Siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya
mengalir ke laut kembali Soemarto, 1986. Air yang kita gunakan sehari-hari berasal dari hasil daur hidrologi yang juga
melibatkan hujan. Bila terjadi hujan, air akan tertahan oleh tajuk vegetasi sebelum sampai ke permukaan tanah, sebagian akan tersimpan di permukaan tajuk
dan sebagian lainnya akan jatuh ke permukaan tanah melalui sela-sela daun throughfall atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang pohon
stemflow. Namun, sebagian kecil air hujan tidak akan pernah sampai ke permukaan tanah karena terevaporasi kembali ke atmosfer interception. Air
hujan yang sampai ke permukaan tanah, sebagian akan mengalami infiltrasi. Sedangkan air hujan yang tidak terinfiltrasi akan tertampung sementara dalam
cekungan-cekungan permukaan tanah surface detention untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah runoff menuju ke
sungai. Air hujan yang terinfiltrasi akan bergerak secara horizontal untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan ke luar lagi ke permukaan tanah subsurface
flow dan akhirnya mengalir ke sungai. Air hujan yang terinfiltrasi dapat pula bergerak vertical ke tanah yang lebih dalam menjadi bagian air tanah
groundwater yang akhirnya mengalir ke sungai. Namun, tidak semua air infiltrasi mengalir ke sungai, melainkan sebagian tetap tinggal dalam lapisan tanah
bagian atas top soil untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah evaporation dan melalui permukaan tajuk vegetasi
transpiration Asdak, 1995.
B. Curah Hujan
Presipitasi adalah curahan atau turunnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah
hujan serta salju di daerah beriklim sedang, mengingat bahwa di daerah tropis presipitasi hanya ditemui dalam bentuk curah hujan, maka presipitasi dalam
konteks daerah tropis adalah sama dengan curah hujan. Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi di suatu DAS Asdak, 1995.
Presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses hidrologi. Jumlah presipitasi selalu dinyatakan dengan
dalamnya presipitasi mm. Presipitasi atau curah hujan dibagi atas Curah hujan terpusat Point Rainfall dan Curah hujan daerah Areal Rainfall. Curah hujan
terpusat Point Rainfall adalah curah hujan yang didapat dari hasil pencatatan alat pengukur hujan atau data curah hujan yang akan diolah berupa data kasar atau
data mentah yang tidak dapat langsung dipakai. Curah Hujan Daerah Arael Rainfall adalah curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir yaitu curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu
Curah hujan daerah ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dinyatakan dalam mm. Bila dalam suatu daerah terdapat beberapa stasiun atau pos pencatat curah
hujan, maka untuk mendapatkan curah hujan areal adalah dengan mengambil harga rata-ratanya Naumar, 2004
Menurut Harto 1993, hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan rainfall depth ini yang
dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan
surface runoff, aliran antara interflow, sub surface flow maupun sebagai aliran air tanah groundwater flow.
Menurut Ariyoga 2009, presipitasi hujan merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting. Hujan adalah suatu proses jatuhnya cairan air dari
atmosfir ke permukaan bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus
hidrologi pada suatu kawasan DAS. Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan
mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya. Hujan digambarkan sebagai air di udara yang mencapai permukaan tanah. Hujan
merupakan komponen utama dari siklus hidrologi. Hujan diperoleh dari air yang berada di atmosfer dalam wujud uap air Suroso, 2006.
Di Indonesia terdapat tiga pola curah hujan, yaitu curah hujan moonsunal, ekuatorial dan lokal. Pola curah hujan moonsunal terjadi akibat proses sirkulasi
udara yang berganti arah setiap enam bulan sekali yang melintas di wilayah Indonesia, yang dikenal sebagai monsun barat dan monsun timur. Monsun barat
umumnya menimbulkan banyak hujan musim hujan, sedangkan monsun timur umumnya menyebabkan kondisi kurang hujan musim kemarau. Untuk wilayah
yang berkarakteristik pola curah hujan ini akan terlihat jelas perbedaan antara periode musim hujan dan musim kemarau. Umumnya pola ini juga bercirikan
dengan satu puncak hujan maksimum pada bulan basahnya. Sedangkan daerah yang memiliki pola ekuatorial umumnya memiliki dua kali puncak hujan
maksimum dalam setahunnya. Hal ini berkaitan dengan pergerakan matahari yang melintas garis ekuator sebanyak dua kali dalam setahun. Oleh karena itu,
umumnya wilayah yang berarakteristik ekuatorial ini cenderung berada pada daerah sekitar ekuator. Untuk pola curah hujan lokal umumnya berlawanan
dengan pola curah hujan monsunal. Kondisi ini terjadi akibat posisi secara geografis dan topografi daerah setempat Nurhayati, 2008.
Secara garis besar di wilayah Indonesia terdapat tiga pola curah hujan, yaitu Tjasyono, 2004:
1. Pola A atau Pola Monsun, dipengaruhi oleh monsun, karakteristik distribusi bulanannya berbentuk huru
V‟. Curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni, Juli atau bulan Agustus. Pola ini terdapat di
sebelah Utara dan Selatan garis ekuator. Daerahnya meliputi Jawa, Nusa Tenggara,Kalimantan Selatan, Maluku Tenggara, Aceh serta
Irian Jaya bagian Utara dan Selatan. 2. Pola B atau Pola Ekuatorial, distribusi curah hujan dengan dua
maksimum yaitu sekitar bulan April dan Oktober, tidak selalu jelas perbedaannya pada distribusi curah hujan bulanannya. Pola ini
terdapat di daerah ekuatorial yang meliputi daerah bagian tengah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
3. Pola C atau Pola Lokal, dimana distribusi curah hujan bulanannya berlawanan dengan pola A. Pola ini banyak dipengaruhi oleh kondisi
lokal efek orografi. Dijumpai di daerah Sulawesi Selatan bagian Timur, Sulawesi Tengah bagian Timur, dan sekitar Ambon -Seram.
C. Distribusi Curah Hujan