Pemanfaatan Gelombang Mikro untuk Mengendalikan Patogen Terbawa Benih Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.)

PEMANFAATAN GELOMBANG MIKRO UNTUK
MENGENDALIKAN PATOGEN TERBAWA BENIH
JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.)

DANI ARENGKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Gelombang
Mikro untuk Mengendalikan Patogen Terbawa Benih Jagung Manis (Zea mays
saccharata Sturt.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Dani Arengka
NIM A251120071

RINGKASAN
DANI ARENGKA. Pemanfaatan Gelombang Mikro untuk Mengendalikan
Patogen Terbawa Benih Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.) Dibimbing
oleh M. RAHMAD SUHARTANTO dan WIDODO.
Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan komoditas
hortikultura yang diminati oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini biasa
dikonsumsi sebagai makanan ringan karena mengandung kadar gula yang relatif
tinggi dan biasanya dipanen muda untuk direbus atau dibakar sehingga
masyarakat menyukainya. Permintaan pasar yang meningkat, harga yang baik,
umur yang relatif pendek dan iklim Indonesia yang sesuai untuk budidaya jagung
manis mendorong petani untuk mengembangkan usahatani tanaman ini. Namun,
dalam budidaya jagung manis sering terjadi penurunan produksi. Salah satu
penyebab terjadi penurunan produksi jagung manis adalah gangguan penyakit.
Gelombang mikro (microwave) merupakan gelombang elektromagnetik
yang mempunyai frekuensi antara 300 MHz - 300 GHz dan memiliki frekuensi

2 450 MHz yang digunakan secara luas di seluruh dunia, dengan panjang
gelombang 12.24 cm. Gelombang mikro diharapkan menjadi pilihan alternatif
untuk mengendalikan patogen terbawa benih jagung manis secara efektif dan
efisien.
Penelitian ini bertujuan mendeteksi patogen terbawa benih dan
memanfaatkan gelombang mikro untuk mengendalikan patogen terbawa benih
jagung manis serta mampu mempertahankan mutu fisiologis benih. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua
faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah kadar air benih (K) terdiri atas tiga
taraf yaitu 12.31%, 15.59% dan 20.25%. Faktor kedua lama pemanasan
gelombang mikro (M) terdiri atas lima taraf yaitu 0, 10, 20, 30 dan 40 detik.
Hasil penelitian menunjukkan deteksi awal menggunakan metode blotter
test dan growing on test ditemukan enam jenis cendawan yaitu Fusarium
subglutinans, Curvularia lunata, Penicillium sp., Aspergillus sp., Aspergillus
niger dan Perenosclerospora maydis. Benih berkadar air rendah (12.31%) dan
pemanasan gelombang mikro 30 detik dapat mengurangi infeksi F. subglutinans,
dan A. niger sebesar 75.0% dan 54.8%. Pemanasan gelombang mikro 30 detik
dapat mengurangi infeksi Penicillium sp., Aspergillus sp. dan P. maydis sebesar
33.3%, 32.9% dan 29.8%. Benih berkadar air rendah (12.31%) dan pemanasan
gelombang mikro 30 detik dapat mempertahankan viabilitas benih dengan tolok

ukur daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum, sedangkan untuk vigor
benih dengan tolok ukur kecepatan tumbuh benih dan indeks vigor dapat
dipertahankan secara nyata pada kadar air benih rendah (12.31%) dan pemanasan
gelombang mikro 20 detik.
Kata kunci: daya berkecambah, tingkat infeksi, kadar air benih, viabilitas

SUMMARY
DANI ARENGKA. Utilization of Microwave for Controlling Seed-Borne
Pathogen of Sweet Corn (Zea mays saccharata Sturt.). Supervised by M.
RAHMAD SUHARTANTO and WIDODO.
Sweet corn (Zea mays saccharata Sturt.) is one of horticultural commodities
which has great demand by Indonesian people. Sweet corn is commonly
consumed as snacks because it contains a relatively high sugar content. Boiled and
roasted corn are becoming favourite snacks especially in spending relaxing time.
Increased market demand, market price stable, short cultivating age and suitable
climate for the cultivation being several factors to encourage farmers to cultivate
sweet corn. However, decrease in production still occur, one of which caused by
disease.
Microwave is an electromagnetic wave that has a frequency between 300
MHz - 300 GHz and has a frequency of 2 450 MHz are used widely throughout

the world, with a wavelength of 12.24 cm. Microwave is a viable alternative
option for controlling seed-borne pathogen of sweet corn effectively and
efficiently.
This research aims to detect seed-borne pathogens and utilize microwaves
to control seed-borne pathogen of sweet corn and maintains the physiological seed
quality. The experimental design used was factorial Complete Randomized
Design with two factors and three replications. The first factor is the moisture
content of the seed (K) treatment with three levels, 12.31%, 15.59% and 20.25%.
The second factor is the duration of heating using microwaves (M) with five
levels 0, 10, 20, 30 and 40 seconds.
Based on the results by using two method; the blotter test and growing on
test, the tests found six types of fungi namely Fusarium subglutinans, Curvularia
lunata, Penicillium sp., Aspergillus sp., Aspergillus niger and Perenosclerospora
maydis. Treatment of 12.31% moisture content and a 30 seconds of microwave
heating can reduce infection of F. subglutinan for 75.0% and A. niger for 54.8%.
Another 30 seconds of microwave heating can reduce infection Penicillium sp.,
Aspergillus sp. and P. maydis by 33.3%, 32.9% and 29.8%. Treatment of 12.31%
moisture content and a 30 seconds of microwave heating can maintain seed
viability significantly on germination and growth potential, whereas
benchmarking of seed vigor with growth rate and seed vigor can be maintained in

the treatment of low moisture content (12.31%) and 20 seconds of microwave
heating duration.
Keywords: germination, infection rate, seed moisture content, viability

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMANFAATAN GELOMBANG MIKRO UNTUK
MENGENDALIKAN PATOGEN TERBAWA BENIH
JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.)

