Identifikasi Masalah Kerangka Pemikiran

Universitas Kristen Maranatha

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah, maka identifikasi masalah yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah mengenai seberapa besar kontribusi masing-masing sumber self-efficacy belief terhadap self-efficacy belief pada mahasiswa dan mahasiswi semester VII di Institut “X” Kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang bersifat empirik mengenai sumber self-efficacy belief terhadap self-efficacy belief pada mahasiswa dan mahasiswi semester VII di Institut “X” Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi masing-masing sumber self-efficacy belief terhadap self-efficacy belief mahasiswa dan mahasiswi semester VII di Institut “X” Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Ilmiah  Sebagai masukan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan mengenai kontribusi masing-masing sumber self-efficacy belief terhadap self-efficacy belief. Universitas Kristen Maranatha  Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai sumber-sumber self-efficacy belief.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Sebagai masukan bagi mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menempuh semester VII di Institut “X” Kota Bandung untuk lebih dapat mengetahui sumber self-efficacy belief manakah yang berperan dominan pada diri mereka dan dapat mereka tingkatkan.  Memberikan informasi kepada mahasiswa dan mahasiswi semester VII bersangkutan mengenai sumber-sumber self-efficacy dan self-efficacy; sehingga mereka dapat mempertahankan atau meningkatkan self-efficacy belief mereka dalam kehidupan akademis.  Sebagai masukan bagi dekan dan staff pengajar Institut “X” Kota Bandung mengenai self-efficacy belief serta faktor-faktor yang menunjang peningkatan self-efficacy belief sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam meningkatkan self-efficacy belief pada masing- masing mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menempuh semester VII. Universitas Kristen Maranatha

1.5 Kerangka Pemikiran

Seorang individu terlebih dahulu menempuh pendidikan formal di sekolah, mulai dari jenjang TK, SD, SMP, SMU, dan pada akhirnya mencapai Perguruan Tinggi. Menurut tahap perkembangan yang diuraikan oleh Santrock 2007, mahasiswa dan mahasiswi semester VII dengan kategori usia 21-22 tahun termasuk ke dalam kategori tahap perkembangan late adolescence remaja akhir. Masa remaja adalah masa pencarian identitas diri, masa yang penuh harapan dan tuntutan sosial untuk segera mencapai kemandirian dalam berbagai aspek kehidupan. Tugas perkembangan dan harapan sosial terhadap orang di masa remaja banyak sekali berkaitan dengan masalah kemandirian Hurlock, 1990. Remaja dituntut untuk mandiri dalam segala aspek kehidupan. Tentu saja ini bukan sesuatu yang mudah, mengingat sebelumnya mereka banyak tergantung pada orang tua atau orang dewasa lain di sekitarnya. Pada kenyataannya, pemenuhan harapan sosial tersebut seringkali tidak berjalan mulus sesuai dengan rencana. Rintangan dan kesulitan dalam berbagai bentuk akan muncul tanpa diketahui dengan pasti kapan datangnya. Tuntutan ini mendorong remaja untuk terus berupaya keras memenuhinya supaya penerimaan sosial diperoleh, kendati banyak kesulitan yang muncul pada masa yang ini. Tuntutan dan harapan sosial terhadap perilaku mahasiswa membuat mahasiswa merasa mengalami kesulitan, sehingga mahasiswa harus mampu memilih dengan bijak hal-hal apa yang baik untuk dilakukannya. Ketangguhan dan daya juang dalam memenuhi tuntutan sosial harus dimiliki seorang Universitas Kristen Maranatha mahasiswa kalau dia tidak ingin dikatakan sebagai orang yang menyimpang dan ingin mendapatkan penerimaan dari masyarakat. Transisi yang dialami siswa pada setiap jenjang pendidikan dapat menimbulkan stress bagi