Pengaruh Self-Esteem Terhadap Penyesuaian Diri Pensiun Pada Lansia

(1)

PENGARUH SELF-ESTEEM

TERHADAP PENYESUAIAN DIRI PENSIUN

PADA LANSIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

SUGIYANTO

041301033

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Pengaruh Self-Esteem terhadap Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia

adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 5 Juni 2009

SUGIYANTO NIM. 041301033


(3)

Pengaruh Self-Esteem

terhadap Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia

Sugiyanto dan Arliza J. Lubis, M.Si, psi

ABSTRAK

Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode prenatal sampai pada usia lanjut. Proses penuaan tidak dipengaruhi oleh satu mekanisme saja, namun dipengaruhi oleh berbagai penyebab yang saling mempengaruhi. Hal ini menyebabkan ada lansia yang masih mampu beraktivitas sewaktu muda dan ada yang tidak, untuk itulah penyesuaian diri menjadi tuntutan. Penurunan kondisi fisik seiring bertambahnya usia berkibat pada aktivitas dan berdampak pada pekerjaannya, hingga sampai tahap pensiun. Pensiun merupakan pengunduran diri individu dari aktivitas sehari-hari. Kesehatan yang buruk, kognitif yang menurun serta konsep diri yang buruk, disebabkan karena lansia tidak lagi berkativitas. Individu berbeda dalam menghadapi pensiun, ada yang menyesuaikan diri dengan baik ada yang tidak. Penyesuaian diri lebih ditekankan pada bagaimana individu itu sendiri yang memandang dirinya mampu menyesuaiakan diri atau tidak. Penilaian diri sendiri itu merupakan bagian dari self-esteem (harga diri).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri pensiun pada lansia. Penelitian ini melibatkan 50 orang dengan kriteria usia diatas 60 tahun, pensiunan dan berdomisili di Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode incidental sampling dan diolah dengan uji analisa regresi. Alat ukur yang digunakan adalah skala Penyesuaian diri terhadap pensiun yang disusun oleh peneliti dan skala self-esteem Rosenberg.

Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh secara positif self-esteem

terhadap penyesuaian diri pensiun pada lansia. Implikasi penelitian ini berguna bagi pihak lansia itu sendiri agar lebih meningkatkan pandangan diri sendiri dan percaya diri serta bagi keluarga dan masyarakat untuk lebih peduli tehadap lansia itu sendiri.


(4)

KATA PENGANTAR

Terima kasih yang tidak terkira peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas semua karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang, kesehatan, waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Pengaruh Self-Esteem

terhadap Penyesuaian Diri lansia pada Pensiun.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi. 2. Ibu Arliza Juairiani Lubis, M.Si, psi., yang telah sangat membantu dan

membimbing saya dalam merampungkan penelitian ini hingga selesai.

3. Ibu Irna Minauli, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuannya selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi.

5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya yang luas demi keberhasilan anaknya.

6. Special Thanks to: Syahrina Yuska atas dukungan baik moral maupun materil.


(5)

7. Teman-teman seperjuangan Labsos: Izul, Nesya, Yola, Bima, Yuda, Reni, Dewi, dan Rayes

8. Teman-teman seperjuangan: Dwi Ifah, Saut, Stefani, Kun Fatindah, Fia, Fahmi serta mantan pengurus IMaPsi terakhir, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya selama ini. Mohon maaf apabila ada khilaf dan salah penulis selama berinteraksi.

9. Kepada teman-teman seangkatan; Charles, Farhah, Asroni, Isrina, Joko, Pasca, dan semuanya. Maaf nama kalian tidak bisa dicantumkan semuanya, tapi kalian sangat berarti bagiku.

10.Terimakasih yang spesial kepada Lintang, Paidi, Neni, Ita, Gejok, dan Uta, Mbak Ayu yang telah membantu dalam proses penelitian ini. Juga kepada seluruh mahasiswa psikologi yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Medan, 8 Juni 2009


(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A.Penyesuaian Diri terhadap Pensiun... 8

1. Penyesuaian diri ... 8

2. Aspek-aspek penyesuaian diri... 9

3. Teori-teori penyesuaian diri... 10

4. Penyesuaian diri lansia terhadap pensiun... 11

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri terhadap pensiun ... 12

B. Self-Esteem... 12

1. Aspek-aspek self-esteem... 14

C. Pengaruh Self-esteem terhadap Penyesuaian diri ... 14

D. Hipotesis Penelitian ... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16


(7)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 16

1.Penyesuaian Diri Terhadap Pensiun ... 16

2. Self-Esteem... 17

3. Jenis Kelamin... 18

4. Usia ... 18

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 19

1. Populasi dan Sampel ... 19

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 20

3. Jumlah Sampel Penelitian ... 20

D. Metode Pengumpulan Data ... 21

1. Skala Penyesuaian Diri Terhadap Pensiun ... 23

2. Skala Self-Esteem ... 23

E. Uji Coba Alat Ukur ... 24

1. Validitas alat ukur ... 24

2. Uji daya beda aitem ... 24

3. Reliabilitas alat ukur ... 25

4. Hasil uji coba alat ukur ... 25

F. Prosedur Penelitian ... 26

1. Persiapan penelitian ... 26

2. Pelaksanaan penelitian ... 27

3. Pengolahan data ... 27

G. Metode Analisis Data ... 27

1. Uji Normalitas ... 28

2. Uji Homogenitas... 29


(8)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 30

1. Jenis kelamin subjek penelitian ... 30

2. Usia subjek penelitian ... 30

B. Hasil Penelitian ... 31

1. Uji asumsi ... 31

2. Uji hipotesis ... 33

C. Kategorisasi Skor Penelitian ... 35

1. Kategorisasi Skor Penyesuaian Diri terhadap Pensiun ... 35

2. Kategorisasi Skor Self-Esteem... 37

D. Hasil Tambahan ... 38

1. Gambaran perbedaan penyesuaian diri dan self-esteem ditinjau dari jenis kelamin... 38

2. Gambaran perbedaan Penyesuaian diri dan Self-esteem ditinjau dari usia... 39

E. Pembahasan ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 45

1. Saran metodologis ... 45

2. Saran praktis ... 45


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. BluePrint Skala Penyesuaian diri terhadap pensiun... 23

Tabel 2. Blue PrintSkala Penyesuaian diri terhadap pensiun setelah uji coba. 26 Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 30

Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Operator Seluler ... 31

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas ... 31

Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas... 32

Tabel 7. Hasil Uji Linearitas ... 33

Tabel 8. Hasil Analisa Regresi Linear Sederhana... 34

Tabel 9. Koefisien Regresi Self-Esteem ... 34

Tabel 10. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Emprik... 35

Tabel 11. Kategorisasi Penyesuaian diri terhadap pensiun ... 35

Tabel 12. Gambaran Aspek Penyesuaian Diri terhadap pensiun ... 36

Tabel 13. Hasil Analisa Aspek Penyesuaian diri ... 36

Tabel 14. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Emprik Self-esteem ... 37

Tabel 15. Kategorisasi Self-Esteem... 37

Tabel 16. Gambaran Penyesuaian Diri dan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin... 38

Tabel 17. Hasil Analisa Penyesuaian Diri dan Self-Esteem Ditinjau dari Jenis Kelamin... 39

Tabel 18. Penyesuaian Diri dan Self-Esteem Ditinjau dari Usia ... 39


(10)

Pengaruh Self-Esteem

terhadap Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia

Sugiyanto dan Arliza J. Lubis, M.Si, psi

ABSTRAK

Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode prenatal sampai pada usia lanjut. Proses penuaan tidak dipengaruhi oleh satu mekanisme saja, namun dipengaruhi oleh berbagai penyebab yang saling mempengaruhi. Hal ini menyebabkan ada lansia yang masih mampu beraktivitas sewaktu muda dan ada yang tidak, untuk itulah penyesuaian diri menjadi tuntutan. Penurunan kondisi fisik seiring bertambahnya usia berkibat pada aktivitas dan berdampak pada pekerjaannya, hingga sampai tahap pensiun. Pensiun merupakan pengunduran diri individu dari aktivitas sehari-hari. Kesehatan yang buruk, kognitif yang menurun serta konsep diri yang buruk, disebabkan karena lansia tidak lagi berkativitas. Individu berbeda dalam menghadapi pensiun, ada yang menyesuaikan diri dengan baik ada yang tidak. Penyesuaian diri lebih ditekankan pada bagaimana individu itu sendiri yang memandang dirinya mampu menyesuaiakan diri atau tidak. Penilaian diri sendiri itu merupakan bagian dari self-esteem (harga diri).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri pensiun pada lansia. Penelitian ini melibatkan 50 orang dengan kriteria usia diatas 60 tahun, pensiunan dan berdomisili di Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode incidental sampling dan diolah dengan uji analisa regresi. Alat ukur yang digunakan adalah skala Penyesuaian diri terhadap pensiun yang disusun oleh peneliti dan skala self-esteem Rosenberg.

Hasil analisa data menunjukkan terdapat pengaruh secara positif self-esteem

terhadap penyesuaian diri pensiun pada lansia. Implikasi penelitian ini berguna bagi pihak lansia itu sendiri agar lebih meningkatkan pandangan diri sendiri dan percaya diri serta bagi keluarga dan masyarakat untuk lebih peduli tehadap lansia itu sendiri.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Penelitian

Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut (Hurlock, 1996). Individu yang mengalami masa tua atau proses penuaan disebut juga lanjut usia atau disingkat lansia. Upaya untuk mempelajari proses penuaan ini telah dimulai sejak lama, mulai dari daftar manusia tertua, mekanisme penuaan, sampai pada penelitian medis serta psikologis modern untuk memperbaiki kesehatan manusia.

