PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS III DENPASAR UTARA.

(1)

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE

TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU PADA PASIEN ASMA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS III DENPASAR UTARA

OLEH :

ANAK AGUNG ISTRI DWI MAYUNI

NIM. 1102105060

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Pasien Asma ... 24 Gambar 2. Rancangan Penelitian Pengaruh Diaphragmatic Breathing

Exercise Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Pasien Asma ... 27 Gambar 3. Kerangka kerja Pengaruh Diaphragmatic Breathing


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1. Manfaat Praktis ... 6

1.4.2. Manfaat Teoritis ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Asma ... 7

2.1.1 Definisi ... 7

2.1.2 Patofisiologi ... 7

2.1.3 Klasifikasi ... 9

2.1.4 Faktor Risiko ... 11

2.1.5 Manifestasi Klinis ... 12

2.1.6 Penatalaksanaan ... 13

2.1.7 Kapasitas Vital Paru pada Pasien Asma ... 15

2.1.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru ... 16

2.1.9 Pengukuran Kapasitas Vital Paru ... 18

2.2 Diaphragmatic Breathing Exercise ... 19

2.2.1 Pengertian ... 19

2.2.2 Tahap Pelaksanaan ... 21

2.3 Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap Kapasitas Vital Paru pada Pasien Asma ... 21

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep ... 24


(4)

3.2.1 Variabel Terikat ... 25

3.2.2 Variabel Bebas ... 25

3.3. Definisi Operasional... 26

3.4. Hipotesis ... 26

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 27

4.2 Kerangka Kerja ... 28

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.4 Populasi dan Sampel ... 29

4.4.1 Populasi ... 29

4.4.2 Sampel ... 29

4.5 Teknik Sampling Penelitian ... 30

4.5.1 Kriteria Inklusi ... 30

4.5.2 Kriteria Eksklusi ... 30

4.6 Teknik Pengumpulan Data ... 31

4.6.1 Jenis Data ... 31

4.6.2 Cara Pengumpulan Data ... 31

4.7 Instrumen Penelitian... 33

4.8 Etika Penelitian ... 33

4.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 35

4.9.1 Teknik Pengolahan Data ... 35

4.9.2 Teknik Analisis Data ... 36

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 38

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 43

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 52

6.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan ... 11

Tabel 2. Klasifikasi IMT ... 17

Tabel 3. Definisi Operasional ... 26

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Data Kapasitas Vital Paru Pretest dan Posttest pada kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol... 39 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Berdasarkan Usia... 39 Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Berdasarkan Jenis Kelamin... 39 Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Berdasarkan Pekerjaan... 40 Tabel 8. Hasil Uji Statistik Kapasitas Vital Paru Pretest pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol... 40 Tabel 9. Hasil Uji Statistik Kapasitas Vital Paru Posttest pada Kelompok

Perlakuan dan Kelompok Kontrol... 40 Tabel 10. Hasil Uji Statistik Kapasitas Vital Paru Pasien Asma Pretest dan

Posttest Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol... 42 Tabel 11. Perbedaan Kapasitas Vital Paru Pasien Asma pada Kelompok


(6)

HALAMAN PENGESAIIAN SKRIPSI DENGAI\ JUDI]L:

PENGARUH DAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERIIADAP KAPASITAS VITAL PARU PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH

KER.IA PUSKESMAS

III

DENPASAR UTARA

Oleh :

ANAK AGT'NG ISTRI DWI

MAYI]NI

I\[M.1102105060

TELAH DIUJIKAI\I DI HADAPAI\I TIM PENGUJI PADA

IIARI

: Kamis

TANGGAL

: 11 Juni 2015 TIM PENGUJI:

Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep.,Ird.Kep (Ketua)

2.

Ns. LuhMiraPuspit4 S.Kep., M.Kep (Sekretaris)

3.

Ns. I Dewa Putu Gede Putra Yasa,S.Kp.,M.Kep Sp.MB (pembahas

MENGETAHTII:

l.


(7)

i

PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP

KAPASITAS VITAL PARU PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS III DENPASAR UTARA

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh

ANAK AGUNG ISTRI DWI MAYUNI NIM. 1102105060

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2015


(8)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Anak Agung Istri Dwi Mayuni NIM : 1102105060

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari didapatkan bukti bahwa Tugas Akhir ini adalah jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya tersebut.

Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan

Anak Agung Istri Dwi Mayuni NIM 1102105060


(9)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP

KAPASITAS VITAL PARU PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KEJA PUSKESMAS III DENPASAR UTARA

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :

ANAK AGUNG ISTRI DWI MAYUNI NIM. 1102105060

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama

Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep.,M.kep NIP. 198301182008122004

Pembimbing Pendamping

Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep., M.Kep NIP.-


(10)

iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI DENGAN JUDUL:

PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP

KAPASITAS VITAL PARU PADA PASIEN ASMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS III DENPASAR UTARA

Oleh :

ANAK AGUNG ISTRI DWI MAYUNI NIM. 1102105060

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI : Kamis

TANGGAL : 11 Juni 2015

TIM PENGUJI:

1. Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep.,M.Kep (Ketua) ...

2. Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep., M.Kep (Sekretaris) ...

