber lain yang relevan dengan penelitian ini. Dan penelitian lapangan (Field research)1, yaitu penulis menghimpun informasi, data dan fakta dari objek yang diteliti untuk menemukan secara khusus dari realitas yang tengah terjadi di lapangan agar lebih obyektif dan akurat, tentang upaya guru pendidikan

1

Syamsir Salam dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2006), Cet. I, h.4.


(43)

agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SD Putra Jaya (Jalan KH. Abdurrahman Rt 01/01 Desa Pondok Jaya Kec. Cipayung, Depok).

C.

Teknik pengumpulan data

Berdasarkan apa yang dibutuhkan dalam penelitian ini maka peneliti hanya mengambil teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Angket atau kuesioner

Angket atau kuesioner adalah suatu pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan/pernyataan kepada responden dengan harapan memberikan respons atas daftar pertanyaan tersebut.2 Dalam penelitian ini, penulis menjadikan siswa kelas V (Lima) SD Putra Jaya sebagai responden. Hal ini sangat penting bagi penulis untuk mendapatkan informasi tentang upaya guru PAI dan akhlakul karimah siswa.

2. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada responden dan mencatat atau merekam jawaban-jawaban responden.3 Dalam penelitian ini, penulis menjadikan guru PAI sebagai objek yang diwawancarai untuk mendapatkan informasi tentang upaya guru PAI dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa.

D.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan seperangkat alat untuk menggali atau mencari data primer dari responden sebagai sumber data dalam sebuah penelitian.4

Di bawah ini tabel instrument kisi-kisi penelitian upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa.

2

Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, Februari 2011), cet. XI, h. 49.

3

Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), cet. X, h.

173.

4

Bagong Suyanto dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Kencana. 2007), cet.


(44)

TABEL 3.1

Instrumen Kisi-kisi Angket

Pokok Pertanyaan: Upaya Guru PAI dalam Meningkatkan Akhlakul Karimah Siswa.

Sub Pokok

Pertanyaan Aspek yang Diungkap

Butir Soal Jumlah Soal Pendidikan dan pengajaran agama yang diberikan di kelas.

1. Ranah Kognitif:

 Memberikan pemahaman tentang akhlak yang baik dan buruk.  Memberikan pemahaman tentang

keuntungan orang yang berakhlak baik.

 Memberikan pemahaman tentang mudharat (bahaya) orang yang berakhlak buruk.

2. Ranah Psikomotorik:

 Mengajarkan siswa berakhlak yang baik.

 Memberikan bimbingan yang baik kepada siswa dalam melakukan perbuatan. 3. Ranah Afektif:

 Memberikan apresiasi (penghargaan) kepada siswa yang berakhlakul karimah.  Memberikan motivasi kepada

siswa untuk berakhlakul karimah.

 Memberikan teguran dan arahan kepada siswa yang

1 2 3 4 5 6 7 8 1 1 1 1 1 1 1 1


(45)

berakhlak buruk. Metode Pembelajaran yang Digunakan Guru PAI dalam Meningkatkan Akhlakul Karimah Siswa. 1. Pengajaran:

 Memberikan pemahaman tentang berakhlak yang baik.  Memberikan pemahaman

tentang keuntungan orang yang berakhlakul karimah. 2. Bimbingan:

 Memberikan nasehat yang baik kepada siswa.

 Memberikan suri tauladan (contoh) yang baik kepada siswa.

3. Pelatihan:

 Melatih dan membiasakan siswa untuk berakhlak yang baik.

 Memperbaiki kebiasaan-kebiasaan buruk siswa dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik. 9 10 11,12 1 1 2

JUMLAH 12

TABEL 3.2

Instrumen Kisi-kisi Angket

Pokok Pertanyaan: Akhlakul Karimah Siswa Kelas V SD Putra Jaya Sub Pokok

Pertanyaan Aspek yang Diungkap

Butir Soal

Jumlah Soal Akhlak Terhadap  Berdo’a kepada Allah SWT 1, 2 2


(46)

Allah SWT ketika akan melakukan segala perbuatan baik.

 Membaca wirid-wiridan setelah selesai sholat.

