Pembuktian Sederhana dalam Perkara PKPU

debitur dan bila tidak dipenuhi oleh debitur memberi hak kepada kreditur untuk mendapatkan pemenuhan dari kekayaan debitur.” 50

D. Pembuktian Sederhana dalam Perkara PKPU

Bukti, pembuktian atau membuktikan dalam hukum Inggris sering menggunakan istilah dua perkataan, yaitu : proof dan evidence. adapun dalam hukum Belanda disebut “bewijs”. tetapi, walaupun demikian, arti dari “membuktikan” itu sendiri banyak sekali dan karena itu, untuk memahami pengertian hukum pembuktian itu sendiri tentu saja kita terlebih dahulu harus memahami arti dari pembuktian atau membuktikan itu sendiri. 51 Pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan. jadi pembuktian hanyalah diperlukan dalam suatu perkara di muka pengadilan. jika tidak ada perkara atau sengketa di muka pengadilan mengenai hak perdata seseorang, pembuktian tersebut tidak perlu dilakukan oleh yang bersangkutan. 52 Untuk membuktikan itu, pihaklah yang aktif berusaha mencarinya, menghadirkan atau mengetengahkannya ke muka sidang, tidak usaha menunggu diminta oleh siapapun. 53 50 R.Anton Suyatno, Op.Cit, hlm 22-29 51 Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata, Cetakan ke-2, Jakarta: Penerbit Kencana, 2013, hlm 15 52 Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata Edisi revisi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013, hlm 83 53 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, edisi Baru, Cetakan 11, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm 144 Pembuktian sederhana adalah pembuktian sederhana mengenai : Universitas Sumatera Utara 1. Eksistensi dari satu utang debitor yang dimohonkan kepailitan, yang telah jatuh tempo 2. Eksistensi dari dua atau lebih kreditor dari debitor yang dimohonkan kepailitan. 54 Dalam kaitannya dengan pembuktian mengenai kedua hal tersebut di atas, secara jelas telah diuraikan dalam pembahasan tiga Bab terdahulu, baik mengenai cara penilaian utang yang dapat dimajukan sebagai dasar permohonan pailit, mengenai saat jatuh temponya utang yang dijadikan sebagai dasar permohonan pailit, maupun mengenai eksistensi dari kreditor kedua dalam permohonan pailit yang dimajukan kepada pengadilan niaga. Ketentuan pasal 1865 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi: setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Dari ketentuan diatas dapat diketahui pihak yang berkewajiban untuk memajukan alat-alat bukti guna meneguhkan atau menguatkan permohonan kepailitan yang dimajukan. dengan demikian selama dan sepanjang pihak yang memohonkan kepailitan tidak dapat membuktikan bahwa: 1. jika dimajukan oleh debitur, ia mempunyai utang yang telah jatuh tempo, atau jika dimajukan oleh kreditor, utangnya kepada debitor adalah utang yang telah jatuh tempo. 2. bahwa debitor yang memajukan atau dimajukan permohonan kepailitan memiliki lebih dari dua kreditor. 55 54 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm 142 Universitas Sumatera Utara Dalam konteks yang pertama, pembuktian mengenai keberadaan utang, haruslah jelas merupakan suatu utang yang tidak dapat lagi dibantah keberadaannya oleh debitor. Bahwa debitor telah ditegur untuk memenuhinya dan tidak juga telah memenuhi kewajiban tersebut, atau dalam hal telah ditentukan secara pasti saat pemenuhannya, dengan lewatnya jangka waktu tersebut debitor tidak juga memenuhinya. dalam konteks ini perlu juga diperhatikan apakah terdapat perikatan bersyarat yang menjadi sebab jatuh temponya utang debitor accelerated matury. Bagaimana pengaturan dalam perjanjian yang dibuat para pihak yang melahirkan perikatan atau kewajiban untuk membayar sejumlah uang tersebut. semua itu harus dapat dimajukan dengan bukti yang gamblang dan sederhana oleh debitor atau kreditor yang memajukan permohonan kepailitan. dalam hal ada pihak yang bermaksud untuk membantah permohonan yang dimajukan tersebut dalam permohonan yang dimajukan oleh kreditor, biasanya hal tersebut dilaksanakan oleh debitor, maka pihak yang membantah harus dapat memajukan bukti yang kuat mengenai: 1. Bahwa utang yang dijadikan sebagai dasar permohonan kepailitan sudah tidak ada lagi, dengan pengertian bahwa utang tersebut telah hapus sepenuhnya atau telah diinovasi menjadi utang baru danatau 2. Bahwa kreditor tidak berhak lagi memajukan permohonan kepailitan berdasarkan pada bukti utang yang ada oleh karena misalnya telah dialihkan, atau telah dipenuhi oleh pihak ketiga, baik kawan debitor, seorang penanggung atau bahkan pihak lainnya danatau. 