siswa, karena pada masa transisi ini berlangsung banyak perubahan pada remaja, yaitu perubahan fisik, kognitif, dan sosial; serta terjadi perubahan di dalam keluarga dan sekolah secara serentak Eccles Midgley dalam Santrock, 2002. Dalam pandangan Piaget, mahasiswa dan mahasiswi membangun dunia kognitifnya sendiri; informasi tidak hanya tercurah ke dalam benak mereka dari lingkungan. Untuk memahami dunianya, mahasiswa dan mahasiswi mengorganisasikan pengalaman mereka. Data yang ada menunjukkan bahwa mahasiswa membangun pandangan mengenai dunianya berdasarkan pada pengamatan dan pengalaman dan para pendidik seharusnya mempertimbangkan hal ini saat mengembangkan kurikulum untuk mereka Burbules Linn, 1998; Danner, 1989; Lin, 1987, 1991. Pemikiran mereka menjadi semakin abstrak, logis, dan idealistis; lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia sosial. Fungsi kognitif diatas disebut oleh Piaget sebagai tahap formal operational yang merupakan tahap keempat dalam perkembangan kognitif. Hypothetical-deductive reasoning merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pemikiran remaja yang lebih logis. Sebagai mahasiswa perubahan yang mereka alami salah satunya adalah meningkatkan fokus mereka pada prestasi Santrock, 2002. Dimana pencapaian Universitas Kristen Maranatha prestasi bagi mahasiswa merupakan suatu bagian dari tuntutan dan harapan sosial yang berkembang di lingkungan sosial mereka. Prestasi yang perlu dicapai oleh mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut “X” adalah menjalani kegiatan mata kuliah enterpreneurship dengan baik agar dapat lulus mata kuliah tersebut dengan sekali mengontrak , memperoleh IPK ≥ 3,00 agar dapat mengikuti kegiatan Co-op yang mana kegiatan Co-op ini merupakan salah satu dari tujuan utama mayoritas mahasiswa dan mahasiswa Institut “X” , mendapatkan hasil tes TOEFL ≥ 400, dan lain sebagainya. Selain itu, proses menjalani seluruh tugas dan kegiatan-kegiatana kuliah di semester VII adalah suatu tuntutan yang harus dihadapi oleh mahasiswa dan mahasiswi, antara lain: perasaan malas, ketidakpercayaan diri, kesulitan dalam memahami materi, situasi kampus yang dirasakan tidak kondusif, rekan mahasiswa yang kadangkala kurang mendukung, kurangnya fasilitas dan sarana yang tersedia, dosen yang dirasakan oleh mahasiswa kurang kompeten, perubahan kurikulum, tuntutan belajar yang tinggi, serta persaingan yang sangat ketat. Kesemua hal-hal tersebut diatas menjadi suatu tantangan bagi mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut “X”. Agar dapat menghadapi tantangan dan tuntutan tersebut dengan mantap, yang dibutuhkan bukanlah sekedar kemampuan intelektual dan kesiapan teknis melainkan juga keyakinan dalam dirinya. Dikatakan oleh W.S Winkel 1983 faktor yang mempengaruhi prestasi akademik yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah; dan yang menjadi faktor internal Universitas Kristen Maranatha salah satunya adalah keyakinan diri. Keyakinan diri dalam diri siswa, oleh Bandura 2002 disebut dengan istilah self-efficacy belief. . Self-efficacy belief adalah keyakinan tentang kemampuan individu dalam mengatur dan menggunakan sumber-sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang berorientasi ke masa depan. Self-efficacy belief merupakan salah satu bentuk dari belief karenanya pengembangan terhadap self efficacy mahasiswa dan mahasiswi juga dipengaruhi oleh belief-nya yang merupakan suatu keyakinan dari mahasiswa dan mahasiswi yang ditampilkan pada apa yang dilakukannya. Self-efficacy belief menentukan saat seseorang merasa, berpikir, memotivasi diri dan bertingkah laku Bandura, 2002. Keyakinan diri merupakan hal yang luas atau beragam dan bersifat lebih kondisional dan kontekstual Bandura, 1997, artinya tergantung pada konteks yang dihadapi. Umumnya self-efficacy akan memprediksi dengan