DANI ARENGKA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tesis : Dr Tatiek Kartika Suharsi, MS

Judul Tesis : Pemanfaatan Gelombang Mikro untuk Mengendalikan Patogen
Terbawa Benih Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.)
Nama
: Dani Arengka
NIM
: A251120071


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir M Rahmad Suhartanto, MSi
Ketua

Dr Ir Widodo, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Benih

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr


Tanggal Ujian: 18 Juli 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah
pengendalian patogen terbawa benih, dengan judul Pemanfaatan Gelombang
Mikro untuk Mengendalikan Patogen Terbawa Benih Jagung Manis (Zea mays
saccharata Sturt.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir M. Rahmad Suhartanto,
MSi dan Bapak Dr Ir Widodo, MS selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, Dewi Ermaya serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Dani Arengka


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
3


2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Terbawa Benih
Penyakit Terbawa Benih Jagung Manis
Gelombang Mikro (Microwave)
Prinsip Pemanasan Gelombang Mikro (Microwave)
Kadar Air Benih Jagung Manis

3
3
4
6
7
8

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian


9
9
9
9
10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekapitulasi Sidik Ragam
Cendawan Terbawa Benih Jagung Manis
Pengaruh Pemberian Gelombang Mikro dan Kadar Air Benih Terhadap
Infeksi Patogen dan Daya Berkecambah Benih
Pengaruh Perlakuan Benih Terhadap Kadar Air Benih
Pengaruh Perlakuan Benih Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih

14
14
15

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

22
22
22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

28

15
19
20

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh kadar air benih, lama
pemanasan gelombang mikro dan interaksinya terhadap tolok ukur
tingkat infeksi cendawan, kadar air benih, viabilitas dan vigor benih
jagung manis
2 Persentase tingkat infeksi cendawan terbawa benih jagung manis pada
berbagai kadar air benih
3 Kadar air akhir setelah perlakuan lama pemasanan gelombang mikro
pada berbagai kadar air awal (%)
4 Interaksi kadar air benih dan lama pemanasan gelombang mikro
terhadap potensi tumbuh maksimum benih (%)
5 Interaksi kadar air benih dan lama pemanasan gelombang mikro
terhadap kecepatan tumbuh (%/ etmal) dan indeks vigor benih jagung
manis (%)

14
15
19
20

21

DAFTAR GAMBAR
1 Oven gelombang mikro (Microwave) dan perlengkapannya
2 Diagram alir penelitian
3 Penurunan tingkat infeksi F. subglutinans dan daya berkecambah benih
jagung manis pada berbagai tingkat kadar air yang diberi perlakuan
pemanasan gelombang mikro
4 Penurunan tingkat infeksi A. niger pada berbagai tingkat kadar air yang
diberi perlakuan pemanasan gelombang mikro
5 Pengaruh perlakuan lama pemanasan gelombang mikro terhadap
tingkat infeksi patogen terbawa benih
6 Pengaruh perlakuan kadar air benih terhadap tingkat infeksi patogen
terbawa benih

8
13

16
17
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1 Interaksi kadar air benih dan lama pemanasan gelombang mikro
terhadap daya berkecambah benih jagung manis (%)
2 Interaksi kadar air benih dan lama pemanasan gelombang mikro
terhadap tingkat infeksi F. subglutinans dan A. niger (%)
3 Pengaruh perlakuan lama pemanasan gelombang mikro terhadap
tingkat infeksi patogen terbawa benih jagung manis (%)
4 Pengaruh perlakuan kadar air benih terhadap tingkat infeksi patogen
terbawa benih jagung manis (%)

26
26
26
27

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan salah satu
komoditas hortikultura jenis sayuran yang bernilai ekonomi tinggi. Umur produksi
jagung manis lebih singkat dan mempunyai rasa manis karena kadar gulanya 5
sampai 6% dibandingkan jagung biasa dengan kadar gula 2 sampai 3% (Darniasih
2008). Namun pengembangan tanaman jagung manis masih terkendala, hal ini
dikarenakan jagung manis memiliki ketahanan terhadap penyakit yang masih
rendah. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian produksi jagung nasional
masih rendah, dimana pada tahun 2010 produksinya 18 327 636 ton dan terjadi
penurunan produksi tahun 2011 menjadi 17 643 250 ton selanjutnya pada tahun
2012 mengalami peningkatan produksi menjadi 19 387 022 ton akan tetapi
kebutuhan jagung nasional sebesar 20 000 000 ton masih belum tercukupi
(Deptan 2012).
Rendahnya hasil jagung disebabkan oleh banyak faktor diantaranya faktor
fisik (iklim, jenis tanah dan lahan) dan faktor biologis (varietas, hama, penyakit
dan gulma) (Surtikanti 2011). Penurunan produktivitas tanaman jagung manis
yang menyebabkan kehilangan hasil baik ketika dilapangan maupun ditempat
penyimpanan disebabkan oleh penyakit dari golongan cendawan. Penyakit
tersebut merupakan cendawan utama terbawa benih atau ditransmisikan melalui
benih. Cendawan terbawa benih dapat diartikan sebagai cendawan yang terbawa
dengan, pada atau di dalam benih dan dipindahkan oleh beberapa benih. Beberapa
cendawan dapat menyebabkan gejala yang nampak dan menyebabkan kerusakan
pada tingkat yang beragam. Cendawan dapat berada pada benih tanaman baik
pada fase awal pembuahan maupun pematangan buah.
Penyakit terbawa benih harus mendapat perhatian dalam proses produksi
pertanian karena sering menimbulkan kerugian dalam berbagai hal: (1) Inokulum
patogen terbawa benih dapat menurunkan daya kecambah benih, meningkatkan
kematian bibit/tanaman muda serta meningkatkan perkembangan penyakit di
lapang. Gangguan tersebut pada akhirnya akan menurunkan produksi dalam
kualitas dan kuantitas, (2) Benih sebagai pembawa suatu cendawan baru atau
strain cendawan baru ke suatu tempat sehingga penyakit akan menimbulkan
ledakan suatu penyakit di tempat tersebut, dan (3) Benih yang terinfeksi atau
membawa cendawan sering terkontaminasi oleh toksin (mikotoksin) yang
dihasilkan oleh cendawan dan dapat merubah nilai nutrisi benih tersebut
(Soekarno 2003).
Penyakit penting pada tanaman jagung manis adalah penyakit bulai yang
disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora maydis. Penyakit bulai dapat
menyebabkan kegagalan panen terutama bila menyerang tanaman jagung manis
varietas rentan penyakit dan umur muda. Penyakit ini mengakibatkan gagal panen
atau puso antara 90 sampai 100% (Barbosa et al. 2006). Penyakit lain yang
menyerang tanaman jagung yaitu penyakit busuk batang/tongkol disebabkan oleh
cendawan Fusarium sp. (Surtikanti 2011). Beberapa penyakit ini sudah menyebar
di seluruh Indonesia, bahkan di beberapa daerah tertentu telah menjadi penyakit
yang endemik.