55 Ibid, hlm 143 Universitas Sumatera Utara 3. Bahwa utang tersebut belum jatuh tempo, oleh karena telah diadakan pernjadwalan utang danatau. 4. Bahwa ia tidak lagi memiliki utang pada kreditor lain selain pihak yang memajukan permohonan, baik karena peralihan atau karena pembayaran oleh kreditur. 56 PKPU dapat ditelaah dari sudut hukum pembuktian. apabila PKPU diajukan oleh debitor, hal itu merupakan bukti yang sempurna. artinya, dengan mengajukan PKPU, peristiwa hukumnya telah terbukti. pertama, debitor mengakui ada hubungan hukum antara debitor dan kreditor dan dia membenarkan peristiwa hukum dalam arti bahwa debitor mengakui telah berutang kepada kreditor dan debitor tidak dapat melanjutkan pembayaran utangnya sehingga dia meminta agar utangnya diselesaikan dengan cara perdamaian. Karena itu, pengakuan tersebut dapat dilihat sebagai suatu itikad untuk menyelesaikan masalah. 57 Kedua, pengakuan tersebut dinyatakan debitor di hadapan persidangan, sehingga sesuai dengan pasal 174 HIR, pengakuan bukti yang cukup. 58 1. Kreditor yang memajukan kepailitan tidak berhak lagi atas piutang yang dimajukan sebagai dasar permohonan kepailitan untuk kepailitan yang dimajukan oleh kreditor, dan Dengan demikian jika debitor tidak memajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU atas permohonan kepailitan yang dimajukan oleh kreditor, selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya bahwa: 2. utang yang dimajukan sebagai dasar permohonan kepailitan tidak telah atau belum jatuh tempo dan 56 Ibid, hlm 144 57 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2001, hlm 7 58 V. Harlen Sinaga, Op.Cit, hlm 98 Universitas Sumatera Utara 3. tidak ada kreditor kedua. 59 Mekanisme yang ditawarkan UU KPKPU adalah proses persidangan untuk menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, terbuka, cepat dan efektif. Untuk melaksanakan mekanisme penyelesaian yang ditawarkan undang-undang maka proses acara pemeriksaan yang digunakan lebih cepat karena adanya pembatasan waktu proses pemeriksaan kepailitan dan dengan sistem pembuktian yang digunakan adalah pembuktian secara sederhana. Pada dasarnya pembuktian sederhana terkait dengan permohonan pailit telah diatur menurut Pasal 8 ayat 4 UU KPKPU yang menyebutkan bahwa: “Permohonan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara seerhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaomana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 telah terpenuhi.” Dalam penjelasan Pasal 8 ayat 4 UU KPKPU disana dijelaskan maksud dari “terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana” bahwa: “Yang dimaksud dengan “fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana” adalah adanya fakta dua atau lebih kreditor dari fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbeaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit” Asas pembuktian sederhana terpenuhi apabila dalam suatu permohonan pernyataan pailit terdapat fakta atau keadaan yang secara terbukti secara sederhana bahwa prasyarat pernyataan pailit dalam pasal 2 ayat 1 UUKPKPU dapat terpenuhi. Jadi dapat disimpulkan, untuk memutus suatu permohonan 59 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, hlm 144 Universitas Sumatera Utara pernyataan pailit tidak hanya harus memenuhi prasyarat pernyataan pailit dalam pasal 2 ayat 1 UUKPKPU, akan tetapi harus pula terpenuhi asas pembuktian sederhana dalam pasal 8 ayat 4 UUKPKPU. Keberadaan Pasal 8 ayat 4 UU KPKPU hanyalah bertujuan mewajibkan hakim untuk tidak menolak permohonan pernyataan pailit apabila dalam perkara itu dapat ibuktikan secara sederhana fakta dan keadaannya, yaitu fakta dan keadaan yang merupakan syarat-syarat kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penunaan Kewajiban Pembayaran Utang. 