baik suatu tampilan yang berkaitan erat dengan keyakinan tersebut dalam Jurnal, “Hubungan antara Self-efficacy dengan penyesuaian akademik dan Prestasi akademik. Volume 14, Nomer 2, September 2004. Keyakinan mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut “X” secara kognitif dapat dikembangkan melalui empat pengaruh sumber utama, yaitu mastery experience, vicarious experience, socialverbal persuasion, dan physiological and affective states Bandura, 2002. Mahasiswa menerima informasi-informasi tersebut dari lingkungan kampus, lingkungan rumah, dan lingkungan sosial Bandura, dalam Pajares, 2006. Universitas Kristen Maranatha Sumber self-efficacy belief yang pertama adalah mastery experience, berasal dari pengalaman keberhasilan dan kegagalan mahasiswa dan mahasiswi semester VII dalam menjalani perkuliahan di semester-semester sebelumnya. Pengalaman keberhasilan ataupun kegagalan yang dialami mahasiswa dimaknai sebagai tolak ukur akan kemampuannya yang kelak akan membentuk keyakinan diri mahasiswa. Sumber self-efficacy belief mastery experience pengalaman keberhasilan ini merupakan sumber yang sangat berpengaruh dalam self-efficacy karena memberikan bukti apakah seorang mahasiswa dapat mengerahkan segala kemampuannya untuk mencapai keberhasilan akademis. Keberhasilan dalam melewati semester sebelumnya akan semakin memperkuat penghayatan terhadap self-efficacy belief yang mereka miliki. Sedangkan kegagalan dapat menurunkan self-efficacy belief mereka. Mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut “X” yang telah sering memiliki pengalaman keberhasilan dalam melewati kegiatan perkuliahan, seperti misalnya mendapatkan hasil ujian mata kuliah yang cukup sulit dengan nilai memuaskan maka mahasiswa dan mahasiswi tersebut akan memiliki self-efficacy belief yang tinggi terhadap mata kuliah itu, dan akan mencapai suatu keberhasilan dengan mudah jika suatu saat kembali dihadapkan dengan situasi serupa yang menuntut kemampuan tersebut. Tetapi jika mahasiswa dan mahasiswi semest er VII Institut “X” yang sering mengalami kegagalan dalam melewati kegiatan perkuliahan tertentu, maka self-efficacy belief mahasiswa dan mahasiswi tersebut akan menurun bila suatu saat dihadapkan kembali pada situasi serupa yang menuntut kemampuan tersebut. Universitas Kristen Maranatha Sumber self-efficacy belief yang kedua adalah vicarious experience, yang berkembang dengan cara mengamati dan melakukan perbandingan dengan keberhasilan dan kegagalan orang lain yang memiliki karakteristik yang serupa dengan dirinya. Pemaknaan terhadap hasil pengamatan dan perbandingan terhadap orangtua, teman, keluarga atau orang lain yang dianggap signifikan hasilnya akan berbeda-beda. Jika diantara model dan mahasiswa atau mahasiswi semester VII Institut “X” sebagai peniru terdapat banyak kesamaan atau beberapa kesamaan, maka mahasiswi dan mahasiswi se mester VII Institut “X” tersebut akan meniru apa yang akan dilakukan oleh model. Jika model melakukan suatu kegiatan dan ternyata berhasil, maka mahasiswa dan mahasiswi yang bersangkutan akan memiliki self-efficacy belief yang tinggi terhadap kegiatan yang sama. Demikian sebaliknya, jika model melakukan suatu kegiatan dan ternyata gagal, maka mahasiswa dan mahasiswi yang bersangkutan akan memiliki self-efficacy belief yang rendah terhadap kegiatan tersebut. Seorang mahasiswa atau mahasiswi semester VII Institut “X” yang melihat senior atau teman dekat yang memiliki kesamaan cara belajar dengan diri mereka ternyata memiliki Indeks Prestasi Kumulatif IPK yang tidak jauh berbeda mereka berhasil dengan nilai memuaskan melalui rangkaian kegiatan perkuliahan di semester VII dan dapat selesai tepat waktu, maka akan menimbulkan keyakinan pada diri mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut ”X” dapat melakukan hal yang sama dengan senior atau