3. Ns. I Dewa Putu Gede Putra Yasa,S.Kp.,M.Kep Sp.MB (Pembahas) ...

MENGETAHUI:

DEKAN

FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof.Dr.dr.Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes. NIP. 19530131 198003 1 004

KETUA

PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF. NIP. 19501231 198003 1 015


(11)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pengaruh

Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap Kapasitas Vital Paru pada

Pasien Asma di Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:

1. Prof.Dr.dr. I Putu Astawa, SpOT (K). M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF., sebagai ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memberikan pengarahan dalam proses pendidikan.

3. Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep, M.Kep, sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini tepat waktu.

4. Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep., M.Kep, sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

5. Ns. I Made Suindrayasa, S.Kep, sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan proposal penelitian ini tepat waktu.


(12)

vi

6. Kedua orang tua saya serta serta keluarga besar saya atas segala bantuan materi dan dukungan baik moral maupun spiritual.

7. Teman-teman mahasiswa PSIK-A Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Angkatan 2011 (Chivor) atas saran, masukan dan bantuannya dalam pembuatan tugas akhir ini.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan dan telah mendoakan demi suksesnya penyusunan skripsi ini.

Oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat menjadi acuan dan dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Juni 2015


(13)

vii

ABSTRAK

Mayuni, Anak Agung Istri Dwi. 2015. Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada Pasien Asma Di Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara, Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep., M.Kep; (2) Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep., M.Kep

Asma terjadi karena adanya obstruksi jalan nafas, gejala yang ditimbulkan salah satunya adalah sesak nafas yang dapat meningkatkan kerja otot pernafasan sebagai mekanisme kompensasi tubuh. Namun, lama-kelamaan otot pernafasan akan mengalami kelemahan, sehingga akan menurunkan kapasitas vital paru pada pasien asma. Diaphragmatic Breathing Exercise merupakan salah satu latihan pernafasan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot pernafasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap kapasitas vital paru pada pasien asma setelah diberikan intervensi selama dua minggu. Rancangan yang digunakan Nonequivalent Control Group Design dengan teknik purposive sampling. Besar sample adalah 30 orang (15 orang kelompok perlakuan dan 15 orang kelompok kontrol). Hasil uji Independent T-Test didapatkan nilai p 0,000<0,05, yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata selisih kapasitas vital paru pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Jadi dapat disimpulakan bahwa ada pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap kapasitas vital paru pada pasien asma di Wilayah Kerja Puskesma III Denpasar Utara.

Kata kunci : Diaphragmatic Breathing Exercise, Kapasitas Vital Paru, Pasien Asma


(14)

viii

ABSTRACT

Mayuni, Anak Agung Istri Dwi. 2015. The Influence Of Diaphragmatic Breathing Exercise Againts Vital Capacity Of Lungs In Asthma Patients at Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Undergraduate thesis, Nursing Departement, Faculty of Medicine, Udayana University. Supervisors (1) Ns. Made Oka Ari Kamayani, S.Kep., M.Kep; (2) Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep., M.Kep

Asthma occurs due to obstruction of the breath, one of the symptoms is the shortness of breath that can increase respiratory muscle work as a compensation mechanism of the body. However, gradually the respiratory muscles will experience weakness, so that it will lose a vital capacity in asthma patients. Diaphragmatic Breathing Exercise is one of respiratory exercises that aim to increase respiratory muscle strength. This research aims to know the existence of the influence of Diaphragmatic Breathing Exercise against the vital capacity in asthma patients after a given intervention for two weeks. The design used Nonequivalent Control Group Design with a purposive sampling technique. A large sample was 30 people (15 persons and 15 persons treatment group control group). Independent T-test results of the Test are obtained by the value of the Sig p 0.000 < 0.05, which means there is a significant difference between the average difference in the vital capacity of lungs in the treatment group and the control group. So it can be concluded that there is an influence of Diaphragmatic Breathing Exercise against the vital capacity of lungs in asthma patients at Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Utara.

Keywords: Diaphragmatic Breathing Exercise, Vital capacity of the Lungs, Asthma Patients


(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal pelaksanaan penelitian Lampiran 2 : Lembar informasi untuk responden Lampiran 3 : Permintaan menjadi responden Lampiran 4 : Surat persetujuan menjadi responden Lampiran 5 : Alat Ukur Responden

Lampiran 6 : Prosedur Pengukuran Kapasitas Vital Paru

Lampiran 7 : Prosedur Pemberian Diaphragmatic Breathing Exercise Lampiran 8 : Pengumpulan data kapasitas vital paru

Lampiran 9 : Rancangan Anggaran Penelitian

Lampiran 10 : Karakteristik responden berdasrkan jenis kelamin, kategori usia dan pekerjaan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Lampiran 11 : Hasil Uji statistic pretest dan posttest pada kelompok perlakuan

dan kelompok control

Lampiran 12 : Hasil Uji Normalitas pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Lampiran 13 : Hasil Uji Paired T-Test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Lampiran 14 : Hasil Independent T-Test perbedaan kapasitas vital paru pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol


(20)

=

.,.'rf},-. rliii,ilii

LEMBAR PERSETUJUAIT SKRIPSI

PENGART'H DUPHRAGLTATIC BREATHING EXERCISETERIIADAP

.