Dari berbagai studi didapat bahwa proses penuaan tidak hanya dipengaruhi oleh satu mekanisme saja, namun dipengaruhi oleh berbagai penyebab yang saling mempengaruhi, seperti genetik, kepribadian serta lingkungan (Hardywinoto & Setiabudhi, 1999). Santrock (1998) juga menambahkan bahwa proses penuaan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor kehidupan bersama (lingkungan dan keluarga) serta faktor pribadi orang itu sendiri, yaitu regulasi diri sendiri. Selain itu, Tomae (dalam Santrock, 1998) menyatakan bahwa proses penuaan dipengaruhi berbagai dimensi, yakni biokemis dan fisiologis, perubahan fungsional-psikologis, perubahan kepribadian, sosial, serta penyesuaian diri menuju masa tua. Oleh karena itu, perubahan lansia sangat berbeda dari satu individu usia lanjut dengan individu usia lanjut lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2004). Hal ini menyebabkan ada lansia yang merasa tidak dapat mengerjakan berbagai aktivitas sebaik pada saat muda dulu dan ada juga lansia yang merasa masih mampu melakukan berbagai


(12)

aktifitas fisik, untuk itulah penyesuian diri menjadi tuntutan bagi lansia (Harlock, 1996).

Menurut Martin dan Poland (1980), penyesuaian diri merupakan proses mengatasi permasalahan lingkungan yang berkesinambungan. Santrock (1998) juga menyatakan bahwa untuk mencapai penyesuaian diri yang baik bagi lansia adalah dengan berusaha mencapai psychological well-being (PWB). Bradburn (dalam Santrock, 1998) mendefinisikan psychological well-being sebagai kebahagiaan dan penerimaan diri sendiri sehingga mendapatkan suatu kepuasan diri dengan apa yang dimiliki yang dapat diketahui melalui beberapa dimensi antara lain lingkungan, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, serta penerimaan diri. Hardywinoto dan Setiabudhi (1999) menambahkan bahwa psychological well-being

merupakan salah satu faktor kepribadian yang berpengaruh dalam proses penuaan. Hurlock (1996) menyatakan bahwa lansia berusaha menyesuaikan diri dengan penurunan kondisi fisik seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini mengakibatkan aktivitas fisik akan menurun yang dapat berakibat pada pekerjaannya, sehingga sampai pada tahap pensiun. Pensiun merupakan pengunduran diri individu dari aktivitas sehari-hari. Noesyirwan (dalam Rosyid, 2003) mengemukakan bahwa secara teknis pensiun berarti berakhirnya suatu masa kerja, tetapi secara psikologis dan sosiologis pensiun mempunyai makna dan dampak yang tidak sama pada semua orang. Francis (2001) mengemukakan bahwa pensiun dapat diartikan sebagai masa tenang karena lepasnya aktivitas yang rutin dan masa menikmati masa tua dengan keluarga, namun ada juga lansia yang memandang pensiun sebagai masa kritis, dikarenakan persepsi orang lain terhadap dirinya yang sudah tidak berguna dan tidak kompeten lagi.


(13)

Masa pensiun dapat memberikan efek positif dan efek negatif bagi lansia. Efek positif masa pensiun muncul karena lansia melakukan penyesuaian diri yang baik, sehingga lansia mengalami tahap integrity atau wisdom (Santrock, 1998; Meier & Holm, 2004; Rosyid, 2003). Efek negatif masa pensiun muncul karena penyesuaian diri yang buruk, sehingga lansia mengalami despair (Santrock, 1998; Meier & Holm, 2004; Rosyid, 2003). Despair pada masa pensiun dapat menambah

distress dan kecemasan pada lansia. Solinge (2007) dalam penelitiannya menambahkan bahwa ketika individu mengalami pensiun, kesehatan lansia cenderung menurun akibat dari pensiun. Tanpa adanya stimulus kondisi pensiun, kebanyakan lansia sendiri telah mengalami distress dan kecemasan akan tugas perkembangannya. Pernyataan ini diperkuat anggapan bahwa pekerjaan dianggap penting karena bisa mendatangkan kepuasan (uang, status, dan harga diri), sehingga melepaskan pekerjaan yang telah dilakukan sehari-hari akan menumbulkan kecemasan dan penyesuaian diri yang sulit pada masa lansia (Agustina, 2008). Hal ini mengakibatkan perasaan-perasaan depresi seperti loneliness, isolasi sosial dan distres menjadi efek utama dalam menghadapi pensiun yang tidak ada persiapan pada masa muda (Papalia, 2001).

Solinge dan Henkens (2005) menambahkan bahwa depresi, kepuasan hidup, dan makna hidup juga dipengaruhi oleh keadaan ataupun situasi individu dalam menghadapi pensiun. Bahkan penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa keputusan pensiun mempengaruhi kepuasan perkawinan, konflik keluarga serta self-efficacy

(Raymo & Sweeney, 2005).

Menurut Solinge dan Henkens (2005) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kemampuan individu dalam menyesuaikan diri terhadap pensiun akan mempengaruhi psychological well-being seseorang. Lebih lanjut dalam penelitian


(14)

Charles (1999) dan Seitsamo (2006) menyatakan bahwa penyesuaian diri pensiun berkorelasi positif dengan psychological well-being seseorang, ini dikarenakan kesadaran diri dan penyesuaian diri yang baik akan kondisi pensiun.

Keadaan pensiunan di Indonesia berbeda dengan kondisi pensiun di luar negeri terutama di Jepang. Kebanyakan pensiunan di luar negeri terutama di Jepang, memiliki aktivitas lain setelah mereka pensiun, seperti berkebun, berdagang, atau menjadi kepala kuil. Berbeda dengan di Indonesia yang hanya kebanyakan pasrah dan sedikit sekali yang memiliki aktivitas atau pekerjaan setelah pensiun. Hal ini dikarenakan adanya faktor budaya di Indonesia, dimana anak tertualah yang membiayai ayahnya setelah pensiun (Elizabeth, 2004).

Solinge (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kesehatan yang buruk, self-efficacy yang rendah, kognitif yang menurun dan konsep diri yang buruk disebabkan karena mayoritas lansia dalam penelitian tidak lagi melakukan aktivitas ataupun bekerja. Keadaan pensiun menyebabkan lansia dipandang tidak mampu lagi oleh orang lain, walaupun menurutnya masih bisa memberi kontribuasi bagi perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan seseorang dilanda post-power syndrome, yakni gejala individu membayangkan kebesaran dan kemampuan di masa lalu. Charles (1999) juga menambahkan bahwa individu pensiun yang mengalami post-power syndrome akan mengalami masa-masa depresi yang berat ketika tidak mampu menerima kenyataan yang ada atau despair, tuntutan hidup yang mendesak dan kurang mampu menyesuaikan diri dengan baik.

Solinge dan Henkens (2005) menyatakan bahwa individu berbeda dalam menghadapi kondisi pensiun, ada yang melakukan penyesuaian diri yang baik dan ada yang melakukan penyesuaian diri yang buruk. Hal ini dipengaruhi oleh empat faktor, yakni pertama self-efficacy dan konsep diri, yaitu persepsi diri akan


(15)

kemampuan mengatasi sesuatu perubahan atau masalah. Kedua, faktor keluarga, yaitu dukungan sosial, jumlah anak, dan peran dalam keluarga. Ketiga, tuntutan lingkungan, yaitu persepsi lingkungan akan dirinya yang sudah tidak mampu lagi. Keempat, kecemasan pensiun, yaitu kesehatan yang buruk, keuangan, status sosial dan ada tidaknya konflik keluarga.

Menurut Solinge (2007), penyesuaian diri yang baik lebih ditekankan pada

self-efficacy. Hal ini dikarenakan individu itu sendirilah yang menentukan bagaimana menyesuaikan diri, walaupun ada dukungan sosial, keluarga, ekonomi dan sebagainya. Self-efficacy menurut Helm (2000) dipengaruhi bagaimana individu itu memandang diri sendiri.

Self-efficacy dan konsep diri merupakan bagian dari self-esteem, atau harga diri. Menurut Christia (2007) self-esteem merupakan proses evaluasi diri seseorang terhadap kualitas-kualitas dalam dirinya dan terjadi terus menerus dalam diri manusia. Coopersmith (dalam Handayani dkk, 1998) menambahkan bahwa self-esteem merupakan proses evaluasi diri seseorang terhadap kualitas-kualitas dalam dirinya dan terjadi terus menerus dalam diri manusia.

Self-esteem berkembang sesuai dengan kualitas interaksi individu dengan lingkungannya, baik itu yang meningkatkan harga diri maupun yang menurunkan harga diri (Handayani dkk, 1998). Self-esteem yang tinggi ditandai dengan kepercayaan diri yang tinggi, rasa puas, memiliki tujuan yang jelas, dan selalu berpikir positif, sedangkan self-esteem yang rendah ditandai dengan rasa takut, cemas, depresi, dan tidak percaya diri (Robson, 1988).

Self-esteem memiliki pandangan yang berbeda antara laki-laki dan wanita mengenai penilaian diri. Crain (dalam Respati dkk, 2006) mengemukakan bahwa laki-laki akan memiliki self-esteem lebih tinggi bila memiliki fisik yang diinginkan,


(16)

sedangkan wanita lebih kearah tingkah laku ataupun bersosialisasi akan meningkatkan nilai harga diri.

Adapun aspek-aspek yang berhubungan dengan self-esteem, menurut Brown (dalam Christia, 2007) terdapat 3 aspek, yakni global self-esteem, self-evaluation

dan emotion. global self-esteem merupakan variabel keseluruhan dalam diri individu secara keseluruhan dan relatif menetap. Self-evaluation merupakan bagaimana cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang terdapat pada diri mereka. Sedangkan emotion adalah keadaan emosi sesaat terutama seseuatu yang muncul sebagai konsekuensi positif dan negatif.

