HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Isolat Cendawan Patogen Lodoh dan Patogenisitasnya pada Benih
A. mangium
Pemurnian patogen penyebab lodoh menghasilkan Fusarium solani. Adapun karakteristik isolat F. solani yang ditumbuhkan pada media PDA dan
diinkubasi pada suhu kamar, yaitu koloni berupa miselium yang berwarna putih bersih seperti kapas, arah pertumbuhan koloni menyebar ke samping dan arah ke
atas. Pada hari ke 4 di media PDA, diameter koloni berkisar 3 cm sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. F. solani. a Koloni pada media PDA berumur empat hari, b hifa dan c konidia
Konidiofor bervariasi, kadang ramping namun dapat juga gemuk dan pendek, konidia terdiri dari dua macam yakni makrokonidia dan mikrokonidia.
Makrokonidia terdiri dari beberapa sel berbentuk seperti kanoe dan ujung meruncing atau tumpul Semangun 1989.
Ciri-ciri mikroskopis yang membedakan F. solani dengan Fusarium yang lainnya yaitu F. solani memiliki mikrokonidia berwarna hialin yang terdiri dari
1-2 sel, berbentuk elips sampai panjang berukuran 8-6 x 2-4 µ
m. Makrokonidia F. solani
berwarna hialin, berbentuk memanjang, agak gemuk, ujung-ujungnya meruncing dan ada cekukan pada sel kaki, bersekat 3 dengan ukuran 28-42 x 4-6
µ m.
a b
c
Gejala serangan lodoh pada benih A. mangium dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah.
Gambar 3. Gejala serangan Lodoh pada benih A. mangium a Gejala serangan terjadi pada benih belum berkecambah b Gejala serangan terjadi
pada benih sudah berkecambah.
Gejala serangan terjadi pada benih yang belum berkecambah sehingga benih menjadi mati. Gejala tersebut disebut lodoh benih Gambar 3a dan gejala
serangan terjadi pada benih yang sudah berkecambah tetapi belum sempat muncul ke atas permukaan tanah. Gejala demikian disebut lodoh dalam tanah
Gambar 3b. Hasil uji patogenisitas menunjukkan bahwa F. solani dapat menyebabkan
penyakit lodoh Tabel 1 sehingga jenis ini digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Tabel 1. Serangan penyakit lodoh yang disebabkan oleh F. solani Perlakuan
Benih mati Kontrol
0 a F. solani
32 b
Cendawan Antagonis
Isolat Trichoderma sp. hasil isolasi pada media PDA terlihat berupa koloni yang pada mulanya berwarna putih, tetapi setelah umur 3 hari di medium PDA
a b
pada bagian tengahnya berwarna hijau yang dikelilingi oleh miselium yang berwarna putih bersih. Pertumbuhan koloni cendawan konsentris dan setelah 4-5
hari menutupi seluruh medium yang ada pada petri berdiameter 9 cm. Setelah 6-7 hari koloni tersebut berubah menjadi berwarna hijau Gambar 4.
Hasil pengamatan secara mikroskopis nampak bahwa isolat cendawan Trichoderma
sp. memiliki konidiofor dengan percabangan berbentuk piramid yaitu cabang yang lebih panjang dibawahnya. Fialid tersusun pada kelompok-
kelompok yang berbeda, terdapat 2-3 fialid perkelompok. Fialid tidak rapat dan teratur, ramping dan bengkokannya tidak teratur. Konidia bulat dengan diameter
3.5-4.5 µ
m. Morfologi secara mikroskopis dari cendawan Trichoderma sp. disajikan pada Gambar 4
Gambar 4 Trichoderma sp.: a koloni pada media PDA berumur 5 hari, b1 hifa, b2 fialid dan b3 konidia
Uji Antagonis in vitro
Hasil pengujian antagonis secara in vitro menunjukkan Trichoderma sp. menghambat pertumbuhan F. solani rata-rata hingga 29.22 . Pada hari ke 5 ,
jari-jari F. solani yang menuju kearah cawan petri r
1
mencapai 2 cm, jari-jari F. solani
yang menuju ke arah koloni Trichoderma sp r
2
mencapai 1.3 cm. Pada daerah pertemuan kedua jenis cendawan ini terdapat zona pembatas Gambar 5.
Kemampuan antagonis Trichoderma sp. dapat dilihat dari pertumbuhannya yang lebih cepat dibanding F. solani. Pada hari ke-5 jari-jari koloni Trichoderma
sp. telah mencapai 3.5 cm, sedangkan jari-jari F. solani hanya mencapai 1.3 cm. a
b
1 2
3
Gambar 5. Uji antagonis in vitro antara F. solani F dengan Trichoderma sp. T pada media PDA.
Pengaruh Minyak Sereh terhadap Pertumbuhan Patogen F. solani secara
in vitro
Penghambatan pertumbuhan arah radial cendawan patogen F. solani oleh minyak sereh disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Koloni biakan F. solani pada beberapa tingkat konsentrasi minyak sereh dalam PDA. A Kontrol B 0.1 C 0.2 D 0.4.
F. solani tumbuh pada media kontrol PDA memiliki miselia yang
bercabang-cabang, radial, dan padat dengan arah pertumbuhan horisontal dan vertikal. Pada media yang ditambahkan minyak sereh konsentrasi 0.1 sampai
dengan konsentrasi 0.4 , miselia tetap berwarna putih, bercabang-cabang, radial, TF
F T
Zona pembatas
tetapi kurang padat, dan pertumbuhannya hanya ke arah horisontal. Diameter F. solani
berkurang sejalan dengan meningkatnya konsentrasi minyak sereh. Pada minyak sereh konsentrasi 0.4, diameter F. solani hanya mencapai 16.4 mm
sedangkan pada konsentrasi 0 kontrol, 0.1, dan 0.2 diameter F. solani masing-masing mencapai 66.0 mm, 50.0 mm, dan 45.6 mm.
Tabel 2. Daya hambat minyak sereh terhadap pertumbuhan cendawan F. solani secara in vitro
Perlakuan Rata-rata Daya Hambat
0.0 kontrol 0.1
24.24 a 0.2
30.91 b 0.4
75.15 c Catatan: Angka yang diikuti huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata
berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 .
Hasil pengujian statistik menunjukkan minyak sereh berpengaruh nyata untuk menghambat pertumbuhan F. solani. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa
penghambatan pertumbuhan F. solani tertinggi 75.15 terjadi pada konsentrasi 0.4 , sedangkan penghambatan terkecil 24.14 terjadi pada konsentrasi minyak
sereh 0.1 . Berdasarkan hasil pengujian di atas, ditetapkan konsentrasi minyak sereh
0.1 yang akan digunakan untuk pelapisan benih pada tahap penelitian selanjutnya, karena pada konsentrasi tersebut minyak sereh sudah mampu
menghambat pertumbuhan F. solani.
Pengendalian Serangan F. Solani.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan bahan penginduksi minyak sereh dan filtrat Trichoderma sp. memberikan pengaruh yang tidak
nyata terhadap persentase semai mati umur 2 minggu setelah sebar Lampiran 4.
Tabel 3. Pengaruh bahan penginduksi minyak sereh dan filtrat Trichoderma sp. terhadap persentase semai mati A. mangium umur 2 minggu setelah