KAPASMAS

VITAL

PARU PADA PASTEN A.SMA DI

WILAYAII

KF^IA PUSKESN{AS TII DETIPASAR UTARA

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarj ana Keperawatan

OIeh :

AI\IAK AGTJNG ISTRI DWI MAYTJIII I\[M.1102105060

TELAH MENDAPATKAIY PERSiI,TUJUAN UT{TT'K DIUJI

Pembimbing Pen

Ns. Luh Mira Puspita- S.Kep.. M.Kep

NIP.-1ll

Perbinbing Utama


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan adanya trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. Seorang penderita asma dapat mengalami eksarbasi akut yang berlangsung dari beberapa menit sampai jam dan diselingi oleh periode bebas gejala (Smeltzer & Bare, 2010). Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran nafas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak nafas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari (PDPI, 2006; GINA, 2009).

Asma merupakan penyakit paru tersering, yang menyerang hingga 15-17% populasi di sebagian tempat. Angka prevalensi tertinggi di laporkan di Australia dan New Zealand, sedangkan di Amerika Serikat prevalensinya mencapai 3-5% (McPhee & Ganong, 2010). Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahunnya. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat 20 tahun belakangan ini. Penyakit asma di Indonesia merupakan


(22)

2

sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, penyakit asma masih menduduki sepuluh besar penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat di beberapa kabupaten yang ada di Bali.

Asma mempunyai dampak yang sangat mengganggu. Gangguan fungsi pernafasan menjadi komplikasi dan menimbulkan gangguan pada berbagai aktivitas sehari-hari sehingga menurunkan produktivitas kerja dan kualitas hidup (GINA, 2009). Adanya obstruksi jalan nafas pada pasein asma akan mengakibatkan hiperinflasi pulmoner, yaitu terjebaknya udara akibat saluran nafas yang menyempit, dan menyebabkan terjadinya peningkatan kapasitas paru total dan volume residu fungsional sekunder serta penurunan volume cadangan ekspirasi (VCE) dan kapasitas vital paru (KVP) (Smeltzer &Bare, 2010).

Menurut Guyton & Hall (2006), terdapat 4 kapasitas paru, diantaranya : kapasitas residual fungsional, kapasitas inspirasi, kapasitas vital dan kapasitas paru total. Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume cadangan ekspirasi yang merupakan jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 ml). Kapasitas vital merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan setelah melakukan inspirasi maksimal (Sloane, 2004).


(23)

3

Penurunan kapasitas vital paru pada pasien asma mengakibatkan peningkatan diameter anteropoterior dada sehingga dada akan menyerupai barel (Barrel Chest). Peningkatan ukuran anteposterior dada dapat menurunkan compliance dinding dada, sehingga mengakibatkan pernafasan menjadi kurang efektif dan dapat memperburuk keadaan pasien asma saat mengalami sesak nafas (Price& Wilson, 2005). Sesak nafas saat serangan asma mengakibatkan peningkatan kerja otot-otot pernafasan, sebagai bentuk mekanisme tubuh untuk tetap mempertahankan ventilasi paru, akan tetapi secara perlahan-lahan otot pernafasan akan mengalami kelemahan yang akan menimbulkan penyakit bertambah buruk, sehingga diperlukan tindakan untuk meningkatkan kekuatan otot pernafasan (Guyton& Hall, 2006).

Tindakan atau intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot-otot pernafasan antara lain senam asma, breathing exercise atau latihan pernafasan, bersepeda, berenang, dan jalan santai atau jogging, tertawa, meniup balon, atau melakukan ekspirasi penuh untuk tes pernafasan (Guyton& Hall, 2006; Sylvia& Price, 2005). Menurut PDPI (2006), adapun olahraga yang dianjurkan pada pasien asma antara lain, renang, bersepeda, jalan kaki atau jogging, senam asma yang didasari oleh latihan pernafasan.

Latihan pernapasan bertujuan untuk melatih cara bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, melatih ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi dan mempertahankan asma yang terkontrol (Holloway, 2004). Latihan pernafasan pada penderita selain ditujukan untuk memperbaiki


(24)

4

fungsi alat pernapasan, juga bertujuan melatih penderita mengatur pernapasan jika penderita asma merasa serangan asma akan datang, ataupun sewaktu serangan asma. Terapi pernapasan utama bagi penderita asma adalah latihan napas perut atau Diaphagmatic Breathing Exercise (Potter& Perry, 2006).

Diaphragmatic Breathing Exercise merupakan latihan pernafasan yang merelaksasikan otot-otot pernafasan saat melakukan inspirasi dalam. Pasien berkonsentrasi pada upaya mengembangkan diafragma selama melakukan inspirasi terkontrol (Potter& Perry, 2006). Diaphragmatic Breathing Exercise dilakukan dengan cara membesarkan perut ke depan dan dilakukan secara perlahan ketika menghembuskanya (Jones et al., 2004). Latihan ini dapat meningkatkan efisiensi pernafasan dengan mengurangi udara yang terperangkap dan mengurangi kerja pernafasan. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Imania (2014) yang menyatakan bahwa Breathing Exercise dapat meningkatkan kapasitas vital paru serta volume ekspirasi paksa pada detik pertama pada tenaga sortasi yang mengalami gangguan paru karena latihan tesebut dapat meningkatkan relaksasi otot, meningkatkan elastisitas otot-otot pernafasan, meningkatkan efisiensi otot-otot pernafasan, mengurangi kecemasan serta memperbaiki ventilasi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas III Denpasar Utara, setelah dilakukan pengukuran kapasitas vital paru terhadap lima orang pasien asma, menunjukkan adanya penurunan kapasitas vital paru dengan jumlah rata-rata 2, 87 L. Jumlah kunjungan pasien asma adalah 1449 orang pada tahun 2013.


