Hubungan Gambaran Diri dengan Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan

(1)

Hubungan Gambaran Diri dengan Timgkat Kecemasan Ibu

Masa Menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan

Praju Susiana Marga

Skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MEDAN, 2007


(2)

Judul : Hubungan Gambaran Diri dengan Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause

Peneliti : Praju Susiana Marga

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Tahun Akademik : 2006/2007

Pembimbing Penguji

... ...Penguji I (Nur Afi Darti, S. Kp, M. Kep) (Nur Afi Darti, S. Kp, M. Kep) NIP. 132 255 301 NIP. 132 255 301

...Penguji II (Dewi Elizadiani S, S. Kp, MNS)

NIP. 132 258 269

...Penguji III (Nur Asiah, S. Kep. Ns)

NIP. 132 303 825

Program Studi Ilmu Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari kelulusan Sarjana Keperawatan.

.

... ... Erniyati, SKp, MNS Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) NIP. 132 238 510 NIP. 140 105 363


(3)

ABSTRAK

Judul : Hubungan Gambaran Diri dengan Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause

Nama : Praju Susiana Marga

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan FK USU

Tahun : 2006/2007

Menopause adalah suatu masa berakhirnya reproduksi wanita yang disebabkan berkurangnya hormon estrogen dan progesteron yang ditandai dengan berhentinya haid. Pada masa menopause terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menimbulkan perubahan pada gambaran diri (body image). Perubahan ini menimbulkan stress tersendiri bagi ibu menopause, jika ibu tidak dapat beradaptasi, kondisi stress tersebut akan menyebabkan kecemasan.

Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran diri ibu masa menopause, tingkat kecemasan ibu masa menopause, dan hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause. Responden berjumlah 32 orang ibu menopause yang berdomisili di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan. Pengumpulan data berlangsung mulai tanggal 1 Juli-10 Juli 2007. Proses pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner menggunakan metode wawancara. Uji korelasi yang digunakan adalah product moment Pearson’s r.

Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause (r = 0,39; p = 0.02) dengan interpretasi hubungan sedang.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause. Oleh karena itu diperlukan perhatian khusus pada ibu menopause, bukan hanya pada masalah fisiknya saja, tetapi juga masalah psikologis. Pendidikan kesehatan diperlukan bagi ibu menopause agar mempunyai pengetahuan yang cukup tentang menopause, dan agar ibu dapat menerima dengan lapang dada bahwa menopause merupakan proses alami yang akan dilalui semua wanita, beradaptasi dengan segala kondisi yang terjadi pada masa menopause, sehingga kecemasan dapat dihindarkan.


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

”Hubungan Gambaran Diri dengan Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan” untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar kesarjanaan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep, selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu yang diluangkan dalam memberikan saran, bimbingan, dan sumbangan pemikiran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terimakasih kepada dosen penguji ibu Dewi Elizadiani Suza, S.Kp, MNS dan ibu Nur Asiah, S. Kep, Ns yang telah memberikan masukan yang berharga demi kesempurnaan skripsi ini. Kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp. PD, KGEH, demikian juga kepada Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp. A (K) selaku Pembantu Dekan I dan kepada ibu Erniyati, S. Kp, MNS selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Wardiyah Daulay, S. Kep, Ns selaku dosen Penasehat Akademik, seluruh staf dan dosen pengajar PSIK FK USU.


(5)

Secara khusus penulis mengucapakan terimakasih kepada suami tercinta Willi Cahyadi Darwin yang telah memberikan pengertian dan dukungan moril serta materil, memberikan semangat dan kekuatan sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Kepada orang tua tercinta terutama ibunda Sri Marpat (Alm.) yang sangat penulis banggakan, kakak-kakak dan adik-adik serta keponakan-keponakan tercinta, terimakasih atas segala dukungan dan doanya.

Kepada Drs. Zulhelmi selaku Lurah Lhok Keutapang dan semua ibu-ibu kelompok wirid di Kelurahan Lhok Keutapang, terima kasih atas partisipasinya. Kepada semua kawan-kawan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini penulis ucapkan terimakasih.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya keperawatan serta bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, November 2007 Penulis

Praju Susiana Marga


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SKEMA ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Menopause ... 6

2.1.1 Definisi Menopause ... 6

2.1.2 Fisiologis Menopause ... 7

2.1.3 Perubahan Fisik Wanita Menopause ... 9

2.1.4 Perubahan Psikologis Wanita Menopause ... 13

2.2Gambaran Diri (Body Image) ... 14


(7)

2.3.1 Definisi ... 18

2.3.2 Faktor Predisposisi ... 19

2.3.3 Faktor Presipitasi ... 21

2.3.4 Tingkat Kecemasan ... 22

2.3.4 Respon Terhadap Kecemasan ... 23

2.3.5 Gejala Kecemasan ... 24

BAB III KERANGKA PENELITIAN 1.1Kerangka Teoritis ... 26

1.2Definisi Operasional ... 28

1.3Hipotesa Penelitian ... 29

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 30

4.2 Populasi dan Sampel ... 30

4.2.1 Populasi ... 30

4.2.2 Sampel ... 30

4.3 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 31

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 31

4.5 Instrumen Penelitian ... 32

4.6 Reliabilitas Instrumen ... 33

4.7 Pengumpulan Data ... 34


(8)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian ... 37

5.1.1 Deskripsi Karakteristik Responden ... 37

5.1.2 Gambaran Diri Ibu Masa Menopause ... 39

5.1.3 Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause ... 39

5.1.4 Hubungan Gambaran Diri dengan Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause ... 39

5.2 Pembahasan ... 40

5.2.1 Gambaran Diri Ibu Masa Menopause ... 40

5.2.2 Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause ... 44

5.2.3 Hubungan antara Gambaran Diri dengan Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause ... 48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 51

6.2 Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Instrumen Penelitian

3. Surat Izin Penelitian dari PSIK FK USU

4. Surat Keterangan Penelitian dari Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan

CURICULUM VITAE


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman Tabel 4.1 Kriteria Penafsiran Korelasi munurut Burns & Grove

(1993) ... 36 Tabel 5.1 Deskripsi karakteristik ibu masa menopause

yang tinggal di Kelurahan Lhok Keutapang

Tapaktuan bulan Juli 2007 ... 38 Tabel 5.2 Gambaran diri ibu masa menopause di

KelurahanLhok Keutapang Tapaktuan bulan

Juli 2007 ... 39 Tabel 5.3 Tingkat kecemasan ibu masa menopause di

Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan bulan

Juli 2007 ... 40 Tabel 5.4 Hasil uji korelasi Pearson gambaran diri dengan

tingkat kecemasan ibu masa menopause di Kelurahan


(10)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman 1. Kerangka konsep hubungan gambaran diri dengan


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menopause adalah hal alami yang terjadi pada setiap wanita. Sebagian orang beranggapan bahwa menopause adalah hal yang menyenangkan, dan sebagian lagi menganggap bahwa menopause adalah kesedihan karena kehilangan masa produktif. Istilah menopause berarti masa berhentinya menstruasi. Masa ini adalah tahap normal kehidupan dimana setiap wanita akan melaluinya antara umur 40 sampai 60 tahun. Rata-rata menopause dimulai pada usia 52 tahun. Kebanyakan wanita memasuki periode perimenopause tiga sampai lima tahun lebih awal dari menopause sebenarnya

(Life challenges, 2007). Pada tahun 2003, jumlah wanita di dunia yang memasuki masa menopause diperkirakan mencapai 1,2 milyar orang . Saat ini Indonesia baru mempunyai 14 juta wanita menopause. Namun menurut proyeksi penduduk Indonesia tahun 1995-2005 oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk wanita berusia di atas 50 tahun adalah 15,9 juta orang. Bahkan, pada 2025 diperkirakan akan ada 60 juta wanita menopause (Indocostia, 2007).

Menopause terjadi ketika ovarium berhenti memberikan respon terhadap hormon-hormon tertentu dari otak, sehingga pematangan sel telur berhenti secara teratur. Keadaan ini menurunkan kadar estrogen dan progesteron (dua hormon seks


(12)

wanita yang diproduksi oleh ovarium). Penurunan kadar hormon ini menyebabkan gejala-gejala menopause (Women’s Health Concern, 2007).

Gejala-gejala psikologis pada masa menopause adalah : perasaan murung, kecemasan, irritabilitas dan perasaan yang berubah-ubah, labilitas emosi, merasa tidak berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil keputusan, merasa tidak berharga (Glasier & Gebbie, 2006).

Gejala-gejala fisik yang dapat timbul pada menopause adalah : semburan rasa panas (hot flushes) dan keringat pada malam hari, kelelahan, insomnia, kekeringan kulit dan rambut, sakit dan nyeri pada persendian, sakit kepala, palpitasi (denyut jantung cepat dan tidak teratur), dan berat badan bertambah (Women’s Health Concern, 2007). Gejala-gejala ini mengakibatkan perubahan gambaran diri.

Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan pengobatan (Keliat,1992).

Gambaran diri adalah bagaimana seseorang memandang ukuran, penampilan serta fungsi tubuh dan bagian-bagiannya (Potter & Perry , 1997). Disaat seseorang lahir sampai mati, maka selama 24 jam sehari individu hidup dengan tubuhnya. Sehingga setiap perubahan tubuh akan mempengaruhi kehidupan individu (Keliat, 1992). Perubahan penampilan tubuh, seperti amputasi atau perubahan penampilan wajah adalah stressor yang sangat jelas mempengaruhi gambaran diri (Potter & Perry , 1997). Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan menyukai bagian


(13)

tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat,1992).

Cemas merupakan reaksi terhadap persepsi adanya bahaya baik yang nyata maupun yang hanya dibayangkan (Brunner & Suddarth, 1996). Rasa khawatir, gelisah, takut, was-was, tidak tentram, panik dan sebagainya merupakan gejala umum akibat cemas. Sering kali cemas menimbulkan keluhan fisik berupa berdebar-debar, berkeringat, sakit kepala, bahkan gangguan fungsi seksual dan lain-lain (Sinar Harapan, 2003).

Tahapan perkembangan merupakan salah satu stressor psikologis. Misalnya, masa remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut; yang secara alamiah akan dialami oleh setiap orang. Dan, apabila tahapan perkembangan tersebut tidak dapat dilampaui dengan baik (tidak mampu beradaptasi), akan terjadi kecemasan (Hawari, 2006). Sindroma menopause dialami oleh banyak wanita hampir di seluruh dunia, sekitar 70-80% wanita Eropa, 60% wanita di Amerika, 57% wanita di Malaysia, 18% wanita di Cina, 10% wanita di Jepang dan Indonesia (Sinar Harapan, 2003). Diperkirakan jumlah orang yang menderita kecemasan baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2 banding 1 (Hawari, 2006). Dari uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mempelajari “Hubungan Gambaran Diri dengan Tingkat Kecemasan pada Ibu Masa Menopause “.


(14)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1.2.1. Bagaimanakah gambaran diri ibu masa menopause? 1.2.2. Bagaimanakah tingkat kecemasan ibu masa menopause?

1.2.3. Adakah hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1.3.1 Mengidentifikasi gambaran diri ibu masa menopause. 1.3.2 Mengidentifikasi tingkat kecemasan ibu masa menopause.

1.3.3 Mengidentifikasi hubungan gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang barmanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan maternitas.


(15)

1.4.2 Bagi Praktek Keperawatan

Memberikan informasi tambahan bagi perawat tentang adaptasi psikologis masa menopause sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara tepat.

1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Memberikan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan gambaran diri dan tingkat kecemasan masa menopause.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause

2.1.1 Definisi Menopause

Menopause merupakan sebuah kata yang mempunyai banyak arti. “Men” dan “pauseis” adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50 tahun (Kasdu, 2004).

Sutanto (2005) mendefinisikan menopause sebagai proses alami dari penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat haid selama 1 tahun. Penyebab berhentinya haid karena ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan progesteron, dan rata-rata terjadi menopause pada usia 50 tahun.

Gebbie (2005) mendefinisikan menopause sebagai periode menstruasi spontan yang terakhir pada seorang wanita dan merupakan diagnosa yang ditegakkan secara retrospektif setelah amenorrhea selama 12 bulan. Menopause terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.

Shimp & Smith (2000) mendefinisikan menopause sebagai akhir periode menstruasi, tetapi seorang wanita tidak diperhitungkan post menopause sampai


(17)

wanita tersebut telah 1 tahun mengalami amenorrhea. Menopause membuat berakhirnya fase reproduksi pada kehidupan wanita.

Menopause adalah berhentinya siklus haid terutama karena ketidakmampuan sistem neurohumoral untuk mempertahankan stimulasi periodiknya pada sistem endokrin (Potter & Perry, 2005), Baziad menyebutkan menopause sebagai perdarahan rahim terakhir yang masih diatur oleh hormon ovarium. Istilah menopause digunakan untuk menyatakan suatu perubahan hidup dan pada saat itulah seorang wanita mengalami periode terakhir masa haid (Kasdu, 2004).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menopause adalah masa setahun setelah berhentinya haid yang disebabkan oleh menurunnya produksi hormon estrogen dan progesteron di ovarium sehingga masa reproduksi wanita menjadi berakhir.

2.1.2 Fisiologis Menopause

Sejak lahir bayi wanita sudah mempunyai 770.000-an sel telur yang belum berkembang. Pada fase prapubertas, yaitu usia 8 – 12 tahun, mulai timbul aktivitas ringan dari fungsi endokrin reproduksi. Selanjutnya, sekitar 12 – 13 tahun, umumnya seorang wanita akan mendapatkan menarche (haid pertama kalinya). Masa ini disebut sebagai pubertas dimana organ reproduksi wanita mulai berfungsi optimal secara bertahap. Pada masa ini ovarium mulai mengeluarkan sel-sel telur yang siap untuk dibuahi. Masa ini disebut fase reproduksi atau periode fertil (subur) yang berlangsung sampai usia sekitar 45 tahunan. Pada masa ini wanita mengalami kehamilan dan melahirkan. Fase terakhir kehidupan wanita atau setelah masa reproduksi berakhir


(18)

disebut klimakterium, yaitu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode reproduktif ke periode non-produktif. Periode ini berlangsung antara 5 – 10 tahun sekitar menopause yaitu 5 tahun sebelum dan 5 tahun sesudah menopause (Kasdu, 2004).

Masa klimakterium ada tiga tahap, pertama adalah tahap premenopause yaitu masa sebelum berlangsungnya perimenopause, sejak fungsi reproduksi mulai menurun, sampai timbulnya keluhan atau tanda-tanda menopause. Kedua adalah tahap perimenopause yaitu periode dengan keluhan memuncak, rentangan 1-2 tahun sebelum dan 1-2 tahun sesudah menopause. Ketiga adalah tahap postmenopause yaitu masa setelah perimenopause sampai senilis. Wanita secara universal menyebut fase klimakterium ini sebagai menopause (Kasdu, 2004; Gebbie, 2005).

Pada masa premenopause, hormon progesteron dan estrogen masih tinggi, tetapi semakin rendah ketika memasuki masa perimenopause dan postmenopause. Keadaan ini berhubungan dengan fungsi ovarium yang terus menurun. Semakin meningkat usia seorang wanita, semakin menurun jumlah sel-sel telur pada kedua ovarium. Hal ini disebabkan adanya ovulasi pada setiap siklus haid, dimana pada setiap siklus, antara 20 hingga 1.000 sel telur tumbuh dan berkembang, tetapi hanya satu atau kadang-kadang lebih yang berkembang sampai matang yang kemudian mengalami ovulasi, sel-sel telur yang tidak berhasil tumbuh menjadi matang akan mati, juga karena proses atresia, yaitu proses awal pertumbuhan sel telur yang segera berhenti dalam beberapa hari atau tidak bekembang. Proses ini terus menurun selama


(19)

kehidupan wanita hingga sekitar 50 tahun karena produksi ovarium menjadi sangat berkurang dan akhirnya berhenti bekerja (Kasdu, 2004).

Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab ransangan gonadotropin, keadaan ini akan mengakibatkan terganggunya interaksi antara hipotalamus – hipofisis. Pertama terjadi kegagalan fungsi korpus luteum. Kemudian, turunnya produksi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Dari kedua gonadotropin itu yang paling tinggi peningkatannya dalah FSH. Kadar FSH pada masa menopause adalah 30 – 40 mIu/ml (Sarwono, 2002; Shimp & Smith, 2000).

2.1.3 Perubahan Fisik Wanita Menopause

Gejala awal yang terjadi pada masa menopause adalah menstruasi menjadi tidak teratur, cairan haid menjadi semakin sedikit atau semakin banyak, hot flushes yang kadang-kadang menyebabkan insomnia, palpitasi, pening, dan rasa lemah. Gangguan seksual (perubahan libido dan disparenia). Gejala-gejala saluran kemih seperti urgensi, frekwensi, nyeri saat berkemih, infeksi saluran kemih, dan inkontinensia (Shimp & Smith, 2000; Kasdu, 2004; Glasier & Gebbie, 2005).

Hot flushes adalah rasa panas yang luar biasa pada wajah dan tubuh bagian atas seperti leher dan dada. Hot flushes terjadi pada malam hari, dan menyebabkan keluarnya keringat, terjadi selama beberapa detik atau menit, tetapi ada juga yang berlangsung sampai 1 jam. Hot flushes berlangsung selama 2 – 5 tahun ketika wanita


(20)

akan memasuki usia menopause atau pada saat menopause dan akan menghilang sekitar 4 – 5 tahun pasca menopause. Wanita yang mengalami hot flushes ini sekitar 10% - 15% (Manuaba, 1998; Shimp & Smith, 2000; Kasdu, 2004).

Gangguan seksual terjadi karena penurunan kadar estrogen yang menyebabkan vagina menjadi atropi, kering, gatal. Panas, dan nyeri saat aktivitas seksual (disparenia) karena setelah menopause sekresi vagina berkurang. Di samping itu dinding vagina menjadi tipis, elastisitasnya berkurang dan menjadi lebih pendek serta lebih rendah, akibatnya terasa tidak nyaman dan nyeri selama aktivitas seksual. Atropi vagina terjadi 3 – 6 bulan setelah menopause dan gejalanya dirasakan dalam 5 tahun menopause (Shimp & Smith, 2000; Kasdu, 2004).

Atropi juga dapat terjadi pada saluran kemih bagian bawah, sehingga otot penyangga uretra dan kandung kemih menjadi lemah. Hilangnya tonus otot uretra karena menurunnya kadar estrogen, akibatnya terjadi gangguan penutupan uretra dan perubahan pola aliran urine menjadi tidak normal sehingga fungsi kandung kemih tidak dapat dikendalikan (inkontinensia urine) dan mudah terjadi infeksi pada saluran kemih bagian bawah (Shimp & Smith, 2000; Kasdu, 2004).

Selain itu turunnya kadar estrogen juga berpengaruh pada jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan penunjang pada tubuh. Hilangnya kolagen menyebabkan kulit menjadi kering dan keriput, rambut terbelah-belah, rontok, gigi mudah goyang dan gusi berdarah, sariawan, kuku rusak, serta timbulnya rasa sakit dan ngilu pada persendian (Kasdu, 2004).


(21)

Dengan bertambahnya usia, aktivitas tubuh juga berkurang. Hal ini menyebabkan gerak tubuh berkurang, sehingga lemak semakin banyak tersimpan. Berdasarkan penelitian yang dikutip oleh Kasdu ditemukan bahwa setiap kurun 10 tahun berat badan akan bertambah atau melebar ke samping, ditemukan 29% wanita pada masa menopause memperlihatkan kenaikan berat badan dan 20% di antaranya memperlihatkan kenaikan yang mencolok. Hal ini diduga ada hubungannya dengan turunnya estrogen dan gangguan pertukaran zat dasar metabolisme lemak (Kasdu, 2004).

Estrogen juga membantu penyerapan kalsium ke dalam tulang, sehingga wanita yang telah mengalami menopause mempunyai resiko lebih terkena osteoporosis. Kehilangan massa tulang merupakan fenomena universal yang dimulai sekitar usia 40 tahun, dan meningkat pada wanita postmenopause, yaitu rata-rata kehilangan massa tulang 2% tiap tahun. Pada tahun-tahun awal setelah menopause, kehilangan massa tulang berlangsung sangat cepat dan resiko jangka panjang untuk terjadinya patah tulang meningkat (Kasdu, 2004).

Lebih dari 90% pasien osteoporosis adalah wanita postmenopause. Diperkirakan antara 25% dan 44% wanita postmenopause mengalami fraktur karena osteoporosis, terlebih pada tulang belakang, sendi tulang paha, dan lengan bawah. Pada wanita kulit putih, kira-kira 8 dari 1000 mengalami fraktur osteoporosis, dan pada wanita kulit hitam 3 dari 1000. Walaupun wanita kulit putih dan wanita Asia mempunyai resiko yang meningkat untuk terjadi fraktur karena osteoporosis, wanita kulit hitam mempunyai angka kematian lebih tinggi pada 6 bulan pertama setelah


(22)

fraktur sendi tulang paha dibanding wanita kulit putih, yaitu 20% dan 11% (Shimp & Smith, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Pramono (1998) ditemukan bahwa, pada lansia berusia 75 – 78 tahun sering ditemukan osteoporosis, dan pada golongan ini wanita dua kali lebih banyak dibandingkan pria. Secara kumulatif, selama hidupnya wanita akan mengalami kehilangan 40% - 50% massa tulangnya, sedangkan pria hanya kehilangan sebanyak 20% - 30%. Dengan demikian, wanita lebih beresiko menderita osteoporosis dan patah tulang (Kasdu, 2004).

Penurunan kadar estrogen juga mengakibatkan penurunan HDL (Hight Density Lipoprotein) dan meningkatkan LDL (Low Density Lipoprotein), trigliserida, dan kolesterol total, yang dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner. Penimbunan lemak tubuh juga merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner. Penelitian yang dilakukan oleh Gallup (1995) ditemukan bahwa wanita berpeluang dua kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner daripada kanker payudara, dan terjadinya penyakit jantung koroner pada wanita usia menopause menjadi dua kali lipat dibanding pria pada usia yang sama (Kasdu, 2004).

Penyakit lain yang dapat terjadi pada masa menopause adalah kanker, seperti kanker endometrium, kanker indung telur, kanker mulut rahim, kanker payudara, dan kanker vagina, selain pengaruh hormon tubuh, juga berhubungan dengan gangguan tubuh lainnya akibat penyakit degeneratif, seperti diabet dan jantung, faktor genetik dan gaya hidup juga berpengaruh. Hipertensi juga sering terjadi, demensia tipe Alzheimer juga kadang ditemukan pada periode pramenopause dan pasca menopause


(23)

di mana terjadi penurunan kadar hormon seks steroid yang menyebabkan beberapa perubahan neuroendokrin sistem susunan saraf pusat, maupun kondisi biokimiawi otak. Pada keadaan ini terjadi proses degeneratif sel neuron di hampir semua bagian otak terutama yang berkaitan dengan fungsi ingatan. Kelainan tersebut seperti sulit berkonsentrasi, hilangnya fungsi memori jangka pendek, dan beberapa kondisi yang berhubungan dengan kelainan psikologis (Kasdu, 2004).

2.1.4 Perubahan Psikologis Wanita Menopause

Selain perubahan fisik, perubahan - perubahan psikologis juga sangat mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa menopause. Perubahan yang tejadi pada wanita menopause adalah perubahan mood, irritabilitas, kecemasan, labilitas emosi, merasa tidak berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil keputusan, dan merasa tidak berharga (Glasier & Gebbie, 2005).

Stress kehidupan setengah baya dapat memperburuk menopause. Menghadapi anak remaja, emptynest syndrome, perpisahan atau ketidak harmonisan perkawinan, sakit atau kematian teman dan keluarga, kurangnya kepuasan pada pekerjaan, penambahan berat badan atau kegemukan adalah beberapa bentuk stress yang mengakibatkan resiko masalah emosional yang serius (Bobak et al, 2005).

Emptynest syndrome adalah suatu keadaan yang terjadi pada saat anak-anak meninggalkan rumah untuk menjalani kehidupan masing-masing. Anggapan bahwa tugas sebagai orang tua berakhir sesaat setelah anak-anak meninggalkan rumah sering


(24)

membuat orang tua menjadi stress terutama bagi para ibu yang merasa kehilangan arti atau makna hidup bagi dirinya (Rini, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Fingerman (psikolog) dalam Journal of Gerontologi: Psychological Sciences & Sosial Sciences (2000) menunjukkan bahwa

emptynest syndrome berupa stress dan depresi karena kesepian dan kehampaan yang intens atau kehilangan gairah hidup (Rini, 2004).

Selain itu latar belakang masing-masing wanita sangat berpengaruh terhadap kondisi wanita dalam mengalami masa menopause, misalnya apakah wanita tersebut menikah atau tidak, apakah wanita tersebut mempunyai suami, anak, cucu, atau kehidupan keluarga yang membahagiakannya, serta pekerjaan yang mengisi aktivitas sehari-harinya (Kasdu, 2004)

Peran budaya juga mempengaruhi status emosi selama perimenopause. Banyak wanita mempersepsikan ketidakmampuan untuk mengandung sebagai suatu kehilangan yang bermakna. Kebanyakan orang melihat menopause sebagai langkah pertama untuk masuk ke usia tua dan menghubungkannya dengan hilangnya kecantikan. Budaya barat menghargai masa muda dan kecantikan fisik, sementara orang tua menderita akibat kehilangan status, fungsi, serta peran (Bobak et al, 2005).

2.2 Gambaran diri (Body Image)

Gambaran diri (Body Image) adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh. Gambaran diri merupakan sesuatu yang dinamis sebab terus-menerus berubah dengan persepsi dan pengalaman baru,


(25)

yang merupakan sasaran atau pelindung penting dari perasaan-perasaan seseorang, kecemasan, dan nilai-nilai (Stuart & Sundeen, 1991).

Gambaran diri adalah bagian dari konsep diri yang mencakup sikap dan pengalaman yang berkaitan dengan tubuh, termasuk pandangan tentang maskulinitas dan feminintas, kegagahan fisik, daya tahan, dan kapabilitas. Gambaran diri berkembang secara bertahap selama beberapa tahun sejalan dengan anak belajar mengenai tubuh dan struktur mereka, fungsi, kemampuan, dan keterbatasan mereka. Gambaran diri dapat berubah dalam beberapa jam, hari, minggu, atau bulan, bergantung pada stimuli eksternal pada tubuh dan perubahan aktual dalam penampilan, struktur atau fungsi. Cara orang lain melihat tubuh kita juga mempunyai pengaruh (Potter & Perry, 2005).

Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima reaksi dari tubuhnya, menerima stimulus orang lain. Kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan. Gambaran diri berhubungan erat dengan kepribadian. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Individu yang stabil, realistis, dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang akan memacu sukses dalam kehidupan (Keliat, 1992).

Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan


(26)

aspek lainnya dari konsep diri. Perubahan ini bergantung pada kematangan fisik. Perubahan hormonal terjadi selama masa remaja dan pada akhir tahun kehidupan juga mempengaruhi gambaran diri (misalnya menopause selama masa dewasa tengah). Penuaan mencakup penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, dan mobilitas, perubahan ini dapat mempengaruhi gambaran diri (Kozier et al, 2004).

Sikap, nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi gambaran diri. Muda, cantik, dan utuh adalah hal-hal yang ditekankan dalam masyarakat Amerika, fakta yang selalu ditayangkan dalam program televisi, film bioskop, dan periklanan. Dalam kultur timur, penuaan dipandang secara sangat positif, karena orang dengan usia tua dihormati. Kultur barat (terutama di Amerika Serikat) telah dibiasakan untuk takut dan ketakutan terhadap proses penuaan yang normal. Menopause dalam kultur yang lain dipandang sebagai waktu dimana wanita mencapai kekuasaan dan kebijaksanaan. Akhir-akhir ini dalam kultur barat, menopause adalah waktu ketika wanita kurang disenangi secara seksual (Potter & Perry, 2005).

Banyak faktor dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti munculnya stressor yang dapat mengganggu integrasi gambaran diri. Kegagalan fungsi tubuh, seperti stroke, kebutaan, tuli, arthristis, multiple sklerosis, diabetes, inkontinensia dapat mengakibatkan depersonalisasi yaitu tidak mengakui atau asing dengan bagian tubuh. Pada wanita menopause yang sering terjadi adalah inkontinensia urine (Kozier et al, 2004; Potter & Perry, 2005).

Perubahan tubuh, hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia.


(27)

Perubahan tersebut seperti obesitas, penuaan, kolostomi, trakeostomi, luka bakar, kerusakan wajah dan lain-lain. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal. Wanita menopause mengalami perubahan pada kulit dan berat badan, yang terjadi adalah kulit menjadi kering dan keriput karena proses penuaan, serta obesitas (Kozier et al, 2004; Potter & Perry, 2005).

Umpan balik interpersonal yang negatif, umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri (Kozier et al, 2004; Potter & Perry, 2005).

Standar sosial budaya, hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda pada setiap individu dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder (Kozier at al, 2004 ; Potter & Perry, 2005)

Keliat (1998) menguraikan beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukkan tanda dan gejala seperti syok psikologis, yang merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap kecemasan. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.

Menarik diri, yaitu pada saat klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara


(28)

emosional. Klien menjadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya (Keliat, 1998).

Penerimaan atau pengakuan secara bertahap, yaitu ketika klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru (Keliat, 1998).

Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak tanda dan gejala-gejala berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu : menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah, tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh, mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi yang hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan ditolak, depersonalisasi, menolak penjelasan tentang perubahan tubuh (Keliat, 1998).

2.3 Kecemasan 2.3.1 Definisi

Hawari (2006) mendefinisikan kecemasan sebagai gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami ganguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.

Stuart (2007) mendefinisikan kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik kecemasan dialami secara


(29)

subyektif dan dikomunikasikan secara interpersonal dan berada dalam suatu rentang yaitu :

Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

2.3.2 Faktor Predisposisi

Stuart (2001) mengemukakan bahwa penyebab kecemasan dapat dipahami melalui berbagai teori yaitu teori psikoanalitis di mana Sigmund Freud mengidentifikasikan kecemasan sebagai konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedang superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

Teori interpersonal Sullivan menjelaskan bahwa kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat (Stuart, 2001).

Teori perilaku menyebutkan kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang


(30)

diinginkan. Ahli prilaku yang lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan suatu ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang kecemasan sebagai pertetangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mareka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan yaitu konflik menimbulkan kecemasan, dan kecemasan menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan (Stuart, 2001).

Kajian keluarga menyebutkan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Kecemasan juga terkait dengan tugas perkembangan individu dalam keluarga (Stuart, 2001).

Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine, obat-obat yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berubungan dengan kecemasan. Selain itu, kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai oleh gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stressor (Stuart, 2001).


(31)

2.3.3 Faktor Presipitasi

Stuart (2001) mengelompokkan faktor presipitasi menjadi dua yaitu : a. Ancaman terhadap integritas fisik

Ancaman ini meliputi disabilitas fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari dan terdiri dari sumber eksternal serta internal. Sumber eksternal di antaranya adalah terpapar oleh virus dan infeksi bakteri, polusi lingkungan, resiko keamanan, perumahan yang tidak memadai, makanan, pakaian, dan trauma. Sumber internal terdiri dari kegagalan tubuh, atau pusat pengatur suhu. Pada masa menopause terjadi penurunan fungsi fisiologis dari beberapa organ tubuh akibat pengaruh penurunan hormon estrogen. Hal ini dapat menyebabkan gangguan fungsi beberapa organ tubuh yang merupakan ancaman terhadap integritas fisik.

b. Ancaman terhadap sistem diri

Ancaman ini merupakan ancaman yang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu. Ancaman tersebut terdiri dari dua sumber yaitu eksternal diantaranya adalah kehilangan seseorang yang berarti karena kematian, perceraian, perubahan status pekerjaan, dilema etik, tekanan dari kelompok sosial dan budaya. Sumber internal terdiri dari kesulitan dalam hubungan interpersonal dan asumsi terhadap peran baru. Pada masa menopause terjadi perubahan-perubahan bentuk tubuh, seperti kulit menjadi kering dan keriput, obesitas, penurunan fungsi seksual, inkontinensia urine, yang mengakibatkan perubahan


(32)

gambaran diri. Perubahan gambaran diri ini jika tidak dapat diterima dapat menurunkan harga diri dan merupakan ancaman terhadap sistem diri.

2.3.4 Tingkat Kecemasan

Peplau membagi tingkat kecemasan menjadi empat (Stuart, 2001) yaitu : a. Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari. Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

b. Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

c. Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.

d. Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk


(33)

berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.

2.3.5 Respon Terhadap Kecemasan

Menurut Stuart (2001) respon terhadap kecemasan meliputi respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif yaitu :

a. Respon fisologis

Respon kecemasan terhadap kardiovaskular adalah palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, tekanan darah menurun. Respon kecemasan terhadap sistem pernapasan adalah napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah. Respon kecemasan tehadap sistem neuromuskular adalah reflek meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomia, tremor, rigiditas, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai lemah, gerakan yang janggal. Respon kecemasan terhadap sistem gastrointestinal adalah kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati, diare. Respon kecemasan terhadap sistem perkemihan adalah tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. Respon kecemasan terhadap kulit adalah wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.


(34)

b. Respon perilaku

Respon kecemasan terhadap perilaku adalah gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cidera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah, menghindar, hiperventilasi, sangat waspada.

c. Respon kognitif

Respon kecemasan pada kognitif adalah perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berfikir, lapang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian, kilas balik, mimpi buruk. d. Respon afektif

Respon kecemasan pada afektif adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, malu.

2.3.6 Gejala Kecemasan

Hamilton menguraikan gejala kecemasan sesuai karakteristik respon kecemasan (Hawari, 2006). Perasan cemas, meliputi : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. Keteganggan, meliputi : merasa tegang, lesu, tidak bisa beristirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar gelisah. Ketakutan, meliputi : takut pada gelap, takut pada orang asing, takut ditinggal sendiri, takut pada binatang besar, takut pada keramaian lalu lintas, takut pada


(35)

kerumunan orang banyak. Gangguan tidur, meliputi : sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk. Gangguan kecerdasan, meliputi : sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat buruk. Perasaan depresi (murung), meliputi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

Gejala somatik/fisik (otot), meliputi : sakit dan nyeri otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk, suara tidak stabil. Gejala somatik/fisik (sensorik), meliputi : tinnitus (telinga berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas, perasaan ditusuk-tusuk. Gejala kardiosvaskular (jantung dan pembuluh darah), meliputi : takikardia (denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri didada, denyut nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan, detak jantung menghilang (berhenti sekejap). Gejala pernafasan, meliputi : rasa tertekan atau sempit di dada, rasa tercekik, sering menarik nafas, nafas pendek/sesak. Gejala gastroinstestial, meliputi : sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, sukar buang air besar (konstipasi), kehilangan barat badan. Gejala urogenital, meliputi : sering buang air kecil, tidak dapat menahan air seni, tidak datang bulan (tidak ada haid), darah haid berlebihan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini.


(36)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause. Menopause adalah proses alami dari penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat haid selama 1 tahun. Penyebab berhentinya haid karena ovarium tidak lagi memproduksi estrogen dan progesteron. Menopause terjadi rata-rata pada usia 50 tahun. Pada masa menopause terjadi beberapa perubahan, salah satunya adalah perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi di antaranya adalah perubahan menstruasi, hot flushes yang sering menimbulkan insomnia, palpitasi, pening, dan rasa lemas. Gangguan seksual yang berupa penurunan libido dan disparenia. Gejala-gejala saluran kemih seperti urgensi, frekwensi, disuri, inkontinensia, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pada kulit yaitu kulit menjadi kering dan keriput. Perubahan pada tulang yang menyebabkan nyeri pada persendian, dan osteoporosis yang meningkatkan kejadian patah tulang pada masa menopause. Obesitas serta penyakit-penyakit penyerta lain yang diakibatkan oleh kondisi menopause seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker, dan demensia tipe Alzheimer (Shimp & Smith, 2000;Kasdu, 2004).

Gambaran diri (body image) adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini , mencakup persepsi dan perasan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh. Perubahan perkembangan yang normal


(37)

seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampilan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Perubahan hormonal terjadi selama masa remaja dan dewasa tengah juga mempengaruhi gambaran diri (misalnya menopause). Stressor yang dapat mengganggu integrasi gambaran diri pada masa menopause adalah kegagalan fungsi tubuh dan perubahan tubuh (Stuart, 2001; Potter & Perry, 2005).

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas-batas normal. Kecemasan dialami secara subyektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Pada masa menopause kecemasan dicetuskan oleh ancaman terhadap integritas fisik karena penurunan kadar estrogen dan progesteron yang mengakibatkan penurunan beberapa fungsi organ tubuh, dan ancaman terhadap sistem diri oleh karena menurunnya harga diri akibat perubahan-perubahan fisik yang terjadi, yang menyebabkan perubahan-perubahan ganbaran diri. Kecemasan dikategorikan dalam lima tingkatan yaitu tidak ada kecemasan (antisipasi), kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, dan panik (Stuart, 2001;Hawari, 2006).

Dari kajian yang telah diuraikan diatas, maka dapat digambarkan suatu skema yang menjadi kerangka berpikir sebagai berikut :


(38)

- Faktor Predisposisi - Faktor Presipitasi

Gambaran diri ibu masa menopause :

- Menerima

- Menolak

Tingkat kecemasan ibu masa menopause :

- Tidak ada kecemasan - Kecemasan ringan - Kecemasan sedang - Kecemasan berat - Panik

Keterangan : Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Indikator Alat ukur Hasil

Ukur Skala Independen: Gambaran diri ibu masa menopause

Sikap ibu terhadap perubahan fisik yang terjadi pada masa menopause yaitu dapat menerima atau menolak - Perubahan pola menstruasi - Hot flushes - Gejala-gejala saluran kemih - Obesitas - Perubahan pada kulit - Perubahan tulang - Gangguan Kuesioner dengan 8 pertanyaan


(39)

Dependen : Tingkat kecemasan ibu masa menopause Perasaan khawatir ibu terhadap perubahan fisik pada masa menopause yang dikategorikan dalam lima tingkatan yaitu : - tidak ada

kecemasan - kecemasan ringan - kecemasan sedang - kecemasan berat - panik seksual - Penyakit-penyakit penyerta - Perasaan cemas - Ketegangan - Ketakutan - Gangguan tidur - Gangguan kecerdasan - Perasaan depresi (murung) - Gejala fisik

(otot) - Gejala fisik

(sensoris) - Gejala kardiovaskular - Gejala respiratori - Gejala gastrointestinal - Gejala urogenital - Gejala autonom - Sikap Kuesioner dengan 16 pertanyaan

0 - 48 Rasio

3.3 Hipotesa Penelitian

Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa hipotesa alternatif diterima, yaitu ada hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause.


(40)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran diri ibu masa menopause, mengidentifikasi tingkat kecemasan ibu masa menopause, dan mengidentifikasi hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif korelasi, yaitu desain penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variabel atau lebih pada situasi atau kelompok sampel (Notoatmodjo, 2005).

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Pada penelitian ini populasinya adalah ibu yang berusia antara 50 -60 tahun dan telah memasuki masa menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan dengan jumlah populasi 90 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto, 2002). Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang berumur antra 50 -60 tahun dan telah memasuki masa menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan. Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan tekhnik


(41)

mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada dan tersedia (Prasetyo, 2006; Notoatmodjo, 2005). Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan tabel

power analisis untuk koefisien korelasi dengan level of significance ( ) sebesar 0.05, power of test (1- ) sebesar 0.80 dan effect size ( ) sebesar 0.50. Sehingga didapatkan jumlah satu kelompok sampel sebanyak 32 orang (Polit & Hungler, 1997).

Kriteria yang ditentukan untuk subyek penelitian adalah sebagai berikut: (1)Ibu yang berusia antara 50 – 60 tahun yang sudah memasuki masa menopause dan belum mengalami demensia, (2)Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, (3)Bertempat tinggal di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan, (4)Dapat berbahasa Indonesia dengan baik.

4.3 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 – 10 Juli 2007 di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan. Alasan pemilihan lokasi karena pada daerah ini tersedia sampel yang bervariasi dalam tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan. Pada daerah ini penelitian tentang hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause belum pernah dilakukan.

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik yaitu memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka responden dipersilakan untuk menandatangani informed concent. Tetapi jika calon responden


(42)

tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik fisik maupun psikologis. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen, tetapi hanya menuliskan nomor kode yang digunakan untuk menjaga kerahasiaan semua informasi yang diberikan. Data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari data demografi responden, gambaran diri ibu masa menopause, dan tingkat kecemasan ibu masa menopause.

Kuesioner data demografi meliputi umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan jumlah anak.

Kuesioner gambaran diri ibu masa menopause terdiri dari beberapa pertanyaan yang bertujuan untuk mengidentifikasi sikap ibu menopause terhadap perubahan fisik yang terjadi, dan perubahan tersebut dapat diterima atau ditolak. Kuesioner disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada tinjauan pustaka. Kuesioner tentang gambaran diri ibu masa menopause terdiri dari 8 pertanyaan yang terbagi dalam 4 pertanyaan positif (pertanyaan no. 1, 2, 3, 8), dan 4 pertanyaan negatif (pertanyaan no. 4, 5, 6, 7), dengan jawaban ya atau tidak (dichotomy). Pada pertanyaan positif, untuk jawaban ya nilainya 1 dan untuk


(43)

jawaban tidak nilainya 0. Pada pertanyaan negatif, untuk jawaban ya nilainya 0 dan untuk jawaban tidak nilainya 1. Nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 8. Dikategorikan menolak jika skor 0 – 4 dan menerima jika skor 5 – 8.

Kuesioner tingkat kecemasan ibu masa menopause disusun dengan berpedoman pada Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS – A) yang telah penulis modifikasi dan bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan ibu masa menopause. Kuesioner tingkat kecemasan ibu masa menopause terdiri dari 16 pertanyaan. Kuesioner yang dimodifikasi nomor 1 sampai dengan 14 dibuat dalam bentuk pertanyaan, kemudian penulis menambahkan 2 pertanyaan yang juga berdasar pada HRS – A. Pertanyaan dengan jawaban tidak pernah mempunyai nilai 0, kadang-kadang mempunyai nilai 1, sering mempunyai nilai 2, dan terus menerus mempunyai nilai 3. Nilai terendah adalah 0 dan tertinggi adalah 48. Skor 0 menunjukkan tidak ada kecemasan. Skor 1 – 12 menunjukkan kecemasan ringan. Skor 13 – 24 menunjukkan kecemasan sedang. Skor 25 – 36 menunjukkan kecemasan berat. Skor 37 – 48 menunjukkan kondisi panik.

4.6 Reliabilitas Instrumen

Peneliti melakukan uji reliabilitas terhadap instrumen. Instrumen yang reliabel akan dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya atau benar sesuai kenyataannya (Polit & Hungler, 1997). Dalam penelitian ini akan digunakan uji reliabilitas konsistensi internal karena memiliki kelebihan yaitu pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen kepada satu subyek studi


(44)

(Dempsey & Dempsey, 2002). Uji reliabilitas dilakukan pada 10 orang (Nursalam, 2001).

Menurut Arikunto (2002) salah satu uji reliabilitas internal untuk jenis kuesioner dichotomy adalah menggunakan teknik Spearman – Brown. Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner gambaran diri ibu masa menopause terhadap 10 orang responden adalah 0,76.

Dalam Dempsey & Dempsey (2002) dijelaskan bahwa uji reliabilitas internal untuk jenis kuesioner yang skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai adalah dengan menggunakan Cronbach Alpha pada program SPSS versi 11.0. Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner tingkat kecemasan ibu masa menopause adalah 0.93.

Menurut Polit & Hungler (1997) suatu instrumen dikatakan reliabel bila koefisiennya 0,70 atau lebih. Jadi dapat disimpulkan bahwa kuesioner gambaran diri ibu masa menopause dan kuesioner tingkat kecemasan ibu masa menopause yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel.

4.7 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Tujuan dilakukan dengan metode wawancara adalah agar data yang didapat dari responden lebih akurat dan valid sehingga hasil yang didapatkan lebih representatif dan dapat dipercaya. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan yaitu Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


(45)

Utara dan surat izin dari lokasi penelitian yaitu Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan.

Pada saat pengumpulan data peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani informed concent. Peneliti memperoleh data dari responden yang bersedia dengan melakukan wawancara yang berpedoman pada pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya jika ada pertanyaan dari peneliti yang tidak dimengerti. Selanjutnya seluruh data dikumpulkan.

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Kemudian data diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya data dimasukkan ke dalam komputer (entry) dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu program SPSS versi 11.0.

4.8 Analisa Data

Pengolahan data demografi yang meliputi umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, jumlah anak dilakukan dengan mendeskripsikan distribusi frekwensi dan persentase dalam bentuk tabel.

Pengolahan data gambaran diri ibu masa menopause yang diidentifikasi dengan mendeskripsikan distribusi frekwensi dan persentase dalam bentuk tabel. Sehingga untuk mengetahui kecenderungan sikap ibu menopause menolak atau


(46)

menerima perubahan gambaran diri yang terjadi dapat dilihat dari persentase tertinggi.

Pengolahan data tingkat kecemasan ibu masa menopause diidentifikasi dengan mendeskripsikan distribusi frekwensi dan persentase yang disajikan dalam bentuk tabel. Kecenderungan ibu menopause berada pada tingkat kecemasan yang mana dapat diketahui dari angka persentase terbanyak

Uji korelasi yang digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause dalam penelitian ini adalah product moment Pearson’s r yang membandingan dua variabel berbeda untuk menentukan derajat hubungan keduanya. Hasil analisa akan dibaca berdasarkan kriteria penafsiran korelasi menurut Burns & Grove.

Tabel 4.1 Kriteria Penafsiran Korelasi Menurut Burns & Grove (1993)

Nilai r Penafsiran

> - 0.5

- 0.3 – (- 0.5)

- 0.1 – (-0.3)

0

0.1 – 0.3

0.3 – 0.5

> 0.5

Korelasi negatif tinggi.

Hubungan negatif, interpretasi kuat.

Korelasi negatif sedang.

Hubungan negatif, interpretasi sedang.

Korelasi negatif rendah.

Hubungan negatif, interpretasi lemah.

Tidak ada korelasi.

Korelasi positif rendah.

Hubungan positif, interpretasi lemah.

Korelasi positif sedang.

Hubungan positif, interpretasi sedang.

Korelasi positif kuat.


(47)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan setelah dilakukan pengumpulan data dari tanggal 1 Juli sampai dengan 10 Juli 2007 di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian akan dijabarkan mulai dari deskripsi karakteristik responden, gambaran diri ibu masa menopause, tingkat kecemasan ibu masa menopause dan hubungan gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan.

5.1.1 Deskripsi karakteristik responden

Deskripsi karakterisitk responden mencakup umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan jumlah anak.

Dari 32 responden yang terkumpul, lebih banyak berada pada usia 55 tahun (n=8; 25%), suku Aceh (n=32; 100%), beragama Islam (n=32; 100%). Pendidikan responden lebih banyak adalah SMA (n=14; 43,8%), dengan persentase ibu bekerja lebih banyak dari ibu tidak bekerja (n=25; 78,1%). Mayoritas responden sudah menikah (n=30; 93,8%), dan memiliki anak 2 orang (n=9: 28,1%) (Tabel 5.1).


(48)

Tabel 5.1 Deskripsi karateristik ibu masa menopause yang tinggal di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuanbulan Juli 2007 (N=32)

Frekuensi (n) Persentase (%)

Usia

- 52 Tahun - 53 Tahun - 54 Tahun - 55 Tahun - 56 Tahun - 57 Tahun - 58 Tahun - 59 Tahun Suku

- Aceh

Agama - Islam Pendidikan

- Tidak Sekolah

- SD

- SMP

- SMA

- Perguruan Tinggi Pekerjaan

- Tidak Bekerja

- PNS

- Wiraswasta - Lain-lain Status Perkawinan

- Kawin

- Tidak Kawin Jumlah Anak

- Tidak Punya - Satu

- Dua

- Tiga

- Lebih dari tiga

4 4 6 8 4 2 3 1 32 32 1 3 10 14 4 7 2 11 12 30 2 3 6 9 7 7 12,5 12,5 18,8 25,0 12,5 6,3 9,4 3,1 100 100 3,1 9,4 31,3 43,8 12,5 21,9 6,3 34,4 37,5 93,9 6,3 9,4 21,8 28,1 21,9 21,9


(49)

5.1.2 Gambaran diri ibu masa menopause

Dari hasil penelitian didapat hasil bahwa mayoritas responden (n=29; 90,6%) memiliki gambaran diri menerima sedangkan 3 responden (9,4%) memiliki gambaran diri menolak (Tabel 5.2).

Tabel 5.2 Gambaran diri ibu masa menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuanbulan Juli 2007 (N=32)

Gambaran diri Frekuensi (n) Persentase (%)

Menerima Menolak 29 3 90,6 9,4

Total 32 100

5.1.3 Tingkat kecemasan ibu masa menopause

Dari hasil penelitian didapat hasil bahwa lebih dari 50% responden (n=18; 56,3%) memiliki tingkat kecemasan yang ringan diikuti dengan tidak ada kecemasan (n=9; 28,1%) dan kecemasan sedang (n=5; 25,6%) (Tabel 5.3).

Tabel 5.3 Tingkat kecemasan ibu masa menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuanbulan Juli 2007 (N=32)

Tingakt Kecemasan Frekuensi (n) Persentase (%)

Tidak ada kecemasan Kecemasan ringan Kecemasan sedang 9 18 5 28,1 56,3 15,6

Total 32 100

5.1.4 Hubungan gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan.

Penggunaan uji Pearson untuk mengetahui hubungan gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu menopause menunjukkan nilai p pada kolom sig 2-tailed


(50)

sebesar 0,02 lebih kecil dari nilai level of significance (g) yaitu 0,05 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu menopause. Dengan nilai koefisien korelasi 0,39 berarti arah korelasi positif dengan interpretasi hubungan sedang yang mempunyai arti bahwa jika gambaran diri menerima maka tingkat kecemasan rendah (tidak ada kecemasan).

Tabel 5.4 Hasil uji korelasi Pearson gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu masa menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan bulan Juli 2007 (N=32)

Gambaran Diri Ibu Masa Menopause Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause Gambaran Diri Ibu Pearson Correlation

Masa Menopause Sig. (2-tailed) N 1.000 . 32 .392 .026 32 Tingkat Kecemasan Pearson Correlation

Ibu Masa Menopause Sig. (2-tailed) N .392 .026 32 1.000 . 32

5.2 Pembahasan

5.2.1 Gambaran diri ibu masa menopause

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar yang mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, penampilan, potensi, serta fungsi tubuh. Dari hasil penelitian didapat hasil bahwa mayoritas responden (n=29; 90,6%) memiliki gambaran diri menerima sedangkan gambaran diri menolak sebanyak 3 responden (9,4%).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang seperti munculnya stressor yang dapat mengganggu integritas gambaran diri.


(51)

Stressor-stressor tersebut dapat berupa operasi, kegagalan fungsi tubuh, waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh, tergantung pada mesin, perubahan tubuh, umpan balik interpersonal yang negatif, dan standar sosial budaya (Kozier et all, 2004 ; Potter & Perry, 2005).

Menurut asumsi penulis, mayoritas responden memiliki gambaran diri menerima karena kebanyakan responden telah mengalami menopause lebih dari 2 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwita (2003) bahwa telah lamanya mengalami menopause mempunyai pengaruh terhadap keluhan-keluhan psikologis pada masa menopause. Semakin lama wanita telah mengalami menopause, maka semakin berkurang keluhan-keluhan psikologisnya karena sudah dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi.

Sedangkan responden yang memiliki gambaran diri menolak dikarenakan tidak mempunyai anak, seperti pendapat Mackenzie (1996) bahwa menopause merupakan hilangnya fungsi reproduksi, sehingga kemungkinan untuk mempunyai anak tidak ada lagi. Seperti yang dikemukakan oleh Kuntjoro (2002) bahwa ada juga wanita yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seks, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka serta kehilangan feminitas karena fungsi reproduksi yang hilang. Dalam menghadapi masalah menopause, wanita sering menggunakan strategi koping pengalihan yaitu dengan melakukan aktivitas, hal ini sesuai dengan penelitian Yundahari (2007).

Wanita yang bekerja mempunyai kecenderungan untuk lebih banyak berinteraksi dengan lingkungannya, dapat mengaktualisasikan dirinya, dan


(52)

mempunyai harga diri yang baik. Dari interaksi tersebut terjadilah pertukaran bermacam informasi, berbagi pengetahuan, berbagi masalah, dan saling bertukar pengalaman dalam menghadapi masalah. Kondisi ini memungkinkan seorang wanita mendapat dukungan sosial dari orang-orang disekitarnya selain dari keluarga. Pengetahuan yang cukup tentang suatu masalah akan mendorong wanita mengantisipasi dan mencari penyelesaian yang lebih adaptif (Mackenzie, 1996; Branden, 2005).

Pengetahuan bisa juga didapat dari pendidikan. Dalam pendidikan terjadi proses penyampaian materi pendidikan dari pendidik kepada sasaran (anak didik) untuk mencapai perubahan tingkah laku (Notoatmodjo, 1993). Wanita yang berpendidikan tinggi lebih cepat beradaptasi dengan kondisi menopause. Keadaan ini disebabkan cara berpikir wanita berpendidikan tinggi lebih rasional, lebih terbuka dalam menerima informasi, sehingga wawasan dan pengetahuannya lebih luas, dan menghasilkan sikap yang lebih positif dalam menghadapi suatu permasalahan (Witkin-Laonil, 1996; Branden, 2005). Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1993) bahwa latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh terhadap kematangan pandangan hidup seseorang.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa wanita berpendidikan rendah mempunyai reaksi pasif atau jarang mengalami keluhan-keluhan psikologis pada saat menopause, karena wanita tersebut secara pasrah menerima hal yang tidak dapat dipungkiri dalam hal ini menopause (Pusdiknakes,


(53)

1992). Ternyata 3 responden dengan gambaran diri menolak mempunyai latar belakang pendidikan rendah.

Kepasrahan wanita menopause berkaitan dengan keyakinan yang mereka anut. Mayoritas suku Aceh adalah pemeluk kuat agama Islam, dan ajaran agama tersebut mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh. Salah satunya adalah pembentukan sikap wanita dalam menghadapi masa menopause, yang merupakan takdir bagi semua wanita. Agama Islam mengajarkan untuk sabar dan ikhlas dalam menerima takdir, selalu berfikir positif, dan dapat mengambil hikmahnya. Kebanyakan wanita beragama Islam merasa lebih tenang pada masa menopause, karena lebih leluasa untuk beribadah, sehingga kegiatan ibadah lebih meningkat di usia tua (Koentjaraningrat, 2002; Abdullah, 2004).

Menghadapi masa menopause, dibutuhkan dukungan sosial bagi wanita untuk membantu dalam menghadapi masalah yang terjadi pada masa menopause. Peran suami sangat diperlukan, kesabaran, bimbingan, dan semangat dari suami akan sangat membantu wanita menghadapi masa ini (Kompas, 2006). Liewellyn Jones (1997) mengemukakan bahwa, jika seorang wanita mempunyai konflik dalam kehidupan kebanyakan mereka mencari bantuan dengan orang terdekat bahkan sampai berkonsultasi dengan ahli profesional untuk mencari pemecahan masalah yang dihadapinya dan keadaan ini dipermudah lagi dengan adanya dukungan suami dan keluarga. Pendapat lain mengatakan, dukungan sosial secara langsung menurunkan stress dan secara tidak langsung meningkatkan serta memperbaiki kesehatan (Cooper


(54)

& Smith, 1985). 2 dari 3 responden dengan gambaran diri menolak adalah wanita yang tidak menikah.

5.2.2 Tingkat kecemasan ibu menopause

Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan, ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, keperibadian masih utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2006).

Dari hasil penelitian di dapat hasil bahwa lebih dari 50% responden (n=18; 56,3%) memiliki tingkat kecemasan ringan diikuti dengan tidak ada kecemasan (n=9; 28,1%) dan kecemasan sedang (n=5; 25,6%).

Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman (Anwar, 2007).

Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-hari. Bagaimana juga, bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, hal itu dianggap sebagai hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis (Anwar, 2007).

Tingkat kecemasan ringan yang dialami oleh responden menurut Stuart (2001) berhubungan dengan ketegangan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari sebagai dampak dari penurunan fungsi-fungsi tubuh pada masa menopause.


(55)

Kecemasan ini meningkatkan lapang persepsi, dapat memotivasi belajar, dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

Dari data yang terkumpul, 9 responden (28,1%) tidak mengalami kecemasan, pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi, menikah, mempunyai anak lebih dari dua, dan bekerja.

Dapat dilihat bahwa responden yang tidak mengalami kecemasan mempunyai pendidikan yang cukup baik. Di mana dengan tingkat pendidikan tersebut, wanita akan mempunyai pandangan hidup yang matang, dan mempunyai peluang kerja yang lebih besar. Dengan bekerja, wanita akan dapat mengaktualisasikan diri untuk meningkatkan harga dirinya, mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, mempunyai banyak teman untuk saling berbagi, terutama dalam menghadapi masalah, memiliki dukungan sosial yang cukup dari lingkungannya sehingga beban hidup dan stress akan berkurang (Witkin-Laonil, 1996; Hutapea, 2005; Notoatmodjo, 1993).

Kehidupan dengan pernikahan dan keluarga yang bahagia adalah faktor pendukung yang penting bagi wanita dalam menghadapi menopause. Kepuasan dalam menjalani peran sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya merupakan kekuatan tersendiri dalam menghadapi menopause dan masalah-masalahnya. Dukungan sosial yang positif sangat diperlukan untuk menurunkan stress dan meningkatkan serta memperbaiki kesehatan (Cooper & Smith, 1985). Sehingga wanita dapat beradaptasi dan menghadapi menopause dengan bijaksana, seiring


(56)

dengan bertambah matangnya usia dan meningkatnya kehidupan religius (Kasdu, 2004; Hutapea, 2005).

Penelitian religiusitas yang dilakukan oleh Halim (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara religiusitas dan harga diri dengan tingkatan stress pada masa menopause. Di mana kedua faktor tersebut secara signifikan mampu meramalkan tingkat stress individu pada masa menopause. Oleh karena itu, peningkatan kehidupan religius dan pembentukan harga diri yang positif merupakan upaya yang positif untuk dapat menghadapi stressor yang muncul pada masa menopause.

Kecemasan ringan yang terjadi dipengaruhi juga oleh tingkat pendidikan kebanyakan responden, sesuai dengan hasil penelitian Purwita (2007) bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap keluhan-keluhan psikologis pada saat menopause. Yang banyak mengalami keluhan psikologis adalah wanita dengan tingkat pendidikan sedang (68%), yang mempunyai keluhan berat adalah wanita dengan tingkat pendidikan rendah (60%), tingkat pendidikan tinggi mengalami keluhan ringan (50%), dan 30% tidak mengalami keluhan.

Pada wanita yang memasuki usia tua, sering timbul rasa khawatir terhadap terjadinya penyakit yang disebabkan oleh penurunan fungsi organ karena proses penuaan. Rasa khawatir ini disebakan rasa takut akan kematian dan merasa belum ada persiapan untuk menghadapi kematian. Hal ini dapat menimbulkan stress yang mengakibatkan kecemasan jika tidak mampu beradaptasi (Hutapea, 2005; Hawari, 2006).


(57)

Rasa khawatir juga akan terjadi pada wanita yang hanya mempunyai 1orang anak. Rasa khawatir tersebut terjadi karena adanya pemikiran terhadap kemungkinan kehilangan anak satu-satunya. Kehilangan yang diartikan meninggal dengan bermacam sebab. Atau kondisi anak tersebut tidak sesuai dengan harapan orang tua, misalnya cacat. Sehingga timbul keinginan untuk memiliki anak lagi dengan harapan lebih baik dari sebelumnya, akan tetapi proses reproduksi sudah berhenti (Witkin-Laonil, 1996; Hutapea, 2005; Hawari, 2006).

Kekhawatiran karena kondisi seksualitas yang menurun juga merupakan penyebab kecemasan. Khawatiran akan kehilangan suami karena merasa tidak mampu memberikan kepuasan seksual, dan merasa dirinya tidak berharga lagi (Mackenzie, 1996; Witkin-Laonil, 1996; Achadiat, 2007).

Kecemasan sedang yang terjadi berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah, hidup sendiri, tidak punya anak, tidak bekerja sehingga kurang mendapatkan dukungan sosial dan tidak menerima perubahan yang terjadi pada masa menopause (gambaran diri menolak). Rasa tidak puas terhadap gambaran diri ini menyebabkan menurunnya harga diri. Pada penelitian yang dilakukan oleh Soeyanto (2003), menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara kepuasan wanita terhadap gambaran diri dengan harga diri. Di mana semakin tinggi kepuasan wanita terhadap gambaran dirinya akan semakin tinggi harga diri wanita tersebut.

Rasa ketidakpuasan terhadap gambaran diri dan rendahnya harga diri menunjukkan terjadi gangguan pada konsep diri. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Erika (2003), menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara konsep diri


(58)

dengan derajat stress pada wanita menopause. Di mana bila konsep diri meningkat, derajat stress akan turun. Peningkatan derajat stress akan memperburuk kondisi kecemasan.

Pilihan hidup sendiri dan hidup menjanda mempunyai hubungan dengan kecemasan wanita dewasa madya dalam menghadapi masa penuaan. Seperti pada penelitian Lindiyawati (2003), yang menunjukkan hasil bahwa perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses penuaan, baik itu yang bersifat fisik maupun sosial mencemaskan wanita dewasa madya yang hidup sendiri dan hidup menjanda. Untuk itu, mereka melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kecemasan tersebut. Dukungan sosial juga diperlukan untuk membantu wanita tersebut dalam mengatasi kecemasannya.

5.2.3 Hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu menopause

Penggunaan uji Pearson untuk mengetahui hubungan gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu menopause menunjukkan nilai p pada kolom sig 2-tailed

sebesar 0,02 lebih kecil dari nilai level of significance (g) yaiut 0,05 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu menopause. Dengan demikian hipotesa alternatif pada penelitian ini diterima yaitu terdapat hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu menopause. Didapatkan nilai koefisien korelasi 0,39 dengan arah korelasi positif dan interpretasi hubungan sedang, yang berarti bahwa semakin menerima gambaran diri maka tingkat kecemasan berkurang.


(59)

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2003), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara perubahan fisik dengan psikologis wanita masa menopause.

Adanya hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan sesuai dengan pendapat Anwar (2007), yang mengatakan bahwa setiap perempuan yang memasuki masa menopause sering kali merasa cemas. Kecemasan itu berupa ketakutan akan hilangnya kemampuan untuk bereproduksi, menurunnya penampilan sebagai seorang wanita akibat kekerutan pada kulitnya dan yang paling tidak menguntungkan bila sudah merasa tua.

Kecemasan pada wanita menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang yang cemas dan dapat tenang kembali setelah mendapat semangat / dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Namun ada juga yang terus-menerus cemas, meskipun orang-orang di sekitarnya telah memberikan dukungan. Akan tetapi banyak juag wanita menopause yang tidak mengalami perubahan yang berarti dalam kehidupannya (Kuntjoro, 2007).

Menurut Anwar (2007), menopause merupakan satu proses fisiologik normal. Pada abad ke 17 dan 18 menopause dianggap bencana dan malapetaka bagi seorang wanita, bahkan wanita pasca menopause dianggap tidak berguna lagi. Padahal sesungguhnya menopause adalah suatu proses fisiologik yang normal serta alami, sesuai dengan siklus biologi yang dialami seorang wanita.


(60)

Menopause adalah proses yang alamiah maka wanita bisa menghadapinya dengan bijak dan tenang sehingga dapat melalui masa itu dengan percaya diri dan bahagia (Aryasatiani, 2007).


(61)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dibuat kesimpulan dan saran sesuai dengan hasil penelitian sebagai berikut:

6.1 Kesimpulan

1. Mayoritas ibu menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan memiliki memiliki gambaran diri menerima.

2. Lebih dari 50% ibu menopause di Kelurahan Lhok Keutapang Tapaktuan memiliki tingkat kecemasan yang ringan.

3. Hipotesa alternatif pada penelitian ini diterima yaitu terdapat hubungan bermakna antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu menopause. Nilai koefisien korelasi positif 0,39 berarti gambaran diri menerima maka tingkat kecemasan berkurang (tidak ada).

6.2 Saran

1. Dalam pendidikan keperawatan perlu menekankan pemahaman pada peserta didik bahwa pada masa menopause bukan hanya gejala fisik saja yang perlu mendapat perhatian khusus, tetapi juga harus memperhatikan gejala psikologis yang timbul.

2. Disarankan kepada perawat maternitas agar memberikan pendidikan kesehatan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada saat menopause adalah proses fisiologis dan alamiah, agar dapat diterima dengan lapang dada dan tidak menimbulkan kecemasan.


(62)

3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti gambaran diri dan tingkat kecemasan ibu masa menopause dengan metode yang lain. Sehingga dapat tergali lebih dalam faktor-faktor lain yang tidak terpaparkan dalam penelitian ini.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi V). Cet. Keduabelas. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Aryasatiani, E. (2007). Menopause. (http://www.st-yohanesbosoo.org, diakses 25 Oktober 2007).

Anwar, M. (2007). Membincangkan Menopause dan Andropause.

(http://www.ugm.ac.id, diakses 25 Oktober 2007).

Aditya, R. M. I., & Prabowo, A. S. (2006). Menjaga Penampilan dan Kesehatan Perempuan : KumpulanTips-tips Jitu Kompas. Jakarta : Penerbit Buku

Kompas.

Abdullah, A. F. (2004). Membangun Positive Thinking Secara Islam. Jakarta : Gema Insani.

Achadiat, M. C. (2007). Menopause. (http://www.kilasan.com, diakses 27 Oktober 2007).

Anonim. (2007). Menopause. (http://www.women’s-health-concern.org, diakses 4 April 2007).

Anonim. (2007). Menopause, Siapa Takut.

(http://indocostiamultiply.com/review/item/7, diakses 4 April 2007). Anonim. (2007). Menopause. (http://www.all-about-life-challenges.org, diakses 4


(64)

Burn, N., & Grove, S. K. (1993). The Practice of Nursing Research : Conduct, Critique, and Utilization (2nd Edition). Philadelphia : W. B. Saunders Co. Branden, N. (2005). Kekuatan Harga Diri. Batam : Interaksa.

Bobak, I. M., Lowdermilk, D. L., & Jensen, M. D. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas (Edisi 4). Cet. Pertama. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth. (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2(Edisi 8). Cet. Pertama. Jakarta : EGC.

Cooper, C. L., & Smith, M. J. (1985). Job Stress and Blue Color Work. New York : John Wiley & Sons.

Dempsey, P. A., & Dempsey, A. D. (2002). Riset Keperawatan : Buku Ajar dan Latihan (Edisi 4). Cet. Pertama. Jakarta : Binarupa Aksara.

Dwiloka, B., & Riana, R. (2005). Teknik Menulis Karya Ilmiah : Skripsi, Tesis,

Disertasi, Artikel, Makalah, dan Laporan Penelitian. Cet. Pertama. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Dewi, Nila Sari. (2007). Hubungan antara Perubahan Fisik dengan Psikologis

Perempuan pada Masa Menopause.

(http://www.psikologi-untar.com/psikologi/skripsi, diakses 25 Oktober 2007).

Erika, I. (2003). Hubungan antara Konsep Diri dengan Derajat Stress pada Masa Menopause. (http://www.psikologi-untar.com/psikologi/skripsi, diakses 25 Oktober 2007).

Glasier, A., & Gebbie, A. (2006). Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi (Edisi 4). Cet. Pertama. Jakarta : EGC.


(65)

Hutapea, R. (2005). Sehat dan Ceria di Usia Senja. Jakarta : PT Rineka Cipta. Hawari, D. (2006). Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi (Edisi 2). Cet.

Pertama. Jakarta : Gaya Baru.

Halim, J. (2003). Hubungan antara Religiusitas dan Harga Diri dengan Level

Stress Individu pada Masa Menopause.

(http://www.psikologi-untar.com/psikologi/skripsi, diakses 25 Oktober 2007).

Koentjoro, Z. (2002). Menopause. (http://www.e.psikologi.com/dewasa, diakses 4 April 2007).

Keontjaraningrat. (2002). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan.

Keliat, B. A. (1992). Gangguan Konsep Diri. Cet. Pertama. Jakarta : EGC.

Keliat, B. A. (1998). Gangguan Koping, Citra Tubuh, dan Seksual pada Klien Kanker. Cet. Pertama. Jakarta : EGC.

Kasdu, D. (2004). Kiat Sehat dan Bahagia di Usia Menopause. Cet. Pertama. Jakarta : Puspa Swara.

Liewellyn. D. J. (1997). Setiap Wanita. Jakarta : Delapratasa.

Lindiyawati. (2003). Kecemasan Wanita Dewasa Madya yang Hidup Sendiri atau Menjanda dalam Menghadapi Masa Menopause. (http://www.psikologi-untar.com/psikologi/skripsi, diakses 25 oktober 2007).

Mackenzie, R. (1996). Menopause : Tuntunan Praktis untuk Wanita. Jakarta : Arcan.


(66)

Manuaba, I. G. B. (1998). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan.

Mulyadi, R. (2003). Kenalilah Rasa Cemas yang Tidak Rasional. Jakarta : Sinar Harapan.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Cet. Ketiga. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Andi Offset.

Nursalam. (2002). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kandungan (Edisi 2). Jakarata : YBP – SP

Prasetyo, B., & Jannah, L. M. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif : Teori dan Aplikasi (Edisi 1). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Purwita, E. (2003). Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Keluhan-keluhan Psikologis pada saat Menopause di Lingkungan III Kelurahan Mesjid Kecamatan Medan Kota. Skripsi. Tidak dipublikasikan.

Pusdiknakes. (1992). Asuhan Kebidanan pada Sistem Reproduksi. Jakarta : Depkes RI.

Polit, D., & Hungler, B. P. (1997). Essentials of Nursing Research : Method, Appraisals, and Utilization (4th Edition). Philadelphia : Lippincott.


(1)

9. Apakah ibu merasa detak jantung ibu menjadi cepat dan berdebar-debar? Tidak pernah Kadang Sering Terus menerus

10. Apakah ibu sering merasa tertekan di dada dan menjadi sulit untuk bernafas dengan tiba-tiba?

Tidak pernah Kadang Sering Terus menerus

11. Apakah ibu merasa selera makan ibu menjadi turun, sering mual, dan muntah? Tidak pernah Kadang Sering Terus menerus

12. Apakah ibu menjadi “dingin” atau kehilangan hasrat seksual? Tidak pernah Kadang Sering Terus menerus 13. Apakah ibu merasa sering merasa pusing dan sakit kepala?

Tidak pernah Kadang Sering Terus menerus 14. Apakah ibu sering merasa gelisah dan menjadi gugup?

Tidak pernah Kadang Sering Terus menerus

15. Apakah ibu mudah kecewa terutama dalam menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan?

Tidak pernah Kadang Sering Terus menerus

16. Apakah ibu menjadi kurang berminat terhadap kesenangan atau hobi ibu? Tidak pernah Kadang Sering Terus menerus


(2)

CURICULUM VITAE A. IDENTITAS

Nama : Praju Susiana Marga

Tempat/Tgl Lahir : Bojonegoro, 19 Agustus 1974 Agama : Islam

Alamat : Jl. Mandolin 61 Padang Bulan, Medan

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun Pendidikan 1980 - 1986 SDN II Kedungadem 1986 - 1989 SMPN Kedungadem 1989 - 1992 SMAN Sumberrejo

1992 - 1995 AKPER Rumah Sakit Islam Surabaya 2006 PSIK FK USU


(3)

Frequencies

Statistics

32 32 32 32 32 32 32

0 0 0 0 0 0 0

54.84 1.00 1.00 3.53 2.88 1.13 3.28 55.00 1.00 1.00 4.00 3.00 1.00 3.00

1.90 .00 .00 .95 1.16 .49 1.28

Valid Missing N Mean Median Std. Deviation

Usia Suku Agama Pendidikan Pekerjaan

Status

Perkawinan Jumlah Anak

Frequency Table

Usia

4 12.5 12.5 12.5

4 12.5 12.5 25.0

6 18.8 18.8 43.8

8 25.0 25.0 68.8

4 12.5 12.5 81.3

2 6.3 6.3 87.5

3 9.4 9.4 96.9

1 3.1 3.1 100.0

32 100.0 100.0 52 53 54 55 56 57 58 59 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Suku

32 100.0 100.0 100.0 Aceh

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Agama

32 100.0 100.0 100.0 Islam

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pekerjaan

7 21.9 21.9 21.9

2 6.3 6.3 28.1

11 34.4 34.4 62.5

12 37.5 37.5 100.0

32 100.0 100.0 Tidak Bekerja PNS Wiraswasta Lain-lain Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

Status Perkawinan

30 93.8 93.8 93.8

2 6.3 6.3 100.0

32 100.0 100.0

Kawin Janda Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Jumlah Anak

3 9.4 9.4 9.4

6 18.8 18.8 28.1

9 28.1 28.1 56.3

7 21.9 21.9 78.1

7 21.9 21.9 100.0

32 100.0 100.0 Tidak Punya

Satu Dua Tiga

Lebih dari tiga Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(5)

Frequencies

Frequency Table

Gambaran Diri Ibu Masa Menopause

29 90.6 90.6 90.6

3 9.4 9.4 100.0

32 100.0 100.0

Menerima(Skor 5-8) Menolak(Skor 0-4) Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause

9 28.1 28.1 28.1

18 56.3 56.3 84.4

5 15.6 15.6 100.0

32 100.0 100.0 Tidak Ada

Kecemasan (Skor 0) Kecemasan Ringan (Skor 1-12)

Kecemasan Sedang (Skor 13-24) Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(6)

Correlations

Correlations

1.000 .392*

. .026

32 32

.392* 1.000

.026 .

32 32

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Gambaran Diri Ibu Masa Menopause Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause

Gambaran Diri Ibu Masa

Menopause

Tingkat Kecemasan

Ibu Masa Menopause

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.


Dokumen yang terkait

Gambaran Diri Ibu pada Masa Menopause di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Medan

7 26 76

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MENOPAUSE DENGAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Menopause Pada Ibu-Ibu Di Kelurahan Bulan Kecamatan Wonosari Kabupaten Kla

0 1 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Menopause Pada Ibu-Ibu Di Kelurahan Bulan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten.

0 0 7

(ABSTRAK) HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MASA MENOPAUSE DENGAN PERSEPSI KELUHAN MASA MENOPAUSE DI KELURAHAN TLOGOSARI KULON SEMARANG.

0 0 3

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MASA MENOPAUSE DENGAN PERSEPSI KELUHAN MASA MENOPAUSE DI KELURAHAN TLOGOSARI KULON SEMARANG.

0 0 71

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE DI RW 03 KELURAHAN SUCEN KABUPATEN PURWOREJO.

0 0 12

HUBUNGAN GANGGUAN MASA MENOPAUSE DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA IBU MENOPAUSE DI DESA DAWUHAN KECAMATAN PURWOASRI KABUPATEN KEDIRI

0 0 11

HUBUNGAN GAMBARAN DIRI DENGAN KECEMASAN PADA IBU PRE MENOPAUSE DI RT 07 PEDUKUHAN IX NGESTIHARJO KASIHAN BANTUL NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Gambaran Diri dengan Kecemasan pada Ibu Pre Menopause di RT 07 Pedukuhan IX Ngestiharjo Kasihan Bantul - DIGILIB UN

0 0 13

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU PADA MASA MENOPAUSE DI SERANGAN RW 02 NOTOPRAJAN NGAMPILAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Suami dengan Tingkat Kecemasan Ibu pasa Masa Menopause di Serangan Rw 02 Notoprajan Ngampilan Y

0 0 15

HUBUNGAN GAMBARAN DIRI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU MASA MENOPOUSE DI KELURAHAN MANGASA KECAMATAN TAMALATE KOTA MAKASSAR TAHUN 2010

0 0 91