I.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti ingin meneliti bagaimana pengaruh self-esteem terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun pada lansia.

I. C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-esteem terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun pada lansia.

I. D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yaitu : manfaat secara teoritis dan secara praktis.

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitan ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk pengembangan ilmu psikologis, khususnya di bidang Psikologi Klinis dalam rangka


(17)

perluasan teori, terutama yang berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap pensiun serta self-esteem pada lansia.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan penunjang penelitian lebih lanjut mengenai lanjut usia dan dapat memberikan manfaat bagi individu atau kelompok yang berkecimpung dalam Gerontologi. Selain itu, juga dapat memberikan manfaat bagi lansia untuk tindakan preventif ataupun pencegahan terhadap gejala-gejala post-power syndrome.

I.E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang masalah diadakannya penelitian ini, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : LANDASAN TEORI

Berisikan mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan, landasan teori yang mendasari tiap-tiap variabel, hubungan antar variabel dan pembentukan hipotesa (hipotesis penelitian).

Bab III : METODE PENELITIAN

Berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional variabel,


(18)

populasi dan sampel penelitian, alat ukur yang digunakan, metode pengambilan data dan metode analisis data.

Bab IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab akan memapaparkan mengenai hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesa utama dan pembahasan mengenai hasil penelitian.

Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data. Saran dibuat dengan mepertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.


(19)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Penyesuaian Diri terhadap Pensiun II.A.1. Penyesuaian diri

Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan interaksi individu yang kontinu dengan diri sendiri, lingkungan dan orang lain. Menurut Martin dan Poland (1980), penyesuaian diri merupakan proses mengatasi permasalahan lingkungan yang berkesinambungan

Bauserman (2002) mengatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu keadaan untuk mengatasi suatu masalah dan kondisi yang dihadapi. Penyesuaian diri terbagi menjadi dua, yakni pertama, penyesuaian perilaku, yaitu penyesuaian diri yang berdasarkan prilaku inidividu dalam menyesuaikan diri. Kedua, penyesuaian emosional, yakni menyesuaikan diri dari lingkungan dan kondisi berdasarkan emosi dan psikologis individu tersebut.

Menurut Corsini (2002) penyesuaian diri merupakan modifikasi dari sikap dan perilaku dalam menghadapi tuntutan lingkungan secara efektif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk mengatasi tekanan kebutuhan dan frustasi dengan cara mengubah tingkah laku ke arah yang lebih baik antar dirinya dengan lingkungan.


(20)

II.A.2. Aspek-aspek penyesuaian diri

Menurut Mu’tadin (2002), pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek, yakni:

a. Penyesuaian pribadi

Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungannya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekuarangannya, serta mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi yang dialaminya.

Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan dan tanggung jawab, dongkol, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi yang dialaminya. Sebaliknya, kegagalan dalam penyesuaian pribadi ditandai dengan guncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan, dan keluhan terhadap nasib, yang disebabkan adanya kesenjangan antara individu dengan tuntutan lingkungan. Hal ini menjadi sumber konflik yang terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk merealisasikannya, individu perlu melakukan penyesuaian diri. b. Penyesuaian sosial

Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Dalam masyarakat terjadi proses saling mempengaruhi. Berdasarkan proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu Psikologi Sosial, proses ini dikenal sebagai proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat disekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman


(21)

atau masyarakat secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh individu sendiri.

Apa yang diserap atau yang dipelajari individu dalam proses interaksi dengan masyarakat belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial, individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok. Hal ini merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk bertahan dan mengendalikan diri. Berkembangnya kemampuan sosial ini berfungsi sebagai pengawas yang mengatur kehidupan sosial. Mungkin inilah yang oleh Freud disebut sebagai super ego, yang berfungsi untk mengendalikan kehidupan individu dari sisi penerimaan terhadap pola perilaku yang diterima dan disukai masyarakat, serta menolak hal-hal yang tidak diterima masyarakat.

II.A.3. Teori-teori penyesuaian diri

Ada dua teori umum yang mengemukakan bagaimana individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Hurlock, 1996), yaitu:


(22)

a. Teori aktivitas atau teori kontinuitas

Menurut teori ini, baik pria maupun wanita seharusnya tetap mempertahankan berbagai sikap dan kegiatan mereka semasa usia madya selama mungkin dan kemudian mencari kegiatan pengganti untuk menggantikan kegiatan yang harus mereka tinggalkan apabila mereka pensiun.

b. Teori pelepasan atau teori peran

Individu secara sukarela atau tidak membatasi keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan. Mereka membentuk hubungan langsung dengan orang lain, tanpa terpengaruh dengan pendapat orang lain.

II.A.4. Penyesuaian diri lansia terhadap pensiun

Lansia (lanjut usia) atau seseorang yang mengalami usia tua merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah ‘beranjak jauh’ dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh semangat (Hurlock, 1996)

Hurlock (1996) menyatakan bahwa tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi:

1. Usia lanjut dini, yang berkisar usia 60 sampai 70 tahun

2. Usia lanjut, yang berkisar antara usia 70 sampai masa akhir kehidupan.

Individu dalam usia 60 tahun biasanya digolongkan sebagai usia tua, yang berarti antara sedikit sedikit lebih tua atau setelah usia madya dan usia lanjut setelah mereka mencapai usia 70 tahun (Hurlock, 1996)

Hurlock (1996) menyatakan bahwa pensiun merupakan pengunduran diri individu dari aktivitas sehari-hari dan kebanyakan lansia memandang pensiun


(23)

sebagai masa kritis, dikarenakan persepsi orang lain terhadap dirinya yang sudah tidak berguna dan tidak kompeten lagi.

Schwartz (dalam Hurlock, 1996) menyebutkan bahwa pensiun dapat merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup baru, yang menyangkut perubahan peran, nilai dan perubahan keseluruhan pola hidup.

Santrock (1998) mengungkapkan bahwa pensiun merupakan masa penyesuaian yang mengakibatkan pergantian peran, perubahan dalam interaksi sosial dan terbatasnya sumber finansial. Pria yang merasa pekerjaan sebagai hidup dan identitas mereka akan merasa kehilangan saat pensiun tiba.

II.A.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuian diri terhadap pensiun

Solinge dan Henkens (2005) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap pensiun yaitu:

1. Self-efficacy, yaitu persepsi diri akan kemampuan mengatasi sesuatu perubahan atau masalah.

2. Faktor keluarga, yaitu dukungan sosial, jumlah anak, dan peran dalam keluarga. 3. Tuntutan lingkungan, yaitu persepsi lingkungan akan dirinya yang sudah tidak

mampu lagi.

4. Kecemasan pensiun, yaitu kesehatan yang buruk, keuangan, status sosial dan ada tidaknya konflik keluarga.

II.B. Self-Esteem

Self-esteem atau harga diri merupakan evaluasi diri seseorang terhadap kualitas-kualitas dalam dirinya dan terjadi terus menerus dalam diri manusia


(24)

(Christia, 2007). Menurut Larsen dan Buss (2008), harga diri merupakan apa yang kita rasakan berdasarkan pengalaman yang kita peroleh selama menjalani hidup.

Respati dkk (2006) juga mengungkapkan bahwa harga diri merupakan cara individu melihat gambaran diri sendiri, yang terbentuk berdasarkan pemikiran-pemikiran individu dari interaksinya dengan orang lain. Coopersmith (dalam Handayani dkk, 1998) menambahkan bahwa self-esteem merupakan proses evaluasi diri seseorang terhadap kualitas-kualitas dalam dirinya dan terjadi terus menerus dalam diri manusia.

Self-esteem yang tinggi ditandai dengan kepercayaan diri yang tinggi, rasa puas, memiliki tujuan yang jelas, selalu berpikir positif, mampu untuk berinteraksi sosial, solving problem yang tinggi, serta mampu menghargai diri sendiri (Robson, 1988; Maria, 2007). sedangkan self-esteem yang rendah ditandai dengan rasa takut, cemas, depresi, dan tidak percaya diri (Robson, 1988; Maria, 2007).

Self-esteem memiliki pandangan yang berbeda antara laki-laki dan wanita mengenai penilaian diri. Crain (dalam Respati dkk, 2006) mengemukakan bahwa laki-laki akan memiliki self-esteem lebih tinggi bila memiliki fisik yang diinginkan, sedangkan wanita lebih kearah tingkah laku ataupun bersosialisasi akan meningkatkan nilai harga diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa self-esteem (harga diri) merupakan gambaran yang mengenai individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, baik dari pengalaman yang dialaminya maupun pengalaman yang dipelajari dari orang lain.


(25)

II.B.1. Aspek-aspek self-esteem

Adapun aspek-aspek yang berhubungan dengan self-esteem, menurut Brown (dalam Christia, 2007) terdapat 3 aspek, yakni

a. Global self-esteem merupakan variabel keseluruhan dalam diri individu secara keseluruhan dan relatif menetap dalam berbagai waktu dan situasi

b. Self-evaluation merupakan bagaimana cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yang terdapat pada diri mereka. Misalnya ada seseorang yang kurang yakin kemampuannya di sekolah, maka bisa dikatakan bahwa ia memiliki self-esteem yang rendah dalam bidang akademis, sedangkan seseorang yang berpikir bahwa dia terkenal dan cukup disukai oleh orang lain, maka bisa dikatakan memiliki self-esteem sosial yang tinggi.

c. Emotion adalah keadaan emosi sesaat terutama seseuatu yang muncul sebagai konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika seseorang menyatakan bahwa pengalaman yang terjadi pada dirinya meningkatkan self-esteem atau menurunkan self-esteem mereka. Misalnya, seseorang memiliki self-esteem yang tinggi karena mendapat promosi jabatan, atau seseorang memiliki self-esteem

yang rendah setelah mengalami perceraian.