2
Infeksi cendawan pada benih mengakibatkan berbagai kerusakan meliputi
kerusakan fisik, kimia, bau, warna, tekstur, dan nilai nutrisi. Selain itu gangguan
cendawan dapat menyebabkan penurunan daya berkecambah, vigor lemah,
pertumbuhan kecambah yang abnormal, kerusakan dan gangguan fisiologis pada
berbagai tahap pertumbuhan tanaman, kerusakan pada masa panen dan gangguan
di tempat penyimpanan. Oleh karena itu, keberadaan cendawan penyebab
penyakit sangat penting untuk diperhatikan karena dapat menyebabkan kehilangan
hasil yang cukup tinggi. Usaha yang sering dilakukan selama ini dalam
penanganan cendawan penyebab penyakit adalah dengan menggunakan fungisida.
Penemuan fungisida sistemik berbahan aktif metalaksil pada tahun 1977
digunakan untuk mengendalikan patogen terbawa benih. Secara umum fungisida
berbahan aktif metalaksil digunakan melalui perlakuan benih dan efektif dalam
mengendalikan cendawan Peronosclerospora sp. pada tanaman sorgum dan
jagung. Namun, ketergantungan terhadap fungisida yang tidak terkendali dapat
menimbulkan terjadinya resistensi. Selain menyebabkan resistensi pada
cendawan, fungisida juga dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem di sekitarnya
(Lukman et al. 2013). Oleh sebab itu, untuk mengatasi penyakit terbawa benih
dan upaya mengurangi dampak negatif akibat penggunaan bahan kimia dalam
pengendalian penyakit, maka perlu diupayakan cara pengendalian lain, seperti
pemanasan dengan gelombang mikro.
Kondisi pemanasan dengan alat biasa dan konvensional masih memiliki
banyak kelemahan yang menyebabkan pengendalian cendawan tidak efektif, maka
digunakan alternatif lain untuk mengendalikan patogen terbawa benih jagung
manis. Cara alternatif tersebut yaitu dengan pemanasan gelombang mikro.
Pemanasan dengan gelombang mikro dapat menghentikan pertumbuhan cendawan
dengan cepat dan efisien. Pemanasan ini dilakukan dengan menerapkan sistem
pemanasan dielektrik, dengan menggunakan gelombang elektromagnetik langsung
ke molekul air dalam benih jagung. Proses ini diharapkan dapat membunuh
cendawan secara efektif dengan memanaskan air yang ada di dalam benih jagung
manis dan sekaligus memanaskan tubuh patogen terbawa benih itu sendiri.
Gelombang mikro (microwave) merupakan gelombang elektromagnetik
yang mempunyai frekuensi antara 300 MHz sampai 300 GHz. Teknologi
sterilisasi gelombang mikro didasarkan pada pemanasan dielektrik. Pemanasan
dengan gelombang mikro mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
pemanasan konvensional, karena panas dibangkitkan secara internal akibat
getaran molekul-molekul benih yang dipanaskan oleh gelombang mikro (Maria &
Alexandra 2010). Gelombang mikro lazim digunakan dalam proses pengawetan
pangan yang berasal dari komoditas hasil pertanian. Saat pra-tanam, perlakuan ini
juga efektif untuk mempertahankan daya berkecambah benih dan mengendalikan
penyakit terbawa benih. Gelombang mikro juga dilaporkan memberikan pengaruh
yang positif dalam mengendalikan hama gudang saat pasca panen dan oleh
karenanya telah diterapkan dengan baik di Amerika Serikat, Eropa dan Cina
(Nelson 2011). Perlakuan panas dengan gelombang mikro mampu mengendalikan
populasi Trichoconis padwickii pada padi, A. flavus, Alternaria sp, Penicillium sp
dan Rhizopus sp pada barley, F. semitectum dan A. flavus pada jagung serta
Macrophomina phaseolina pada benih wijen (Janhang et al. 2005,
Vassanacharoen 2005, Vassanacharoen 2006, Chalsathidvanich 2010).

3
Hasil penelitian menyebutkan proses pemanasan gelombang mikro bersifat
spesifik pada komoditas hasil pertanian yang diuji, namun frekuensi yang
digunakan bersifat tetap yakni 2 450 MHz (Tylkowska et al. 2010, Warchalewski
et al. 2011). Berdasarkan kisaran frekuensinya, gelombang elektromagnetik dapat
dibedakan menjadi dua, yakni: gelombang radio yang memiliki kisaran frekuensi
antara 3 Hz hingga 300 GHz dan gelombang mikro yang terdiri atas ultra high
frequency (UHF) berukuran antara 300 MHz hingga EHF (extreme high
frequency) yang berukuran 3 GHz. Proses pengawetan pangan, frekuensi
gelombang mikro yang sering digunakan 12 sampai 2 450 MHz, dengan
pertimbangan ramah lingkungan, aman terhadap operator serta tidak memberikan
efek samping yang merugikan kesehatan tubuh (Wang & Tang 2001).
Pemanasan dengan menggunakan gelombang mikro merupakan perlakuan
benih secara fisik. Perlakuan fisik umumnya dapat digunakan karena mampu
mengendalikan patogen tanpa mencemari lingkungan. Pemanfaatan gelombang
mikro diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam mengendalikan patogen
terbawa benih tanpa merusak tekstur dan struktur benih itu sendiri. Selain itu
mampu mengendalikan patogen secara cepat, akurat dan sederhana.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu mendeteksi patogen terbawa benih dan
memanfaatkan gelombang mikro untuk mengendalikan patogen terbawa benih
jagung manis serta mampu mempertahankan mutu fisiologis benih.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Terbawa Benih
Benih merupakan komponen utama dalam sistem produksi komoditas
pertanian yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Benih juga komoditas
internasional sebagai barang pertukaran dan transaksi plasmanutfah yang sejalan
dengan perkembangan peradaban manusia. Di sisi lain benih adalah bagian dari
struktur perbanyakan tanaman dimana sebagai starting unit dan end unit dalam
siklus hidup tumbuhan. Namum, benih juga berperan dalam keajadian penyakit
tanaman karena sebagai sarana potensial dan efektif untuk penyebaran penyakit.
Hal ini merupakan ancaman bagi sistem produksi pertanian di suatu Negara
(Soekarno 2007).
Karakteristik benih bermutu tinggi adalah bebas dari penyakit terbawa
benih (seedborne). Patogen dapat menginfeksi benih yang sedang berkecambah,
sehingga bibit tidak muncul. Apabila perkecambahan tidak dipengaruhi tetapi
patogen tetap berkembang biak, kecambah/bibit yang dihasilkan akan abnormal.
Penyakit terbawa benih, penyakit yang sering menyerang saat awal tanam, serta
hama dapat merusak produksi tanaman apabila tidak dikontrol. Oleh karena itu,
perlakuan benih telah dikembangkan agar (1) menghasilkan pertumbuhan bibit

4
yang baik, (2) meminimalkan kehilangan hasil, (3) mempertahankan dan
memperbaiki mutu, dan (4) menghindari penyebaran organisme berbahaya (Ilyas
2012).
Pengujian kesehatan benih bertujuan untuk mengetahui status kesehatan
dari suatu kelompok benih. Pengujian ini perlu dilakukan karena
banyak mikroorganisme terbawa benih yang bersifat patogenik. Patogen yang
terbawa oleh benih dapat berupa cendawan, bakteri, virus, dan nematoda (ISTA
2010). Lokasi patogen pada benih biasanya terdapat pada permukaan benih, di
dalam jaringan benih, dan di luar benih (terbawa bebas bersama benih). Patogen
pada permukaan benih (kulit biji) berasal dari kontaminasi dari luar yang terjadi
pada saat panen, threshing, pada pascapanen. Patogen yang berada di dalam
jaringan benih terjadi melalui proses infeksi patogen yang mapan dan bertahan,
baik yang menginfeksi langsung dari jaringan tanaman induk maupun penularan
dari luar. Penularan dari luar dapat terjadi dengan cara infeksi sistemik melalui
stigma, dinding ovari, kulit biji, tangkai, bunga dan buah. Adapun patogen yang
terbawa bebas bersama benih ada pada sisa-sisa tanaman dan/atau butiran tanah
(Soekarno 2007).

