Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Untuk mendapatkan sebuah kehidupan yang baik dan layak, setiap orang tentu saja akan berusaha sebaik mungkin, mereka berkeinginan untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka setiap orang akan berusaha dengan berbagai cara untuk bersaing mencapai taraf kehidupan yang lebih baik lagi atau bahkan melebihi taraf kehidupan rata- rata orang-orang kebanyakan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meraih kehidupan yang baik dan layak tersebut. Salah satu diantaranya adalah dengan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya dan sebaik mungkin. Individu saat ini berlomba-lomba untuk dapat duduk di bangku perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Di perguruan tinggi ditawarkan banyak sekali jurusan-jurusan yang dapat dipilih oleh setiap calon mahasiswanya sesuai dengan minat mereka. Setiap jurusan tentu saja memiliki prospek kerjanya masing-masing sesuai dengan bidangnya. Dengan mencapai gelar setinggi mungkin, diharapkan individu lebih memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Salah satu institut yang menjadi tujuan banyak orangtua untuk mendafta rkan putra putri mereka sekarang ini adalah Institut ”X” Kota Bandung Universitas Kristen Maranatha Kompas, 07 September 2009. Institut ”X” dapat dikatakan merupakan salah satu Institut yang sedang berkembang dan memiliki kualitas pendidikan yang baik dan mampu bersaing dengan Instit ut favorit lainnya. Institut ”X” telah dikenal sebagai lembaga pendidikan tinggi yang memiliki komitmen kuat untuk memberikan pendidikan berkualitas bagi mahasiswanya. Hal ini dibuktikan dengan sudah banyak lulusan Institut ”X”, baik lulusan program S1 maupun lulusan program MM, yang saat ini sudah menduduki posisi penting di berbagai perusahaan terkemuka dan telah memiliki akreditasi A www.Institut Manajemen ”X”.com. Lahir dan berada di lingkungan komunitas industri dan bisnis telekomunikasi, Institut ”X” faham dengan kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh dunia industri bisnis saat ini, yaitu sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bidang Information and Communication Technology ICT. Kondisi inilah yang mendasari penyusunan kurikulum seluruh program studi yang ada di Institut ”X” menjadi berbasis ICT www. Institut ”X”.com. Sistem kurikulum berbasis ICT ini memiliki perbedaan dibandingkan dengan sistem pembelajaran pada Institut atau Universitas-universitas yang lain. Dengan adanya kurikulum ICT ini maka terdapat penambahan-penambahan mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa dan mahasiswi Institut ”X” yang bertujuan untuk memberikan nilai plus bagi para lulusannya nanti. Penambahan tersebut adalah di bagian Bisnis Telekomunikasi seperti Pengantar Sistem Telekomunikasi, Pemasaran Jasa Telekomunikasi high-tech, Costing, Tariffing Pricing Bisnis Telekomunikasi, Interkoneksi, Manajemen Logistik dan Pemeliharaan Telekomunikasi, Regulasi Sektor Telekomunikasi, Pengenalan Universitas Kristen Maranatha Teknologi dan Jasa Telekomunikasi, Manajemen Penyelenggaraan Jaringan. Sedangkan penambahan mata kuliah di bagian Bisnis Informatika adalah Pengantar Informatika dan Internet, Pengantar Pemprograman Bisnis Data, dan Sistem Informasi Manajamen. Mata kuliah-mata kuliah tersebutlah yang dianggap menjadi keunggulan dari Institut ”X”. Sejak awal, selain menerapkan kurikulum berbasis ICT, Institut ”X” juga menerapkan pola link match, yang diwujudkan dalam sistem belajar intensif yaitu tatap muka, responsi, praktikum dan program kemitraan. Pola Link match yang dimaksudkan ialah adanya kerjasama antara kampus Institut ”X” dengan perusahaan-perusahaan yang membutuhkan lulusan manajemen Bisnis