kehidupan ataupun sampai nol pada kasus mana terjadi kematian. Keadaan seperti tuberkulosis, emfisema, asma, kanker paru, bronkitis, pleuritis fibrosa bahkan
proses penuaan sekalipun dapat menurunkan compliance paru-paru dan dengan demikian menurunkan kapasitas vital Guyton Hall, 2006.
2.1.9 Pengukuran Kapasitas Vital Paru
Menurut Smeltzer Bare 2010, kapasitas vital dapat diukur dengan meminta pasien bernafas maksimal dan menghembuskan dengan penuh melalui spirometer.
Sebagian besar pasien dapat menimbulkan kapasitas vital dua kali volume yang biasa mereka hembuskan volume tidal. Jika kapasitas kurang dari 10 ml per
kilogram berat badan, pasien tidak akan mampu mempertahankan ventilasi spontan dan akan dibutukan pernafasan bantuan.
Menurut Potter Perry 2006, volume dan kapasitas paru dapat diukur melalui
pemeriksaan fisik pulmonari. Spirometer digunakan untuk mengukur kapasitas paru dan volume udara yang memasuki atau yang meninggalkan paru-paru.
Variasi volume dan kapasitas paru dapat dihubungkan dengan status kesehatan, seperti kehamilan, latihan fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif dan
restriktif. Jumlah surfaktan, tingkat komplians dan kekuatan otot pernafasan mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.
Tahap- tahap pengukuran kapasitas vital paru, antara lain:
1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
2. Siapkan alat spirometer dan lakukan kalibrasi sebelum pemeriksaan
3. Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan makanan
berat dalam waktu 2 jam. 4.
Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, tinggi badan dan jenis kelamin. 5.
Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup
mouth piece. 6.
Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biasa tiga kali berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara
ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth piece.
7. Catat hasil kapasitas vital paru pasien.
2.2 Diaphragmatic Breathing Exercise
2.2.1 Pengertian
Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentukan oleh tingkat compliance paru,
tahanan jalan nafas, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan Potter Perry, 2006
Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik pernafasan yang dirancang dan
dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja pernafasan. Latihan ini dapat meningkatkan inflasi alveolar
maksimal; meningkatkan relaksasi otot; menghilangkan ansietas; melambatkan frekuensi pernafasan dan mengurangi kerja bernafas Smeltzer Bare, 2010.
Dalam hal ini, latihan nafas yang akan diberikan yaitu latihan nafas diafragma.
Menurut Nurachman 2000, latihan nafas diafragma adalah suatu pola pernafasan yang dilakukan dengan cara menggunakan otot perut dan diafragma. Tujuan
pernafasan diafragma adalah untuk menggunakan, menguatkan dan meningkatkan elastisitas diafragma selama pernafasan, merelaksasikan otot, memulihkan
kecemasan, mengurangi kegiatan otot yang tidak terkoordinasi, dan menurunkan beban kerja pernafasan.
Pernafasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui
gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian selama ekspirasi diafragma mengadakan
relaksasi, dan sifat daya lenting paru recoil elastic dinding dada, dan struktur abdominal akan menekan paru-paru.
Menurut Smith 2004, pernafasan diafragma yang dilakukan berulang kali
dengan rutin dapat membantu seseorang menggunakan diafragmanya secara benar ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk menguatkan diafragma,
menurunkan kerja pernafasan, melalui penurunan laju pernafasan, menggunakan sedikit usaha dan energi untuk bernafas, dengan pernafasan diafragma maka akan
terjadi peningkatan volume tidal, penurunan kapasitas residu fungsional, dan peningkatan pengambilan oksigen yang optimal.