Penyakit Terbawa Benih Jagung Manis
Penyakit Bulai (Peronosclespora maydis)
Penyakit yang sering terjadi pada tanaman jagung manis adalah penyakit
bulai atau downy mildew yang disebabkan oleh Peronosclerospora sp. yang sejak
lama telah menimbulkan kerugian yang cukup besar, sehingga penyakit ini banyak
dikenal petani. Penyakit bulai merupakan penyakit epidemik yang menyerang
hampir disetiap musim terutama pada tanaman jagung manis yang ditanam di luar
musim tanam atau terlambat tanam (Sudana et al 2002).
Surtikanti dan Efendi (2010) menyatakan bahwa, serangan penyakit bulai
dapat menyebabkan: (1) pada tanaman yang berumur 2 sampai 3 minggu, daun
kecil, runcing, kaku dan pertumbuhan batang terhambat, warna daun kekuningan,
sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan berwarna putih, (2) pada
tanaman berumur 3 sampai 5 minggu, tanaman yang terserang mengalami
gangguan pertumbuhan, daun terlihat berklorotik dimulai dari bagian pangkal
daun, tongkol berubah bentuk, dan (3) pada tanaman dewasa terdapat garis-garis
kecoklatan pada daun tua. Fitriani (2009) menambahkan bahwa cendawan P.
maydis membentuk haustoria dalam sel-sel inang untuk menyerap makanan.
Selain itu cendawan P. maydis dapat bertahan hidup sebagai miselium dalam
embrio benih yang terinfeksi. Bila benih ini ditanam, cendawan ikut berkembang
dan menginfeksi bibit, selanjutnya dapat menjadi sumber penyakit. Infeksi terjadi
melalui stomata daun jagung muda atau di bawah umur satu bulan. Susan &
Jepson (2007) menambahkan bahwa tanaman yang terserang pada fase vegetatif
akan terhambat pertumbuhannya dan bisa menyebabkan kematian sedangkan pada
fase generatif tanaman akan menghasilkan serbuk sari dalam jumlah yang
sedikit. Cendawan P. maydis termasuk penyakit terbawa benih dimana miselium
akan berkembang di dalam pericarp, embrio dan endosperma pada benih.

5
Penyakit busuk batang/tongkol (F. subglutinans)
Penyakit busuk batang/tongkol disebabkan oleh beberapa spesies
Fusarium sp. sehingga menyebabkan terjadinya pembusukan pada batang/tongkol
dan akar, selain itu mahkota dan ruas batang bawah tanaman jagung dapat
terinfeksi. Penyakit busuk batang/tongkol biasanya menyerang pada saat terjadi
penyerbukan dan menjadi lebih parah pada saat tanaman dewasa. Cendawan F.
subglutinans merupakan penyebab penyakit busuk tongkol sehingga
mengakibatkan terjadinya pembusukan berwarna putih agak violet, tergantung
dari banyak sedikitnya cendawan dan cuaca (Sweets 2008).
Tagne et al. (2013) menyatakan bahwa cendawan Fusarium sp. merupakan
cendawan utama terbawa benih dengan tingkat infeksi dapat mencapai
50%. Umumnya, Fusarium sp. menginfeksi benih dan menjadi aktif dalam
jaringan tanaman ketika benih ditanam. Pada lingkungan yang sesuai bagi
perkembangannya, spora akan keluar dan melakukan infeksi awal melalui luka
yang mampu mempenetrasi jaringan tanaman. Wakman (2008) menambahkan
cendawan Fusarium sp. dominan ditemukan pada tanaman jagung dan
menginfeksi akar, batang, pelepah, dan tongkol, terutama benih. Gejala khas
cendawan ini adalah terdapat kumpulan miselia pada bagian permukaan batang
atau tongkol dan benih jagung, berwarna keputihan dan terdapat warna merah
jambu. Infeksi pada batang jagung biasanya menyebabkan pembusukan, invasi ke
dalam benih melalui rambut jagung pada ujung tongkol, selanjutnya menginfeksi
benih pada bagian dalam tongkol dengan cara menginfeksi ke bagian internal
benih jagung, dan dapat ditularkan melalui benih.
Fusarium sp. adalah patogen utama yang sering dijumpai pada beberapa
jenis tanaman dan dilaporkan memiliki 31 spesies. Salah satunya F. subgluitnans
yang dominan ditemukan pada tanaman jagung dan menginfeksi akar, batang,
pelepah, dan tongkol, terutama benih (Schutless et al. 2002). F. subgluitnans
menghasilkan spora aseksual, miselia terbagi atas 3 sampai 7 sekat dan berukuran
2.4 sampai 4.9 x 150 x 160 μm. Konidia dihasilkan dari rantai potongan hipa,
berdiameter 25 sampai 50 x 3 sampai 9 μm. Cendawan Fusarium sp. berkembang
pada suhu 20 sampai 22 oC dengan pH netral dan kandungan N tanah tinggi. Pola
sebaran cendawan Fusarium sp. mulai dari daerah dingin (suhu < 5 oC) sampai
daerah tropika (suhu diatas 25 oC), dari daerah kering (curah hujan tahunan < 250
mm) sampai daerah basah (curah hujan tahunan > 1000 mm).
Bercak Daun (Curvularia lunata)
Penyakit bercak daun disebabkan oleh Curvularia lunata. Patogen ini
menyerang bagian daun tanaman dengan gejala mula-mula terlihat bercak daun
yang tidak teratur pada ujung daun, pusat bercak berwarna coklat keputih-putihan
dan tepinya berwarna coklat tua, kemudian akan meluas ke arah pangkal daun
sehingga seluruh daun mengering (Fitriani 2009). Bercak yang disebabkan oleh
Curvularia lunata. dengan hawar yang disebabkan Helminthosporium turcicum sulit
dibedakan karena gejala keduanya seringkali menyatu.
Cendawan Curvularia sp. memiliki koloni yang biasanya mirip beludru atau
kapas. Konidiofor berbentuk tunggal atau berkelompok, tampak sederhana, lurus
atau membengkok, berwarna coklat, memiliki panjang 600 µm dan lebar 5-9 µm
pada bagian basis. Konidia terdiri dari 3 sampai 4 septa, umumnya membengkok
pada bagian sel yang paling lebar dan paling coklat, sel-sel yang ada di ujung

6
berwarna lebih hialin dan berukuran (18-37) x (8-14 µm). Perkembangan
cendawan Curvularia sp sangat cepat dan biasanya penyebarannnya melalui
angin atau percikan air hujan dan perantaraan manusia. Cendawan ini inangnya
cukup banyak sehingga mudah tersebar selain tanaman serealia juga gulma.
Apabila tidak ada pertanaman konidianya bisa bertahan pada jerami bekas
pertanaman (Michel et al. 2013).

