Kesimpulan Saran Latar Belakang dan Masalah

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan puncak maksimum curah hujan rata-rata bulanan yang terjadi pada bulan Januari dan Desember dan yang terendah terjadi pada bulan Agutus maka Pola curah hujan pada DAS Way Kandis secara umum adalah Pola A atau Pola Monsun. 2. Konsentrasi hujan di DAS Way Kandis yang terbesar terjadi pada daerah pada Stasiun PH-034 Dam Kandis, Lampung Selatan dengan jumlah 663,89 mmtahun. Hal ini disebabkan oleh luasan Stasiun PH-034 dalam DAS Way Kandis adalah yang terbesar, mencapai 36,23 walaupun rata-rata curah hujan tahunan di Stasiun PH-034 bukanlah yang terbesar. 3. Konsentrasi hujan di DAS Way Kandis yang terendah terjadi pada daerah pada Stasiun PH-032 Bumi Sari, Natar dengan jumlah 107,58 mmtahun. Hal ini disebabkan oleh luasan Stasiun PH-032 dalam DAS Way Kandis adalah yang terkecil, hanya mencapai 4,69 walaupun rata-rata curah hujan tahunan di Stasiun PH-032 adalah yang terbesar. 4. Dari hasil perhitungan nilai-nilai parameter sebaran frekuensi, maka didapatkan bahwa jenis sebaran frekuensi hujan yang cocok untuk DAS Way Kandis adalah Metode Log Pearson III. 5. Curah hujan rencana metode Log Pearson III pada periode ulang 2 tahun sebesar 49,507 mm; pada periode ulang 5 tahun sebesar 63,980 mm; pada periode ulang 10 tahun sebesar 74,203 mm; pada periode ulang 20 tahun sebesar 87,862 mm; pada periode ulang 50 tahun sebesar 98,612 mm, dan pada periode ulang 100 tahun sebesar 109,852 mm. 6. Untuk perencanaan dan pemanfaatan konstruksi bangunan air sebaiknya dilakukan pada Stasiun PH-034 Dam Kandis Lampung Selatan dengan mempertimbangkan bahwa konsentrasi yang terbesar terjadi di wilayah ini

B. Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai intensitas curah hujan rencana yang kemudian digunakan dalam perhitungan debit rencana sehingga dampak terjadi banjir dapat diminimalisir serta penanganan yang sesuai dengan kondisi di daerah tersebut. I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Air merupakan sumber daya alam yang paling berharga, karena tanpa air, tidak mungkin terdapat kehidupan. Air tidak hanya dibutuhkan untuk kehidupan manusia, hewan dan tanaman, tetapi juga merupakan media pengangkutan, sumber energi, dan berbagai keperluan lainnya. Pada suatu saat dalam bentuk hujan lebat dan banjir, air juga dapat menjadi benda perusak, menimbulkan kerugian harta dan jiwa, serta menghanyutkan berjuta-juta ton tanah subur Arsyad, 1989. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 air : 97,5 adalah air laut, 1,75 berbentuk es dan 0,73 berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001 berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar outflow. Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Tetapi sirkulasi air ini tidak merata, karena kita melihat perbedaan besar presipitasi dari tahun ke tahun, dari musim ke musim yang berikut dan juga dari wilayah ke wilayah yang lain. Air permukaan tanah dan air tanah yang dibutuhkan untuk kehidupan dan produksi adalah air yang terapat dalam proses sirkulasi jadi jika sirkulasi ini tidak merata hal mana memang terjadi demikian, maka akan terjadi bermacam-macam kesulitan. Jika terjadi sirkulasi yang lebih, seperti banjir, maka harus diadakan pengendalian banjir. Jika terjadi sirkulasi yang kurang, maka kekurangan air ini harus ditambah dalam suatu usaha pemanfaatan air Sosrodarsono dan Takeda, 1999. DAS Way Kandis merupakan salah satu bagian dari sistem DAS Sekampung, mencakup areal seluas 438 175,28 km 2 dan 4 empat wilayah administratif pemerintahan daerah yaitu Kabupaten Lampung Timur, Lampung Selatan, Pesawaran, dan Kota Bandar Lampung. Setiap tahun DAS Way Kandis ini senantiasa mengalami kekeringan pada musim kemarau namun pada musim penghujan tidak luput dari kejadian banjir dengan genangan yang cukup luas. Fenomena alam yang sering tidak menentu pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan masyarakat petani dalam wilayah DAS Way Kandis kurang memanfaatkan lahan usahatani secara optimal sehingga tingkat pendapatan usahatani dan kesejahteraan keluarga petani umumnya rendah. Das Way Kandis memiliki jaringan sungai yang cukup rendah dengan tingkat kerapatan sungai sebesar 0,407 kmkm 2 , dengan jumlah total panjang seluruh sungai 178,30 km. Sungai utama adalah Way Kandis dengan panjang sungai dari hulu hingga titik pertemuan dengan sungai Way Sekampung sepanjang 21,55 km. Anak-anak sungai Way Kandis meliputi Way Kandis Besar, Way Kandis Lunik, Way Kandis, Way Tl Bunut, Way Rilau, dan Way Limus. Bentuk DAS berdasarkan nilai faktor bentuk SF sebesar 0,76 yang berarti pola aliran sungai DAS Way Kandis berbentuk lateral menyerupai lingkaran Hermawan, 1991. Dengan bentuk aliran tersebut maka DAS Way Kandis mempunyai sifat banjir yang besar pada titik-titik pertemuan anak-anak sungainya. Kegiatan usahatani masyarakat yang tinggal di dalam DAS Way Kandis sebanyak 71 diantaranya memiliki lahan usahatani yang memperoleh layanan irigasi baik teknis maupun semi teknis, sedangkan sisanya sebanyak 29 hanya merupakan lahan tadah hujan. Pola pemanfaatan lahan usahatani oleh masyarakat petani umumnya disamping mengikuti anjuran pola tanam yang diberikan oleh petugas penyuluh lapangan PPL Cabang Dinas Pertanian kecamatan setempat, juga disesuaikan dengan kondisi iklim dan modal yang tersedia untuk usahatani yang akan dilakukan. Pada beberapa tempat, pola tanam yang dilakukan seringkali mengacu kepada prakiraan petani terhadap kondisi curah hujan selama musim tanam yang akan datang. Jika diperkirakan akan terjadi musim hujan yang cukup panjang maka petani akan menanam padi, sedangkan jika dirasakan curah hujan akan berkurang atau bahkan tidak akan turun maka petani hanya berani menanam palawija dan bahkan tidak mengolah tanah dan berusahatani pada kondisi iklim tersebut. Sebagian besar petani akan menanam jenis komoditas hortikultura sayuran seperti sawi, selada, kangkung darat, tomat, rampai, terong, kacang panjang, kacang tanah, dan cabai merah, dan ada juga petani yang menanam jenis padi ladang gogo. Adapun luas lahan yang ditanam pada saat tidak ada hujan umumnya juga tidak sesuai dengan jumlah luas lahan yang dimiliki, dan rata-rata kecenderungan lebih kecil dari yang dimiliki. Keadaan tersebut berkaitan dengan resiko yang mungkin akan diterima oleh petani. Pada umumnya petani skala kecil cenderung tidak akan berani menanggung resiko kegagalan yang besar akibat kondisi iklim Faktor curah hujan yang tinggi merupakan salah satu faktor utama penyebab banjir. Wilayah Indonesia yang merupakan benua maritim di daerah tropis mempunyai curah hujan yang sangat tinggi. Dengan didominasi oleh adanya awan-awan konvektif dan orografik maka intensitas curah hujan yang terjadi sangat besar. Curah hujan yang tinggi, lereng yang curam di daerah hulu disertai dengan perubahan ekosistem dari tanaman tahunan atau tanaman keras berakar dalam ke tanaman semusim berakar dangkal mengakibatkan berkurangnya air yang disimpan dalam tanah, memperbesar aliran permukaan serta menyebabkan terjadinya tanah longsor. Curah hujan yang tinggi dalam kurun waktu yang singkat dan tidak dapat diserap tanah akan dilepas sebagai aliran permukaaan yang akhirnya menimbulkan banjir Nugroho, 2002 Menurut Asdak 1995, pemahaman proses-proses hidrologi menjadi penting dalam perencanaan konservasi tanah dan air untuk menentukan 1 perilaku hujan dalam kaitannya dengan proses terjadinya erosi dan sedimentasi; 2 hubungan curah hujan dan air larian run off; 3 debit puncak peak flow untuk keperluan merancang bangunan-bangunan banjir; 4 hubungan karakteristik suatu DAS dengan debit puncak yang terjadi di daerah tersebut, sehingga dapat diambil langkah pengendalian terhadap arus debit tersebut.

B. Tujuan Penelitian