 Melaksanakan sholat fardhu lima waktu secara berjama’ah.

 Melaksanakan sholat-sholat sunnah.

 Melaksanakan puasa-puasa sunnah.

 Berpakaian rapih dan suci ketika akan melaksanakan sholat.  Menggunakan tangan kanan saat

makan dan minum.

3 4 5, 6 7 8, 9 10 1 1 2 1 2 1 Akhlak Terhadap Manusia

 Saling tolong-menolong ketika seseorang mengalami kesulitan.  Selalu berbuat adil dalam

memutuskan perkara atau masalah.

 Bersedekah kepada orang lain.  Senantiasa memaafkan kesalahan

orang lain.

 Selalu menepati janji dengan orang lain.

 Saling memberikan nasehat untuk melakukan kebaikan.  Mengucapkan salam ketika bertemu dengan orang lain.  Menghadiri undangan orang lain.

11 12 13 14, 15 16 17, 18

19, 20, 21

22

1

1

1 2


(47)

Akhlak Terhadap Lingkungan

 Senantiasa menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan.  Ikut serta dalam merawat dan

memelihara lingkungan.  Menjaga kebersihan di

lingkungan masyarakat.  Menjaga kebersihan anggota

badan dan pakaian.

23, 24, 25

26, 27 28 29, 30 3 2 1 2

JUMLAH 30

TABEL 3.3

Instrumen Kisi-kisi Wawancara Kepada Guru Mata Pelajaran Pokok Pertanyaan: Pendidikan dan Pengajaran Agama yang

diberikan di Kelas. Sub Pokok

Pertanyaan Aspek yang Diungkap Pertanyaan Pendidikan dan

pengajaran agama yang diberikan di kelas.

1. Ranah Kognitif:

 Memberikan pemahaman tentang akhlak yang baik dan buruk.

 Memberikan pemahaman tentang keuntungan orang yang berakhlak baik.  Memberikan pemahaman

tentang mudharat (bahaya) orang yang berakhlak buruk. 2. Ranah Psikomotorik:  Mengajarkan siswa

berakhlak yang baik.  Memberikan bimbingan

1. Bagaimanakah akhlakul karimah dikenalkan kepada para siswa?

2. Dengan cara apa bapak

mengajarkan siswa berakhlak yang baik?


(48)

yang baik kepada siswa dalam melakukan perbuatan.

3. Ranah Afektif:  Memberikan apresiasi

(penghargaan) kepada siswa yang berakhlakul karimah.  Memberikan motivasi

kepada siswa untuk berakhlakul karimah. Memberikan teguran dan arahan kepada siswa yang berakhlak buruk. 3. Bagaimanakah tanggapan atau respon bapak terhadap siswa yang berakhlak baik dan buruk?

TABEL 3.4

Instrumen Kisi-kisi Wawancara Kepada Guru Mata Pelajaran

Pokok Pertanyaan: Metode Pembelajaran yang Digunakan Guru PAI dalam Meningkatkan Akhlakul Karimah Siswa.

Sub Pokok

Pertanyaan Aspek yang Diungkap Pertanyaan Metode Pembelajaran yang Digunakan Guru PAI dalam Meningkatkan Akhlakul Karimah Siswa. 1. Pengajaran:

 Memberikan pemahaman tentang berakhlak yang baik.  Memberikan pemahaman

tentang keuntungan orang yang berakhlakul karimah. 2. Bimbingan:

 Membimbing dan

mengarahkan siswa untuk berakhlak yang baik.

4. Bagaimanakah akhlak ditanamkan kepada para siswa?

5. Bimbingan dan arahan seperti apa yang bapak berikan kepada siswa agar


(49)

 Memberikan suri tauladan (contoh) yang baik kepada siswa.

3. Pelatihan:

 Melatih dan membiasakan siswa untuk berakhlak yang baik.

 Memperbaiki kebiasaan-kebiasaan buruk siswa dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik.

mempunyai akhlak yang baik?

6. Cara atau metode apa yang sering bapak lakukan untuk

memperbaiki akhlak siswa yang buruk agar memiliki akhlak yang baik? 7. Bagaimanakah bapak mempertahankan atau meningkatkan siswa yang telah berakhlak baik?

TABEL 3.5

Instrumen Kisi-kisi Wawancara Kepada Guru Mata Pelajaran Pokok Pertanyaan: Akhlakul Karimah Siswa di SD Putra Jaya

Sub Pokok

Pertanyaan Aspek yang Diungkap Pertanyaan 1. Akhlak Kepada

Allah SWT.

 Berdo’a kepada Allah SWT

ketika akan melakukan segala perbuatan baik.  Membaca wirid-wiridan

setelah selesai sholat.  Melaksanakan sholat fardhu

8. Bagaimanakah menurut bapak akhlak siswa kepada Allah Swt terutama masalah sholat?


(50)

lima waktu secara

berjama’ah.

 Melaksanakan sholat-sholat sunnah.

 Melaksanakan puasa-puasa sunnah.

 Berpakaian rapih dan suci ketika akan melaksanakan sholat.

 Menggunakan tangan kanan saat makan dan minum. 2. Akhlak Kepada

Sesama Manusia.

 Saling tolong-menolong ketika seseorang mengalami kesulitan.

 Selalu berbuat adil dalam memutuskan perkara atau masalah.

 Bersedekah kepada orang lain.

 Senantiasa memaafkan kesalahan orang lain.

 Selalu menepati janji dengan orang lain.

 Saling memberikan nasehat untuk melakukan kebaikan.  Mengucapkan salam ketika bertemu dengan orang lain.  Menghadiri undangan orang

lain.

9. Bagaimanakah menurut bapak akhlak siswa kepada sesama manusia terutama kepada temannya?


(51)

Lingkungan. kebersihan dan keindahan lingkungan.

 Ikut serta dalam merawat dan memelihara lingkungan.  Menjaga kebersihan di

lingkungan masyarakat.  Menjaga kebersihan anggota

badan dan pakaian.

menurut bapak akhlak siswa kepada lingkungan?

E.

Teknik Analisis Data

Data angket dan data hasil wawancara yang peneliti peroleh akan dianalisis dengan analisis data deskriptif, dengan tujuan untuk membuat deskriptif atau gambaran secara sistematis, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat yang diteliti. Teknik perhitungan angket akan dianalisis dengan menggunakan rumus berupa prosentase atau frekuensi relative. Rumus persentase yang digunakan dalam penelitian ini ialah:5

P = F/N x 100% Keterangan:

P = Prosentase untuk setiap kategori jawaban F = Frekuensi jawaban responden

N = Number of case atau jumlah responden.

5

Anas Sudjono. Pengantar Statistik Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,


(52)

41

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.

Deskripsi Data

Dalam mengumpulkan data, Penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, di antaranya angket dan wawancara. Angket diberikan atau disebarkan kepada sebagian siswa kelas V SD Putra Jaya, Depok. Angket atau kuesioner yang disebar terdiri dari 42 pertanyaan. Masing-masing 12 pertanyaan untuk penilaian guru PAI dan 30 pertanyaan untuk penilaian siswa. Hasil angket yang telah disebar kemudian dipersentasikan dengan menggunakan rumus prosentase atau frekuensi relative. Hal ini dilakukan agar data yang telah diperoleh dapat dengan mudah dimengerti dan dapat dianalisis untuk kemudian dijelaskan.

Sedangkan wawancara dilakukan kepada guru PAI sebanyak 2 orang dan guru non PAI sebanyak 2 orang yang mengajar di V SD Putra Jaya, Depok. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. karena, guru PAI dan guru non PAI turut ikut serta dalam mengajar dan mendidik siswa agar mempunyai akhlak yang baik.

B.