II.C. Pengaruh Self-Esteem Terhadap Penyesuaian Diri Pensiun pada Lansia

Calhoun dan Acocella (1990) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri tidak hanya tergantung dari situasi individu itu saja, namun juga terdapat penilaian terhadap diri sendiri yang mempengaruhi bagaimana seseorang itu berperilaku.

Rogers (dalam Calhoun & Acocella, 1990) mengungkapkan bahwa individu senantiasa berusaha untuk mencapai aktualisasi diri dengan cara menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada, dalam hal ini kunci menuju aktualisasi diri


(26)

adalah konsep diri. Konsep diri sebagian besar merupakan hasil pengalaman kita dari masa kecil, baik dengan keluarga maupun lingkungan yang lebih luas.

Moss dan Carr (2004) menambahkan bahwa terdapat hubungan antara penyesuaian diri baik fisik maupun psikologis dengan persepsi bagaimana individu alami, yang berupa hasil dari proses informasi dari orang lain dan lingkungan sekitar.

Cigularova (2005) menyebutkan dalam penelitiannya mengenai penyesuaian diri terhadap lingkungan baru pada siswa-siswa internasional, bahwa terdapat hubungan positif antara penyesuaian diri individu dengan efikasi diri dan fleksibilitas.

Menurut Solinge (2007), penyesuaian diri yang baik dipengaruhi oleh self-efficacy dan psychological well-being. Self-efficacy menurut Helm (2000) dipengaruhi bagaimana individu itu memandang diri sendiri..

II.D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Terdapat pengaruh positif self-esteem terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun pada lansia. Semakin positif self-esteem seseorang, maka akan semakin tinggi tingkat penyesuaian diri, sebaliknya semakin negatif self-esteem seseorang, maka akan semakin rendah tingkat penyesuaian diri.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.A. Variabel Penelitian

Adapun variabel yang terlibat pada penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung (DV) : Penyesuaian diri terhadap pensiun 2. Variabel bebas (IV) : Self-esteem

Selain 2 (dua) variabel di atas, terdapat juga variabel sekunder (SV) yang turut berperan mempengaruhi variabel bebas ataupun variabel tergantung. Dua veariabel dibawah ini yang diikutsertakan dalam penelitian, yakni:

1. Jenis kelamin 2. Usia

III. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian III.B.1. Penyesuaian diri terhadap pensiun

Penyesuaian diri terhadap pensiun merupakan suatu penerimaan keadaan pensiun sehingga dapat berinteraksi sosial terhadap lingkungannya dan menyelesaikan tugas perkembangannya. Penyesuaian diri yang tinggi merupakan penerimaan positif mengenai diri dan lingkungan, yang ditandai dengan memberikan dampak psikologis, dengan melewatkan masa pensiun dengan kebahagiaan dan aktif mencari kegiatan yang sesuai dengan minat serta kemampuan. Sedangkan penyesuaian diri yang rendah merupakan penerimaan secara negatif mengenai diri dan lingkungan, yang ditandai dengan keadaan tertekan, depresi dan persepsi diri yang buruk.


(28)

Penyesuaian diri terhadap pensiun diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek dari perilaku penyesuian diri terhadap pensiun yang dikemukakan oleh Mu’tadin (2002), yaitu:

a. Penyesuaian pribadi

Keadaaan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungannya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekuarangannya, serta mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi yang dialaminya.

b. Penyesuaian sosial

Keadaan atau situasi dimana individu mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial, mematuhi peraturan dan norma sosial, serta menerima peran dalam lingkungan sosial.

Tingkat penyesuaian diri terhadap pensiun dapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh individu dari skala tersebut. Jika semakin tinggi nilai skala penyesuaian diri terhadap pensiun maka semakin positif penyesuaian diri terhadap pensiun. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah nilai skala intensi penyesuaian diri terhadap pensiun maka semakin negatif penyesuaian diri terhadap pensiun.

III.B.2. Self-esteem

Self-esteem atau harga diri adalah evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat dimana individu itu meyakini dirinya sendiri sebagai mampu, penting dan berharga. Self-esteem (harga diri) yang positif merupakan penilaian secara positif mengenai hal yang berkaitan dengan dirinya, yang ditandai dengan kepercayaan diri yang tinggi, selalu berpikir positif,


(29)

mampu untuk berinteraksi sosial, serta mampu menghargai diri sendiri sedangkan

self-esteem (harga diri) yang negatif merupakan penilaian secara negatif mengenai hal yang berkaitan dengan dirinya, yang ditandai dengan tidak menghargai diri sendiri, cemas, depresi, dan tidak percaya diri.

Self-esteem diukur dengan menggunakan skala self-esteem Rosenberg (dalam Christia, 2007). Penilaian dapat dilihat dari skor self-esteem yang diperoleh individu dari skala tersebut. Jika semakin tinggi nilai skala self-esteem maka semakin positif

self-esteem individu tersebut. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah nilai skala

self-esteem maka semakin negatif self-esteem individu.

III.B.3. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah suatu hal yang membedakan antara laki-laki dan perempuan. Menurut Hurlock (1996), wanita cenderung mampu menyesuaikan diri lebih baik dibandingkan dengan pria. Jenis kelamin juga mempengaruhi self-esteem

seseorang, dimana terdapat stereotipe-streotipe tertentu dalam kebudayaan masyarakat dan kualitas evaluasi dirinya dan lingkungannya (Brown dalam Christia, 2007).

Untuk itulah, peneliti melibatkan variabel jenis kelamin sebagai variabel sekunder. Jenis kelamin dapat diketahui dengan melihat identitas diri subjek penelitian pada skala penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

III.B.4. Usia

Usia adalah ukuran waktu yang dijalani individu terhitung dari lahir berdasarakan hitungan kalender. Grinder (dalam Maria, 2007), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat usia dengan self-esteem seseorang. Fitts (dalam


(30)

Robson, 1988) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan antara usia lanjut dini dengan usia lanjut akhir dengan penyesuaian diri seseorang, dimana usia lanjut akhir memiliki penyesuaian diri yang lebih tinggi dibandingkan usia lanjut dini.

Variabel usia diikutsertakan dalam penelitian dengan melihat profil singkat pengisian skala. Usia dalam penelitian ini dibagi 3 (tiga) yakni, usia lanjut dini awal antara 60-64 tahun, usia lanjut dini akhir antara 65-69 tahun dan usia lanjut akhir adalah 70 tahun keatas.

III. C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian III. C. 1. Populasi dan sampel penelitian

Populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu hendak digeneralisasikan (Hadi, 2000). Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah individu berumur 60 tahun ke atas yang berdomisili di kota Medan, dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Individu berusia 60 Tahun keatas

Hurlock (1996) menyatakan bahwa individu yang mengalami usia tua

merupakan individu yang berumur di atas 60 tahun. Untuk itu, usia yang diambil dalam penelitian ini adalah usia 60 tahun keatas.

b. Pensiunan

Reitzes dkk (dalam Meier & Holm, 2004) mengatakan bahwa individu yang mengalami pensiun dapat berakibat positif dan negatif. Efek positif pensiun pada


(31)

lansia adalah individu dapat mengalami wisdom, dan efek negatif pensiun adalah inidividu dapat mengalami despair.

Mengingat keterbatasan peneliti menjangkau seluruh populasi maka peneliti hanya meneliti sebahagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, yang lebih dikenal dengan nama sampel. Azwar (2000) mengemukakan bahwa sampel adalah bagian dari populasi. Oleh karena itu sampel harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. Sampel dalam penelitian ini adalah individu pensiunan berumur 60 tahun keatas yang memenuhi karakteristik yang telah dijelaskan sebelumnya.

III. C. 2. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel atau sampling berarti mengambil suatu bagian dari populasi sebagai wakil (representasi) dari populasi itu. Sedangkan teknik sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai dan dengan memperhatikan sifat-sifat serta penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2000).

Adapun upaya untuk memperoleh sampel penelitian dalam penelitian ini, digunakan teknik incidental sampling, dimana hanya individu-individu atau kelompok-kelompok yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang diselidiki (Hadi, 2002). Teknik ini memiliki kelebihan yakni lebih mudah mendapatkan sampel penelitian, namun memiliki kekurangan yakni, hasil penelitian tidak bisa digeneralisasikan dalam kelompok populasi.


(32)

Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang.

III. D. Metode pengumpulan data

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 1999).

Menurut Azwar (1999) karakteristik dari skala psikologi yaitu: (a) Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung

mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan; (b) Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu banyak berisi aitem-aitem; (c) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda dinterpretasikan secara berbeda pula.

Hadi (2000) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan diri pada laporan–laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan dengan asumsi sebagai berikut:


(33)

2. Apa yang dikatakan oleh subjek tentang kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan–pernyataan yang diajukan sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

Selain itu metode skala psikologis digunakan dalam penelitian atas dasar pertimbangan:

1. Metode skala psikologis merupakan metode yang praktis.

2. Dalam waktu yang relatif singkat dapat dikumpulkan data yang banyak.

3. Metode skala psikologis merupakan metode yang dapat menghemat tenaga dan ekonomis.

Akan tetapi, menurut Brannon (Azwar, 1995) model skala memiliki kekurangan sebagai berikut:

1. Tidak terdapat keleluasaan individu dalam mengkomunikasikan sikapnya. 2. Bahasa standar ataupun istilah formal yang digunakan dalam skala merupakan

istilah yang tidak mudah dicerna oleh sebagian orang.