Telekomunikasi dan Informatika. Sedangkan program kemitraan itu sendiri merupakan suatu program dimana tujuannya ialah mengenalkan para mahasiswa dan mahasiswi Institut ”X” kepada dunia kerja yang sebenarnya. Program kemitraan ini diberikan hanya kepada mahasiswa dan mahasiswi yang minimal telah menempuh 90 mata kuliah wajib yang diberikan oleh Institut ”X”. Selain itu, terdapat program mutu institusi. Program tersebut merupakan program yang dibuat untuk menjaga dan meningkatkan kualitas mata kuliah-mata kuliah yang menjadi nilai plus bagi para lulusan Institut ”X”, yaitu mata kuliah Bisnis Telekomunikasi dan Bisnis Informatika. Metoda pembelajaran dengan sistem berbasis ICT, dibekali entrepreneurial skill dan ditambah transculture communication skill kemampuan berbahasa asing, menjadikan lulusan Institut ”X” ini memiliki nilai lebih apabila dibandingkan dengan lulusan lainnya dengan jurusan yang sama. Kerjasama dengan perguruan tinggi asing yang telah Universitas Kristen Maranatha dilakukan sejak awal pendirian serta transformasi dari sekolah tinggi menjadi institut, merupakan wujud nyata dari upaya Institut ”X” untuk menuju Institut yang berkualitas. Selain itu, mahasiswa Institut ”X” juga dibekali dengan sertifikat dari lembaga-lembaga sertifikasi terkemuka untuk menunjang profesi yang bersangkutan apabila mereka sudah masuk di dunia kerja, antara lain : Microsoft, Oracle, CISCO Network, SAP, dan Lembaga sertifikasi profesi telematika. Sebagai salah satu Institut Manajemen yang berbasis ICT, mahasiswa dan mahasiswi dihadapkan pada berbagai macam tuntutan dan hambatan yang tidak mudah untuk dilalui. Berbagai macam tuntutan dan hambatan yang dihadapkan kepada mahasiswa dan m ahasiswi Institut “X“ tersebut antara lain adalah mahasiswa dan mahasiswi dituntut untuk dapat mengikuti dan berhasil melewati mata kuliah entreupreneurship kewirausahaan dengan baik, harus mendapatkan nilai TOEFL minimal 400 sebelum mereka mengikuti sidang skripsi di akhir perkuliahan, setiap mahasiswa dan mahasiswi yang ingin terseleksi dalam program Co-op yang merupakan program kemitraan yang dapat mempermudah link pekerjaan setelah mereka lulus maka mereka diwajibkan mendapatkan IPK minimal 3,00. Selain itu, seringkali dari sekian banyak tugas yang diberikan oleh dosen-dosen mereka di setiap mata kuliah tugas-tugas itu berupa tugas dengan menggunakan bahasa Inggris, baik berupa tugas menterjemahkan maupun tugas menganalisis suatu permasalahan dan mereka harus mempresentasikannya di depan kelas. Universitas Kristen Maranatha Selain tuntutan dalam segi akademik seperti yang telah diuraikan, tuntutan dalam segi finansial pun dirasakan mahasiswa dan mahasiswi Institut ”X” sebagai hal lain yang kadang-kadang menjadi beban bagi mereka. Biaya perkuliahan yang cukup mahal diikuti dengan sistem paket pembayaran studi yang tidak dapat diulang secara per mata kuliah, juga tidak adanya penawaran program semester pendek SP seperti yang dilakukan di perguruan-perguruan tinggi lainnya. Kendala tersebut merupakan beban yang cukup berpengaruh karena berdampak kepada keyakinan diri mereka dalam menyelesaikan seluruh tuntutan yang ada baik tuntutan berupa tuntutan akademik maupun finansial dan menyelesaikan kegiatan perkuliahan setiap semesternya terutama semester VII dengan tepat waktu. Dari keseluruhan tuntutan dan hambatan yang ada di setiap semester sistem pembelajaran Institut “X” ini, semester VII menjadi semester yang paling dianggap sulit berdasarkan hasil wawancara terhadap mahasiswa dan mahasiswi Institut ”X” kota Bandung bagi para mahasiswa dan mahasiswi Institut “X”. Hal ini dikarenakan tuntutan-tuntutan akademik dan juga hambatan yang dihadapkan pada mahasiswa dan mahasiswi