Gelombang Mikro (Microwave)
Gelombang mikro (microwave) merupakan suatu bentuk gelombang
elektromagnet. Dalam spektrum frekuensi gelombang mikro terletak antara 300
MHz sampai 300 GHz, atau antara gelombang radio dan inframerah. Karena letak
spektrum frekuensinya yang mendekati gelombang radio, maka agar tidak
mengganggu frekuensi gelombang lainnya, hanya frekuensi tertentu yang
diizinkan oleh Industrial, Science and Medical Frequences (ISM) untuk keperluan
industri. Frekuensi 2 450 MHz secara umum digunakan secara luas di seluruh
dunia, dengan panjang gelombang 12.24 cm. Gelombang elektromagnetik
merupakan energi listrik dan magnet yang bergerak bolak balik (oscillate) dan
menghasilkan gelombang yang harmonis (Ramanadhan 2005). Ada tiga nada
frekuensi yang termasuk ke dalam frekuensi gelombang mikro yaitu UHF (Ultra
High Frequency), SHF (Super High Frequency) dan EHF (Extremely High
Frequency) (Kraus & Ronald 2002).
Mekanisme perpindahan panas yang digunakan oleh gelombang mikro
adalah secara radiasi. Radiasi merupakan perpindahan panas dari suatu benda ke
benda lainnya, tanpa adanya kontak fisik, melalui gerakan gelombang. Menurut
Taylor dan Atri (2005), mekanisme dasar dari pemanasan gelombang mikro
disebabkan adanya agitasi molekul-molekul polar atau ion-ion yang bergerak,
karena adanya gerakan medan magnetik atau elektrik. Adanya gerakan medan
magnetik dan elektrik menyebabkan partikel-partikel untuk berorientasi atau
mensejajarkan dengan medan tersebut. Pergerakan partikel-partikel tersebut
dibatasi oleh gaya pembatas (interaksi partikel dan ketahanan dielektrik). Hal ini
menyebabkan gerakan partikel tertahan dan membangkitkan gerakan acak
sehingga menghasilkan panas.
Konsep gelombang mikro didasarkan pada proses pembangkitan panas
secara cepat dari molekul air dalam produk pangan yang terpapar gelombang
elektromagnetik. Energi panas yang dihasilkan selanjutnya akan meningkatkan
suhu dalam produk pangan (Stalam 2011). Perubahan drastis molekul air ini
mengakibatkan pencapaian suhu target berlangsung sepuluh kali lebih cepat
dibanding perlakuan panas konvensional (Wang & Tang 2001). Dengan demikian,
perlakuan gelombang mikro memiliki potensi yang sangat baik untuk
dikembangkan di masa mendatang karena mampu menginaktivasi organisme
maupun mikroorganisme yang menggangu.
Laju perpindahan panas pada proses pemanasan benih dengan gelombang
mikro berlangsung secara volumetrik berbeda dengan proses pengeringan secara
konvensional. Gabriela dan Simina (2011) melaporkan terjadinya aliran energi
panas dari dalam bahan keluar akibat absorbsi energi elektromagnetik oleh
molekul air yang terkandung dalam material. Hal ini menyebabkan terjadinya

7
penurunan tingkat kelembaban bahan akibat adanya transfer panas dari bagian
dalam benih ke luar.
Pemanasan menggunakan gelombang mikro sangat dipengaruhi oleh
kemampuan bahan untuk menyerap energi gelombang mikro itu sendiri.
Kemampuan bahan dalam menyerap gelombang mikro ditentukan dari jumlah
panas yang dihasilkan dikenal dengan istilah loss factor. Bahan pangan dengan
kandungan air tinggi mempunyai loss factor yang tinggi. Bahan tersebut akan
menyerap energi dengan cepat sehingga penguapan air terjadi dengan cepat
sehingga waktu pemanasan dapat dipersingkat (Mujumdar 2003).

Prinsip Pemanasan Gelombang Mikro (Microwave)
Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui dari
dua mekanisme, yaitu rotasi dua kutub (dipolar) dan konduksi ionik. Sehingga
hanya dua kutub dan molekul ionik yang dapat berinteraksi dengan gelombang
mikro dan menghasilkan panas. Rotasi dua kutub terjadi apabila molekul yang
mempunyai struktur dua kutub ditempatkan dalam medan osilasi listrik. Molekul
tersebut akan mendapat energi rotasional sesuai dengan arah medan. Ketika
medan tersebut dipasang, seluruh molekul akan berada sesuai dengan arah medan
awal. Ketika medan dibalikkan maka melekul akan berputar terbalik dan
menimbulkan tumbukan lebih lanjut dengan molekul yang ada di sekitarnya.
Energi tumbukan ini akan menimbulkan peningkatan temperatur molekul
(Gunawan 2008).
Energi panas yang dihasilkan relatif tinggi, molekul-molekul air pada
bahan dapat berfungsi sebagai penyerap energi dan energi yang dihasilkan lebih
efektif. Pemanasan dengan gelombang mikro merupakan akibat dari interkasi
kimia benih jagung dengan medan elektromagnetik. Pada saat gelombang
mengenai benih jagung akan terjadi satu sampai tiga kemungkinan yaitu: energi
diserap, energi yang dipantulkan dan energi yang tidak dipantulkan. Pemanasan
dengan gelombang mikro sangat dipengaruhi oleh ketebalan bahan yang
dipanaskan. Ketebalan ini berhubungan dengan besarnya daya tembus gelombang
mikro yang mengakibatkan daya tembusnya tidak merata disetiap titik ketebalan
bahan, sehingga pemanasan pun tidak sama antara titik bahan. Jumlah sampel
akan sangat berpengaruh, semakin besar sampel yang dipanaskan oleh gelombang
mikro maka semakin besar pula waktu yang dibutuhkan.
Ada beberapa fenomena yang terjadi ketika gelombang elektromagnetik
merambat pada suatu medium. Fenomena ini bergantung pada polarisasi
gelombang, geometri permukaan, sifat material dan karakteristik relatif material,
yaitu: (1) Pemantulan (reflection): Setiap kali gelombang elektromagnetik
merambat pada permukaan halus, sebagian gelombang akan tercermin.
Pemantulan ini dapat dianggap sebagai spekular, sudut masuknya gelombang ke
permukaan akan sama dengan sudut sinyal di pantulkan (2) Hamburan
(scattering): Hamburan terjadi ketika suatu gelombang elektromagnetik merambat
pada permukaan yang kasar atau tidak teratur sehingga menyebabkan refleksi
terjadi dalam berbagai arah (3) Pembiasan (refraction): Pembiasan merupakan
perambatan dari satu medium ke medium lainnya yang mengakibatkan
pembelokkan arah rambat gelombang dan (4) Penyerapan (absorbstion):

8
Penyerapan terjadi pada saat gelombang menabrak suatu material sehingga
menyebabkan gelombang melemah atau teredam (Seybold 2005).