3. Pernyataan dalam skala tidak mampu mengungkapkan kompleksitas karena beberapa individu merasa sikapnya memiliki kompleksitas dan individualitas yang tidak sama dengan isi pernyataan dalam skala.

4. Jawaban responden dipengaruhi oleh social desirability, ataupun penerimaan sosial.

5. Harus bisa membaca dan menulis

Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert untuk mengukur variabel penyesuian diri terhadap pensiun dan Self Esteem (Harga diri). Penskalaan ini merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang


(34)

menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 1999).

Sebelum peneliti merancang penulisan aitem/soal, maka peneliti harus membuat blue print terlebih dahulu. Blue print berupa tabel yang memuat sekaligus uraian isi tes dan tingkat kompetensi yang akan diungkap pada setiap bagian isi.

Blue print akan menjadi pegangan yang sangat membantu sewaktu penulisan aitem berlangsung sebagai suatu pedoman yang akan menjaga agar penulisan aitem tetap terarah pada tujuan pengukuran tes dan tidak keluar dari batasan isi (Azwar, 2000).

1. Skala penyesuaian diri terhadap pensiun

Skala penyesuaian diri disusun berdasarkan aspek yang mempengaruhi individu dalam penyesuaian diri terhadap pensiun seperti yang tercantum pada Tabel 1.

Skala ini akan disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung dan tidak mendukung. Setiap aitem pada skala terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai dan Sangat Tidak Sesuai, dengan rentang dari 1 untuk Sangat tidak Sesuai sampai 4 untuk Sangat Sesuai.

Tabel 1. Blue Print Skala Penyesuaian Diri terhadap Pensiun

No. Aspek Penyesuaian Diri Aitem Total

Kognitif 3,8,18 3

Afektif 2,7,13,19 4

1 Penyesuaian pribadi

Konatif 1,12,17 3

Kognitif 4,10,20 3

Afektif 6,15,16 3

2 Penyesuaian sosial

Konatif 5,9,11,14 4

TOTAL 20

.


(35)

Skala self-esteem diukur dengan menggunakan skala self-esteem Rosenberg (1965) yang sudah diadaptasi dan berdasarkan face validity dan professional judgement, dengan reliabilitas sebesar 0,8064 pada sampel tingkat sarjana muda (Christia, 2007). Skala ini berdasarkan 3 (tiga) aspek, yakni global self-esteem, self-evaluation dan emotion, yang terdiri dari 10 aitem. Namun, skala yang sudah diadaptasi ini tidak mencantumkan aspek-aspek pada tiap aitemnya.

III.E. Uji Coba Alat Ukur III.E.1. Validitas alat ukur

Untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut mampu menghasilkan data yang akurat yang sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian validitas. Suatu alat tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2005). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi dimana peneliti meminta pendapat profesional dari dosen pembimbing dalam proses telaah soal baik dari isinya maupun validitas muka, serta beberapa individu lansia mengenai tata bahasa dalam skala yang diajukan.

III. E. 2. Uji daya beda aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras


(36)

atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 1999).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi

Pearson Product Moment (Azwar, 1999).

III. E. 3. Uji reliabilitas

Pengujian reliabilitas terhadap hasil ukur skala dilakukan bila aitem-aitem yang terpilih lewat prosedur analisis aitem telah dikompilasi menjadi satu. Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (Cronbach’s alpha coeffecient), yaitu suatu bentuk tes yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian dalam skala. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 1999).

Penghitungan daya beda aitem dan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 15.0 For Windows.

III.E.4. Hasil uji coba alat ukur

Uji coba alat ukur dilakukan kepada lansia yang berumur diatas 60 tahun sebanyak 31 orang. Analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows


(37)

versi 15.0, maka dapat dilihat aitem-aitem yang memiliki daya diskriminasi r ≥ 0,306.

a. Hasil uji coba skala penyesuaian diri terhadap pensiun

Jumlah aitem yang diuji cobakan sebanyak 20 aitem yang terdiri dari 2 (dua) aspek. Setelah dilakukan beberapa kali uji coba didapat 12 aitem yang memiliki nilai diatas atau sama dengan 0,306.

Distribusi aitem yang diterima dapat dilihat pada tabel 2. Sebelum skala digunakan untuk penelitian, aitem disusun kembali. Untuk menyeimbangkan setiap aspek, maka aitem yang gugur tidak diikutsertakan dalam skala penelitian.

Tabel 2. Blue Print Skala Penyesuaian Diri terhadap Pensiun setelah ujicoba No. Aspek Penyesuaian Diri Aitem Total

Kognitif 2,10 2

Afektif 1,7,11 3

1 Penyesuaian pribadi

Konatif 6,9 2

Kognitif 4,12 2

Afektif 0

2 Penyesuaian sosial

Konatif 3,5,8 3

TOTAL 12

b. Hasil ujicoba skala self-esteem.

Setelah dilakukan ujicoba, didapat 8 aitem dari 10 aitem yang memiliki daya beda aitem diatas 0,306.

III.F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini memiliki prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu sebagai berikut:

III.F.1. Persiapan penelitian


(38)

a. Pembuatan alat ukur

Alat ukur dibuat oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Ada dua buah skala yang dibuat, yaitu skala penyesuaian diri terhadap pensiun yang disusun oleh peneliti dan skala Self-esteem (harga diri) Rosenberg. Masing-masing skala terdiri dari 20 aitem dan 10 aitem.

b. Uji coba alat ukur

Uji coba skala penelitian dilakukan pada tanggal 20 – 26 April 2009 dengan membagikan skala kepada subjek penelitian. Setelah itu, peneliti mengumpulkan kembali skala yang telah diisi oleh subjek untuk dilakukan analisa.

c. Revisi alat ukur

Setelah dilakukan uji statistik terhadap aitem-aitem yang diperolah pada uji coba penelitan, maka dilakukan beberapa revisi terhadap alat ukur. Beberapa revisi yang dilakukan adalah dengan membuang aitem yang tidak memiliki daya diskriminasi aitem di atas 0,306, dan memperbaiki tampilan skala. Skala hasil revisi inilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini.

III.F.2. Pelaksanaan penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 4 – 11 Mei 2009 dengan membagikan skala kepada 50 orang sesuai dengan karakteristik sampel penelitian. Selanjutnya dilakukan pengumpulan skala untuk dilakukan pengolahan data.


(39)

Pengolahan data dilakukan setelah semua skala terkumpul. Peneliti menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS for Windows versi 15.0 dalam mengolah data penelitian.

III. G. Metode Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode statistik. Pertimbangan penggunaan statistik dalam penelitian ini menurut Hadi (2000) adalah:

1. Statistik bekerja dengan angka-angka. 2. Statistik bersifat objektif.

3. Statistik bersifat universal, artinya dapat digunakan hampir pada semua bidang penelitian.

Selain pertimbangan di atas, terdapat juga kelemahan dalam penggunaan statistikan dalam penelitian, yakni:

1. Tingkah laku, prilaku atau sikap individu yang selalu angka ataupun di-simbolkan.

2. Pengukuran sikap dan perilaku manusia terbatas hanya pada angka, simbol dan rumus-rumus yang ditetapkan.

Namun dalam penelitian ini, peneliti tetap menggunakan metode statistik untuk mempermudah penelitian dan lebih banyak sampel penelitian. Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik Analisa regresi dengan menggunakan SPSS for Windows versi 15.0.

Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:


(40)

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS for Windows versi 15.0.

Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai  > 0,05. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan juga untuk mengetahui data penelitian bersifat parametrik atau nonparametrik serta syarat sampel penelitian ini representatif atau tidak.

2. Uji homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel penelitian adalah homogen. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang sama. Pengukuran homogenitas dilakukan dengan Anova melalui Levene’s Test dengan bantuan SPSS for Windows 15.0.

3. Uji linearitas

Uji linieritas hubungan dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (Self-esteem) berkorelasi secara linier atau tidak terhadap variabel tergantung (penyesuaian diri terhadap pensiun). Selain itu, uji linieritas ini juga diharapkan dapat mengetahui taraf signifikansi penyimpangan dari linieritas hubungan tersebut. Jika penyimpangan yang ditemukan tidak signifikan, maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah linier (Hadi, 2000). Jika hasil uji bersifat linier, maka metode analisa regresi dapat digunakan. Uji linieritas hubungan dalam penelitian ini dianalisa dengan menggunakan Uji F. Data dikatakan memiliki hubungan yang linear jika nilai  < 0,05.


(41)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

IV.A. Gambaran subjek penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah individu yang berusia diatas 60 tahun dan berdomisi di Medan. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 50 orang yang telah memenuhi karakteristik populasi penelitian. Berdasarkan 50 orang subjek penelitian yang terpilih, diperoleh gambaran berdasarkan jenis kelamin, dan usia.

IV.A.1. Jenis kelamin subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini dibedakan jenis kelaminnya yaitu laki-laki dan perempuan, dengan penyebaran yang dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentasi (%)

Perempuan 15 orang 30 %

Laki-laki 35 orang 70 %

TOTAL 50 100 %

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah laki-laki sebanyak 35 orang dan perempuan sebanyak 15 orang.

IV.A.2. Usia subjek penelitian

Subjek penelitian ini dibagi dalam 3 kategori usia, yakni usia lanjut dini awal antara 60-64 tahun, usia lanjut dini akhir antara 65-69 tahun dan usia lanjut akhir yaitu 70 tahun keatas, dengan penyebaran yang dapat dilihat pada tabel 4.


(42)

Tabel 4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Persentasi (%)

60 – 64 tahun 19 orang 38 %

65 -69 tahun 17 orang 34 %

70 - 72 tahun 14 orang 28 %

TOTAL 50 100 %

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian adalah usia lanjut dini awal sebanyak 19 orang, diikuti oleh usia lanjut dini akhir sebanyak 17 orang dan usia lanjut akhir sebanyak 14 orang.

IV.B. Hasil Penelitian IV.B.1. Uji asumsi a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian setiap variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov satu sampel. Tabel 5 memperlihatkan hasil dari uji normalitas terhadap 2 skala.

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas

Variabel Z Ρ Keterangan

Penyesuaian Diri terhadap Pensiun 1,302 0,068 Sebaran Normal

Self-esteem (Harga diri) 1,319 0,062 Sebaran Normal

Data dikatakan terdistribusi normal jika harga ρ > 0,05. Berdasarkan tabel 516 diatas, diperoleh nilai Z penyesuaian diri terhadap pensiun = 1,302 dengan nilai

ρ > 0,068. Nilai Z self-esteem (harga diri ) = 1,319 dengan nilai ρ > 0,062. Berdasarkan hasil uji di atas, didapat bahwa data penelitian baik variabel bebas maupun variabel tergantung terdistribusi normal, yang berarti bahwa sampel


(43)

penelitian bersifat parametrik dan cukup representatif atau mewakili populasi yang diberikan.

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah subjek yang digunakan dalam penelitian ini homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan metode One Way Anova.

Tabel 6 . Uji Homogenitas dengan One Way Anova

Levene Statistic df1 F Sig. Keterangan

0,691 10 19,398 0,725 Homogen

Data penelitian dikatakan homogen apabila signifikansi menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0.05 (ρ > 0,05). berdasarkan tabel 6 diatas diperoleh signifikansi penyesuaian diri terhadap pensiun yaitu sebesar 0,725 sehingga dapat dikatakan bahwa sampel bersifat homogen. Hal ini berarti bahwa sampel memiliki varian atau keseragaman yang sama.

c. Uji linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengambil keputusan model regresi yang akan digunakan. Uji ini merupakan persyaratan apakah model regresi dapat digunakan untuk menganalisis data. Untuk menentukan kelinearitasan garis regresi dapat ditentukan dengan melihat nilai ρ pada kotak Anova. Kriteria yang digunakan adalah apabila nilai ρα (α = 0,05) maka persamaan garis regresi disebut linear.


(44)

Tabel 7. Hasil Uji Linearitas

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2099.089 1 2099.089 192.235 .000(a)

Residual 524.131 48 10.919

Total 2623.220 49

a Predictors: (Constant), Self.Esteem b Dependent Variable: Peny.Diri

Nilai ρ pada tabel 7. sebesar 0,000, nilai ini kurang dari 0,05 yang berarti persamaan garis regresi linear. Dengan demikian, analisa regresi dapat digunakan dalam penelitian ini.

IV.B.2. Uji hipotesis

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun. Uji hipotesis penelitian ini dilakukan dengan analisa regresi linear sederhana. Pada uji ini, hipotesis yang digunakan adalah:

a. Ho : Tidak ada pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun

b. Ha : Ada pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun.

Setelah dilakukan uji linearitas, selanjutnya variabel diolah dengan menggunakan analisa regresi linear sederhana. Hasil pengolahan data bisa dilihat pada tabel 8.


(45)

R R Square Signifikan

0,895 0,800 0,000

Berdasarkan hasil uji regresi linear sederhana seperti yang terlihat pada tabel 8, terlihat bahwa nilai signifikan = 0,000 atau p < 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel tergantung. Dengan demikian, hipotesis yang diterima adalah Ha, yaitu terdapat pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun.

Koefisien determinasi (R Square) yang diperoleh adalah 0,800. Hal ini berarti variabel bebas (self-esteem) memberi pengaruh sebesar 80% terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun. Sedangkan sisanya 20% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat pada penelitian ini.

Tabel 9. Koefisien Regresi Self-esteem

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients T Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) 8.702 1.721 5.058 .000

Self.Esteem 1.089 .079 .895 13.865 .000

a Dependent Variable: Peny.Diri

Berdasarkan pada tabel 9, dimana variabel self-esteem = 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 berarti variabel ini berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tergantung yakni penyesuaian diri terhadap pensiun. Berdasarkan tabel di atas juga didapat bahwa koefisien regresi +1,089 yang berarti semakin positif self-esteem

seseorang maka semakin tinggi tingkat penyesuaian diri seseorang.


(46)

1. Kategorisasi skor penyesuaian diri terhadap pensiun

Kategorisasi skor penyesuaian diri terhadap pensiun dapat diperoleh melalui uji signifikansi perbedaan antara mean skor empiris dan mean teoritik. Skala penyesuaian diri terdiri dari 12 aitem dengan empat pilihan jawaban yang bergerak dari 1 sampai 4. Dari skala penyesuaian diri yang diisi subjek, maka diperoleh mean

hipotetik sebesar 30 dengan standar deviasi 7,2 (dibulatkan menjadi 7). Sementara

mean empirik yang diperoleh sebesar 31,66 dengan standar deviasi sebesar 7,317. Perbandingan antara mean hipotetik dan mean empirik dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Penyesuaian Diri Empirik Hipotetik

Variabel

Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Penyesuaian Diri

terhadap pensiun 16 44 31,66 7,317 12 48 30 7,2

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik, yang berarti bahwa sampel penelitian memiliki tingkat penyesuaian diri dari yang diperkirakan. Dalam penelitian ini, kategorisasi menggunakan mean

hipotetik berdasarkan teori yang telah dijelaskan di atas, yakni perhitungan kategori aitem skala dan pilihan jawaban. Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh kategorisasi penyesuaian diri terhadap pensiun seperti terlihat pada tabel 11.

Tabel 11. Kategorisasi Penyesuaian diri terhadap pensiun

Variabel Rentang nilai Kategori Jumlah Persentase

X < 23 Sangat rendah 10 20 %

23 ≤ X < 30 Rendah 4 8 %

37  X  30 Tinggi 23 46 %

Penyesuaian diri terhadap pensiun

X > 37 Sangat tinggi 13 26 %


(47)

Dari tabel 11 dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki tingkat penyesuaian diri yang sangat rendah sebanyak 10 orang (20%), rendah sebanyak 4 orang (8%), tinggi sebanyak 23 orang (46%) dan sangat tinggi sebanyak 13 orang (26 %).

Penyesuaian diri terbagi berdasarkan penyesuaian diri pribadi dan sosial. Untuk melihat gambaran dua aspek penyesuaian diri, baik penyesuaian pribadi maupun penyesuaian sosial adalah sebagai berikut:

Tabel 12. Gambaran Aspek Penyesuaian Diri terhadap pensiun

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Peny.pribadi 50 9 25 18.36 4.543

Peny.Sosial 50 7 19 13.30 3.240

Valid N (listwise) 50

Berdasarkan tabel 12, didapat bahwa nilai mean penyesuaian pribadi lebih tinggi dibandingkan nilai mean penyesuaian sosial. Untuk lebih jelas lagi dilakukan uji t seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 13. Hasil Analisa Aspek Penyesuaian diri

Peny.pribadi - Peny.Sosial Paired

Differences

Mean

5.060

Std. Deviation 2.958

Std. Error Mean .418

95% Confidence Interval of the Difference

Lower

4.219

Upper 5.901

T 12.095

Df 49

Sig. (2-tailed) .000

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang bermakna, dimana penyesuaian pribadi lebih memberikan kontribusi lebih banyak


(48)

dibanding penyesuaian sosial. Hal ini ditunjukkan dengan nilai thitung > ttabel (2,021)

dan nilai signifikansi < 0,05.

2. Kategorisasi skor self-esteem

Kategorisasi skor self-esteem dapat diperoleh melalui uji signifikansi perbedaan antara mean skor empiris dan mean teoritik. Skala self-esteem terdiri dari 8 aitem dengan empat pilihan jawaban yang bergerak dari 1 sampai 4. Dari skala

self-esteem yang diisi subjek, maka diperoleh mean hipotetik sebesar 20 dengan standar deviasi 4,8 (dibulatkan menjadi 5). Sementara mean empirik yang diperoleh sebesar 21,08 dengan standar deviasi sebesar 6,010. Perbandingan antara mean

hipotetik dan mean empirik dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Self-esteem Empirik Hipotetik Variabel

Min Max Mean SD Min Max Mean SD Self-esteem 10 32 21,08 6,01 8 32 20 4,8

Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh kategorisasi Self-Esteem (Harga Diri) seperti terlihat pada tabel 15.

Tabel 15. Kategorisasi Self-esteem

Variabel Rentang nilai Kategori Jumlah Persentase

X < 15 Sangat negatif 11 22 % 15 ≤ X < 20 Negatif 6 12 %

25  X  20 Positif 25 50 %

Self-esteem

X > 25 Sangat positif 8 16 %


(49)

Dari tabel 15, dapat dilihat bahwa subjek yang memiliki self-esteem yang sangat negatif sebanyak 11 orang (22%), kategori negatif sebanyak 6 orang (12%), positif sebanyak 25 orang (50%) dan sangat positif sebanyak 8 orang (16%).

IV.D. Hasil Tambahan

Ada beberapa hasil tambahan dalam penelitian ini yang diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian, antara lain gambaran penyesuaian diri terhadap pensiun ditinjau dari jenis kelamin dan usia, serta self-esteem ditinjau dari jenis kelamin dan usia.