semester VII ini berbeda dan dianggap paling sulit untuk dilewati dibandingkan dengan semester-semester sebelumnya. Pada semester VII ini mahasiswa dan mahasiswi Institu t “X” dihadapkan pada kegiatan perkuliahan yang cukup padat dan menyita waktu karena jumlah SKS yang dihadapkan pada mereka masih terbilang cukup banyak yaitu 13 SKS dengan 5 SKS sebagai mata kuliah praktikum yang harus 90 mereka ikuti. Universitas Kristen Maranatha Banyak diantara mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut ”X” mengeluhkan banyaknya tuntutan dan hambatan yang dihadapkan pada mereka ketika proses perkuliahan sedang berlangsung seringkali membuat semangat dan keyakinan yang ada pada diri untuk dapat lulus tepat waktu sesuai dengan target mereka menjadi menurun. Tuntutan-tuntutan yang seringkali dihadapi dan membuat mereka merasa tidak yakin untuk dapat berhasil melewatinya antara lain : keharusan untuk dapat membagi waktu pikiran dan tenaga antara tugas perkuliahan dengan kegiatan entrepreneurship yang juga cukup banyak menyita waktu di luar waktu kuliah wajib, biaya perkuliahan dengan sistem paket yang terbilang cukup memberatkan menurut mereka, terdapat lebih banyak praktikum atau kegiatan lapangan daripada di semester-semester sebelumnya yang membuat mereka harus mulai beradaptasi dengan kegiatan-kegiatan tersebut, adanya target- target yang harus mereka capai untuk dapat mengikuti program Co-op dimana mereka harus memiliki IPK minimal 3,00. Mereka mengeluhkan kondisi semangat mereka yang jauh relatif menurun di semester VII ini diikuti keyakinan dalam diri mereka yang juga menurun. Selain tuntutan yang begitu banyak yang dihadapkan pada para mahasiswa dan mahasiswi semester VII ini, mereka pun mengeluhkan adanya hambatan dari dalam diri mereka berdasarkan hasil wawancara terhadap mahasiswa dan mahasiswi Institut ”X”. Hambatan-hambatan itu antara lain sulitnya mencari teman sekelompok yang benar-benar saling mendukung, terdapatnya dosen yang kurang kompeten dalam menyampaikan materi perkuliahan, fasilitas dan sarana yang kurang mendukung, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut diatas menjadi Universitas Kristen Maranatha perhatian peneliti untuk mengetahui bagaimana keyakinan para mahasiswa akan kemampuan dalam menjalani dan menghadapi keadaan tersebut; yang disebut sebagai self-efficacy. Mahasiswa yang memiliki kemauan untuk memenuhi tuntutan akademik mereka, tentu akan selalu berusaha seoptimal mungkin serta harus memiliki keyakinan akan kemampuannya guna mencapai tujuannya hingga berhasil dalam Jurnal, Hubungan antara Self-efficacy dengan penyesuaian akademik dan prestasi akademik, Volume 14 Nomer 2, September 2004. Hal ini didukung oleh Pajares 2002. Dalam penjelasannya bahwa, ”Self-efficacy also help to determine how much effort people will expend on an activity, how long they will perserve when confronting obstacles, and how resilient they will be in the face of adversive sit uations”. Self-efficacy tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan berdasarkan pemaknaan dan penghayatan mahasiswa akan sumber-sumber informasi pembentuk self-efficacy. Self-efficacy adalah penilaian diri seseorang akan kemampuan dirinya untuk memulai dan dengan sukses melakukan tugas spesifik pada level tertentu, mengerahkan usaha yang lebih kuat, dan bertahan dalam menghadapi kesulitan, memiliki rasa bahwa individu mampu untuk mengendalikan lingkungan sosialnya Bandura, 1977, 1986. Secara lebih ringkas, self-efficacy adalah keyakinan akan kemampuan diri dalam melakukan suatu tugas tertentu. Disampaikan oleh Bandura bahwa self-efficacy merupakan faktor penting yang menentukan seorang remaja mahasiswa berhasil atau tidak secara akademis karena untuk dapat memenuhi tuntutan akademis dengan baik diperlukan faktor-faktor seperti usaha Universitas Kristen Maranatha dan juga daya tahan atau keuletan mahasiswa. Kurangnya usaha dan kegigihan yang dimiliki dapat menyebabkan kegagalan mahasiswa untuk melakukan tuntutan akademik. Hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan self-efficacy memegang peranan penting yang signifikan dalam memprediksi dan menjelaskan academic performance dalam berbagai area Lent, Brown, Larkin; Marsh, Walker, Debus; Schunk; Schunk; Zimmerman, Bandura, Martinez-Pons dalam www.positivepractices.comEfficacyselfEfficacy.html. Mahasiswa yang yakin bahwa dirinya mampu menguasai materi akademik dan bisa mengatur cara belajar sendiri akan lebih banyak mencoba atau meraih tujuannya dan akan lebih sukses daripada mahasiswa yang tidak memiliki keyakinan tersebut. Self-efficacy membantu mahasiswa untuk memenuhi tuntutan dan persyaratan akademis dengan keyakinan akan kapabilitas yang dimiliki untuk mencapai penyesuaian akademik serta prestasi akademik dengan baik Pajares, 2002. Mahasiswa yang berusaha untuk mencapai kriteria akademiknya akan berusaha mencari cara-cara efektif dan efisien agar dapat memenuhinya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pintrich Gracia 1991 yang menyatakan bahwa mahasiswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan menggunakan strategi kognitif dan metakognitif yang lebih baik. Cara-cara efektif dan efisien menunjukkan adanya kemampuan untuk mengatur kemampuan dan waktu yang dimiliki dalam Jurnal, Hubungan antara Self-efficacy dengan penyesuaian akademik dan prestasi akademik, Volume 14 Nomer 2, September 2004. Universitas Kristen Maranatha Menurut Bandura 2002, individu yang memiliki self-efficacy belief yang rendah mempunyai keraguan akan kemampuan dirinya dalam hal menyelesaikan tuntutan akademik yang sedang dihadapinya. Mereka menghindari tugas-tugas sulit yang dipandang sebagai ancaman terhadap diri mereka, memiliki aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan-tujuan yang telah mereka tetapkan. Ketika berhadapan dengan tugas-tugas yang sulit mereka terpaku pada kelemahan-kelemahan dan hambatan yang akan dihadapi dan kemungkinan hasil yang tidak menyenangkan daripada berkonsentrasi bagaimana berusaha untuk mencapai sukses. Mereka menurunkan usahanya dan cepat menyerah dalam menghadapi kesulitan. Mereka lama bangkit dari kegagalan karena melihat performa yang kurang sebagai kemampuan yang tidak mencukupi, hanya dengan sedikit kegagalan saja mereka bisa kehilangan keyakinan mengenai kemampuan dirinya serta mudah terkena stress dan depresi. Sebaliknya, individu yang memiliki self-efficacy belief yang tinggi mempunyai keyakinan kuat pada kemampuan dirinya dalam hal menyelesaikan tuntutan-tuntutan akademik yang sedang dihadapinya. Hal tersebut mendorong prestasi dan kesejahteraan pribadi dalam banyak cara. Mereka menganggap tugas yang sulit dengan tantangan yang harus dikuasai dan bukan sebagai ancaman atau sesuatu yang harus dihindari. Usaha yang penuh keyakinan tersebut memunculkan minat yang berasal dari dalam diri dan usaha itu menyerap perhatian yang mendalam pada aktivitas. Mereka menentukan tujuan yang menantang dan berkomitmen terhadap tujuan tersebut. Mereka meningkatkan dan mempertahankan usaha pada waktu menghadapi kegagalan. Mereka memandang Universitas Kristen Maranatha kegagalan sebagai usaha yang tidak memadai atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang sebetulnya dapat diperoleh. Mereka mendekati situasi-situasi mengancam dengan penuh keyakinan itu menghasilkan prestasi pribadi, mengurangi stress dan menurunkan kerentanan terhadap depresi. Self-efficacy belief dapat tumbuh dan berkembang dalam diri seorang individu dikarenakan oleh sumber-sumber yang membentuknya. Sumber-sumber pembentuk self-efficacy belief itu sendiri terdapat empat macam, yaitu : mastery experience, vicarious experience, socialverbal persuation, dan juga physiological and affective states. Menurut Bandura, peran dari self-efficacy belief dan kaitannya dengan bagaimana manusia berfungsi dikatakan bahwa tingkat motivasi, keadaan afektif, dan tindakan seseorang lebih berdasarkan pada apa yang dia percaya daripada apa yang secara objektif benar Bandura, 1997. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara self-efficacy belief dengan prestasi siswa, namun masih sedikit yang mendalami bagaimana peranan sumber-sumber self-efficacy belief yang dirumuskan oleh Bandura terhadap self-efficacy belief itu sendiri. Penelitian yang telah dilakukan oleh Schunk secara khusus menyoroti bagaimana sumber self- efficacy dan pengaruhnya pada mahasiswa. Dari penelitiannya didapat hasil bahwa student self-efficacy belief seringkali berasal atau datang dari vicarious experience Schunk, 1991, yang merupakan salah satu dari sumber self-efficacy belief. Dengan itu peneliti ingin mengetahui kontribusi sumber-sumber informasi pembentuk self-efficacy belief terhadap self-efficacy belief para mahasiswa dalam Universitas Kristen Maranatha menghadapi tantangan dan tuntutan di dunia pendidikan, karena self-efficacy menentukan bagaimana cara mahasiswa dalam menghadapi tantangan akademis. Berdasarkan hasil wawancara awal peneliti kepada 30 orang mahasiswa di Insti tut “X” Kota Bandung yang berada di semester VII, didapatkan hasil sebagai berikut : Dari 30 orang mahasiswa yang diwawancarai mengenai kontribusi sumber self-efficacy belief yang pertama, yaitu mastery experience, pada pengalaman keberhasilan, sebanyak 27 orang 90 mengatakan mereka dapat menyelesaikan dan melewati semester-semester sebelumnya dengan baik sehingga mereka yakin dapat menyelesaikan semester VII dengan tepat waktu, 1 orang 3 mengatakan menjadi kurang yakin akan kemampuan diri untuk menyelesaikan dan melewati semester VII ini dengan baik dan tepat waktu karena merasa pengalaman keberhasilan yang mereka alami sebelumnya hanyalah sebuah keberuntungan, dan bagi 2 orang 7 lainnya mengatakan bahwa mereka tidak merasa pengalaman keberhasilan tersebut berkontribusi kepada keyakinan mereka untuk mampu menyelesaikan dan melewati proses perkuliahan di semester VII ini. Pengalaman kegagalan bagi 1 orang 3 mahasiswa menjadikan ia lebih yakin untuk dapat berhasil karena membuat ia lebih meningkatkan cara belajar dengan lebih bersungguh-sungguh setelah mendapatkan pengalaman kegagalan sebelumya. Bagi 26 orang 87 mahasiswa menjadi tidak yakin dapat berhasil karena merasa pengalaman kegagalan tersebut akan terulang lagi dan 3 orang 10 mahasiswa lainnya merasa tidak berkontribusi pada keyakinan akan kemampuannya dalam menjalani semester VII ini setelah menghayatinya. Universitas Kristen Maranatha Pada sumber self-efficacy belief yang kedua, vicarious experience, kontribusi pengalaman kegagalan dan keberhasilan teman dekat dan senior, bagi 2 orang 7 mahasiswa membuat mereka menjadi lebih yakin diri ketika mengetahui senior atau teman dekat yang mereka kagumi dan memiliki kemiripan karakteristik dengan diri mereka dalam hal Indeks Prestasi Kumulatif yang tidak jauh berbeda dan juga pola belajar yang hampir serupa berhasil menyelesaikan dan melewati semester VII mereka dengan baik dan tepat waktu. Bagi 3 orang 10 mahasiswa membuat kurang yakin diri untuk dapat menyelesaikan dan melewati semester VII dengan baik dan tepat waktu walaupun senior dan teman dekat yang mereka anggap memiliki banyak kesamaan karakteristik dengan mereka