Gambar 1. Oven gelombang mikro (Microwave) dan perlengkapannya
Keterangan :
1. Ruang untuk memanaskan
2. Jendela, untuk memeriksa benih jagung saat oven sedang bekerja
3. Pintu oven, pintu harus ditutup rapat saat oven bekerja
4. Kait pengunci
5. Panel kontrol
6. Poros penggerak tadah putar
7. Poros gerak dan tadah putar (turn table) terbuat dari kaca tahan panas untuk
meletakkan benih jagung yang akan diuji
8. Penyangga tadah putar

Kadar Air Benih Jagung Manis
Kadar air benih merupakan berat air yang yang dikandung di dalam benih
dan akan hilang bila dipanaskan sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Tujuan
penetapan kadar air diantaranya untuk mengetahui kadar yang tepat selama
penyimpanan dan untuk melihat persentase kadar air yang tepat dalam rangka
meningkatkan viabilitas benih. Pemanenan jagung bersama tongkolnya dengan
kelobot relatif basah dan dipanen pada musim hujan, biasanya kadar air benih
pada kondisi tersebut berkisar antara 30 sampai 35% dan ada kalanya mencapai
40%. Pemanenan tongkol pada lahan sawah tadah hujan, kadar air benih sudah
agak rendah, yaitu 25 sampai 30%. Kadar air benih yang aman untuk disimpan
berkisar antara 12 sampai 14%. Kadar air menununjukkan tingkat kekeringan dan
mempunyai aspek terhadap daya simpan serta mutu hasil proses selanjutnya.
Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi kemampuan
benih untuk mempertahankan viabilitasnya (Kastanja 2007).
Niaz et al. (2011), melakukan penelitian pada benih jagung dengan kadar
air 8%, 12%,16% dan 20% disimpan pada suhu 4 ºC, 25 ºC, 35 ºC dan 40 ºC
selama 6 bulan. Hasilnya menunjukkan bahwa infeksi cendawan Aspergillus yang
tertinggi ditemukan pada kadar air 20% dan disimpan pada suhu 25 ºC dan 40 ºC,

9
namun infeksi cendawan terendah ditemukan pada kadar air 8% dan disimpan
pada suhu 4 ºC. Infeksi cendawan lainnya seperti Absidia hesseltini, Alternaria
alternata, Fusarium sp., dan Penicillium sp., pada benih jagung dengan kadar air
benih 8%, 12%, 16% dan 20% dan disimpan pada suhu 25 °C, 35 °C dan 40 °C
mengakibatkan perkecambahan benih mengalami penurununan secara signifikan.
Janhang (2005) menyatakan bahwa perlakuan benih padi pada berbagai suhu
dengan memanfaatkan gelombang elektromagnetik dapat mengendalikan
cendawan terbawa benih padi. Pemanfaatan gelombang elektromagnetik dengan
suhu 70 oC mampu menurunkan kadar air benih padi menjadi 9.7%, dimana kadar
air benih padi sebelum digunakan gelombang elektromagnetik yaitu 10.4%.

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Benih, Departemen
Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian dan Rumah Kaca Kebun
Percobaan Cikabayan Institut Pertanian Bogor pada bulan Oktober 2013 sampai
April 2014.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung manis
varietas SC 139 yang telah afkir, kertas merang, Na hipoklorit 1% dan akuades.
Peralatan yang digunakan meliputi oven gelombang mikro (microwave) dengan
Frekuensi 2 450 MHz, oven, alat pengecambah benih tipe IPB 72-1, tray, gelas
obyek, gelas penutup, mikroskop stereo, mikroskop kompon, autoklaf, ruang
inkubasi, cawan petri, pinset dan cawan alumunium.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) yang
terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah kadar air benih (K) terdiri atas tiga
taraf yaitu 12.31%, 15.59% dan 20.25%. Faktor kedua lama pemanasan
gelombang mikro (M) terdiri atas lima taraf yaitu 0, 10, 20, 30 dan 40 detik.
Dengan demikian terdapat 15 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan terdiri
atas 3 ulangan, sehingga seluruhnya terdapat 45 satuan percobaan.
Model linier rancangan percobaan yang digunakan yaitu sebagai berikut :
ܻijk =μ+αi+τj+βk+(ατ)ij+εijk
i = 1, 2, 3
j = 0, 1, 2, 3, 4
k = 1, 2, 3
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan kelompok ke-k pada perlakuan kadar air benih ke-i dan
lama pemanasan gelombang mikro ke-j

10
µ
αi
τj
βk
(ατ)ij

=
=
=
=
=

nilai tengah umum
pengaruh taraf ke-i dari faktor perlakuan kadar air benih
pengaruh taraf ke-j dari faktor lama pemanasan gelombang mikro
pengaruh kelompok ke-k
pengaruh interaksi faktor perlakuan kadar air benih ke-i dan lama
pemanasan gelombang mikro ke-j
εijk
= pengaruh galat percobaan pada perlakuan kadar air benih ke-i, lama
pemanasan gelombang mikro ke-j, kelompok ke-k
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan dilakukan analisis
ragam (uji F). Apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut
dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata
5% (Gomez & Gomez 1995).

Pelaksanaan Penelitian
Penetapan Kadar Air Benih Jagung Manis
Penurunan kadar air benih jagung manis varietas SC 139 dilakukan dengan
cara menjemur benih pada suhu tidak lebih dari 40 oC. Kadar air benih jagung
manis yang akan digunakan sesuai dengan taraf perlakuan yaitu 12.31%, 15.59%
dan 20.25%.
Pengukuran kadar air benih (%) dilakukan dengan cara menimbang berat
cawan, kemudian benih sebanyak 20 butir dimasukkan ke dalam cawan,
ditimbang dan dicatat berat sebelum dikeringkan. Setelah ditimbang, benih di
dalam cawan dioven pada suhu konstan rendah 103 ± 2º C selama 17 ± 1 jam
(ISTA 2010). Benih yang telah dioven dimasukkan dalam desikator selama 30
menit. Setelah dingin ditimbang berat kering benih. Kadar air benih dihitung
dengan rumus :
(M2 − M1) − (M3 − M1)
KA (%) =
x 100%
(M2 − M1)
Keterangan :
M1 = berat cawan kosong (g)
M2 = berat awal (benih + cawan sebelum dioven) (g)
M3 = berat akhir (benih + cawan setelah dioven) (g)
Deteksi Cendawan Terbawa Benih Jagung Manis
Deteksi cendawan terbawa benih jagung manis dilakukan guna
mengetahui jenis dan jumlah cendawan yang menginfeksi benih. Adapun jenis
cendawan yang dideteksi pada benih jagung manis yaitu F. subglutigans, C.
lunata dan P. maydis. Benih jagung manis yang digunakan adalah varietas SC 139
dan deteksi cendawan terbawa benih jagung dilakukan dengan metode:
a. Metode blotter test
Deteksi dilakukan pada benih jagung manis dengan menggunakan metode
blotter test, cendawan yang akan diamati yaitu F. subglutigans dan C. lunata.
Benih jagung manis sebanyak 300 butir (tiga ulangan @ 100 benih) yang sudah
didisinfeksi dengan Na hipoklorit 1% dan dicuci dengan air serta dikeringkan
dengan tisu, dikeringangin, kemudian ditanam pada kertas merang lembab dalam
cawan petri. Deteksi dilakukan di bawah mikroskop stereo dan mikroskop