60 Akan tetapi bukanlah berarti bahwa apabila ternyata dalam perkara yang diajukan permohonan pernyataan pailitnya itu tidak dapat dibuktikan secara sederhana fakta dan keadaannya, maka majelis Hakim Pengadilan Niaga atau Majelis Hakim Kasasi wajib menolak untuk memeriksa perkara itu sebagai perkara kepailitan karena perkara yang demikian itu merupakan kewenangan pengadilan negeri dalam hal ini pengadilan perdata biasa. Oleh karena itu baik Majelis Hakim Pengadilan Niaga maupun Majelis Hakim Kasasi wajib tetap memeriksa dan memutus permohonan pernytaan pailit itu, sedangkan fakta dan keadaan yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana tetap menjadi tanggung jawabnya dan bukan karena kenyataan yang demikian itu majelis hakim kepailitan harus terlebih dahulu mempersilahkan para pihak untuk meminta putusan Pengadilan Negeri yang dalam hal ini adalah pengadilan perdata biasa terkait dengan fakta dan keadaan pokok perkaranya. 61 60 Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit, hlm. 149 61 Ibid, hlm. 150 Universitas Sumatera Utara Pembuktian sederhana menurut UU KPKPU merupakan kombinasi pelaksanaan dari prinsip dasar kepailitan, yaitu prinsip: concursus creditorum para kreditor harus bertindak secara bersama-sama, prinsip paritas creditorium kesetaraan kedudukan para kreditor, pari passu prorata parte harta debitor merupakan jaminan bersama bagi kreditor dan dibagi secara proporsional berdasarkan besar kecilnya piutang dan prinsip structured creditors kreditor didahulukan berdasarkan urutan kelas kreditor. 62 1. Kebenaran adanya dua kreditor atau lebih yang mempunyai hubungan hukum dengan debitor Dalam pembuktian sederhana terdapat 3 tiga hal yang harus dibuktikan yaitu : 2. Kebenaran adanya minimal salah salah satu utang yang belum dibayar lunas, serta 3. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Ketiga syarat tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, satu syarat saja tidak terpenuhi maka pemeriksaan dengan pembuktian secara sederhana tidak dapat dilaksanakan. Dalam penyelesaian suatu kasus kepailitan, dianut suatu asas pembuktian sederhana. Menurut penulis, hal tersebut sejalan dengan tujuan dari hukum kepailitan yaitu untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Dengan dianutnya asas pembuktian sederhana seyogyanya salah satu tujuan dari hukum kepailitan yaitu ”cepat” dapat tercapai. Kecepatan dalam menyelesaikan suatu kasus kepailitan sangat penting, mengingat adanya 62 Widiarso, Pembuktian Sederhana dalam Perkara Kepailitan, http:adln.lib.unair.ac.id diakses tgl 28 Juli 2014 pkl 14.00 Wib Universitas Sumatera Utara pembatasan waktu pengucapan putusan Pengadilan maksimal 60 hari sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. Untuk membuktikan adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih Pengadilan Niaga mendasarkan pada ketentuan pasal 1 ayat 1 UUKPKPU, yang menyatakan bahwa debitor dapat dinyatakan pailit apabila telah terbukti bahwa debitor tersebut mempunyai paling tidak satu kreditor yang tagihannya telah jatuh tempo dan dapat ditagih, juga mempunyai minimal satu kreditor lainnya. Dari definisi mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, maka apabila kita melihat posisi kasus pada para pihak yang bersengketa, maka pengajuan permohonan pailit yang diajukan Pemohon Pailit Kreditor. 63 Volmar dan Zeylemaker berpendapat bahwa hakimlah yang harus menentukan ada atau tidak adanya keadaan berhenti membayar utang. Namun, mereka tidak menjelaskan lebih lanjut ukuran apa yang dipakai oleh hakim untuk menentukan kapan debitor berada dalam keadaan berhenti membayar, dan oleh karena itu dapat dijatuhi putusan pailit. Dari beberapa yurisprudensi dapat diketahui bahwa “berhenti membayar” tidak harus diartikan sebagai keadaan di mana debitor memang tidak mempunyai kesanggupan lagi untuk membayar utang-utangnya kepada salah seorang atau lebih kreditor. Masih bisa diartikan sebagai keadaan di mana debitor tidak berprestasi lagi pada saat permohonan pailit diajukan ke pengadilan. Artinya, kalau debitor yang bersangkutan belum berada dalam keadaan berhenti membayar. Sidang pengadilan harus dapat 63 http:yasminelisasih.com20110925analisis_putusan_p-niaga diakses tgl 28 Juli 2014 pkl 14.20 Wib Universitas Sumatera Utara membuktikan berdasarkan fakta atau keadaan bahwa debitor tidak berprestasi lagi, sehingga dirinya bisa dikatakan berada dalam keadaan tidak dapat membayar utang-utangnya. 64 Menurut Pasal 6 ayat 3 Undang-Undang Kepailitan, permohonan pailit harus dikabulkan apabila ada fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 telah terpenuhi. Pembuktian secara sederhana ini lazim disebut sebagai “pembuktian secara sumir”. Bila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditor, pembuktian mengenai hak kreditor untuk menagih juga dilakukan secara sederhana. Dengan demikian, proses pemeriksaan permohonan kepailitan cukup dilakukan secara sederhana tanpa harus mengikuti atau terikat prosedur dan sistem pembuktian yang diatur di dalam hukum acara perdata kita. 65 Telah di jelaskan bahwa kepailitan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa pailit, pailit itu sendiri adalah keadaan berhenti membayar utang-utangnya dan dalam kepailitan ini terkandung sifat adanya penyitaan umum atas seluruh harta kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditor yang bersangkutan yang dijalankan dengan pengawasan pemerintah. 66 64 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm 15 65 Ibid, hlm 16 66 HM.N Purwosutjipto, op cit, hal. 32 Karena pemeriksaan permohonan kepailitan bersifat sederhana, sikap aktif dari hakim amatlah diharapkan. Hakim diharapkan sedapat mungkin bisa mendengarkan kedua belah pihak debitor dan kreditor secara seksama di muka persidangan, serta berusaha mendamaikan keduanya. Dengan sikap seperti ini, jatuhnya putusan pailit pun dapat dihindari; Universitas Sumatera Utara ini akan menguntungkan kedua pihak, sebab sesungguhnya putusan kepailitan kurang dapat dipertanggungjawabkan dan berlarut-larut. 67

A. Pertimbangan Hukum dan Analisis Putusan Mahkamah Agung Tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali

Dokumen yang terkait

Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

13 131 117

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

TINJAUAN YURIDIS PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH PIHAK KREDITOR KEPADA DEBITOR DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG.

0 5 12

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH PIHAK KREDITOR KEPADA DEBITOR DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG.

0 3 13

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

0 0 12

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU - Asas Pembuktian Secara Sederhana Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pkpu) Pada Putusan Ma Ri No. 586 K/Pdt.Sus-Pailit/2013

0 1 23

Penerapan Prinsip Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan MA No 156 PK/Pdt.Sus/2012)

0 0 32

BAB I - Penerapan Prinsip Kelangsungan Usaha Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan MA No 156 PK/Pdt.Sus/2012)

0 0 13

BAB II FILOSOFI KEWENANGAN KREDITOR DALAM PENGAJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Hakikat dan Tujuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang - KEWENANGAN KREDITOR DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 34

BAB III UPAYA HUKUM DEBITOR PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH KREDITOR 3.1. Upaya Hukum dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang - KEWENANGAN KREDITOR DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Repository

0 0 29