telah lebih dahulu berhasil menyelesaikan dan melewati semester VII dengan baik karena mereka menghayati kesamaan karakteristik pada senior dan teman dekat mereka itu sebagai faktor luar saja. Bagi 25 orang 83 mahasiswa mereka merasa keberhasilan dan kegagalan senior dan teman dekat tersebut tidak berkontribusi kepada keyakinan diri mereka untuk dapat menyelesaikan dan melewati semester VII ini dengan baik dan tepat waktu. Sedangkan sumber self-efficacy belief yang ketiga, socialverbal persuation, kontribusi umpan balik positif, meningkatkan keyakinan diri dari 25 orang 83 mahasiswa, menurunkan keyakinan diri dari 1 orang 3 mahasiswa karena ia merasa pemberian umpan balik positif tersebut hanya sebuah pujian biasa, dan 4 orang 13 mahasiswa merasa tidak berkontribusi pada keyakinan akan kemampuannya dalam menyelesaikan dan melewati semester VII ini dengan baik dan tepat waktu setelah menghayatinya. Sedangkan kontribusi Universitas Kristen Maranatha umpan balik negatif, bagi 20 orang 67 mahasiswa membuat menjadi lebih yakin diri karena umpan balik tersebut membuat mereka merasa lebih terdorong untuk menampilkan hasil yang lebih baik. Bagi 5 orang 17 mahasiswa mengatakan bahwa mereka merasa kurang yakin dapat menyelesaikan dan melewati semester VII dengan baik karena umpan balik negatif tersebut seringkali teringat oleh mereka pada saat menghadapi kegiatan perkuliahan, 5 orang 17 mahasiswa lainnya mengatakan bahwa umpan balik negatif mereka rasakan tidak berkontribusi pada keyakinan diri yang mereka miliki untuk dapat menyelesaikan dan melewati semester VII dengan baik dan tepat waktu. Pada sumber self-efficacy belief yang keempat, physiological and affective states, berkontribusi pada 28 dari 30 orang 93 mahasiswa akan kemampuan dalam menjalani seluruh tahap-tahap kegiatan perkuliahan di semester VII ini dengan baik dan tepat waktu setelah mereka menghayatinya. Sedangkan 2 orang 7 mahasiswa lainnya mengatakan bahwa keadaan fisik dan psikis mereka tidak terlalu berpengaruh terhadap kegiatan perkuliahan yang sedang mereka jalani. Berdasarkan hasil survei terhadap sumber-sumber self-efficacy belief diatas dapat terlihat bahwa setiap mahasiswa dan mahasiswi memiliki penghayatan yang berbeda-beda mengenai sumber-sumber self-efficacy belief terhadap diri mereka. Keempat sumber self-efficacy belief ini tentu saja menjadi faktor penting yang sangat mempengaruhi bagaimana para mahasiswa dan mahasiswi Institut “X” Kota Bandung ini dapat mengembangkan self-efficacy belief yang ada pada diri mereka masing-masing dan bagaimana pada akhirnya mahasiswa dan mahasiswi Institut “X” Kota Bandung dapat melewati tuntutan Universitas Kristen Maranatha dan hambatan yang mereka hadapi selama proses untuk melewati dan menyelesaikan kegiatan perkuliahan di semester VII dengan tepat waktu. Kesulitan yang tinggi dan tekanan yang besar membuat seorang mahasiswa atau mahasiswi harus memiliki beberapa sumber self-efficacy belief yang kuat di dalam dirinya. Hal ini membuat self-efficacy belief menjadi penting untuk dimiliki oleh mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut “X” Kota Bandung agar dapat bertahan hingga dapat melewati seluruh rangkaian kegiatan perkuliahan di semester VII dengan tepat waktu. Berdasarkan gejala dan fakta pada uraian di atas yang didapatkan dari survei awal, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang lebih memfokuskan pada seberapa besar kontribusi dari masing-masing sumber-sumber self-efficacy belief terhadap self-efficacy belief mahasiswa dan mahasiswi semester VII Institut “X” kota Bandung dalam upaya mereka melewati tuntutan dan hambatan yang ada di semester tersebut. Universitas Kristen Maranatha

1.2 Identifikasi Masalah