11
compound setelah 7 hari inkubasi pada inkubator suhu 25 °C dengan penyinaran
NUV 12 jam terang dan 12 jam gelap secara bergantian (Mathur & Kongsdal
2003). Pengamatan persentase infeksi dilakukan terhadap semua jenis cendawan
terbawa benih.
Tingkat infeksi (%) =

Jumlah benih yang terinfeksi
x100%
Jumlah benih yang ditanam

b. Metode growing on test
Deteksi dengan menggunakan metode growing on test dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui tingkat infeksi cendawan P. maydis pada benih. Deteksi
dengan metode growing on test dilakukan dengan cara benih ditumbuhkan pada
media tanam di tempat pembibitan hingga berumur 3 minggu setelah tanam. Diamati
secara visual cendawan P. maydis dengan melihat gejalanya seperti daun kecil,
runcing, kaku, pertumbuhan batang terhambat, warna daun kekuningan, sisi
bawah daun terdapat lapisan spora cendawan berwarna putih, daun terlihat
berklorotik dimulai dari bagian pangkal daun (Mezzalama 2012) Total benih
jagung manis varietas SC 139 yang digunakan berjumlah 400 butir (empat ulangan
@ 100 benih). Persentase cendawan terbawa benih dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Jumlah benih yang terinfeksi
Tingkat infeksi (%) =
x100%
Jumlah benih yang ditanam
Pemanasan Gelombang Mikro (Microwave)
Pemanasan dilakukan dengan menggunakan oven gelombang mikro
terhadap sampel benih jagung manis varietas SC 139 dengan kadar air 12.31%,
15.59% dan 20.25%. Oven gelombang mikro dengan frekuensi 2 450 MHz
dinyalakan, selanjutnya wadah yang berisi benih secara berturut turut dipanaskan
dengan oven gelombang mikro selama 0, 10, 20, 30 dan 40 detik. Benih
dikeluarkan dari oven gelombang mikro dan dilakukan pengujian viabilitas dan
vigor benih, kadar air benih serta dilakukan pengujian kesehatan benih dengan
cara mendeteksi benih jagung manis menggunakan metode blotter test dan metode
growing on test. Jumlah benih yang digunakan untuk pengujian kadar air benih
dan metode blotter test yaitu 300 butir per perlakuan sedangkan pengujian
viiabilitas dan vigor benih serta metode growing on test digunakan sebanyak 400
butir per perlakuan.
Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Jagung Manis
Pengujian viabilitas dan vigor benih dilakukan dengan cara
mengecambahkan benih jagung manis dengan menggunakan metode uji kertas
digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) kemudian dimasukkan dalam alat
pengecambah benih tipe IPB 72-1. Pengamatan viabilitas dan vigor benih
dilakukan terhadap tolok ukur Kadar Air Benih (KA), Daya Berkecambah (DB),
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM), Kecepatan Tumbuh (KCT) dan Indeks Vigor
(IV).
1. Kadar Air Benih (KA)
Pengukuran kadar air benih (%) dilakukan dengan cara menimbang
berat cawan, kemudian benih sebanyak 20 butir dimasukkan ke dalam cawan,
ditimbang dan dicatat berat sebelum dikeringkan. Setelah ditimbang, benih di

12

2.

3.

4.

5.

dalam cawan dioven pada suhu konstan rendah 103 ± 2º C selama 17 ± 1 jam
(ISTA 2010). Benih yang telah dioven dimasukkan dalam desikator selama 30
menit. Setelah dingin ditimbang berat kering benih. Kadar air benih dihitung
dengan rumus :
(M2 − M1) − (M3 − M1)
KA (%) =
x 100%
(M2 − M1)
Keterangan :
M1 = berat cawan kosong (g)
M2 = berat awal (benih + cawan sebelum dioven) (g)
M3 = berat akhir (benih + cawan setelah dioven) (g)
Daya Berkecambah (DB)
Pengukuran daya berkecambah benih (%) dihitung berdasarkan persentase
jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (4 HST) dan hitungan kedua
(7 HST) yang dibandingkan dengan jumlah total benih yang ditanam (ISTA
2010). Pengujian DB dilakukan menggunakan metode uji kertas digulung
didirikan dalam plastik (UKDdp) sebanyak 400 butir benih dengan 100 butir
setiap ulangan.
Daya berkecambah benih dihitung dengan rumus :
Ʃ KN Hitungan I + Ʃ KN Hitung II
DB (%) =
× 100%
Ʃ benih yang ditanam
Keterangan :
KN = Kecambah Normal
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan persentase benih yang
tumbuh menjadi kecambah normal maupun kecambah abnormal pada
pengamatan hari terakhir yaitu 7 Hari Setelah Tanam (HST) per jumlah benih
yang ditanam. Potensi tumbuh maksimum dihitung dengan rumus :
Ʃ benih yang tumbuh
PTM(%) =
× 100%
Ʃ benih yang ditanam
Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh diukur berdasarkan persentase kecambah normal pada
waktu tanam sampai akhir pengamatan (7 HST). Pengamatan dilakukan setiap
hari terhadap pertambahan persentase kecambah normal dibagi dengan etmal
(24 jam). Nilai etmal kumulatif dimulai saat benih ditanam sampai dengan
waktu pengamatan. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus :

KCT (% KNൗetmal) = ∑୲୬
଴ ୲
Keterangan :
t = Waktu pengamatan ke- i
N
= Persentase kecambah normal setiap waktu pengamatan
tn
= Waktu akhir pengamatan (hari ke 7)
Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal
pada hitungan pertama (first count) (4 HST) di bagi dengan jumlah benih yang
ditanam. Indeks vigor dihitung dengan rumus :
Ʃ kecambah normal pada hitungan pertama
IV (%) =
× 100%
Ʃ benih yang ditanam

13
Sampel benih

Oven suhu 103 ± 2 º
C selama 17 ± 1 jam

Penentuan kadar air

Uji kesehatan benih (blotter test
dan growing on test)

Tingkat infeksi %

Gelombang mikro
(Microwave)

Pengujian viabilitas dan vigor
benih

Uji kesehatan benih (blotter test
dan growing on test)

Tidak

Tidak
Analisis hasil pengamatan
dengan menggunakan SAS

Dapatkah
mempertahankan
viabilitas dan
vigor benih?