IV.D.1. Gambaran perbedaan penyesuaian diri dan self-esteem ditinjau dari jenis kelamin

Tabel 16. Gambaran penyesuaian diri dan self-esteem ditinjau dari jenis kelamin

Jenis kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Peny.Diri Laki-laki 35 31.80 7.638 1.291

Perempuan 15 31.33 6.747 1.742

Self.Esteem Laki-laki 35 21.11 6.361 1.075

Perempuan 15 21.00 5.305 1.370

Berdasarkan tabel 16 di atas, diketahui bahwa nilai mean laki-laki sedikit lebih tinggi pada variabel penyesuaian diri dan self-esteem dibanding nilai mean

perempuan, 31,80 untuk laki-laki pada penyesuaian diri dan 21,11 pada self-esteem, serta nilai mean 31,33 untuk perempuan pada penyesuaian diri dan 21,00 pada self-esteem.


(50)

Tabel 17. Hasil Analisa penyesuaian diri dan self-esteem berdasarkan jenis kelamin

Peny.Diri Self.Esteem

Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed

F .618 1.043

Levene's Test for Equality of Variances

Sig.

.435 .312

T .205 .215 .061 .066

Df 48 29.889 48 31.622

t-test for Equality of

Means Sig. (2-tailed) .839 .831 .952 .948

Dari hasil uji t diatas, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal penyesuaian diri maupun self-esteem ditinjau dari jenis kelamin sampel penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai thitung < ttabel (2,021) dan taraf

signifikansi > 0.05.

IV.D.2. Gambaran perbedaan Penyesuaian diri dan Self-esteem ditinjau dari usia

Tabel 18. Gambaran penyesuaian diri dan self-esteem ditinjau dari usia

N Mean Std. Deviation Std. Error

Usia 60-64 tahun 19 32.21053 7.53937 1.72965 Usia 65-69 tahun 17 34.05882 5.584248 1.354379

Peny.diri

Usia 70-72 tahun 14 28 7.893522 2.109633

Usia 60-64 tahun 19 22.78947 6.737779 1.545752 Usia 65-69 tahun 17 21.52941 4.597794 1.115129

Self.esteen

Usia 70-72 tahun 14 18.21429 5.820105 1.555489

Berdasarkan tabel 18, didapat bahwa individu dengan usia 60-64 tahun (usia lanjut dini awal) memiliki nilai mean lebih tinggi baik dalam tingkat penyesuaian diri dengan nilai 34,05 sedangkan pada variabel self-esteem, kelompok usia 65-69 tahun sebesar 22,78, dibandingkan dengan mean usia diatas 70 tahun.


(51)

Tabel 19. Hasil Analisa Penyesesuaian Diri Dan Self-Esteem Berdasarkan Usia

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

Peny.diri Between Groups 291.121 2 145.560 2.934 .063

Within Groups 2332.099 47 49.619

Total 2623.220 49

Self.esteen Between Groups 173.930 2 86.965 2.561 .088

Within Groups 1595.750 47 33.952

Total 1769.680 49

Dari hasil analisa di atas, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan dalam hal penyesuaian diri serta self-esteem ditinjau dari usia pada sampel penelitian ini. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhitung < Ftabel (3,19) dan taraf signifikansi > 0.05,

yakni p=0,063 untuk penyesuaian diri dan p=0,088 untuk self-esteem.

IV.E. Pembahasan

Hasil penelitian pada sampel individu yang berusia 60 tahun keatas menunjukkan bahwa terdapat pengaruh self-esteem (harga diri) terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun. Adapun pengaruh self-esteem memberikan kontribusi sebesar 80 persen terhadap penyesuaian diri terhadap pensiun. Selebihnya sebanyak 20 persen adalah variabel-variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan koefisien regresi self-esteem terhadap penyesuaian diri, self-esteem

memberikan pengaruh positif pada variabel penyesuaian diri. Sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin positif self-esteem seseorang maka semakin tinggi tingkat penyesuaian diri seseorang dan sebaliknya semakin negatif self-esteem, maka semakin rendah tingkat penyesuaian diri.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal yang mengatakan bahwa


(52)

Berdasarkan 50 sampel penelitian pada penelitian ini, didapat bahwa mayoritas lansia memiliki tingkat penyesuaian diri tinggi, yang berarti penerimaan positif mengenai diri dan lingkungan, yang ditandai dengan memberikan dampak psikologis, dengan melewatkan masa pensiun dengan kebahagiaan dan aktif mencari kegiatan yang sesuai dengan minat serta kemampuan. Selain itu, mayoritas lansia dalam penelitian ini memiliki self-esteem yang tinggi atau positif, yang berarti penilaian secara positif mengenai hal yang berkaitan dengan dirinya, yang ditandai dengan kepercayaan diri yang tinggi, selalu berpikir positif, mampu untuk berinteraksi sosial, serta mampu menghargai diri sendiri

Berdasarkan hasil penelitian di atas, didapat juga bahwa penyesuaian pribadi lebih memberikan kontribusi dibandingkan dengan penyesuaian sosial. Hal ini berarti individu lebih mampu menerima dirinya sendiri daripada tuntutan peran, aturan dan norma dalam masyarakat, sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungannya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekuarangannya, serta mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi yang dialaminya. Pernyataan ini sesuai dengan Calhoun dan Acocella (1990) yang mengatakan bahwa penyesuaian diri tidak hanya tergantung dari situasi individu itu saja, namun juga terdapat penilaian terhadap diri sendiri yang mempengaruhi bagaimana seseorang itu berperilaku. Solinge (2007) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa penyesuaian diri lebih banyak dipengaruhi oleh dorongan dan pemikiran dari dalam diri.

Hasil tambahan penelitian ini berkaitan dengan 2 (dua) variabel sekunder, yakni variabel jenis kelamin dan variabel usia.


(53)

Berdasarkan data penelitian dari 50 sampel penelitian lansia 60-72 tahun menyebutkan bahwa jenis kelamin tidak memberikan perbedaan yang bermakna pada variabel penyesuaian diri dan variabel self-esteem. Hal ini bertolakbelakang dengan pernyataaan Hurlock (1996), yang menyatakan wanita cenderung mampu menyesuaikan diri lebih baik dibandingkan dengan pria, serta pernyataan Brown (dalam Christia, 2007), dimana jenis kelamin juga mempengaruhi self-esteem

seseorang. Hal ini disebabkan terdapat stereotipe-streotipe tertentu dalam kebudayaan masyarakat dan kualitas evaluasi dirinya dan lingkungannya. Hasil penelitian yang bertolakbelakang ini dapat disebabkan oleh faktor situasional dan faktor budaya. Hal ini sejalan dengan pendapat Beyer (dalam Christia, 2007) yang mengemukakan bahwa faktor jenis kelamin lebih mengarah pada kebudayaan, dimana terdapat stereotipe-streotipe tertentu dalam masyarakat. Selain itu, Handayani dkk (1998), juga mengemukakan bahwa saat ditanya mengenai dirinya, hal itu tergantung dari keadaan lingkungan yang mempengaruhi dirinya saat itu, yang kemudian dapat berujung pada tingkat penyesuaian diri individu tersebut. 2. Usia

Hasil penelitian tambahan lain adalah kelompok usia. Pada penelitian ini didapat bahwa usia tidak memberikan perbedaan yang bermakna pada variabel penyesuaian diri serta variabel self-esteem. Data ini bertolakbelakang dengan pernyataan Grinder (dalam Maria, 2007), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat usia dengan self-esteem seseorang. Selain itu pernyataan Fitts (dalam Robson, 1988) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan antara usia lanjut dini dengan usia lanjut akhir dengan penyesuaian diri seseorang. Kenyataan yang bertolakbelakang ini juga dapat disebabkan oleh faktor budaya, persiapan kondisi pensiun. Elizabeth (2004) menyatakan bahwa anggapan masyarakat


(54)

Indonesia terhadap lansia yang sudah berumur 60 tahun keatas dan sudah pensiun dianggap lansia atau kakek-nenek, dalam artian bahwa baik itu individu yang berumur 60, 65, 70 ataupun diatas 70 tahun, merupakan lansia dengan tugas perkembangan yang sama yakni salah satunya adalah pemberi wejangan atau nasehat bagi anak-anak muda dan menjalankan peran sebagai kakek-nenek dalam masyarakat. Solinge dan Henkens (2005) juga menyatakan bahwa lansia yang mempersiapkan kondisi pensiun dimasa-masa mudanya lebih mampu beradaptasi pada kondisi pensiun, Hal ini berarti bahwa baik umur awal pensiun maupun lansia yang sudah lama pensiun tidak akan mengalami gejala-gejala negatif dari pensiun ketika telah mempersiapkan diri untuk pensiun.

Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji coba skala penyesuaian diri penyebaran aitem pada tiap-tiap aspek tidak merata, sehingga aspek afektif pada penyesuaian diri sosial tidak termasuk dalam penelitian. Hal ini dapat disebabkan salah satunyanya adalah stimulus aitem kurang begitu mewakili aspek afektif pada penyesuaian diri sosial.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disimpulkan jawaban-jawaban dari permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti akan memberikan saran-saran metodologis dan praktis bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan tema yang mirip dengan penelitian ini.

V.A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data pada 50 sampel penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Self-esteem memberikan pengaruh terhadap penyesuaian diri pensiun, dengan nilai kontribusi sebesar 80%. Adapun sisanya 20% adalah faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

2. Baik kelompok usia maupun jenis kelamin tidak memberikan perbedaan yang bermakna pada self-esteem atau pada penyesuaian diri.

3. Aspek penyesuaian pribadi memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan dalam penyesuaian sosial pada variabel penyesuaian diri pada pensiun.