(25)

5

Penatalaksanaan pada pasien asma yang diberikan di Puskesmas berupa terapi farmakologi dan belum pernah diberikan latihan nafas perut atau Diaphragmatic Breathing Exercise.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk menganalisis pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap kapasitas vital paru pada pasien asma di Puskesmas III Denpasar Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Adakah pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap kapasitas vital paru pada pasien asma?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap kapasitas vital paru pada pasien asma.

1.3.2.Tujuan khusus

(1) Mengidentifikasi kapasitas vital paru pretest pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

(2) Mengidentifikasi kapasitas vital paru posstest pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

(3) Menganalisis kapasitas vital paru pretest dan posttest pada kelompok perlakuan

(4) Menganalisis kapasitas vital paru pretest dan posttest pada kelompok kontrol


(26)

6

(5) Menganalisis pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap kapasitas vital paru pada pasien asma

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Praktis

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan oleh perawat di Puskesmas III Denpasar Utara untuk meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya dalam pemberian Diaphragmatic Breathing Exercise untuk meningkatkan kapasitas vital paru pada pasien asma

2. Dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan pasien asma mengenai pemeliharaan fungsi paru dengan melakukan Diaphragmatic Breathing Exercise yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot pernafasan dan melatih nafas yang efektif, sehingga diharapkan dapat mencegah dan mengurangi serangan asma.

1.4.2. Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu keperawatan medikal bedah dalam penatalaksanaan Diaphragmatic Breathing Exercise untuk meningkatkan kekuatan otot pernafasan pada pasien asma. Selain itu, hasil ini juga dapat dijadikan sebagai dasar atau acuan untuk melaksanakan penelitian bagi peneliti selanjutnya dalam mencari hubungan atau terapi lain untuk meningkatkan kekuatan otot pernafasan pada pasien asma.


(27)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asma 2.1.1 Definisi Asma

Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari (PDPI, 2006; GINA, 2009).

Asma adalah gangguan pada bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi (Somantri, 2007). Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh inflamasi saluran nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus (Corwin, 2009).

Asma adalah penyakit paru yang di dalamnya terdapat obstruksi jalan nafas, inflamasi jalan nafas, dan jalan nafas yang hiperresponsif atau spasme otot polos bronkial (Betz & Swoden, 2009).

2.1.2 Patofisiologi Asma

Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan sulit bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma


(28)

8

tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal. Antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus pada penderita asma. Bila seseorang terpapar alergen maka antibodi IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat (Smeltzer & Bare, 2010).

Peningkatan permeabilitas dan sensitivitas terhadap alergen yang terhirup, iritan dan mediator inflamasi merupakan konsekuensi dari adanya cedera pada epitel. Inflamasi kronis pada saluran pernafasan dapat menyebabkan penebalan membran dasar dan deposisi kolagen pada dinding bronkial. Perubahan ini dapat menyebabkan sumbatan saluran nafas secara kronis seperti yang dijumpai pada penderita asma. Pelepasan berbagai mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi, sumbatan vaskuler, permeabilitas vaskuler, edema, produksi dahak yang kental dan gangguan mukosiliar (Zullies, 2011). Adanya obstruksi pada klien asma dapat berupa sumbatan yang menyeluruh dan penyempitan jalan nafas berat. Kondisi ini menyebabkan ketidaksesuaian rasio perfusi dan ventilasi (National Institute of Health, 2004).


(29)

9

2.1.3 Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang. Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2007). Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut, Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan spirometer untuk mengukur dengan kapasitas vital paru (KPV). Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma tersebut (GINA, 2009).

Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.

2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran


(30)

10

pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (usia> 35 tahun).

3. Asma gabungan

Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.

Sedangkan klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya dapat dilihat pada tabel berikut:


(31)

11

Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan

Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru

I. Intermitten Bulanan APE ≥ 80 %

1. Gejala <1x / minggu

2. Tanpa gejala di luar serangan 3. Serangan singkat

≤ 2 kali sebulan 1. VEP1 ≥ 80 %

nilai prediksi

2. APE ≥ 80 %

nilai terbaik 3. Variabiliti APE

< 20 %

II. Persisten ringan Mingguan APE ≥ 80 %

1. Gejala >1x/ minggu, tetapi < 1x / hari

2. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

> 2 kali sebulan 1. VEP1 ≥80 % nilai prediksi

2. APE ≥80 % nilai

terbaik

3. Variabiliti APE 20-30 %

III. Persisten Sedang

Harian APE 60-80 %

1. Gejala setiap hari 2. Serangan

mengganggu aktivitas dan tidur 3. Membutuhkan

bronkodilator setiap hari

> 1x / seminggu 1. VEP1 60-80 % nilai prediksi 2. APE 60-80 %

nilai terbaik 3. Variabiliti APE

>30 %

IV. Persisten Berat Kontinyu APE ≤ 60 %

1. Gejala terus menerus

2. Sering kambuh 3. Aktivitas fisik

terbatas

Sering 1. VEP1 ≤60 % nilai prediksi

2. APE ≤60 % nilai

terbaik

3. Variabiliti APE >30 %

(Sumber: PDPI,2006)

2.1.4 Faktor Risiko Terjadi Asma

Menurut PDPI (2006), risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergi (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/predisposisi


(32)

12

asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan, yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernafasan, diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik/penjamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan: 1. Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan

genetik asma

2. Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma

Faktor lingkungan lebih berperan dalam memicu kekambuhan asma. Beberapa diantaranya adalah alergen, infeksi, obat/bahan sensitizer, asap rokok dan polusi udara, baik di dalam maupun di luar ruangan. Selain itu, ada faktor lain yang dapat meningkatkan keparahan asma. Beberapa diantaranya adalah rinitis yang tidak diobati atau sinusitis, gangguan refluks gastroesofagal, sensitivitas terhadap aspirin, pemaparan teradap senyawa sulfit atau obat golongan beta bloker dan influenza, faktor mekanik dan faktor psikis (Zulies, 2011).

2.1.5 Manifetasi Klinis Penyakit Asma

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi, siang, dan malam hari, sesak napas, mengi, rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008; PDPI, 2006). Pada keadaan asma yang parah gejala yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan distress pernapasan (tachycardia, dyspnea,


(33)

13

tachypnea, retraksi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa, yang termasuk gejala yang berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit tidur dengan posisi tidur yang dianggap nyaman adalah dalam keadaan duduk, dan kesadaran menurun ( Depkes RI, 2007).

2.1.6 Penatalaksanaan Asma

Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi: a. Asma Intermiten

1) Umumnya tidak diperlukan pengontrol

2) Bila diperlukan pelega, agonis β-2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan.

Alternatif dengan agonis β-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja

singkat dan agonis β-2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi

3) Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan, maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan

b. Asma Persisten Ringan

1) Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma, dengan pilihan:

a) Glukokortikosteroid dan agonis β-2 b) Teofilin lepas lambat

c) Kromolin

d) Leukotriene modifiers


(34)

14

c. Asma Persisten Sedang

1) Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas asma, dengan pilihan:

a) Glukokortikosteroid dan agonis β-2

b) Budenoside: 400–800 μg/hari

c) Fluticasone propionate : 250–500 μg/hari

d) Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah teofilin lepas e) Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 μg/hari)

f) Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah leukotriene modifiers

2) Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu Agonis β-2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 3–4 kali sehari, atau

a) Agonis β-2 kerja singkat oral, atau

b) Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat

c) Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol

3) Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis β-2 kerja lama inhalasi 4) Dianjurkan menggunakan alat bantu/spacer pada inhalasi bentuk IDT atau

kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah d. Asma Persisten Berat

1) Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru


(35)

15

(APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin

2) Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma, dengan pilihan:

a) Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan

agonis β-2 kerja lama inhalasi

b) Beclomethasone dipropionate: >800 μg/hari

c) Selain itu teofilin lepas lambat, agonis β-2 kerja lama oral, dan leukotriene

modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis β-2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi

d) Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat mencegar efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas atas

2.1.7 Kapasitas Vital Paru pada Pasien Asma

Kapasitas vital paru (KVP) adalah penambahan volume tidal, volume cadangan inspirasi dan cadangan ekspirasi (KV = VI +VCI + VCE) yang merupakan jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya. Kapasitas vital paru dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti postur tubuh, ukuran rongga toraks, jaringan elastis paru dan compliance paru. Nilai rata-rata dari kapasitas vital ini adalah 4.600 mL (4,6 L) (Sloane, 2004; Guyton & Hall, 2006).


(36)

16

Penurunan kapasitas vital paru pada pasien asma terjadi karena adanya hiperinflasi pulmoner yaitu terjebaknya udara akibat saluran nafas yang menyempit, keadaan ini mengakibatkan peningkatan diameter anteropoterior dada sehingga dada akan menyerupai barel (Barrel Chest). Peningkatan ukuran anteposterior dada dapat menurunkan compliance dinding dada, sehingga mengakibatkan pernafasan menjadi kurang efektif dan dapat memperburuk keadaan pasien asma saat mengalami sesak nafas (Price & Wilson, 2006).

2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru, antara lain: 1. Usia

Maryam (2008) menyatakan bahwa pertambahan usia seseorang mempengaruhi jaringan pada tubuh. Fungsi elastisitas jaringan paru berkurang, sehingga kekuatan otot pernafasan menjadi lemah, akibatnya volume udara pada saat pernafasan akan menurun. Sifat elastisitas paru cenderung menurun saat memasuki usia dewasa akhir. Penurunan tersebut terjadi karena paru, jantung, dan pembuluh darah juga mengalami penurunan fungsi.

2. Kebiasaan merokok

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4 mL untuk perokok yang sudah berhenti dan 41,7 mL untuk perokok aktif. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar daripada debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2007). Inhalasi asap tembakau baik primer


(37)

17

maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran nafas pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok menunjukkan penurunan kapasitas paru yang lebih tinggi dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat pekerjaan (Suyono, 2001).

3. Indeks massa tubuh (IMT)

Seseorang dengan kelebihan berat badan (IMT ≥ 25,0) mempunyai persentasi kapasitas vital yang lebih rendah daripada individu dengan berat badan normal (IMT 18,5 - 24,9). Penurunan persentase kapasitas vital pada individu dengan berat badan berlebih disebabkan karena menurunnya elastisitas dan kemampuan mengembang dinding dada serta karena berkurangnya kemampuan diafragma untuk turun pada levelnya pada individu dengan berat badan berlebih dan individu dengan kegemukan sentral (Ristianingrum et al, 2010). Indeks massa tubuh dihitung dengan rumus dan kategori sebagai berikut:

