Pelayuan Daging Penanganan Daging

Menurut Aberle et al., 2001, defisiensi glikogen terjadi apabila ternak yang mengalami stres, seperti yang berkaitan dengan kelelahan, latihan, puasa dan gelisah, atau yang langsung dipotong sebelum mendapat istirahat yang cukup untuk memulihkan cadangan glikogen ototnya. Defisiensi glikogen otot pada ternak dapat menyebabkan proses glikolisis pascamati yang terbatas dan lamban, sehingga daging yang dihasilkan mempunyai pH yang tinggi dengan warna merah gelap atau dikenal dengan istilah daging DFD Dark Firm and Dry. Penanganan ternak setelah pengangkutan dimaksudkan untuk memberi kesempatan ternak dalam memulihkan cadangan glikogen ototnya, antara lain dengan mengistirahatkan ternak sebelum dipotong. Selain itu, untuk mempercepat pemulihan kondisi tubuh ternak tersebut adalah memberikan larutan gula. Selama transportasi ternak mengalami stres dan berupaya untuk mempertahankan kondisi fisiologis tubuhnya, sehingga otot berkontraksi lebih cepat. Keadaan ini memerlukan laju aliran darah yang meningkat dalam otot, kondisi ini menyebabkan peningkatan mobilisasi glukosa. Hormon insulin merangsang pemasukan glukosa darah ke dalam sel-sel target, yang dalam hal ini kembali ke otot Turner-Bagnara, 1976. Berdasarkan hasil penelitian Dewi 2012 menyatakan bahwa penanganan ternak setelah pengangkutan, dengan lama istirahat 2 jam, pemberian gula 6 gkg bb dari bobot badan dapat menurunkan pH akhir daging. Pemberian insulin sebanyak 0,3 IU dapat memperbaiki kadar glikogen daging. Dengan demikian dapat mencegah terjadinya daging DFD yang mempunyai kualitas rendah. Selain itu, terdapat korelasi positif yang nyata antara glikogen dan asam laktat dengan, tetapi antara kadar glikogen dan pH daging terdapat korelasi negatif yang nyata. Asam laktat daging dan nilai pH daging kolerasi negatif yang nyata, sedangkan nilai pH daging dan susut masak daging korelasinya tidak nyata.

2.2.2 Pelayuan Daging

Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik beku daging -1,5 o C. Daging sapi biasanya dilayukan selama 2X24 jam. Tujuan pelayuan adalah untuk memperoleh lapisan luar daging yang Iebih kering sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar bisa ditahan Komariah dan Surajudin, 2005. Pada pelayuan daging terjadi denaturasi protein yang mengakibatkan keempukan daging meningkat, tetapi sebaliknya water holding capacity WHC daging menurun yang mengakibatkan cooking lost meningkat Lawrie, 1979. Lama pelayuan daging sebelum dibekukan akan meningkatkan jumlah cairan daging segar weep dan cairan daging beku drip yang keluar pada saat pencairan kembali thawing, yang akan menyebabkan terjadinya penurunan kandungan gizi daging karena sebagian zat-zat dalam daging ikut terlarut dalam drip Lawrie, 1979 dan Judge et al.,1989. Lama pelayuan daging berhubungan dengan selesainya proses rigormortis proses kekakuan daging, dalam hal ini apabila proses rigormortis belum selesai dan daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging atau daging mengalami proses cold shortening pengkerutan dingin ataupun thaw rigor kekakuan akibat pencairan daging pada saat thawing sehingga akan dihasilkan daging yang tidak empukalot Buckle et al.,1978. Temperatur pembekuan yang digunakan akan mempengaruhi kecepatan pembekuan cairan daging. Daging yang membeku dengan cepat akan menghasilkan kristal es yang lembut halus yang terletak dalam jaringan daging, dan akan menghasilkan drip yang lebih sedikit pada saat thawing sehingga penurunan gizi daging dapat dicegah, berbeda dengan pembekuan lambat akan menghasilkan drip yang lebih banyak sehingga akan menurunkan kualitas daging beku Lawrie, 1979 dan Judge et al., 1989. Menurut Muchtadi dan Sugiyono 1992 pelayuan daging bertujuan antara lain: a. Agar proses pembentukan asam laktat dapat berlangsung sempurna, terjadi penurunan pH daging sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri; b. Pengeluaran darah secara lebih sempurna sehingga pertumbuhan bakteri terhambat, karena darah merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan mikroba; c. Lapisan luar daging menjadi lebih kering, dan akan mencegah kontaminasi mikroba pembusuk; d. Memperoleh daging yang memiliki tingkat keempukan optimum serta cita rasa yang khas. Berdasarkan hasil penelitian Sunarlim dan Setiyanto 2000 menyatakan bahwa proses pelayuan pada suhu kamar selama 12 jam, suhu 4 o C selama sehari dan seminggu menyebabkan penurunan pH secara nyata, akan tetapi tidak nyata peningkatan daya mengikat air dan susut masaknya. Kehilangan bobot karkas terbanyak pada domba lokal selama pelayuan terjadi pada pelayuan suhu 4 o C selama seminggu 13,58, dibandingkan dengan domba Merino yang ternyata susut bobot karkasnya relatif rendah, hanya 2,90. Pelayuan lainnya dalam penelitian ini ternyata persentase susut bobot karkas pada suhu 4 o C selama sehari adalah 2,90 dan pada suhu kamar selama 12 jam adalah 2,42. Pelayuan dapat meningkatkan keempukan daging secara nyata pada pelayuan suhu kamar selama 12 jam, suhu 4 o C selama sehari dan seminggu dibandingkan dengan daging segar tanpa pelayuan.

2.2.3 Pemotongan Bagian-bagian Daging