4. Berdasarkan penelitian ini, mayorias lansia memiliki tingkat penyesuaian diri yang tinggi sebanyak 23 orang (46%), yang berarti penerimaan positif mengenai diri dan lingkungan, yang ditandai dengan memberikan dampak psikologis, dengan melewatkan masa pensiun dengan kebahagiaan dan aktif mencari kegiatan yang sesuai dengan minat serta kemampuan.

5. Berdasarkan penelitian ini, mayoritas lansia memiliki self-esteem yang positif sebanyak 25 orang (50%), yang berarti penilaian secara positif mengenai hal yang


(1)

berkaitan dengan dirinya, yang ditandai dengan kepercayaan diri yang tinggi, selalu berpikir positif, mampu untuk berinteraksi sosial, serta mampu menghargai diri sendiri

V.B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran–saran ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan studi ilmiah mengenai penyesuaian diri pada pensiun serta self-esteem (harga diri). Saran- saran tersebut meliputi:

V.B.1. Saran Metodologis

a. Bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian mengenai penyesuaian diri pada pensiun ataupun self-esteem (harga diri), penelitian selanjutnya sebaiknya lebih mengontrol karakteristik sampel berdasarkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kedua variabel tersebut dengan melibatkan faktor budaya, faktor situasional dan faktor persiapan kondisi pensiun. Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi lebih beragam terhadap variabel-variabel tersebut.

b. Bagi peneliti yang ingin meneliti penyesuaian diri pada pensiun, diharapkan teknik pengambilan sampel lebih random dan lebih banyak.

V.B.2. Saran Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan agar lansia lebih mengevaluasi diri mengenai diri pribadi, sehingga penyesuaian diri lebih optimal.


(2)

b. Kepada lingkungan lansia, seperti keluarga dan masyarakat disarankan agar lebih memberikan aktivitas yang melibatkan lansia, sehingga lansia merasa bahwa dirinya masih mampu.

c. Usia lanjut dini lebih mampu menyesuaiakan diri dibandingkan usia lanjut akhir, sehingga diharapkan bagi lansia dan keluarga lansia dengan usia lanjut dini lebih mempersiapkan diri dalam hal penyesuaian diri menuju usia lanjut akhir.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, M. (2008). Pensiun, stres dan bahagia. http://all-about-stress.com/2008/03/22/pensiun-stres-dan-bahagia/ (Diakses tanggal 1 April 2008)

Azwar, S. (1995). Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Pustaka Belajar Azwar, S. (1999). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Azwar, S. (1999). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bauserman, R. (2002). Child adjustment in joint-custody versus sole-custody arrangements: A meta-analytic review.Journal of Familiy psychology, 16, 91-102. http://www.apa.org/journals/releases/fam16191.pdf. (Diakses tanggal 20 Mei 2008)

Belsky, J.K. (1990). The psychology of aging: Theory, research & Intervention 2nd Edition. California: Brooks/Cole Publishing Company Pasific Grove

Calhoun, J.F., & Acocella, J.R. (1990). Psikologi tentang penyesuian dan hubungan kemanusiaan Edisi ke-3. Semarang: IKIP Semarang Press.

Charles, K.K. (1999). Is retirement depressing?: Labor force inactivity and psychologycal well-being in later life. Journal of Occupational Health Psychology, 2, 131-144. http://www.nber.org/papers/w9033.pdf. (Diakses tanggal 11 Juni 2008)

Cigularova, D.K. (2005). Psychosocial adjustment of international students. Journal

of Intercultural Relation, 14, 167-188.

http://www.sahe.colostate.edu/Journal_articles/Journal_2004_2005.vol14/Psyc hosocial_Adjustment.pdf. (Diakses tanggal 22 Mei 2008).

Corisini, R. (2002). The dictionary of psychology. London: Brunner-Routledge. Christia, M. (2007). Inner voice dan self-esteem. Jurnal Sosial Humaniora, 11,

37-41. http://journal.ui.ac.id/?hal=download&q=39. (Diakses tanggal 25 Februari 2009)

Czaja, S.J. (1975). Age differences in life satisfaction as a function of discrepancy between real and ideal self concepts. Journal of Experimental Aging, 1, 9-81. www6.miami.edu/UMH/CDA/UMH_Main/0,1770,43090-1;6935-3,00.html - 83k. (Diakses tanggal 20 Januari 2009).

Departemen Kesehatan RI. (2004). Manajemen upaya kesehatan usia lanjut. http://www.depkes.go.id/downloads/Keswa_Lansia.pdf. (Diakses tanggal 6 Maret 2008)


(4)

Elizabeth, S. (2004, 24 Juni). Masalah lansia nasional: Pensiun tidak harus di usia 56 tahun. Sinar Harapan, 4734, hal. 10.

Francis, J. (2001). The Development of a psychological theory. Journal of Personality and Social Psychology, 65, 1259-1269. www.latrobe.edu.au/ worner/assets/downloads/wornerlecture2001.pdf. (Diakses tanggal 20 Januari 2009).

Hadi, S. (2000). Metodologi research. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Handayani, M.M, dkk. (1998). Efektivitas pelatihan pengenalan diri terhadap peningkatan penerimaan diri dan harga diri. Jurnal Psikologi UGM, 2, 47-55. avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/pengenalandiri_avin.pdf, (Diakses tanggal 25 Februari 2009).

Hardywinoto, & Setiabudhi, T. (1999). Panduan gerontologi: Tinjauan dari berbagai aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Helm, G. D. (2000). Gender differences of the older adult in relationship to ego integrity and the need for control. Masters Abstracts International: Vol. 40.

Master’s thesis (hal. 248-279). East Tennessee State University (Diakses tanggal 10 Mei 2008)

Helmi, A.F. (1999). Gaya kelekatan dan konsep diri. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada, 1, 9-17. (Diakses tanggal 25 Februari 2009).

Hogg, M.A., & Vaughan, G.M. (2002). Social psychology. Harlow: Prantice Hall. Houston, Diane M. (2005). Personality. Journal of Occupational and

Organisational Psychology, 14, 7-83. www.blackwellpublishing.com /intropsych/pdf/chapter14.pdf. (Diakses tanggal 20 Januari 2009)

Hurlock, E.B. (1996). Psikologi perkembangan, Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Larsen, R.J., & Buss, M.D. (2008). Personality psychology, Domains of knowledge about human nature. New York: McGraw-Hill.

Maria, U. (2007). Peran persepsi keharmonisan keluarga dan konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada, 2, 25-43. (Diakses tanggal 4 Februari 2009).

Martin, R.A., & Poland, E.Y. (1980). Learning to change: A self management approach to adjustment. New York: McGrow-Hill Companies.

Meier, J.M, & Holm, A. (2004). How stressfull is retirement?. www.inomics.com/cgi/repec?handle=RePEc:kud:kuieca. (Diakses tanggal 10 Maret 2008)


(5)

Moss, T., & Carr, T. (2004). Understanding adjustment to disfigurement: The role of the self-concept. Journal of Psychology and Health, 72, 737-748. http://science.uwe.ac.uk/research/uploads/Moss%20&%20Carr%20(2004).pdf. (Diakses tanggal 18 Mei 2008)

Mu’tadin, Z. (2002). Penyesuian diri remaja. http://www.e-psikologi.com/ remaja.htm. (Diakses tanggal 3 Maret 2008)

Papalia, D.E., & Olds, S.W. (2001). Human development. 5th ed. New York: McGraw-Hill.

Phares, J.E. (1992). Clinical psychology: Concept, methods, & profession 4th ed.

California: Brook/Cole Publishing Company.

Raymo, J.M., & Sweeney, M.M. (2005). Work-familiy conflict and retirement preferences. Journal of Gerontology: Social Sciences, 51B, 53-60. http://www.ccpr.ucla.edu/ccprwpseries/ccpr_035_05.pdf (Diakses tanggal 11 Juni 2008).

Respati, W.S., Yulianto, A., & Noryta, W. (2006). Perbedaan konsep diri antara remaja akhir yang mempersepsi pola asuh orang tua Authotarian, permasssive

dan authoritative. Jurnal Psikologi Universitas Indonesia Esa Unggul, 4, 119-138. (Diakses tanggal 25 Februari 2009).

Robson, P.J. (1988). Self-esteem-psychiatric view. British Journal of Psychiatry, 153, 6-15. www.bjp.rcpsych.org/cgi/reprint/153/1/6.pdf. (Diakses tanggal 21 Januari 2009)

Rosyid, H.F. (2003). PHK: Masihkah mencemaskan.

http://inparametric.com/bhinablog/download/phk_masihkah_mencemaskan.pdf. (Diakseis tanggal 6 April 2008)

Santrock, J.W. (1998). Life-span development 3rd ed. New York:McGraw-Hill. Seitsamo, J. (2006). Retirement transition and well-being: A 16-year longitudinal

study. Journal of Aging and Human Development, 38, 153-170. http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/val/sospo/vk/seitsamo/retireme.pdf. (Diakses tanggal 11 Juni 2008)

Solinge, V.H. (2007). Health change in retirement: A longitudinal study among older workers in the Netherlands. Journal of Aging and Human Development, 29, 225-256. http://roa.sagepub.com (Diakses tanggal 11 Juni 2008)

Solinge, V.H., & Henkens, K. (2005). Couples’ adjustment to retirement: A multi-actor panel study. Journal of Gerontology: Social Sciences, 60B, 11-20.


(6)

Sudrajat, A. (2006). Psikologi pendidikan dan perilaku individu. http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2007/08/psikologi-pendidikan. doc. (Diakses tanggal 1 Mei 2008)

Suryabrata, S. (2000). Pengembanganalatukurpsikologis. Yogyakarta: Penerbit Andi.