teman dekat yang dianggap sebagai model tersebut. Oleh karena itu, modelling berpengaruh kuat terhadap self-efficacy belief, tergantung pada banyak Universitas Kristen Maranatha sedikitnya kesamaan karakteristik mahasiswa atau mahasiswi dengan model yang diamati. Sumber self-efficacy belief yang ketiga adalah socialverbal persuasion, berasal dari perkataan atau tindakan yang diberikan oleh lingkungan antara lain orangtua, dosen, teman, senior, atau orang yang signifikan lainnya kepada mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut ”X” yang menyatakan mampu atau tidaknya individu melakukan kegiatan-kegiatan perkuliahan yang sedang dijalani. Ungkapan verbal dari orangtua, dosen, teman, senior, atau orang yang dianggap signifikan mengenai kemampuan mahasiswa atau mahasiswi menghadapi tantangan tertentu diolah secara kognitif untuk pembentukan self- efficacy belief. Pemaknaan terhadap ungkapan-ungkapan yang diterima oleh mahasiswa atau mahasiswi tentu saja akan berbeda-beda, tergantung dari bentuk ungkapan yang diberikan positif atau negatif. Secara verbal, mahasiswa dan mahasiswi yang dipersuasi bahwa mereka mampu dan memiliki kemungkinan untuk berhasil dalam melakukan kegiatan perkuliahan dengan baik, akan membuat mereka merasa yakin dan mampu untuk melakukan kegiatan perkuliahan dengan baik dan akan membayangkan suatu peristiwa keberhasilan yang menyertai mereka. Self-efficacy belief akan semakin diperkuat jika ternyata mereka berhasil dalam melakukan kegiatan tersebut. Akan tetapi sebaliknya, jika mahasiswa atau mahasiswi dipersuasi bahwa mereka tidak mampu melakukan kegiatan tersebut dan tidak akan berhasil, maka mereka tidak akan memiliki self-efficacy belief yang tinggi, merasa kurang mampu, dan akan membayangkan situasi kegagalan yang akan menyertai mereka. Hal ini membuat Universitas Kristen Maranatha mahasiswa dan mahasiswi menghindari kegiatan-kegiatan yang menantang dan akan mudah menyerah bila menghadapi hambatan atau kesulitan. Seorang mahasiswa atau mahasiswi semester VII Institut “X” yang dipersuasi melalui cara pemberian pujian bahwa dirinya memiliki kemampuan yang memadai untuk melewati kegiatan perkuliahan di semester VII dengan baik, maka ia akan memiliki keyakinan yang lebih kuat terhadap kemampuannya dan akan mengoptimalkan usahanya. Sebaliknya, jika mereka dipersuasi tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melewati kegiatan perkuliahan dengan baik, maka ia akan cenderung mudah menyerah dan meragukan kemampuannya. Sumber self-efficacy belief yang keempat adalah physiological and affective states, berasal dari pandangan mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut ”X” mengenai keadaan fisik dan psikisnya. Physiological and affective states merupakan bentuk reaksi fisiologis dan emosional seperti kecemasan, stress, kelelahan, ketenangan, kekecewaan, kemarahan dan kesedihan yang dirasakan mahasiswa atau mahasiswi semester VII sewaktu menghadapi tugas akademis. Mahasiswa seringkali menginterpretasikan ketergugahan fisiknya sebagai indikator dari kompetensi diri. Seringkali mahasiswa dan mahasiswi memandang keadaan secara fisik atau psikis yang mereka alami dapat menghambat kegiatan yang mereka lakukan. Hal ini mengakibatkan mahasiswa dan mahasiswi seringkali menghindari kegiatan-kegiatan yang membutuhkan ketahanan secara fisik atau psikis. Ini akan menyebabkan menurunnya self- efficacy belief mahasiswa dan mahasiswi tersebut. Dengan mengubah pandangan mereka tentang keadaan fisik dan psikisnya, maka mahasiswa dan mahasiswi akan Universitas Kristen Maranatha memahami keadaan fisik dan psikis sehingga mereka dapat menyesuaikannya dengan kegiatan yang akan mereka lakukan. Hal ini akan membuat mahasiswa dan mahasiswi memiliki kemungkinan untuk berhasil dalam suatu kegiatan dan akan memperkuat self-efficacy