Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlakul Karimah Siswa Di SMA Fatahillah Jakarta

(1)

MEMBINA AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI SMA

FATAHILLAH JAKARTA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam ( S, Pd. I)

Oleh :

Hazana Itriya

109011000154

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M / 1435 H


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kata Kunci: Akhlakul Karimah, Peran Guru Agama Islam

Guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam dunia pendidikan, peran guru amat banyak dan amat diperlukan dalam berbagai hal. Pada konteksnya, pendidik adalah orang yang tugasnya mendidik, namun dalam realitas seorang pendidik memiliki peran ganda Salah satunya untuk membina akhlakul karimah siswa di sekolah.

Terlebih lagi peran yang dilakoni oleh seorang guru pendidikan agama Islam, dia tidak hanya dituntut memberikan ilmu pengetahuan terhadap peserta didiknya akan tetapi dia harus mampu membentuk pribadi anak didik sesuai dengan tuntunan dan ajaran islam. Tidak hanya membentuk akhlak baik peserta didiknya, namun juga membinanya agar menjadi akhlak yang mulia.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran guru pendidikan agama Islam dalam Membina Akhlakul Karimah Siswa di SMA Fatahillah. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode “Deskriptif”, yaitu penelitian yang tidak menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu gejala atau kejadian. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa terkadang metode ini disebut sebagai metode analitik. Dari populasi 142 siswa yang dipilih menjadi sampel sebanyak 72 siswa, sampel yang digunakan yaitu non probability sampling, dengan teknik pengambilan sampel yaitu sample Sampling Sistematis yaitu dengan mengambil sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut ganjil dari absen setiap kelas di SMA Fatahillah.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara, dan angket. Angket sebagai alat untuk menjaring jawaban siswa, wawancara dilakukan terhadap Kepala Sekolah, guru PAI, guru IPS, dan guru BK, serta mengamati kondisi sekolah dan segala objek penelitian di sekolah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Guru PAI di SMA Fatahillah Jakarta sudah termasuk guru yang cukup berperan aktif dalam membina akhlak siswanya, terbukti dari hasil angket, dan wawancara yang dilakukan.


(7)

Teacher is one of the most important component in education, there are plenty of the role of a teacher and is needed in any aspect. Contextually, a teacher is someone whose duty is teaching, but in reality, a teacher has double roles and one of them is guiding a noble character of the students at school.

Especially the role played by an Islamic Study teacher, the teacher is not only has to deliver the knowledge to the students but s/he also has to be able to build a character of her/his students according to the Islamic guidance. Not only to build a good character of the students but also to guide them to have a noble character.

The purpose of this research is to know the role of the Islamic Study teacher in guiding the Nobel Character of the Students of SMA Fatahillah. The method used in this research is

“Descriptive” method, it is a research that does not need to test certain hypothesis, but only describe as it is about a symptom or situation. Firstly, the collected data is arranged, explained, and analised; this method is also called as analytic method. From the population of 142 students, 72 of them are chosen as samples. The sample that is used is non probability sampling, with the sampling technic of sistematic sampling; the sampling based on the order of the member of population who has been numbered with odd serial number from the attendance list in every grade in SMA Fatahillah.

The sampling technic that is used in this research are interview dan questionnaire. The

questionnaire is as a tool to get students’s answers. Interview is done to the Headmaster, Islamic

Study, Social Study, and Counseling teachers, and also observing the school condition and every research object at school.

The result of the research shows that the teacher of Islamic Study in SMA Fatahillah Jakarta is stated as an active teacher in guiding the moral and character of the students. It is proved by the result of the questionnaire and the interview that has been done.


(8)

semua orang beriman merasakan nikmat-Nya di dunia dan akhirat. Dan karena-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Peran Guru Agama Islam Dalam Membina Akhlakul Karimah Siswa Di SMA Fatahillah. ”. Skripsi ini penulis ajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan umat serta pembawa panji-panji kebenaran dan pembaharuan bagi kehidupan umat manusia.

Dengan terselesaikannya penulisan skripsi ini, penulis tidak menutup mata akan peran serta pihak lain yang pernah membantu dalam penyusunan skripsi ini, sehingga sudah selayaknyalah penulis menghaturkan untaian terima kasih dan penghormatan yang tak ternilai, kepada:

1. Dr. Hj. Nurlena Rifa’i. M.A. Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Abdul Majid Khon, M.Ag. ketua Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Marhamah Saleh, Lc, MA. Sekretaris Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Heny Narendrany Hidayati, M. Pd. Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan perhatiannya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan dan motivasi kepada penulis.

5. Prof. Ahmad Syafi’ie Noor, Dosen Penasehat Akademik yang dengan penuh perhatian telah memberi bimbingan, arahan dan motivasi, serta ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.


(9)

dengan ikhlas.

7. Orang Tua tercinta, Ayahanda Ahmad Damanhuri dan Ibunda Tuti Yuhana yang telah tulus, ikhlas, sabar, tabah, mendidik penulis dari kecil hingga seperti sekarang ini. Selalu menghadirkan untaian do’a untuk keberhasilan dan kesusuksesan penulis dalam menuntut ilmu. Dan Kakak Serta adik-adikku tersayang (Laila Afifa, Sartika Izzati, Ahmad Qowiyusyadid, Rifka Halida, M. Zidni Farhan dan Rausyan Fikri) yang selalu mendo’akan Penulis agar menjadi sarjana. Skripsi dan gelar sarjana ini penulis persembahkan untuk kalian.

8. H. Maskuri, S. Ag. selaku Kepala Sekolah SMU Fatahillah Jakarta, yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di SMU Fatahillah Jakarta. Segenap guru dan karyawan serta adik-adik SMU Fatahillah Jakarta yang telah membantu proses penelitian serta memberikan data-data yang diperlukan peneliti dalam skripsi.

9. Hujan. Terima kasih banyak atas motivasi, semangat, dan percikan kesegaran yang Allah SWT turunkan, sehingga penulis selalu mendapatkan energi baru untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabatku Kelas D PAI dan Peminatan Sejarah angkatan 2009 yang selalu menjadi motivator dan selalu ada membantu dalam setiap langkah pembuatan skripsi ini, semoga kita kompak selalu. Aamiin. Kalian sungguh istimewa.

Serta semua pihak yang turut membantu dan memotivasi penulis baik bersifat energi maupun materi, hingga selesainya tugas akhir ini namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga segala bantuan, motivasi serta do’a yang diberikan mendapat balasan yang lebih besar dari Allah SWT. dengan segala keterbatasan yang ada, penulis


(10)

Jakarta, 20 April 2014


(11)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Kegunaan penelitian ... 5

BAB II : KERANGKA TEORITIS ... 6

A. Guru ... 6

1. Syarat Untuk Menjadi Guru ... 7

2. Tugas dan Fungsi Guru ... 8

3. Kompetensi Guru ... 11

4. Peranan Guru dalam Pendidikan ... 13

5. Peran Guru pendidikan Islam ... 15

B. Akhlakul Karimah ... 20

1. Pengertian Akhlak ... 20

2. Ruang Lingkup Akhlak ... 22

3. Macam-macam Akhlak ... 30

4. Fungsi Akhlak ... 33

5. Faktor-faktor Pembentuk Akhlak ... 34

6. Pengertian Pembinaan ... 37


(12)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 50

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 50

B. Metode Penelitian ... 50

C. Unit Analisis ... 50

D. Instrumen Penelitian ... 51

E. Teknik Pengumpulan Data ... 57

F. Teknik Analisis data ... 58

BAB IV : TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Identitas Sekolah ... 59

B. Temuan Penelitian ... 61

C. Bahasan Temuan Penelitian ... 79

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... xii


(13)

3. Tabel 2.2 Instrumen kisi-kisi wawancara kepada guru mata pelajaran ; Akhlakul karimah siswa di sma fatahillah jakarta.

4. Tabel 2.3 Instrumen kisi-kisi wawancara kepada guru mata pelajaran ; Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah siswa di sma fatahillah.

5. Tabel 3.1 Senantiasa membaca doa

6. Tabel 3.2 Senantiasa mendoakan kedua orang tua

7. Tabel 3.3 Senantiasa membaca wirid-wiridan setelah sholat 8. Tabel 3.4 Berusaha melaksanakan sholat fardu berjama’ah 9. Tabel 3.5 Berusaha bangun malam untuk melaksanakan tahajjud 10.Tabel 3.6 Menyempatkan diri untuk mengerjakan sholat dhuha 11.Tabel 3.7 Berusaha melaksanakan puasa sunnah senin-kamis 12.Tabel 3.8 Memakai kaos oblong atau bergambar ketika sholat 13.Tabel 3.9 Memakai pakaian yang bersih dan suci saat sholat 14.Tabel 3.10 Saat makan dan minum menggunakan tangan kanan

15.Tabel 3.11 Berusaha menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan 16.Tabel 3.12 Berusaha memberikan solusi bagi orag lain

17.Tabel 3.13 Berusaha menyisikan uang jajan untuk shodaqoh 18.Tabel 3.14 Berusaha meminta maaf apabila melakukan kesalahan 19.Tabel 3.15 Memaafkan kesalahan orang lain

20.Tabel 3.16 Berusaha menepati janji

21.Tabel 3.17 Berusaha menasihati teman yang melanggar tata tertib sekolah 22.Tabel 3.18 Berusaha mengingatkan teman untuk bersegera ke masjid 23.Tabel 3.19 Mengucapkan salam saat bertamu ke rumah orang lain 24.Tabel 3.20 Mengucapkan salam saat berjumpa dengan teman 25.Tabel 3.21 Mengucapkan salam ketika pulang ke rumah 26.Tabel 3.22 Berusaha memenuhi undangan orang lain

27.Tabel 3.23 Membuang sampah pada tempat yang telah disediakan 28.Tabel 3.24 Berusaha untuk membersihkan kamar mandi yang kotor 29.Tabel 3.25 Berusaha untuk membersihkan halaman rumah yang kotor 30.Tabel 3.26 Berusaha untuk tidak merusakan tanaman orang lain 31.Tabel 3.27 Berusaha merawat keindahan sekolah

32.Tabel 3.28 Berusaha tidak membuang sampah sembarang 33.Tabel 3.29 Mandi sebelum berangkat ke sekolah


(14)

2. Lampiran 2 Instrumen Penelitian (Wawancara) 3. Lampiran 3 Hasil wawancara kepala sekolah 4. Lampiran 4 Hasil wawancara guru PAI (Kelas XII) 5. Lamprian 5 Hasil wawancara guru PAI (Kelas XI) 6. Lampiran 6 Hasil wawancara guru Ekonomi 7. Lampiran 7 Hasil wawancara guru BK 8. Lampiran 8 Instrumen penelitian (angket)

9. Lampiran 9 Surat keterangan penelitian di SMU Fatahillah Jakarta 10.Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan sebagai suatu sistem terdiri atas berbagai komponen yang masing-masing saling berkaitan dan berhubungan untuk mencapai keberhasilan pendidikan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Dengan demikian setiap komponen memiliki sifat ketergantungan antar sesama dan keselarasan antar komponen ini akan menopang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. Menurut Jalaludin, alat pendidikan adalah segala sesuatu yang bisa menunjang kelancaran pendidikan dan salah satu dari alat pendidikan tersebut adalah pendidik.1

Guru sebagai pendidik merupakan figur sentral dalam dunia kependidikan yang diharapkan memiliki karakteristik kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang bersifat psikologis- paedagogis.2 Guru memiliki peran ganda sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik karena itu guru di sekolah tidak hanya sekedar mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan kepada siswa tetapi lebih dari itu guru juga harus mampu memberdayakan bakat siswa, membina sikap dan keterampilan mereka yang berbeda-beda.

1

Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), Cet. Ke-2, hal. 110.

2

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), Cet. Ke-15, hal. 219.


(16)

Faktor guru sangat mendukung dalam mendidik perilaku siswa hal ini disebabkan karena guru merupakan suri tauladan bagi siswanya, jika seorang guru bertingkah laku baik maka siswanya akan mencontoh prilaku tersebut juga sebaliknya jika guru tidak memberikan contoh yang baik maka siswanya bisa saja lebih buruk dari perilaku gurunya, sperti pribahasa yang terkenal “Guru buang air kecil berdiri murid buang air kecil berlari”.

Seorang pendidik dalam islam tidak hanya dituntut memberikan ilmu pengetahuan terhadap anak didiknya akan tetapi seorang pendidik harus mampu membentuk pribadi anak didik sesuai dengan tuntunan dan ajaran islam. Sebuah kesia-sian sesorang memiliki pengetahuan dan ilmu yang banyak akan tetapi tidak memiliki kepribadian yang baik hanya akan membuat kerusakan dimuka bumi ini.

Ketika membahas tentang masalah bergesernya nilai-nilai akhlak di kalangan siswa, maka secara cepat akan terlintas di benak, berbagai potret kelam yang telah dilakukan oleh beberapa orang dari kalangan siswa atau pelajar. Harus kita akui bersama kemerosotan akhlak ataupun moral yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh kurangnya pendidikan dalam keluarga akan tetapi disebakan juga oleh kurangnya pendidikan akhlak di sekolah.

Suatu bangsa akan menjadi kokoh apabila ditopang dengan akhlak masyarakatnya yang kokoh dan sebaliknya suatu bangsa akan runtuh ketika akhlak masyarakatnya rusak karena akhlak merupakan salah satu pilar utama kehidupan masyarakat, hal ini juga berlaku pada umat Islam yang pernah mengalami masa kejayaan dan salah satu faktor yang mendukung kejayaan Islam pada masa itu adalah akhlak mulia3.

Al-farabi menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap orang.4 Untuk mendapatkan kebahagiaan seseorang harus membiasakan diri dengan hal-hal yang baik dan jika hal-hal yang baik itu sudah melekat pada diri

3

M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern- Membangun Karakter Generasi Muda, (Bandung: Penerbit Marja, 2012), hal. 17.

4

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf – nilai-nilai Akhlak/ Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005). Hal. 29.


(17)

seseorang dengan tanpa disengaja akan menjadi kebiasaan maka itulah yang dinamakan akhlak.

Seseorang yang berakhlak baik bisa menjadi individu yang mampu melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna sehingga ia dapat hidup bahagia dan juga sebaliknya apabila seseorang tidak memiliki akhlak yang baik maka dapat dikatakan orang tersebut tidak baik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) akhlak sepadan dengan budi pekerti atau sepadan dengan moral, menurut KBBI moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Dengan demikian akhlak berkaitan erat dengan nilai-nilai baik dan buruk yang diterima secara umum di tengah masyarakat.

Namun pada kenyataannya saat ini bisa kita lihat sendiri berbagai fenomena yang terjadi diberbagai belahan dunia termasuk Indonesia dan khususnya di Ibu Kota Jakarta. Banyaknya penduduk dan infrastruktur kota juga teknologi yang tumbuh berkembang dengan pesatnya menjadi salah satu hal yang menyebabkan pergeseran nilai-nilai budi perkerti dan akhlak menjadi tidak lagi diperhatikan secara khusus karena dianggap menjadi hal yang begitu mendasar dan tidak penting lagi. Sekalipun pembangunan dalam hal pendidikan juga semakin ikut berkembang pesat saat ini.

Semakin bergesernya nilai-nilai akhlak akan semakin banyak pula hal-hal negatif yang akan muncul dan dampaknya bisa terjadi pada siapa saja termasuk peserta didik. Kurikulum pendidikan yang mulai memperhatikan akan pentingnya akhlak menjadi tumpul jika dilihat kenyataannnya dilapangan.

Pendidik menjadi ujung tombak dari keberhasilan pendidikan akhlak karena seorang anak didik cenderung meniru apa yang dilihat dan didengarnya, seorang pendidik merupakan pembentuk akhlak yang efisien dibandingkan dengan rangkaian teori yang ada karena akhlak bukan hanya rangkaian teori akan tetapi harus bisa diwujudkan dalam perbuatan.

Pendidik dalam islam bukan hanya seseorang yang dituntut membuat atau memberikan ilmu kepada anak didik tetapi pendidik dalam islam dituntut untuk dapat membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak agar dapat menjadi bekal dalam


(18)

kehidupan anak didik kelak. Otak yang pintar bukanlah satu-satunya sasaran dalam pendidikan islam akan tetapi kemapanan dalam bidang rohani (mental) merupakan hal yang harus dipertimbangkan juga, dengan begitu seorang manusia baru benar-benar menjadi manusia dan Negara akan menjadi Negara yang besar dan bermartabat.

SMA Fatahillah yang terletak di selatan jakarta, merupakan sekolah yang dibangun atas asas kekeluargaan, dan dikelola secara turun temurun oleh masyarakat disekitar Kp.pulo kelurahan kalibata. Sekolah fatahillah ini didirikan secara bergotong royong oleh para ulama yang tinggal di kampung tersebut. SMA Fatahillah memiliki sejarah perkembangan yang bagus dari sejak pertama pendiriannya. Baik dari kualitaf maupun kuantitas. Namun, beberapa tahun belakangan ini SMA Fatahillah mengalami penurunan Jumlah siswa yang kemudian menurut penulis berpengaruh pada menurunnya kinerja guru dalam menjalankan peran dan fungsinya untuk membina siswa dan mengorganisir kegiatan sekolah. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti permasalahan yang ada di sekolah SMA Fatahillah ini.

Dari uraian diatas dan melihat pentingnya pendidikan akhlak bagi manusia maka penulis akan mengangkat permasalahan akhlakul karimah dan peran pendidik menjadi bahan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan dengan judul

“Peran Guru Agama Islam Dalam Membina Akhlakul Karimah Siswa di SMA

Fatahillah Jakarta”

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penulis dapat mengidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Terjadinya kemerosotan akhlak terhadap remaja pada masa kini karena pergaulan yang bebas serta lingkungan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

2. Pembentukan akhlak sejak dini akan menuntun anak berperilaku positif, sehingga dalam proses perkembangannya akan tercipta tujuan hidup yaitu menjadi pribadi yang berakhlakul karimah sesuai ajaran Islam.


(19)

3. Kemampuan dan peran serta pendidik yang maksimal sangat dibutuhkan dalam pendidikan akhlak karena pendidik merupakan ujung tombak dalam terselenggaranya pendidikan.

4. Tenaga pendidik yang memiliki peran ganda sebagai alat transfer ilmu dan sebagai pembentuk akhlak peserta didik.

C.

Pembatasan Masalah

Dalam pembahasan ini, peranan yang dimaksud adalah peran keaktifan guru dalam memberikan pembinaan akhlak kepada siswa di sekolah, dan akhlakul karimah yang dimaksud adalah perilaku-perilaku baik siswa yang ditanamkan sejak dini dari sekolah dapat dibiasakan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari selain di sekolah, serta siswa yang dimaksud di sini adalah siswa kelas IX dan IIX di SMA Fatahaillah Jakarta. Dalam hal ini, penulis membatasi penelitian masalah peranan guru agama Islam dalam membina akhlak siswa di sekolah dan yang terdapat didalamnya.

D.

Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah akhlakul karimah siswa di SMA Fatahillah Jakarta? 2. Bagaimana peran guru pendidikan agama Islam dalam membina

akhlakuk karimah siswa di SMA Fatahillah Jakarta?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah siswa di SMA Fatahillah Jakarta?

E.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang akan penulis lakukan adalah: 1. Untuk menjelaskan akhlakul karimah siswa di SMA Fatahillah.

2. Untuk menjelaskan peran guru dalam membina akhlakul karimah siswa di SMA Fatahillah.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak siswa di SMA Fatahillah.


(20)

F.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian dapat dikembangkan sesuai dengan analisis, adapun manfaat penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut :

1. Sekolah

Penelitian ini diharapkan sebagai bahan acuan dalam mengembangkan potensi diri dan siswa. Serta menjadi kontribusi dan pertimbangan yang efektif dalam penyusunan kurikulum sekolah, untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.

2. Guru

Penelitian ini berguna sebagai gambaran nyata tentang perkembangan akhlak serta kepribadian anak didik pada sekolah yang dibina. Dan juga melalui hasil Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan yang berarti sebagai bahan evaluasi dalam membina akhlakul karimah siswa di sekolah.

3. Siswa

Sedangkan bagi siswa penelitian ini bisa berguna sebagai tolak ukur kepribadian atau akhlak yang mereka miliki. Serta sebagai motivasi untuk mengembangkan pengetahuan tentang akhlak dan potensi ke-Islama-an yang mereka miliki


(21)

6

A. Guru

Setiap orang dapat menjadi guru, guru bagi keluarganya (anak istrinya) dan guru bagi orang banyak. Namun tidak semua orang dapat menjadi pendidik yang melaksanakan pendidikan maupun pengajaran. Pendidik amat penting dalam rangka pembentukan karakter, pembinaan, pengajaran agama dan penanaman moral untuk itulah menjadi guru tidak semudah apa yang dibayangkan oleh banyak orang.

Yang dimaksud dengan pendidik di sini adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial, dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.

Istilah lain yang sering digunakan untuk pendidik, ialah guru, Kedua istilah tersebut berhampiran artinya, bedanya ialah istilah guru seringkali dipakai di lingkungan formal, informal maupun nonformal.

Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, berarti sekaligus melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarangan guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat sebagai guru.

Agama Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama), sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup1. Firman Allah SWT :

1

Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), Cet. Ke-6, Hal.40.


(22)







....



... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.... ( Al- Mujadalah : 11 )2

Untuk menjadi seorang guru yang dapat mempengaruhi anak didik ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat sesungguhnya tidaklah ringan, artinya ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.

1. Syarat Untuk Menjadi Guru

Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepada guru, hendaknya seorang guru memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Takwa kepada Allah

Guru, sesuai dengan tujuan Ilmu Pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab guru merupakan teladan bagi murid-muridnya, sebagaimana Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya.

b. Berilmu

Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Guru pun harus memiliki ijazah agar diizinkan untuk mengajar.

c. Sehat jasmani

Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Karena, kesehatan badan sangat mempengaruhi semangat bekerja. Bisa saja guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar.

2

Departemen Agama RI, Al-‘Aliyy Al-Qur‟an dan Terjemahnya, ( Bandung: Penerbit Diponegoro, 2000), hal. 434.


(23)

d. Berkelakuan / berakhlak baik.

Di antara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlak baik pada anak dan ini hanya mungkin jika guru itu berakhlak baik pula. Guru yang tidak berakhlak baik tidak mungkin dipercayakan menjadi seorang pendidik.

2. Tugas dan Fungsi Guru

Guru atau lebih formalnya disebut pendidik, adalah komponen yang sangat penting dalam sistem kependidikan, karena dia yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan yang telah ditentukan, bersama komponen yang lain terkait dan lebih bersifat komplementatif.3

Guru adalah figur seorang pemimpin yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik, dia juga mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap, yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara.

Seorang pendidik sebenarnya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan, lebih-lebih jika seorang pendidik itu seorang guru agama, dia mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dan berat daripada pendidik pada umumnya. Selain harus mampu mengantarkan peserta didik kearah pendidikan, dia juga bertanggung jawab membina anak tersebut sesuai dengan ajaran agama Islam. Dan dia mempunyai tanggung jawab yang besar kepada Allah SWT.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah tugas guru, antara lain:

a. Tugas guru sebagai suatu profesi yaitu, menuntut kepada guru untuk mengambangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik

c. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik.

3

Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet, ke-2, Hal. 172.


(24)

d. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.

e. Tugas guru sebagai kemanusiaan, berarti guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik4.

Tugas lain, ialah harus pula memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan, dan lain-lainnya. Pengetahuan ini jangan hanya sekedar diketahui tetapi juga diamalkan dan diyakini sendiri. Ingatlah bahwa kedudukan pendidik adalah pihak yang

“lebih” dalam situasi pendidikan. Adapun fungsi guru antara lain : a. Sebagai suri tauladan

Pendidik baik orang tua atau guru perlu menyadari bahwa anak banyak belajar dengan meniru. Anak belajar bertingkah dengan jalan meniru orang-orang di sekeliling. Anak biasa meniru seseorang, kadang kala meniru tindakan pahlawan/patriot yang berhasil dalam membebaskan tanah airnya dari suatu penjajah. Bertindak sebagai dokter yang dapat menolong pasiennya, bertindak sebagai juara yang meraih medali dalam suatu kompetisi dan sebagainya.

Disinilah guru sekaligus sebagai pendidik harus dapat menampakkan sikap dan upaya yang baik. Sikap dan ucapan itu akan menumbuhkan perasaan senang dan simpati. Perasaan ini dapat menjadikan guru yang bersangkutan sebagai cermin dari anak yang dididik.

b. Sebagai pendidik

Guru adalah pendidik di samping orang tua. Namun ada sedikit perbedaan, tanggung jawab seorang guru ditekankan pada segi rohaniyah dan intelektual, sedangkan orang tua selain dua hal tersebut, juga dalam segi jasmaniah. Guru menjadi pendidik, pembimbing anak-anak dan nilai-nilai kepemimpinannya itu tidak hanya bergantung pada tingkat kesuksesannya, sebagai pribadi yang cukup matang menduduki tempat orang dewasa, dalam masyarakat dewasa di mana kematangan fisik dan intelektual dibutuhkan, guru yang dianggap telah dewasa,

4

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, Hal.37.


(25)

selain harus memiliki pengetahuan khususnya pengetahuan yang sesuai dengan haknya juga harus memiliki skill atau keterampilan mengajar.

Agar fungsi guru sebagai pendidik tidak sia-sia, guru harus dapat merealisasikan beberapa hal, sebagai berikut :

1) Memahami dan menghormati hak murid 2) Menguasai bahan yang diberikan

3) Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kemampuan individu yang bersangkutan

4) Mengaktifkan murid dalam belajar

5) Memberikan pengertian bukan hanya kata-kata 6) Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak

7) Harus mempunyai tujuan tertentu dari tiap pelajaran yang diberikan 8) Tidak terikat dengan text book

9) Guru tidak hanya menyiapkan materi juga senantiasa membentuk pribadi anak

Selain dari hal-hal di atas seorang guru harus menetapkan sejumlah kegiatan sesuai dengan situasi dan perkembangan. Oleh karena itu mendidik adalah suatu aktivitas yang serba nisbi dan kompleks, seperti halnya memberikan sejumlah pertanyaan, menjawab pertanyaan, terbuka, obyektif, dan sebagainya. Maka keberhasilan program pengajaran dan tujuan instruksional dari suatu pembahasan amat tergantung pada keadaan pendidikan dalam proses belajar mengajar.

c. Sebagai pengganti orang tua

Guru berfungsi sebagai pengganti orang tua. Dia menerima anak dikelas sebagai anak sendiri, hubungan antara keduanya berjalan sebagaimana hubungan antara orang tua dengan anaknya. Misalnya dalam hal keharmonisan bergaul dan sebagainya.

Crow dan Crow menyatakan bahwa : “Orang tua adalah guru pertama bagi anaknya, sedang hubungan guru dengan muridnya sama dengan hubungan orang tua dengan anaknya”.


(26)

Guru disini menjadi penting apabila keduduannya sebagai pendidik yang sudah selayaknya memiliki perasaan, sikap dan cita-cita yang sesuai dengan keinginan orang tua anak yang dididik. Orang tua tentunya memiliki cita-cita yang suci dalam mendidik anaknya, sebab pendidikan dari orang tua buat anak-anaknya

adalah “pendidikan murni”. Oleh karena itu cita-cita orang tua itu harus dapat dilanjutkan oleh guru.

Pada dasarnya tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar dia merupakan medium atau perantara aktif antara siswa dan ilmu pengetahuan, sedang sebagai pendidik dia merupakan medium aktif antara siswa dan haluan/filsafat negara dan kehidupan masyarakat dengan segala seginya, dan dalam mengembangkan pribadi siswa serta mendekatkan mereka dengan pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan mereka dari pengaruh-pengaruh yang buruk. Dengan demikian seorang guru wajib memiliki segala sesuatu yang erat hubungannya dengan bidang tugasnya, yaitu pengatahuan, sifat-sifat kepribadian, serta kesehatan jasmani dan rohani.

Sebagai pengajar guru harus memahami hakikat dan arti mengajar dan mengetahui teori-teori mengajar serta dapat melaksanakan pengajaran. Dengan mengetahui dan mendalaminya dia akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya dan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang telah dilakukannya.

3. Kompetensi Guru

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS. Purwadarminta) kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan. Istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna sebagaimana yang dikemukakan berikut.

Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. Atau juga, kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.


(27)

Adapun kompetensi guru, merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Dengan gambaran pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.5

Menurut Surya, sebagaimana dikutip dari seminar sehari pada tanggal 6 Mei 2005, Kompetensi guru tersebut meliputi: pertama, kompetensi intelektual, yaitu berbagai perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kinerja sebagai guru. Kedua, kompetensi fisik, yaitu perangkat kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas sebagai guru dalam berbagai situasi. Ketiga, kompetensi pribadi, yaitu perangkat perilaku yang berkaitan dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri, dan pemahaman diri. Kompetensi pribadi meliputi kemampuan-kemampuan dalam memahami diri, mengelola diri, mengendalikan diri dan menghargai diri. Keempat, kompetensi sosial, yaitu perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari pemahaman diri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta tercapainya interaksi sosial secara efektif. Kompetensi sosial meliputi kemampuan interaktif, dan pemecahan masalah kehidupan sosial. Kelima, kompetensi spiritual, yaitu pamahaman, penghayatan, serta pengamalan kaidah-kaidah keagamaan.6

Menurut Abdul Mujib dan Mudzakkir, dalam bukunya “Ilmu Pendidikan

Islam”, menyebutkan bahwa, ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa, yaitu:

a. Kompetensi Personal-Religius

Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian agamis atau kesalehan pribadi, artinya pada dirinya

5

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet Ke-24, hal 14.

6

Kunandar, Guru Profesional- Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011), Cet. Ke-7, hal. 55-55-56.


(28)

melekat nilai-nilai baik yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta didiknya.Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan, tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban, dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik dan peserta didik, baik langsung maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya terjadi transaksi (alih tindakan) antara keduanya.

b. Kompetensi Sosial-Religius

Kemampuan dasar kedua bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran dakwah Islam. Sikap gotong-royong, tolong-menolong, egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi, dan sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim dalam rangka transinternalisasi sosial atau interaksi sosial antara pendidik dan peserta-peserta didik.

c. Kompetensi Profesional-Religius

Kemampuan dasar ketiga ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugas keguruannya secara professional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.7

4. Peranan Guru dalam Pendidikan

Menurut Drs. M. Uzer Usman, peranan guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.8

Pada proses pelaksanaan pendidikan di sekolah guru mempunyai beberapa peranan yang utama dalam membimbing anak didik agar mencapai tujuan yang diharapkan. Diantaranya peranan utama seorang guru dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah :

7

Abdul Mujib dan Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Juni 2008), cet. II., h. 96-97.

8

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), Cet. Ke-23, Hal.4.


(29)

a. Guru Sebagai Demonstrator

Guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

b. Guru Sebagai Pengelola Kelas

Dalam peranannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.

c. Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator

Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.

d. Guru Sebagai Evaluator

Guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini bermaksud untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat9.

Pendidik memiliki peranan yang amat penting di dalam proses pendidikan. Dikatakan demikian karena tanpa pendidik, pendidikan tak mungkin dapat berlangsung. Imam Al-Ghozali seorang ahli didik Islam juga memandang bahwa pendidik mempunyai kedudukan utama dan sangat penting. Beliau mengemukakan keutamaan dan kepentingan pendidik tersebut dengan mensitir beberapa hadits dan atsar.

Nabi SAW bersabda “Barang siapa mempelajari satu bab dari ilmu untuk

diajarkannya kepada manusia maka ia diberikan pahala tujuh puluh orang shiddiq (orang yang selalu benar, membenarkan Nabi, seumpama Abu Bakar Shiddiq)”

Nabi Isa as. Bersabda: “Barangsiapa berilmu dan beramal serta mengajar, maka

orang itu disebut „Orang Besar’ di segala petala langit”

9


(30)

Umar ra. Pernah berkata: “Barangsiapa mengajarkan suatu hadits, lalu diamalkan orang, maka baginya pahala sebanyak pahala yang diperoleh oleh

orang yang mengamalkannya.”

Ibnu Abbas ra. Juga pernah berkata: “Orang yang mengajar kebaikan pada orang banyak, dimintaampunkan dosanya oleh segala sesuatu, sebanyak ikan di

laut.”

Di samping dalil-dalil nash seperti tersebut di atas Imam Al-Ghazali juga mengemukakan pentingnya pekerjaan mengajar itu dengan mempergunakan dalil

akal. Beliau berkata: “Mulia tidaknya pekerjaan itu diukur dengan apa yang

dikerjakan. Pandai emas lebih mulia dari penyamak kulit, karena tukang emas mengolah emas yang merupakan logam yang amat mulia, dan penyamak

mengolah kulit kerbau mati”. Guru mengolah manusia yang dianggap makhluk

paling mulia dari seluruh makhluk Allah. Oleh karenanya dan dengan sendirinya pekerjaan mengajar amat mulia, karena mengolah manusia tersebut10.

5. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

Dalam KBBI definisi peran adalah 1 pemain sandiwara (film): utama; 2 tukang lawak pd permainan makyong; 3 perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yg berkedudukan dl masyarakat. Sedangkan pengertian peranan adalah bagian yang dimainkan seorang pemain; tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa11. Dalam kehidupan, setiap orang memiliki perannya masing-masing dan setiap peran memiliki fungsi yangberbeda. Adapun guru merupakan pekerjaan yang memiliki fungsi peran yang penting dalam masyarakat.

Pada dasarnya peranan guru pendidikan agama Islam dan guru umum itu sama, yaitu sama-sama berusaha untuk memindahkan ilmu pengetahuan yang ia miliki kepada anak didiknya, agar mereka lebih banyak memahami dan mengetahui ilmu pengetahuan yang lebih luas.

10

Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (terjemahan oleh Tk H. Ismail Ya’kub SH, MA Faizan, Surabaya, 1966), hal. 39-41.

11

Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia-Kamus Terbaru, (Gita Media Press), hal. 600.


(31)

Akan tetapi peranan guru pendidikan agama Islam selain berusaha memindahkan ilmu (transfer of knowledge), ia juga harus menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada anak didiknya agar mereka bisa mengaitkan antara ajaran-ajaran agama dan ilmu pengetahuan.

Sehubungan dengan peranan guru sebagai tenaga “pengajar”, “pendidik”, dan “pembimbing”, senantiasa akan menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, guru maupun dengan staf yang lain, dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar, dapat dipandang guru sebagai sentral bagi peranannya, sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan interaksi dengan siswanya.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, menyebutkan peranan guru pendidikan agama Islam adalah seperti diuraikan di bawah ini:

a. Korektor

Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk, kedua nilai yang berbeda itu harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat, hal ini karena anak didik telah ditanamkan oleh kedua orang tuanya sebelum masuk ke sekolah. Latar belakang kehidupan anak didik yang berbeda-beda sesuai dengan sosio-kultural masyarakat di mana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya.

Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan peranannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik, koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan.

b. Inspirator

Sebagai Inspirator, guru harus memberikan masukan dan arahan yang baik bagi kemajuan belajar anak didik, persoalan belajar adalah masalah utama anak didik, guru harus dapat memberikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik,


(32)

petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tetapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik.

c. Informatori

Sebagai Informatori, guru harus bisa memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum, informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah bagaikan sebuah racun bagi anak didik, untuk menjadi informatori yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kunci, yang ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada anak didik, informatori yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik.

d. Organisator

Sebagai Organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru, dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya. Yang semuanya diorganisasikan, sehingga mencapai efektivitas dan efesiensi dalam belajar pada diri anak didik.

e. Motivator

Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar, dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah, setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di antara anak didik yang malas dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan anak didik untuk lebih bergairah dalam belajar. Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena


(33)

menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance (penampilan) dalam personalisasi dan sosialisasi diri.

Guru sebagai motivator hendaknya dapat mendorong agar siswa mau melakukan kegiatan belajar, guru harus menciptakan kondisi kelas yang merangsang siswa melakukan kegiatan belajar, baik kegiatan individual maupun kelompok. Stimulasi atau rangsangan belajar para siswa bisa ditumbuhkan dari dalam diri siswa dan bisa ditumbuhkan dari luar diri siswa.

f. Inisiator

Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbaharui sesuai dengan kemajuan media komunikasi dan informasi pada saat ini, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari yang dulu-dulu, bukan mengikuti terus tanpa mencetuskan ide-ide inovasi bagi kemajuan pendidikan dan pengajaran.

g. Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan untuk kemudahan kegiatan belajar anak didik, Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena itu, menjadi tugas guru untuk menyediakan fasilitas belajar, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.

h. Pembimbing

Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing, peranan yang harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak


(34)

didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa pembimbing, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Kekurangmampuan anak didik dalam menghadapi perkembangan dirinya itu menyebabkan mereka bergantung pada bantuan guru, tetapi semakin dewasa, ketergantungan anak didik semakin berkurang. Jadi, bagaimanapun juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri sendiri (mandiri).

i. Pengelolaan kelas

Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran, anak didik tidak mustahil akan merasa bosan untuk tinggal lebih lama di kelas. Hal ini akan berakibat mengganggu jalannya proses interaksi edukatif, kelas yang selalu padat dengan anak didik, pertukaran udara yang kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal.

Hal ini tidak sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar-mengajar agar tercapai hasil yang baik dan optimal. Jadi, inti dari pengelolaan kelas adalah agar anak didik nyaman tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya.

j. Evaluator

Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilain yang menyentuh aspek ekstrinsik dan instrinsik, penilaian terhadap aspek instrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik.Berdasarkan hal ini guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas, jadi, penilaian itu pada hakikatnya diarahkan pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap.


(35)

Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk hasil pengajaran, tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran). Dari kedua kegiatan ini akan mendapatkan umpan balik (feed back) tentang pelaksanaan interaksi edukatif yang telah dilakukan.12

Dari pemaparan tentang peran guru pendidikan agama Islam tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa peran guru pendidikan agama Islam tidak hanya mengajar, tetapi juga harus bisa mendidik, terutama dari segi sikap atau tingkah laku siswa. Karena, mengajar dan mendidik ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa saling dipisahkan dan saling melengkapi. Mengajar tanpa mendidik itu akan sia-sia. Sebaliknya, mendidik tanpa mengajar akan mudah digoyahkan keyakinannya. Jadi, peran guru pendidikan agama Islam disamping mengajar (mentransfer ilmu pengetahuan) juga harus bisa mendidik (menanamkan nilai-nilai agama) kepada siswanya, agar tercipta siswa yang cerdas dan berakhlakul karimah.

B.Akhlakul Karimah

1. Pengertian Akhlak

Dari segi etimologi kata ahklak berasal dari bahasa Arab akhlak (قاخا ) merupakan bentuk jamak dari )قلخ) yang artinya perangkai.13 Dalam pengertian sehari-hari akhlak umumnya disamakan dengan kata budi pekerti, watak, tabiat.

Sedangkan menurut terminologi kata budi pekerti terdiri dari kata budi dan pekerti yang dapat diartikan sebagai berikut: “Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran rasio yang disebut karakter. Pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati yang disebut behavior”.14

Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian akhlak ini akan penulis uraikan dari beberapa denifisi yang dikemukan oleh para ahli diantaranya:

12

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. III, h. 43-48.

13 Mahmud Yunus, Kamus Arap Indonesia, (Yayasan Penyeleggara/Penafsiran Al Quran, 1973) , hal. 70.

14


(36)

a. Ibnu Maskawih dalam kitabnya Tahzibul Akhlak Walhirul A‟roq sebagaimana yang dikutip oleh Rahmad Djatmiko dalam buku Sistem Etika Islam, menyatakan bahwa:

ح

لا

ل

ل ف

س

د

عا

ي ة

لا ا

ل

ا ف

عا

ل

م ا

ن

غ

ي

ف

ك

ر

و ر و

ي ة

Artinya :”Keadaan jiwa seorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tampa melalui pertimbangan lebih dulu15

b. Menurut Al-Qurthuby, sebagaimana yang dikutip oleh Rahmad Djatmiko dalam buku Sistem Etika Islam, bahwasanya yang dinamakan akhlak itu adalah

م

ي و ا

. ي ف ة ق ل ْا ن م ر ي ص ي ن أ ,اًق ل خ ى م س ي ب د أا ن م س ف ن نا س ن ْا ب ذ خ أ

Artinya:”Suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab

kesopananya disebut akhlak, karena perbuatan-perbuatan itu termasuk bagian dari kejadian”16.

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud akhlak itu adalah perbuatan-perbuatan manusia yang mana perbuatan tersebut masuk bagian yang dialaminya, dan hal tersebut bersumber pada adab dan kesopanannya.

c. Didalam Al-Mu‟jam Al –Wasit

Oleh Asmaran disebutkan denifisi akhlak adalah “Akhlak ialah sifat yang ditanam dalam jiwa, yang denganya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”17

Dari beberapa pengertian denifisi akhlak yang disebut di atas pada hakekatnya yang dinamakan akhlak (budi pekerti) itu adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadikan kepribadian, hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Dari hal tersebut maka akan timbulah kelakuan yang baik dan terpuji yang dinamakan budi pekerti atau akhlak yang mulia, dan sebaliknya apabila lahir kelakuan buruk maka disebut budi pekerti yang tercela atau akhlak tercela.

Sedangkan karimah berasal dari bahasa Arab juga yang artinya terpuji, baik atau mulia. Berdasarkan pengertian kata akhlak dan karimah maka dapat

15

Ibid, hal. 28 .

16

Mahjudin, Kuliah Ahklak Tasawuf, Jakarta, Kalam Mulia, 1991, hlm 3 17 Asmaran, Pengantar Studi Ahklak, (Rajawali Press, 1992), hal. 2.


(37)

penulis ambil kesimpulan bahwasanya yang dimaksud akhlakul karimah adalah segala budi pekerti yang baik yang ditimbulkan manusia tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan, yang mana sifat itu dapat menjadi budi pekerti yang utama dan dapat meningkatkan martabat kemanusian.

2. Ruang Lingkup Akhlak

Ruang lingkup ajaran akhlak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak dalam ajaran Islam mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga akhlak kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa). Lebih jelasnya dapat disimak paparan berikut ini:

a. Akhlak terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlaki sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Abuddin Nata menyebutkan sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu:

Pertama, karena Allah yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan ke luar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk

Sebagaimana firman Allah SWT :











Artinya :Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. (QS. Ath-Thariq: 5-7)18.

18

M. Imam Pamungkas, Akhlak Muslim Modern-Membangun Karakter Generasi Muda, ( Bandung: Penerbit Marja, 2012), hal.50.


(38)

Dalam ayat lain, Allah mengatakan bahwa manusia dalam tempat yang kokoh (rahim). Setelah itu menjadi segumpal darah, segumpal daging, dijadikan tulang dan dibalut dengan daging, dan selanjutnya diberi roh. Dengan demikian, sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakan-nya.

Kedua, karena Allah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, di samping anggota badan yang kokoh dan sempurna. Perlengkapan itu diberikan kepada manusia agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Penglihatan dan pendengaran adalah sarana observasi, yang dengan bantuan akal mampu untuk mengamati dan mengartikan kenyataan empiris. Hanya dengan proses generalisasi empiris ini akan mengarahkan manusia bersyukur kepada pencipta-Nya. Bersyukur berarti mampu memanfaatkan perlengkapan panca indera tersebut menurut ketentuan-ketentuan yang telah digariskan Allah SWT.











Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS An-Nahl : 78).

Ketiga, karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak, dan sebagainya.



















Artinya Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan


(39)

untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (QS. Al-Jatsiyah: 12-13). Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan. Maka, dengan kemampuan yang Allah Swt berikan kepada manusia, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia, bukan untuk melakukan kerusakan dan menimbulkan mudharat (bahaya) ke semua orang. Sebagaimana firman Allah SWT :





















Artinya : Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan19, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS Al-Isra: 70).

Meski Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia sebagaimana disebutkan di atas, bukanlah menjadi alasan Allah perlu dihormati. Bagi Allah, dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya. Akan tetapi sebagai makhluk ciptaan-Nya, sudah sewajarnya manusia menunjukkan sikap akhlak yang pantas kepada Allah.

Akhlak terhadap Allah merupakan fondasi dalam berakhlak kepada siapapun di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak yang baik kepada Allah, apalagi kepada yang lain20.

Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah dan kegiatan menanamkan nilai-nilai akhlak kepada Allah yang sesungguhnya akan membentuk pendidikan keagamaan. Di antara nilai-nilai ketuhanan yang sangat mendasar ialah:

1) Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Jadi tidak cukup hanya “percaya” kepada adanya Tuhan, melainkan harus meningkat menjadi sikap mempercayai Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya.

19

Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan.

20


(40)

2) Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau bersama manusia dimanapun manusia berada. Bertalian dengan ini, dan karena menginsafi bahwa Allah selalu mengawasi manusia, maka manusia harus berbuat, berlaku, dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik mungkin dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan sikap sekedarnya saja.

3) Takwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi manusia. Kemudian manusia berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya. Takwa inilah yang mendasari budi pekerti luhur (al-akhlakul karimah). 4) Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata

demi memperoleh keridhaan Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin, tertutup mapun terbuka. Dengan sikap ikhlas, manusia akan mampu mencapai tingkat tertinggi nilai karsa batinnya dan karsa lahirnya, baik pribadi maupun sosial.

5) Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapan kepada-Nya dan keyakinan bahwa dia akan menolong manusia dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Karena manusia mempercayai atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakal adalah suatu kemestian.

6) Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Bersyukur sebenarnya sikap optimis dalam hidup, senantiasa mengharap kepada Allah. Oleh karena itu bersyukur kepada Allah hakikatnya bersyukur kepada diri sendiri, karena manfaat yang besar akan kembali kepada yang bersangkutan.

7) Sabar, yaitu sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis, karena keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Jadi, sabar adalah sikap batin yang tumbuh karena kesadaran akan asal dan tujuan hidup, yaitu Allah SWT.


(41)

Semantara itu Quraish Shyihab mengatakan bahwa titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada tuhan kecuali Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya. Berkenaan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara banyak memuji-Nya. Selanjutnya sikap tersebut diteruskan dengan senantiasa bertawakal kepada-Nya, yakni menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya yang menguasai diri manusia.

b. Akhlak terhadap Sesama Manusia

Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini tidak hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an:



















Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat: 12)21

Di sisi lain Al-Qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya melakukan perbuatan secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah yang baik. Setiap ucapan yang diucapkan adalah ucapan yang benar, jangan

21


(42)

mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk. Selanjutnya yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. Pemaafan ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang dimaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan. Selain itu pula dianjurkan agar menjadi orang yang pandai mengendalikan nafsu amarah.

Untuk pegangan operasional dalam menjalankan pendidikan keagamaan, kiranya nilai-nilai akhlak terhadap sesama manusia (nilai-nilai kemanusiaan) berikut ini patut sekali untuk dipertimbangkan, antara lain:

1) Silaturahim, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga dan seterusnya. Sifat utama Tuhan adalah kasih (rahm, rahmah) sebagai satu-satunya sifat ilahi yang diwajibkan sendiri atas diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya agar Allah cinta kepadanya.

2) Persaudaraan (ukhuwah), yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman (biasa disebut ukhuwah Islamiyah). Intinya adalah agar manusia tidak mudah merendahkan golongan lain. Tidak merasa lebih baik atau lebih rendah dari golongan lain, tidak saling menghina, saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain dan suka mengumpat (membicarakan) keburukan orang lain. Karena pada dasarnya umat Islam adalah bersaudara, maka jika terjadi perselisihan diantara mereka, sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mendamaikannya. Hal ini sesuai dengan Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 10:







Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.22

22


(43)

3) Persamaan (al-musawah), yaitu pandangan bahwa semua manusia sama harkat dan martabatnya. Tanpa memandang jenis kelamin, ras, ataupun suku bangsa. Tinggi rendah manusia hanya berdasarkan ketakwaannya yang penilaian dan kadarnya hanya Tuhan yang tahu.

4) Adil, yaitu wawasan yang seimbang (balanced) dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang. Jadi, tidak secara apriori (masa bodoh) dalam menunjukkan sikap positif atau negatif. Sikap kepada sesuatu atau seseorang dilakukan hanya setelah mempertimbangkannya dari berbagai segi secara jujur dan seimbang, penuh itikad baik dan bebas dari prasangka. 5) Baik sangka (husnuzh-zhan), yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama

manusia. Berdasarkan ajaran agama, pada hakikat aslinya bahwa manusia itu adalah baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas fitrah atau kejadian asal yang suci. Sehingga manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan (hanif).

6) Rendah hati (tawadhu’), yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah. Maka, tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan kecuali dengan pikiran dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah yang akan menilainya. Sikap rendah hati selaku orang beriman adalah suatu kemestian, hanya kepada mereka yang jelas-jelas menentang kebenaran, manusia dibolehkan untuk bersikap tinggi hati.

7) Tepat janji (al-wafa‟). Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian. Dalam masyarakat dengan pola hubungan yang lebih kompleks dan luas, sikap tepat janji merupakan unsur budi luhur yang amat diperlukan dan terpuji.

8) Lapang dada (insyiraf), yaitu sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan pandangan orang lain. Ketika ada seseorang yang memberikan pendapat terhadap suatu masalah, maka hendaknya mendengarkan terlebih dahulu pendapatnya sampai selesai, sebelum mengomentari pendapat orang tersebut. 9) Dapat dipercaya (al-amanah). Salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau

penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat yang amat tercela.


(44)

10) Perwira (‘iffah atau ta‟affuf), yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong, tetap rendah hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan dan mengharapkan pertolongan orang lain.

11) Hemat (qawamiyah), yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak pula kikir (qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam) antara keduanya. Yaitu menggunakan harta seperlunya saja dan lebih mendahulukan kebutuhan daripada keinginan.

12) Dermawan (al-munfiqun, menjalankan infaq), yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung dengan mendermakan sebagian dari harta benda yang dikaruniakan dan diamanatkan Tuhan kepada mereka. Sebab manusia tidak akan memperoleh kebajikan sebelum mendermakan sebagian dari harta benda yang dicintainya.

Sama halnya dengan nilai-nilai ketuhanan yang membentuk ketakwaan, maka nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk akhlak mulia di atas tentu masih dapat ditambah dengan deretan nilai yang banyak sekali. Namun, kiranya apa yang telah disampaikan di atas dapat menjadikan pijakan ke arah pemahaman dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan bersosial.

c. Akhlak terhadap Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa.

Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya. Karena pada dasarnya, Allah Swt


(1)

ANGKET

UNTUK SISWA/I SMA FATAHILLAH Identitas Responden

Nama :

Kelas :

Petunjuk:

a. Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang kamu anggap sesuai dengan keadaan sebenarnya.

b. Jawaban yang kamu berikan tidak mempengaruhi nilai raport atau nilai pelajaran kamu di sekolah.

c. Terima kasih atas bantuan dan partisipasinya dalam mengisi angket ini.

1. Ketika akan melakukan segala perbuatan yang baik, saya senantiasa membaca do’a.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

2. Ketika selesai sholat, saya senantiasa mendo’akan kedua orang tua.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

3. Setelah selesai sholat, saya senantiasa membaca wirid-wiridan sholat.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

4. Saya berusaha melaksanakan sholat fardhu lima waktu secara berjama’ah.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

5. Saya berusaha bangun malam untuk mengerjakan sholat sunnah tahajjud.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

6. Pada jam istirahat, saya senantiasa menyempatkan diri untuk mengerjakan sholat sunnah dhuha terlebih dahulu.


(2)

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

7. Saya berusaha untuk melaksanakan puasa sunnah pada hari senin dan kamis.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

8. Saya tidak pernah memakai kaos oblong atau kaos bergambar ketika akan melaksanakan

sholat.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

9. Ketika akan melaksanakan sholat, saya memakai pakaian yang bersih dan suci.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

10.Saat hendak makan dan minum, saya menggunakan tangan kanan.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

11.Ketika ada seseorang yang membutuhkan pertolongan, maka saya berusaha untuk menolongnya.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

12.Ketika ada seseorang meminta pendapat tentang suatu masalah, maka saya berusaha untuk memberikan solusi (jalan keluar) yang terbaik.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

13.Saya berusaha menyisakan uang jajan dan memberikannya untuk kegiatan shodaqoh.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

14.Saya berusaha meminta maaf, ketika mempunyai kesalahan terhadap orang lain.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

15.Dengan hati yang ikhlas, saya memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf kepada saya.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah


(3)

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

17.Saya berusaha menasehati teman yang melanggar tata tertib sekolah.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

18.Pada jam istirahat sholat zuhur, saya berusaha mengingatkan teman untuk segera pergi ke masjid.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

19.Ketika hendak bertamu ke rumah orang lain, saya tidak lupa mengucapkan salam.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

20.Saat berjumpa dengan teman di jalan, saya lebih mendahulukan mengucapkan salam sebelum sapa.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

21.Ketika pulang ke rumah, saya tidak lupa mengucapkan salam.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

22.Apabila orang lain memberikan undangan kepada saya, maka saya berusaha untuk memenuhi undangannya.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

23.Dengan penuh kesadaran, saya membuang sampah ke tong sampah yang telah disediakan

sekolah.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

24.Ketika melihat kamar mandi yang kotor, saya berusaha untuk membersihkannya.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

25.Dengan penuh keikhlasan, saya berusaha membersihkan halaman rumah saya yang kotor.

a. Selalu c. Pernah


(4)

26.Saya berusaha untuk tidak merusak tanam-tanaman orang lain dan mengambil buahnya.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

27.Saya berusaha menjaga dan merawat keindahan sekolah, dengan tidak mencorat-coret dinding-dinding sekolah.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

28.Ketika berada di luar sekolah, saya berusaha menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah disembarang tempat.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

29.Ketika akan berangkat ke sekolah, saya tidak lupa untuk mandi terlebih dahulu.

a. Selalu c. Pernah

b. Kadang-kadang d. Tidak Pernah

30.Saya berusaha menjaga kebersihan pakaian sekolah dengan tidak mencorat-coretnya.

a. Selalu c. Pernah


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA KELAS VII SMP MUHAMMADIYAH 01 MALANG

2 10 19

Peran guru agama islam dalam membentuk akhlakul karimah siswa MTS. Darul Ma;arif

4 53 89

Upaya guru pendidikan agama islam dalam meningkatkan akhlakul karimah siswa di SD Putra Jaya

0 15 0

Peranan Pembimbing Rohani Islami dalam membina akhlakul karimah di Panti Sosial Bina Remaja Bambu Apus Jakarta

2 14 92

Peran Guru Pendidikan Agama Islam Di Era Globalisasi Dalam Membina Akhlak Siswa Di SMAN 47 MODEL Jakarta.

4 72 108

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Siswa (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2015/2016).

0 14 16

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENERAPKAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menerapkan Metode Role Playing Untuk Membentuk Akhlakul Karimah Pada Siswa SMP Muhammadiyah 10 Surakarta Tah

0 3 22

“UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhalakul Karimah Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Mojogedang Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 3 20

PERANAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS V DI SDIT FATAHILLAH Peran Keluarga dalam Pendidikan Agama Islam Kelas V di SDIT Fatahillah Sukoharjo.

0 0 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Peran Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam - PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA DI SD NEGERI 3 TAMBAHREJO - Raden Intan Repository

0 0 45