Analisis Data

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Penulis kepada siswa kelas V SD Putra Jaya Depok dan guru PAI serta guru non PAI yang mengajar di sekolah tersebut. Maka, Penulis melakukan analisis data yang merupakan bagian penting dalam metode ilmiah untuk menjawab masalah penelitian. Dalam menganalisa data, penulis memberikan nilai berupa prosentase pada setiap jawaban dari angket yang telah disebar kepada 60 siswa kelas V SD Putra Jaya Depok, mengenai upaya guru PAI dalam meningkatkan Akhlakul Karimah Siswa di SD Putra Jaya, Depok. Berikut ini prosentase hasil angket atau kuesioner tersebut, berdasarkan setiap pertanyaan dan jawaban yang diberikan responden:


(53)

1.

Upaya Guru PAI dalam Meningkatkan Akhlakul Karimah

Siswa.

Tabel 4.1

Saat menjelaskan tentang akhlak yang baik dan buruk, guru menjelaskannya dengan baik.

Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase

YA 56 93 %

TIDAK 4 7 %

Jumlah 60 100 %

Berdasarkan tabel 4.1, dapat disimpulkan bahwa saat menjelaskan tentang akhlak yang baik dan buruk, guru menjelaskannya dengan sangat baik. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 93% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 7% saja. Hal ini menunjukkan bahwa guru PAI telah memiliki kompetensi mengajar sangat baik.

Tabel 4.2

Guru menjelaskan tentang keuntungan orang yang berakhlak baik. Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase

YA 59 98 %

TIDAK 1 2 %

Jumlah 60 100%

Berdasarkan label 4.2, dapat disimpulkan bahwa dalam menjelaskan tentang keuntungan orang yang berakhlak baik, guru PAI telah menjelaskannya dengan sangat baik. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 98% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 2% saja. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat profesionalisme guru PAI dalam mengajar sangat baik.


(54)

Tabel 4.3

Guru menjelaskan tentang mudharat (bahaya) orang yang beraknlak buruk. Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase

YA 56 94%

TIDAK 4 6%

Jumlah 60 100%

Berdasarkan tabel 4.3, dapat disimpulkan bahwa dalam menjelaskan tentang mudharat (bahaya) orang yang buruk, guru PAI telah menjelaskannya dengan sangat baik. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 94% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 6% saja. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi guru PAI dalam mengajar sangat profesional.

Tabel 4.4

Ketika di dalam kelas, siswa diajarkan untuk berakhlak baik. Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase

YA 58 97%

TIDAK 2 3%

Jumlah 60 100%

Berdasarkan tabel 4.4, dapat disimpulkan bahwa hampir semua siswa ketika berada di dalam kelas diajarkan untuk berakhlak baik oleh gurunya. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 97% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 3% saja. Hal ini menunjukkan bahwa guru setiap mengajar dari satu kelas ke kelas lainnya, selalu mengajarkan kepada siswanya untuk berakhlak baik.

Tabel 4.5

Guru berusaha memberikan bimbingan kepada siswa dalam melakukan segala perbuatan yang baik.


(55)

YA 58 97%

TIDAK 2 3%

Jumlah 60 100%

Berdasarkan tabel 4.5, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh siswa selalu mendapatkan bimbingan dalam melakukan segala perbuatan yang baik. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 97% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 3% saja. Hal ini menunjukkan tingkat perhatian guru terhadap siswanya sudah sangat baik.

Tabel 4.6

Guru memberikan apresiasi (penghargaan) kepada siswa yang berakhlakul karimah.

Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase

YA 37 62%

TIDAK 23 38%

Jumlah 60 100%

Berdasarkan tabel 4.6. dapat disimpulkan bahwa guru hampir selalu memberikan apresiasi (penghargaan) kepada siswanya yang berakhlak baik. Terbukti dengan jawaban responden yang menyatakan YA sebesar 62% dan yang menyatakan TIDAK hanya sebesar 38% saja. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat perhatian guru sudah sangat baik.

Tabel 4.7

Ketika ada siswa yang berakhlak buruk, guru selalu memberikan motivasi (dorongan) untuk berakhlak baik.

Pilihan Jawaban Frekuensi Presentase

YA 55 91%

TIDAK 5 9%


(1)

BERITA WAWANCARA

Nama : Siti Marfu’ah, S.Pd. I Jabatan : Wali Kelas V

Tempat wawancara : Ruang Guru

Hari/ Tanggal : Kamis, 04 September 2014

Pokok Pembicaraan

1. Bagaimanakah akhlakul karimah dikenalkan kepada para siswa?

Jawab:

Dikenalkannya dari orangtua dulu, kalau di sekolah sifatnya hanya pembiasaan, seperti mengikuti tata tertib sekolah dan kedisiplinan di sekolah serta melakukan salat berjama’ah itu bagian dari usaha kami. Disamping orangtua, sekolah, juga lingkungan pergaulan itu menentukan akhlak seorang anak. Yang paling dominan adalah pengaruh dari teman.

2. Dengan cara apa Ibu mengajarkan siswa berakhlak yang baik?

Jawab:

Pertama, dengan keteladanan, pepatah mengatakan tindakan itu lebih fasih daripada ucapan. Kedua, dengan memberikan nasehat. Ketiga, dengan menjadikan sampel kasus seseorang yang baik ataupun yang buruk beserta akibat-akibatnya.

3. Bagaimana tanggapan dan respon Ibu terhadap siswa yang berakhlak baik dan buruk?

Jawab:

Untuk akhlak yang baik bagaimana hanya tinggal mempertahankannya saja, supaya tetap konsisten berakhlak baik dan juga memberikan apresiasi kepada siswa tersebut denga nilai yang baik. Untuk siswa yang berakhlak buruk diberikan nasehat, kalau tidak berpengaruh juga, saya selalu mengancamnya dengan memberikan nilai yang jelek. Disamping itu juga kita harus memperingatkan bahwa perilaku seperti itu tidak baik.


(2)

4. Bagaimanakah akhlak ditanamkan kepada para siswa?

Jawab:

Dengan keteladanan dan menjadikan sampel kasus anak yang baik ataupun yang buruk beserta akibat-akibatnya.

5. Bimbingan dan arahan seperti apa yang Ibu berikan kepada siswa agar mempunyai akhlak yang baik?

Jawab:

Memantau kehadiran siswa, memberikan contoh yang baik, memberikan nasehat, memberikan materi yang sifatnya membangun kesadaran siswa tentang pentingnya akhlakul karimah. Kita tanamkan kepada siswa bahwa berakhlak baik itu lebih penting dari pada segalanya serta memberikan pemahaman kepada siswa kenapa harus berakhlak baik.

6. Cara atau metode apa yang sering Ibu lakukan untuk meperbaiki akhlak siswa yang buruk agar memiliki akhlak yang baik?

Jawab:

Dengan memberikan teguran, caranya dengan memanggil siswa tersebut. kalau tingkat kenakalannya suda di luar batas kewajaran, jaka saya memberikan teguran dan memanggil orang tuanya untuk datang ke sekolah, supaya tidka mengulangi lagi perbuatannya tersebut.

7. Bagaimanakah Ibu mempertahankan atau meningkatkan siswa yang telah berakhlak baik?

Jawab:

Memberikan motivasi, memberikan penghargaan dengan nilai yang baik, menanamkan kepada siswa untuk berprilaku baik bukan untuk mencari nilai baik.


(3)

8. Bagaimanakah menurut Ibu akhlak siswa kepada Allah Swt terutama masalah salat?

Jawab:

Sejauh ini sudah berjalan dengan baik, meskipun awalnya anak harus disuruh dulu, karena hal ini sudah biasa, maka Siswa denga kesadaranyannya sendiri salat tanpa harus disuruh lagi.

9. Bagaimanakah menurut Ibu akhlak siswa kepada sesama manusia terutama kepada temannya?

Jawab:

Sejauh pantauan saya mereka sudah baik, meskipun ada beberapa siswa yang masih bercanda yang keterlaluan.

10.Bagaimanakah menurut Ibu akhlak siswa kepada lingkungan?

Jawab:

Secara keseluruhan mereka sudah baik. Sopan santun ke guru. untuk masalah kedisiplinan sebagian besar anak itu sudah tertanam. Untuk masalah kebersihan masih ada sebagian siswa yang masih membuang sampah sembarangan.