belief mereka. Selain itu, reaksi emosional yang kuat terhadap tugas-tugas pembelajaran seringkali menjadi petunjuk bagi kesuksesan atau kegagalan mahasiswa atau mahasiswi. Secara umum, meningkatkan kesejahteraan fisik dan emosional seseorang dan mengurangi keadaan emosional yang negatif dapat menguatkan self-efficacy belief Usher Pajares, 2005. Ketika kondisi fisik mahasiswa dan mahasiswi sedang dalam keadaan tidak fit misalnya, akan tetapi mereka mengubah pandangan negatif terhadap kondisi fisik yang sedang mereka alami tersebut, maka mereka akan memiliki keyakinan dan mampu untuk menyelesaikan setiap kegiatan perkuliahan yang sedang mereka hadapi dengan baik dan kemungkinan akan mengalami keberhasilan. Keyakinan diri seseorang dapat berubah, meningkat atau menurun berdasarkan kontribusi salah satu sumber atau kombinasi dari beberapa sumber dalam pembentukannya. Keempat sumber self-efficacy belief tersebut adalah kumpulan informasi bagi mahasiswa dan mahasiswi yang kemudian akan diolah secara kognitif dalam pembentukan keyakinan diri. Mahasiswa dan mahasiswi menyeleksi, mengintegrasi, dan menginterpretasikan kumpulan informasi sebagai sesuatu yang dapat mempengaruhi keyakinan diri mereka dalam mengatasi rintangan dan mencapai tujuannya. Adanya pemahaman kognitif mengenai Universitas Kristen Maranatha sumber-sumber self-efficacy belief tersebut kemudian mempengaruhi penghayatan mahasiswa dan mahasiswi terhadap self-efficacy belief yang ada di dalam diri mereka. Jadi, self-efficacy belief tidak terbentuk dengan sendirinya berdasarkan keempat sumber yang tersedia, namun harus diolah secara kognitif terlebih dahulu oleh mahasiswa dan mahasiswi hingga pengolahan diri dari empat sumber self- efficacy belief disimpan dan dapat diterapkan pada situasi serupa di masa yang akan datang. Kontribusi keempat sumber self-efficacy belief tersebut akan mempengaruhi tinggi rendahnya self-efficacy belief pada mahasiswa dan mahas iswi semester VII Institut “X” kota Bandung yang ingin menyelesaikan perkuliahan semester VII mereka dengan tepat waktu, terlihat pada keyakinan mereka dalam rangkaian tindakan yang dipilih, keyakinan akan besar usaha yang dikerahkan, keyakinan untuk bertahan selama berhadapan dengan hambatan dan kegagalan, keyakinan akan kemampuan mengatasi tekanan dalam tuntutan lingkungan, serta keyakinan akan taraf pencapaian yang telah diraih. Secara singkat, mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut “X” dengan self-efficacy belief rendah diprediksi menghindari banyak tugas khususnya yang dianggap sulit, sedangkan mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut “X” dengan self- efficacy belief yang tinggi bersedia mengerjakan tugas yang dianggap sulit sebagai tantangan dan mungkin akan tekun berusaha menguasai tugas pembelajaran ketimbang mahasiswa dan mahasiswi dengan self-efficacy belief yang rendah Santrock, 2007. Universitas Kristen Maranatha Untuk lebih jelasnya mengenai bagaimana kontribusi dari sumber-sumber self-efficacy belief terhadap self-efficacy belief pada mahasiswa dan mahasiswi yang ingin menyelesaikan perkuliahan di semester VII, digambarkan pada skema pemikiran sebagai berikut : Universitas Kristen Maranatha 1.1 Skema Kerangka Pemikiran Mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut “X” Kota Bandung Self-efficacy belief tinggi Self-efficacy belief rendah Indikator Self Efficacy : 1. Pilihan yang dibuat 2. Usaha yang dikeluarkan 3. Berapa lama mahasiswa semester VII dapat bertahan saat dihadapkan pada rintangan dan kegagalan 4. Penghayatan perasaan 5. Taraf pencapaian yang telah diraih Sumber-sumber Self Efficacy: 1. Mastery Experience 2. Vicarious Experience 3. Social Verbal Persuation 4. Physiological dan affective states Self-efficacy belief Proses Kognitif Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi