Smith, 1985. 2 dari 3 responden dengan gambaran diri menolak adalah wanita yang tidak menikah.
5.2.2 Tingkat kecemasan ibu menopause
Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan, ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas,
keperibadian masih utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal Hawari, 2006.
Dari hasil penelitian di dapat hasil bahwa lebih dari 50 responden n=18; 56,3 memiliki tingkat kecemasan ringan diikuti dengan tidak ada kecemasan n=9;
28,1 dan kecemasan sedang n=5; 25,6. Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri
yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu
memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman Anwar, 2007.
Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-hari. Bagaimana juga, bila kecemasan
ini berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, hal itu dianggap sebagai hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis Anwar, 2007.
Tingkat kecemasan ringan yang dialami oleh responden menurut Stuart 2001 berhubungan dengan ketegangan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari
sebagai dampak dari penurunan fungsi-fungsi tubuh pada masa menopause.
44
Kecemasan ini meningkatkan lapang persepsi, dapat memotivasi belajar, dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
Dari data yang terkumpul, 9 responden 28,1 tidak mengalami kecemasan, pendidikan SMA dan Perguruan Tinggi, menikah, mempunyai anak lebih dari dua,
dan bekerja. Dapat dilihat bahwa responden yang tidak mengalami kecemasan mempunyai
pendidikan yang cukup baik. Di mana dengan tingkat pendidikan tersebut, wanita akan mempunyai pandangan hidup yang matang, dan mempunyai peluang kerja yang
lebih besar. Dengan bekerja, wanita akan dapat mengaktualisasikan diri untuk meningkatkan harga dirinya, mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan
lingkungan yang lebih luas, mempunyai banyak teman untuk saling berbagi, terutama dalam menghadapi masalah, memiliki dukungan sosial yang cukup dari
lingkungannya sehingga beban hidup dan stress akan berkurang Witkin-Laonil, 1996; Hutapea, 2005; Notoatmodjo, 1993.
Kehidupan dengan pernikahan dan keluarga yang bahagia adalah faktor pendukung yang penting bagi wanita dalam menghadapi menopause. Kepuasan
dalam menjalani peran sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya merupakan kekuatan tersendiri dalam menghadapi menopause dan masalah-masalahnya.
Dukungan sosial yang positif sangat diperlukan untuk menurunkan stress dan meningkatkan serta memperbaiki kesehatan Cooper Smith, 1985. Sehingga
wanita dapat beradaptasi dan menghadapi menopause dengan bijaksana, seiring
45
dengan bertambah matangnya usia dan meningkatnya kehidupan religius Kasdu, 2004; Hutapea, 2005.
Penelitian religiusitas yang dilakukan oleh Halim 2003 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara religiusitas dan harga diri dengan tingkatan
stress pada masa menopause. Di mana kedua faktor tersebut secara signifikan mampu meramalkan tingkat stress individu pada masa menopause. Oleh karena itu,
peningkatan kehidupan religius dan pembentukan harga diri yang positif merupakan upaya yang positif untuk dapat menghadapi stressor yang muncul pada masa
menopause. Kecemasan ringan yang terjadi dipengaruhi juga oleh tingkat pendidikan
kebanyakan responden, sesuai dengan hasil penelitian Purwita 2007 bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan terhadap keluhan-keluhan psikologis pada saat
menopause. Yang banyak mengalami keluhan psikologis adalah wanita dengan tingkat pendidikan sedang 68, yang mempunyai keluhan berat adalah wanita
dengan tingkat pendidikan rendah 60, tingkat pendidikan tinggi mengalami keluhan ringan 50, dan 30 tidak mengalami keluhan.
Pada wanita yang memasuki usia tua, sering timbul rasa khawatir terhadap terjadinya penyakit yang disebabkan oleh penurunan fungsi organ karena proses
penuaan. Rasa khawatir ini disebakan rasa takut akan kematian dan merasa belum ada persiapan untuk menghadapi kematian. Hal ini dapat menimbulkan stress yang
mengakibatkan kecemasan jika tidak mampu beradaptasi Hutapea, 2005; Hawari, 2006.
46
Rasa khawatir juga akan terjadi pada wanita yang hanya mempunyai 1orang anak. Rasa khawatir tersebut terjadi karena adanya pemikiran terhadap kemungkinan
kehilangan anak satu-satunya. Kehilangan yang diartikan meninggal dengan bermacam sebab. Atau kondisi anak tersebut tidak sesuai dengan harapan orang tua,
misalnya cacat. Sehingga timbul keinginan untuk memiliki anak lagi dengan harapan lebih baik dari sebelumnya, akan tetapi proses reproduksi sudah berhenti Witkin-
Laonil, 1996; Hutapea, 2005; Hawari, 2006. Kekhawatiran karena kondisi seksualitas yang menurun juga merupakan
penyebab kecemasan. Khawatiran akan kehilangan suami karena merasa tidak mampu memberikan kepuasan seksual, dan merasa dirinya tidak berharga lagi
Mackenzie, 1996; Witkin-Laonil, 1996; Achadiat, 2007. Kecemasan sedang yang terjadi berhubungan dengan tingkat pendidikan yang
rendah, hidup sendiri, tidak punya anak, tidak bekerja sehingga kurang mendapatkan dukungan sosial dan tidak menerima perubahan yang terjadi pada masa menopause
gambaran diri menolak. Rasa tidak puas terhadap gambaran diri ini menyebabkan menurunnya harga diri. Pada penelitian yang dilakukan oleh Soeyanto 2003,
menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara kepuasan wanita terhadap gambaran diri dengan harga diri. Di mana semakin tinggi kepuasan wanita terhadap gambaran
dirinya akan semakin tinggi harga diri wanita tersebut. Rasa ketidakpuasan terhadap gambaran diri dan rendahnya harga diri
menunjukkan terjadi gangguan pada konsep diri. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Erika 2003, menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara konsep diri
47
dengan derajat stress pada wanita menopause. Di mana bila konsep diri meningkat, derajat stress akan turun. Peningkatan derajat stress akan memperburuk kondisi
kecemasan. Pilihan hidup sendiri dan hidup menjanda mempunyai hubungan dengan
kecemasan wanita dewasa madya dalam menghadapi masa penuaan. Seperti pada penelitian Lindiyawati 2003, yang menunjukkan hasil bahwa perubahan-perubahan
yang terjadi dalam proses penuaan, baik itu yang bersifat fisik maupun sosial mencemaskan wanita dewasa madya yang hidup sendiri dan hidup menjanda. Untuk
itu, mereka melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kecemasan tersebut. Dukungan sosial juga diperlukan untuk membantu wanita tersebut dalam mengatasi
kecemasannya.
5.2.3 Hubungan antara gambaran diri dengan tingkat kecemasan ibu menopause