Tingkat infeksi %

Dapatkah
mengendalikan
patogen terbawa
benih?

Ya

Ya
Viabilitas dan
vigor benih
jagung dapat
dipertahankan

Dapat
dikendalikan dan
terjadi penurunan
tingkat serangan
beberapa patogen
terbawa benih

Gambar 2. Diagram alir penelitian

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekapitulasi Sidik Ragam
Rekapitulasi hasil analisis ragam (uji F) pengaruh kadar air benih, lama
pemanasan gelombang mikro dan interaksi antara kadar air dan lama pemanasan
gelombang mikro terhadap tolok ukur tingkat infeksi, kadar air benih, viabilitas
dan vigor benih jagung manis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh kadar air benih, lama
pemanasan gelombang mikro dan interaksinya terhadap tolok ukur
tingkat infeksi cendawan, kadar air benih, viabilitas dan vigor benih
jagung manis
Tolok ukur

Perlakuan dan interaksinya
K
M
KxM

Tingkat infeksi :
Fusarium subglutinans
**
**
**
Curvularia lunata
**
tn
tn
Penicillium sp.
**
**
tn
Aspergillus sp.
**
**
tn
Aspergillus niger
tn
**
*
Perenosclerospora maydis
tn
**
tn
Kadar air benih
**
**
tn
Viabilitas dan vigor benih :
Daya berkecambah
**
**
**
Potensi tumbuh maksimum
**
**
**
Kecepatan tumbuh
**
**
**
Indeks vigor
**
**
**
Keterangan: K (kadar air benih), M (lama pemanasan gelombang mikro), *
(berpengaruh nyata pada taraf 5 %), ** (berpengaruh sangat nyata
pada taraf 1 %), tn (tidak berpengaruh nyata).
Rekapitulasi hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air benih
berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat infeksi F. subglutinans, C. lunata,
Penicillium sp., Aspergillus sp., kadar air benih setelah pemberian gelombang
mikro, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh dan
indeks vigor. Lama pemanasan gelombang mikro berpengaruh sangat nyata
terhadap semua tolok ukur kecuali tingkat infeksi C. lunata. Interaksi antara kadar
air benih dan lama pemanasan gelombang mikro berpengaruh nyata terhadap
tingkat infeksi A. niger dan berpengaruh sangat nyata terhadap F. subglutinans,
daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh dan indeks
vigor.

15
Cendawan Terbawa Benih Jagung Manis
Berdasarkan hasil pengujian kesehatan benih jagung manis dengan metode
blotter test ditemukan lima jenis cendawan yaitu F. subglutinans, C. lunata,
Penicillium sp., Aspergillus sp., dan A. niger. Dari semua cendawan yang
ditemukan tersebut, telah diketahui sebagai patogen terhadap tanaman jagung baik
di lapangan (F. subglutinans dan C. lunata) maupun di tempat penyimpanan
(Penicillium sp., Aspergillus sp., dan A. niger). Cendawan yang menginfeksi
benih jagung manis tertinggi adalah F. subglutinans dengan tingkat infeksi 92.0%
pada kadar air benih 15.59%. Selain lima jenis cendawan di atas terdapat satu
jenis cendawan penting yang menginfeksi benih jagung manis yaitu P. maydis.
Cendawan ini dideteksi menggunakan metode growing on test. Berdasarkan hasil
deteksi cendawan tersebut menginfeksi benih jagung manis sebesar 27.6% pada
kadar air benih 20.25% (Tabel 2).
Tabel 2. Persentase tingkat infeksi cendawan terbawa benih jagung manis pada
berbagai kadar air benih
Patogen
F. subglutinans
C. lunata
Penicillium sp.
Aspergillus sp.
A. niger
P. maydis

Metode deteksi
Blotter test
Blotter test
Blotter test
Blotter test
Blotter test
Growing on test

Kadar air benih (%)
±12.31
±15.59
±20.25
91.7
92.0
91.3
3.0
4.7
4.3
7.3
8.7
7.7
18.0
20.0
21.3
6.3
8.3
12.7
24.6
25.7
27.6

Pengaruh Pemberian Gelombang Mikro dan Kadar Air Benih Terhadap
Infeksi Patogen dan Daya Berkecambah Benih
Berdasarkan analisis ragam, terjadi interaksi antara kadar air benih dan
lama pemanasan gelombang mikro terhadap daya berkecambah benih dan tingkat
infeksi F. subglutinans. Berdasarkan grafik garis dapat dilihat bahwa semakin
tinggi kadar air benih, daya berkecambah benih semakin cepat menurun bila
dipanaskan dengan gelombang mikro. Benih berkadar air rendah (12.31%)
menunurunkan daya berkecambah benih hingga kurang dari 80.0% setelah
perlakuan lama pemanasan gelombang mikro 30 detik, sedangkan benih berkadar
air tinggi (20.25%) menurun tajam mulai perlakuan lama pemanasan gelombang
mikro 10 detik (Gambar 3).
Grafik batang pada (Gambar 3) menjelaskan bahwa, lama pemanasan
gelombang mikro 10 detik, belum terjadi penurunan tingkat infeksi F.
subglutinans. Penurunan tingkat infeksi secara nyata terjadi setelah perlakuan
lama pemanasan gelombang mikro 20 detik dan 30 detik. Benih berkadar tinggi
laju penurunan tingkat infeksi F. subglutinans berlangsung secara cepat
dibandingkan dengan benih kadar air rendah. Berdasarkan data tersebut, perlakuan

16
lama pemanasan gelombang mikro 30 detik pada benih berkadar air rendah
(12.31%) dapat mengurangi tingkat infeksi F. subglutinans sebesar 75.0% dengan
daya berkecambah benih masih di atas 80.0%. Hal ini diduga daya berkecambah
benih ditentukan oleh lama pemanasan dan intensitas energi yang dihasilkan
dengan gelombang mikro. Selain itu kadar air awal sangat perlu diperhatikan
karena semakin tinggi kadar air semakin cepat terjadi proses panas di dalam benih
sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kemuduran benih.

Daya berkecambah dan tingkat
infeksi (%)

100

a
a

80

a
a

a

b

b

a
bc

60

cd

d
40
20

aa

a

a
b

e
c

cc
de

0

e
f

dd
ef

ef ef
ef

F.subglutinans
(KA ± 12.31)
F.subglutinans
(KA ± 15.59)
F.subglutinans
(KA± 20.25)
DB (KA ± 12.31)
DB (KA ± 15.59)
DB (KA± 20.25)

0
10
20
30
40
Lama pemanasan gelombang mikro (detik)

Gambar 3. Penurunan tingkat infeksi F. subglutinans dan daya berkecambah
benih jagung manis pada berbagai tingkat kadar air benih yang diberi
perlakuan pemanasan gelombang mikro. (Huruf pada grafik yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMR