Definisi Asma Patofisiologi Asma

2.1.3 Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang. Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan Depkes RI, 2007. Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut, Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan spirometer untuk mengukur dengan kapasitas vital paru KPV. Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma tersebut GINA, 2009. Menurut Somantri 2007, berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu: 1. Ekstrinsik alergik Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan antibiotik dan aspirin dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak. 2. Intrinsik idiopatik atau non alergik Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa usia 35 tahun. 3. Asma gabungan Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik. Sedangkan klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru

I. Intermitten

Bulanan APE ≥ 80 1. Gejala 1x minggu 2. Tanpa gejala di luar serangan 3. Serangan singkat ≤ 2 kali sebulan 1. VEP1 ≥ 80 nilai prediksi 2. APE ≥ 80 nilai terbaik 3. Variabiliti APE 20 II. Persisten ringan Mingguan APE ≥ 80 1. Gejala 1x minggu, tetapi 1x hari 2. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur 2 kali sebulan 1. VEP1 ≥80 nilai prediksi 2. APE ≥80 nilai terbaik 3. Variabiliti APE 20-30 III. Persisten Sedang Harian APE 60-80 1. Gejala setiap hari 2. Serangan mengganggu aktivitas dan tidur 3. Membutuhkan bronkodilator setiap hari 1x seminggu 1. VEP1 60-80 nilai prediksi 2. APE 60-80 nilai terbaik 3. Variabiliti APE 30

IV. Persisten Berat

Kontinyu APE ≤ 60 1. Gejala terus menerus 2. Sering kambuh 3. Aktivitas fisik terbatas Sering 1. VEP1 ≤60 nilai prediksi 2. APE ≤60 nilai terbaik 3. Variabiliti APE 30 Sumber: PDPI,2006

2.1.4 Faktor Risiko Terjadi Asma

Menurut PDPI 2006, risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu host factor dan faktor lingkungan. Faktor penjamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergi atopi, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderunganpredisposisi

Dokumen yang terkait

PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN INSOMNIA PADA LANSIA WANITA Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Penurunan Insomnia Pada Lansia Wanita.

0 1 13

PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN INSOMNIA PADA LANSIA WANITA Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Penurunan Insomnia Pada Lansia Wanita.

0 2 10

PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP FREKUENSI SERANGAN SESAK NAFAS PADA PENDERITA ASMA DI Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Frekuensi Serangan Sesak Nafas Pada Penderita Asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM

0 5 20

PENDAHULUAN Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Frekuensi Serangan Sesak Nafas Pada Penderita Asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.

0 6 5

PENGARUH PEMBERIAN DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA Pengaruh Pemberian Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Pada Kasus Asma Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (B

0 1 18

PENGARUH PEMBERIAN DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA Pengaruh Pemberian Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Pada Kasus Asma Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (B

0 1 11

Deep Breathing Exercise Lebih Efektif Daripada Diaphragmatic Breathing Exercise dalam Meningkatkan Kapasitas Vital Paru Pada Lansia di Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur.

8 39 55

breathing exercise terhadap kapasitas paru

0 0 5

PENGARUH PENAMBAHAN BREATHING EXERCISE PADA SENAM HAMIL TERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS VITAL PARU IBU HAMIL NASKAH PUBLIKASI - PENGARUH PENAMBAHAN BREATHING EXERCISE PADA SENAM HAMIL TERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS VITAL PARU IBU HAMIL - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 14

PENGARUH PENAMBAHAN PURSED LIPS BREATHING PADA DIAPHRAGMA BREATHING TERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PPOK NASKAH PUBLIKASI - PENGARUH PENAMBAHAN PURSED LIPS BREATHING PADA DIAPHRAGMA BREATHING TERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS VITAL PARU PADA P

0 0 18