IMT = Berat badan (kg) Tinggi badan (m)2

Tabel 2. Klasifikasi IMT

IMT KATEGORI

< 18,5 Berat badan kurang

18,5-24,9 Berat badan normal

25,0-29,9 Kelebihan berat badan

≥ 30,0 Obesitas

Sumber: WHO, 2004

4. Kelainan patologi pada paru

Paralisis otot pernafasan yang sering terjadi setelah cedera medula spinal atau poliomielitis, dapat menyebabkan penurunan besar dalam kapasitas vital, menjadi serendah 500 sampai 1000 mL hampir tidak cukup untuk mempertahankan


(38)

18

kehidupan ataupun sampai nol pada kasus mana terjadi kematian. Keadaan seperti tuberkulosis, emfisema, asma, kanker paru, bronkitis, pleuritis fibrosa bahkan proses penuaan sekalipun dapat menurunkan compliance paru-paru dan dengan demikian menurunkan kapasitas vital (Guyton & Hall, 2006).

2.1.9 Pengukuran Kapasitas Vital Paru

Menurut Smeltzer & Bare (2010), kapasitas vital dapat diukur dengan meminta pasien bernafas maksimal dan menghembuskan dengan penuh melalui spirometer. Sebagian besar pasien dapat menimbulkan kapasitas vital dua kali volume yang biasa mereka hembuskan (volume tidal). Jika kapasitas kurang dari 10 ml per kilogram berat badan, pasien tidak akan mampu mempertahankan ventilasi spontan dan akan dibutukan pernafasan bantuan.

Menurut Potter & Perry (2006), volume dan kapasitas paru dapat diukur melalui pemeriksaan fisik pulmonari. Spirometer digunakan untuk mengukur kapasitas paru dan volume udara yang memasuki atau yang meninggalkan paru-paru. Variasi volume dan kapasitas paru dapat dihubungkan dengan status kesehatan, seperti kehamilan, latihan fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif dan restriktif. Jumlah surfaktan, tingkat komplians dan kekuatan otot pernafasan mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.

Tahap- tahap pengukuran kapasitas vital paru, antara lain: 1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin


(39)

19

3. Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan makanan berat dalam waktu 2 jam.

4. Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, tinggi badan dan jenis kelamin. 5. Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan

melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup mouth piece.

6. Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biasa tiga kali berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth piece.

7. Catat hasil kapasitas vital paru pasien.

2.2 Diaphragmatic Breathing Exercise

2.2.1 Pengertian

Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentukan oleh tingkat compliance paru, tahanan jalan nafas, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan (Potter & Perry, 2006)

Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik pernafasan yang dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja pernafasan. Latihan ini dapat meningkatkan inflasi alveolar maksimal; meningkatkan relaksasi otot; menghilangkan ansietas; melambatkan frekuensi pernafasan dan mengurangi kerja bernafas (Smeltzer & Bare, 2010).


(40)

20

Dalam hal ini, latihan nafas yang akan diberikan yaitu latihan nafas diafragma. Menurut Nurachman (2000), latihan nafas diafragma adalah suatu pola pernafasan yang dilakukan dengan cara menggunakan otot perut dan diafragma. Tujuan pernafasan diafragma adalah untuk menggunakan, menguatkan dan meningkatkan elastisitas diafragma selama pernafasan, merelaksasikan otot, memulihkan kecemasan, mengurangi kegiatan otot yang tidak terkoordinasi, dan menurunkan beban kerja pernafasan.

Pernafasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian selama ekspirasi diafragma mengadakan relaksasi, dan sifat daya lenting paru (recoil elastic) dinding dada, dan struktur abdominal akan menekan paru-paru.

Menurut Smith (2004), pernafasan diafragma yang dilakukan berulang kali dengan rutin dapat membantu seseorang menggunakan diafragmanya secara benar ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk menguatkan diafragma, menurunkan kerja pernafasan, melalui penurunan laju pernafasan, menggunakan sedikit usaha dan energi untuk bernafas, dengan pernafasan diafragma maka akan terjadi peningkatan volume tidal, penurunan kapasitas residu fungsional, dan peningkatan pengambilan oksigen yang optimal.


(41)

21

2.2.2 Tahap Pelaksanaan

Pernafasan diafragma dapat dilakukan dengan otomatis dengan latihan dan konsentrasi yang cukup. Untuk melakukan pernafasan diafragma, pasien diinstruksikan seperti yang di uraikan sebagai berikut:

Menurut Potter & Perry (2006); Smeltzer & Bare (2010): 1. Bantu klien ke posisi duduk senyaman mungkin

2. Instruksikan klien untuk meletakkan telapak tangannya berseberangan satu sama lain, dibawah dan sepanjang batas bawah tulang rusuk anterior. Letakkan ujung jari ketiga kedua tangan dengan saling bersentuhan.

3. Minta klien mengambil nafas dalam secara lambat, menghirup nafas melalui hidung. Minta klien untuk merasakan bahwa kedua jari tengah tangan terpisah selama inhalasi.

4. Jelaskan pada klien agar jangan menggunakan dada dan bahu saat menghirup nafas

5. Minta klien menahan nafas sampai hitungan ketiga dan perlahan-lahan hembuskan nafas melalui mulut. Jelaskan pada klien bahwa kedua ujung jari tengahnya akan bersentuhan kembali.

2.3 Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap Kapasitas Vital Paru pada Pasien Asma

Terdapat beberapa perubahan fungsi anatomi dan fisiologi yang terjadi pada sistem pernafasan pada pasien asma termasuk peningkatan kekakuan dinding dada dan peningkatan diameter anteriorposterior dada karena pendataran diafragma dan


(42)

22

elevasi iga, hal tersebut dapat menurunkan compliance dinding dada, sehingga kemampuan pengembangan dinding dada menurun.