(4)

BERITA WAWANCARA

Nama : Lulu Farida, S.Pd. I Jabatan : Wali Kelas V Tempat wawancara : Ruang Guru

Hari/ Tanggal : Kamis, 04 September 2014

Pokok Pembicaraan

1. Bagaimanakah akhlalul karimah dikenalkan kepada para siswa?

Jawab:

Dikenalkan kepada siswa dari keluarganya dahulu, disekolah hanya melanjutkan saja. Misalnya dirumah siswa jarang salat, maka di sekolah kita bisa paksakan untuk salat.

2. Dengan cara apa Ibu mengajarkan siswa berakhlak yang baik?

Jawab:

Kalau mengajarkan akhlak yang baik itu wewenang guru agama. Yang penting ada kerja sama antara pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah.

3. Bagaimana tanggapan atau respon Ibu terhadap siswa yang barakhlak baik dan buruk?

Jawab:

Kalau yang sudah baik bisa dilanjutkan, kalau yang belum baik merupakan tanggung jawab orang tua, guru, masyarakat, pemerintah juga harus turun tangan, tidak bisa hanya dibebankan kepada guru agama atau wali kelas saja. Jadi harus ada kerja samanya.

4. Bagaimana akhlak ditanamkan kepada para siswa?


(5)

Di sekolah ada yang namanya tata tertib sekolah atau disiplin sekolah yang merupakan bagian dari akhlak juga. Jadi kalau anak itu sudah melaksanakan disiplin, maka akhlaknya juga sudah bagus.

5. Bimbingan dan arahan seperti apa yang Ibu berikan kepada siswa agar mempunyai akhlak yang baik?

Jawab:

Bimbingan kita berikan kepada siswa yang bermasalah sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Pihak sekolah termasuk kepala sekolah harus ikut serta dalam pembinaan terhadap anak didik.

6. Cara atau metode apa yang Ibu sering lakukan untuk memperbaiki akhlak siswa yang buruk agar memiliki akhlak yang baik?

Jawab:

Memberikan contoh yang baik, menghimbau para siswa untuk mendengarkan ceramah-ceramah agama, baik dari TV maupun internet.

7. Bagaimana Ibu mempertahankan atau meningkatkan siswa yang telah berakhlak baik?

Jawab:

Bagi siswa yang telah berakhlak baik, akan saya himbau untuk tidak bergaul dengan siswa yang berakhlak buruk.

8. Bagaimana menurut Ibu akhlak siswa terhadap Allah Swt terutama masalah salat?

Jawab:

Sudah termasuk baik. Siswa di sekolah akan terus dibiasakan untuk salat, meskipun selalu ada penekanan untuk menyuruh salat.

9. Bagaimanakah menurut Ibu akhlak siswa kepada sesama manusia terutama kepada temannya?


(6)

Jawab:

Bagi siswa yang berantem di sekolah akan kami beri peringatan keras. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan kami siap untuk mengambil keputusan tegas misalnya dengan menskor atau memanggil orang tua.

10.Bagaimanakah menurut Ibu akhlak siswa kepada lingkungan?

Jawab?

Sudah cukup baik. Kerapihan siswa bagus. Hubungan siswa dengan guru baik dan sopan. Mengenai kebersihan masih ada sebagian kecil siswa yang masih membuang sampah sembarangan.


Dokumen yang terkait

Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlakul Karimah Siswa Di SMA Fatahillah Jakarta

2 57 123

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENERAPKAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menerapkan Metode Role Playing Untuk Membentuk Akhlakul Karimah Pada Siswa SMP Muhammadiyah 10 Surakarta Tah

0 3 22

“UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhalakul Karimah Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Mojogedang Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 3 20

Upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SDN 01 Tambakrejo Wonotirto Blitar - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

Upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SDN 01 Tambakrejo Wonotirto Blitar - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 18

Upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SDN 01 Tambakrejo Wonotirto Blitar - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 12

Upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SDN 01 Tambakrejo Wonotirto Blitar - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 26

Upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SDN 01 Tambakrejo Wonotirto Blitar - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 14

Upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SDN 01 Tambakrejo Wonotirto Blitar - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 27

Upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SDN 01 Tambakrejo Wonotirto Blitar - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3