Dalam sistem respirasi, diafragma merupakan otot pernafasan yang paling penting. Otot ini berbentuk menyerupai kubah yang berlokasi di dasar paru. Otot abdomen membantu menggerakkan diafragma dan membuat seseorang lebih kuat untuk mengosongkan udara dari paru. Kerja otot diafragma akan menjadi tidak efektif pada pasien yang mengalami gangguan fungsi pulmonal (Sloane, 2004).

Menurut Smith (2004), pernafasan diafragma yang dilakukan berulang kali dengan rutin dapat membantu seseorang menggunakan diafragmanya secara benar ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk menguatkan diafragma, menurunkan kerja pernafasan melalui penurunan laju pernafasan, menggunakan sedikit usaha dan energi untuk bernafas. Pernafasan diafragma akan meningkatkan volume tidal, penurunan kapasitas residu fungsional, dan peningkatan pengambilan oksigen yang optimal.

Pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yang diberikan diaphragmatic breathing selama 2 minggu menunjukkan peningkatan yang signifikan pada volume tidal dan menurunkan frekuensi pernafasan pada semua kelompok penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil peningkatan minute ventilation (VE), dan pertukaran gas yang ditunjukkan dengan peningkatan


(43)

23

Penelitian yang dilakukan oleh Nurdiansyah (2013) mengenai pengaruh teknik pernafasan butekyo terhadap penurunan gejala pasien asma di Kota Tanggerang Selatan, menunjukkan adannya beda rata-rata skor gejala asma sebelum dan setelah diberikan intervensi selama 2 minggu intervensi dan 2 kali kunjungan pada minggu I dan minggu II mengalami penurunan skor gejala asma. Latihan nafas buteyko ini dilakukan dua kali sehari selama dua minggu yaitu pada pagi hari dan sebelum makan siang/malam (Brindley, 2010).


(1)

kehidupan ataupun sampai nol pada kasus mana terjadi kematian. Keadaan seperti tuberkulosis, emfisema, asma, kanker paru, bronkitis, pleuritis fibrosa bahkan proses penuaan sekalipun dapat menurunkan compliance paru-paru dan dengan demikian menurunkan kapasitas vital (Guyton & Hall, 2006).

2.1.9 Pengukuran Kapasitas Vital Paru

Menurut Smeltzer & Bare (2010), kapasitas vital dapat diukur dengan meminta pasien bernafas maksimal dan menghembuskan dengan penuh melalui spirometer. Sebagian besar pasien dapat menimbulkan kapasitas vital dua kali volume yang biasa mereka hembuskan (volume tidal). Jika kapasitas kurang dari 10 ml per kilogram berat badan, pasien tidak akan mampu mempertahankan ventilasi spontan dan akan dibutukan pernafasan bantuan.

Menurut Potter & Perry (2006), volume dan kapasitas paru dapat diukur melalui pemeriksaan fisik pulmonari. Spirometer digunakan untuk mengukur kapasitas paru dan volume udara yang memasuki atau yang meninggalkan paru-paru. Variasi volume dan kapasitas paru dapat dihubungkan dengan status kesehatan, seperti kehamilan, latihan fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif dan restriktif. Jumlah surfaktan, tingkat komplians dan kekuatan otot pernafasan mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.

Tahap- tahap pengukuran kapasitas vital paru, antara lain: 1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin


(2)

3. Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan makanan berat dalam waktu 2 jam.

4. Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, tinggi badan dan jenis kelamin. 5. Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan

melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup mouth piece.

6. Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biasa tiga kali berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth piece.

7. Catat hasil kapasitas vital paru pasien.

2.2 Diaphragmatic Breathing Exercise

2.2.1 Pengertian

Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentukan oleh tingkat compliance paru, tahanan jalan nafas, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan (Potter & Perry, 2006)

Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik pernafasan yang dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja pernafasan. Latihan ini dapat meningkatkan inflasi alveolar maksimal; meningkatkan relaksasi otot; menghilangkan ansietas; melambatkan frekuensi pernafasan dan mengurangi kerja bernafas (Smeltzer & Bare, 2010).


(3)

Dalam hal ini, latihan nafas yang akan diberikan yaitu latihan nafas diafragma. Menurut Nurachman (2000), latihan nafas diafragma adalah suatu pola pernafasan yang dilakukan dengan cara menggunakan otot perut dan diafragma. Tujuan pernafasan diafragma adalah untuk menggunakan, menguatkan dan meningkatkan elastisitas diafragma selama pernafasan, merelaksasikan otot, memulihkan kecemasan, mengurangi kegiatan otot yang tidak terkoordinasi, dan menurunkan beban kerja pernafasan.

Pernafasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian selama ekspirasi diafragma mengadakan relaksasi, dan sifat daya lenting paru (recoil elastic) dinding dada, dan struktur abdominal akan menekan paru-paru.

Menurut Smith (2004), pernafasan diafragma yang dilakukan berulang kali dengan rutin dapat membantu seseorang menggunakan diafragmanya secara benar ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk menguatkan diafragma, menurunkan kerja pernafasan, melalui penurunan laju pernafasan, menggunakan sedikit usaha dan energi untuk bernafas, dengan pernafasan diafragma maka akan terjadi peningkatan volume tidal, penurunan kapasitas residu fungsional, dan peningkatan pengambilan oksigen yang optimal.


(4)

2.2.2 Tahap Pelaksanaan

Pernafasan diafragma dapat dilakukan dengan otomatis dengan latihan dan konsentrasi yang cukup. Untuk melakukan pernafasan diafragma, pasien diinstruksikan seperti yang di uraikan sebagai berikut:

Menurut Potter & Perry (2006); Smeltzer & Bare (2010): 1. Bantu klien ke posisi duduk senyaman mungkin

2. Instruksikan klien untuk meletakkan telapak tangannya berseberangan satu sama lain, dibawah dan sepanjang batas bawah tulang rusuk anterior. Letakkan ujung jari ketiga kedua tangan dengan saling bersentuhan.

3. Minta klien mengambil nafas dalam secara lambat, menghirup nafas melalui hidung. Minta klien untuk merasakan bahwa kedua jari tengah tangan terpisah selama inhalasi.

4. Jelaskan pada klien agar jangan menggunakan dada dan bahu saat menghirup nafas

5. Minta klien menahan nafas sampai hitungan ketiga dan perlahan-lahan hembuskan nafas melalui mulut. Jelaskan pada klien bahwa kedua ujung jari tengahnya akan bersentuhan kembali.

2.3 Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap Kapasitas Vital Paru pada Pasien Asma

Terdapat beberapa perubahan fungsi anatomi dan fisiologi yang terjadi pada sistem pernafasan pada pasien asma termasuk peningkatan kekakuan dinding dada dan peningkatan diameter anteriorposterior dada karena pendataran diafragma dan


(5)

elevasi iga, hal tersebut dapat menurunkan compliance dinding dada, sehingga kemampuan pengembangan dinding dada menurun.

Dalam sistem respirasi, diafragma merupakan otot pernafasan yang paling penting. Otot ini berbentuk menyerupai kubah yang berlokasi di dasar paru. Otot abdomen membantu menggerakkan diafragma dan membuat seseorang lebih kuat untuk mengosongkan udara dari paru. Kerja otot diafragma akan menjadi tidak efektif pada pasien yang mengalami gangguan fungsi pulmonal (Sloane, 2004).

Menurut Smith (2004), pernafasan diafragma yang dilakukan berulang kali dengan rutin dapat membantu seseorang menggunakan diafragmanya secara benar ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk menguatkan diafragma, menurunkan kerja pernafasan melalui penurunan laju pernafasan, menggunakan sedikit usaha dan energi untuk bernafas. Pernafasan diafragma akan meningkatkan volume tidal, penurunan kapasitas residu fungsional, dan peningkatan pengambilan oksigen yang optimal.

Pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yang diberikan diaphragmatic breathing selama 2 minggu menunjukkan peningkatan yang signifikan pada volume tidal dan menurunkan frekuensi pernafasan pada semua kelompok penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil peningkatan minute ventilation (VE), dan pertukaran gas yang ditunjukkan dengan peningkatan


(6)

Penelitian yang dilakukan oleh Nurdiansyah (2013) mengenai pengaruh teknik pernafasan butekyo terhadap penurunan gejala pasien asma di Kota Tanggerang Selatan, menunjukkan adannya beda rata-rata skor gejala asma sebelum dan setelah diberikan intervensi selama 2 minggu intervensi dan 2 kali kunjungan pada minggu I dan minggu II mengalami penurunan skor gejala asma. Latihan nafas buteyko ini dilakukan dua kali sehari selama dua minggu yaitu pada pagi hari dan sebelum makan siang/malam (Brindley, 2010).


Dokumen yang terkait

PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN INSOMNIA PADA LANSIA WANITA Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Penurunan Insomnia Pada Lansia Wanita.

0 1 13

PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN INSOMNIA PADA LANSIA WANITA Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Penurunan Insomnia Pada Lansia Wanita.

0 2 10

PENGARUH DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP FREKUENSI SERANGAN SESAK NAFAS PADA PENDERITA ASMA DI Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Frekuensi Serangan Sesak Nafas Pada Penderita Asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM

0 5 20

PENDAHULUAN Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Frekuensi Serangan Sesak Nafas Pada Penderita Asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.

0 6 5

PENGARUH PEMBERIAN DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA Pengaruh Pemberian Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Pada Kasus Asma Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (B

0 1 18

PENGARUH PEMBERIAN DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA Pengaruh Pemberian Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Pada Kasus Asma Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (B

0 1 11

Deep Breathing Exercise Lebih Efektif Daripada Diaphragmatic Breathing Exercise dalam Meningkatkan Kapasitas Vital Paru Pada Lansia di Banjar Kedaton, Desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur.

8 39 55

breathing exercise terhadap kapasitas paru

0 0 5

PENGARUH PENAMBAHAN BREATHING EXERCISE PADA SENAM HAMIL TERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS VITAL PARU IBU HAMIL NASKAH PUBLIKASI - PENGARUH PENAMBAHAN BREATHING EXERCISE PADA SENAM HAMIL TERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS VITAL PARU IBU HAMIL - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 14

PENGARUH PENAMBAHAN PURSED LIPS BREATHING PADA DIAPHRAGMA BREATHING TERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PPOK NASKAH PUBLIKASI - PENGARUH PENAMBAHAN PURSED LIPS BREATHING PADA DIAPHRAGMA BREATHING TERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS VITAL PARU PADA P

0 0 18