Pemodelan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L)

(1)

GUSTI RUSMAYADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pemodelan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2009

Gusti Rusmayadi NRP G261060021


(3)

GUSTI RUSMAYADI. Crop modeling of Growth and Development of Jatropha

(Jatropha curcas L.). Under direction of HANDOKO, YONNY

KOESMARYONO and DIDIEK HADJAR GOENADI.

Plant growth interpretation in terms of accumulated intercepted solar radiation and the radiation use efficiency (RUE) was used to study the growth and development of Jatropha (Jatropha curcas L.). Some of crop growth simulation models have been developed using the RUE concept to predict crop growth and yield under various environments. This research was carried out to quantify the RUE, biomass and leaf area index on Jatropha under different rainfall condition, four levels of nitrogen fertilizer (N) and three population densities (P) planted twice. The experiments used a systematic Nelder fan design with 9 spokes and 4 – 5 rings were conducted atSEAMEO-BIOTROP field experiment in 2007. The inner and outer plants were not used as sample. This design has 18 – 27 data observation per plot every experiment. In plot was be placed nitrogen treatment (N) that are W1N0 (0 g Urea per plant), W1N1 (20 g Urea per plant), W1N2 (40 g Urea per plant), and W1N3 (60 g Urea per plant) and every ring was be placed population density (P) of W1P1 (17.698 plant per hectare or 1.7 plant per m2), W1P2 (3.246 plant per hectare or 0.32 plant per m2) and W2P1 (17 698 plant per hectare or 1.7 plant per m2), W2P2 (3 246 plant per hectare or 0.32 plant per m2) and W2P3 (1 314 plant per hectare or 0.13 plant per m2). Data from the first experiment (W1) were used for parameterization and calibration and the second experiment (W2) data for model validation. The parameterization and evaluation used of was employed radiation intensity that varied substantially from about 2.2 to 14.9 MJm-2d-1. Values of RUE at treatment W1N0, W1N1, W1N2, and W1N3 obtained were 0.58 (r=0.85) g MJ-1, 0.66 (r=0.75) g MJ-1, 0.94 (r=0.82) g MJ-1 to 0.90 (r=0.76) g MJ-1 and for population density W1P1 and W1P2 were 1.3 (r=0.76) and 0.24 (r=0.76), respectively. Based on parameterization, we found that RUE for prediction above ground biomass accumulation of Jatropha were 0.94 (r=0.83) g MJ-1 to 1.3 (r=0.75) g MJ-1. Beside, we also found that on rainfed dry-land WUE increased according to nitrogen fertilizer. Value of WUE at treatment W2N0, W2N1, W2N2, and W2N3 were 4.9243 kg ha-1mm-1, 4.4253 kg ha-1mm-1, 6.0858 kg ha-1mm-1 and 4.3124 kg ha-1 mm-1 and for population density W2P1, W2P2 and W2P3 were 9.6514 kg ha-1 mm-1, 2.6178 kg ha-1mm-1 and 0.726 kg ha-1mm-1, respectively. Validation between model prediction and field experimental data showed that the best fit of the model indicates that the model can simulate crop growth and development of Jatropha.


(4)

GUSTI RUSMAYADI. Pemodelan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Dibimbing oleh HANDOKO, YONNY KOESMARYONO dan DIDIEK HADJAR GOENADI.

Pertumbuhan tanaman yang ditafsirkan sebagai akumalasi dari radiasi surya yang diintersepsi dan efisiensi penggunaan radiasi surya (Radiation Use

Efficiency, RUE) telah digunakan untuk mengkaji dan menganalisis

pertumbuhan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Sejumlah model simulasi tanaman telah dikembangan berdasarkan konsep RUE untuk memprediksi pertumbuhan dan hasil dalam lingkungan yang bervariasi. Serangkaian penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan RUE, biomassa dan indeks luas daun (ILD) dari jarak pagar pada lahan tadah hujan, dalam empat tingkat pemupukan dan 3 kerapatan populasi yang ditanam dua kali. Percobaan disusun secara Nelder Fan Design. Tiap plot terdiri dari 9 spoke dan 4 ring (percobaan pertama, W1) serta 9 spoke dan 5 ring (percobaan kedua, W2). Tanaman bagian terdalam (inner) dan terluar (outer) tidak digunakan sebagai contoh. Rancangan ini akan menyediakan 18 – 27 data pengamatan per plot pada masing-masing percobaan. Pada masing-masing plot ditempatkan perlakuan pemupukan nitrogen (N) yaitu W1N0 (0 g Urea per pohon), W1N1 (20 g Urea per pohon), W1N2 (40 g Urea per pohon), dan W1N3 (60 g Urea per pohon), dan dalam setiap radian ditempat populasi tanaman (P) yaitu W1P1 (17.698 tanaman per hektar atau 1.7 tanaman per m2), W1P2 (3.246 tanaman per hektar atau 0.32 tanaman per m2) dan W2P1 (17 698 tanaman per hektar atau 1.7 tanaman per m2), W2P2 (3 246 tanaman per hektar atau 0.32 tanaman per m2) serta W2P3 (1 314 tanaman per hektar atau 0.13 tanaman per m2). Pada percobaan pertama, tanaman asal biji ditanam langsung pada tanggal 18 April 2007 dan dipanen tanggal 22 Oktober 2007. Pada percobaan kedua, tanaman asal biji disemai tanggal 14 April 2007 dan ditanam tanggal 12 Mei 2007 dan dipanen tanggal 20 Oktober 2007. Nilai RUE pada perlakuan W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 diperoleh sebesar 0.58 (r=0.85) g MJ-1, 0.66 (r=0.75) g MJ-1, 0.94 (r=0.82) g MJ-1 sampai 0.90 (r=0.76) g MJ-1 dan untuk kerapatan populasi W1P1 dan W1P2 adalah 1.3 (r=0.76) g MJ-1 dan 0.24 (r=0,76) g MJ-1. Berdasarkan parameterisasi nilai RUE untuk memprediksi akumulasi biomassa Jarak pagar adalah 0.94 (r=0.83) g MJ-1 sampai 1.3 (r=0.75) g MJ-1. Selain itu, nilai efisiensi penggunaan air (Water Use Efficiency, WUE) jarak pagar pada lahan tadah hujan meningkat menurut pemberian nitrogen sampai batas tertentu dan juga menurut kerapatan populasi. Nilai WUE pada perlakuan W2N0, W2N1, W2N2, dan W2N3 masing-masing mencapai 4.9243 kg ha-1mm-1, 4.4253 kg ha-1 mm-1, 6.0858 kg ha-1mm-1 dan 4.3124 kg ha-1mm-1 serta untuk W2P1, W2P2 dan W2P3 adalah 9.6514 kg ha-1mm-1, 2.6178 kg ha-1mm-1 dan 0.726 kg ha-1 mm-1. Validasi antara model dengan data pengukuran lapang menunjukkan bahwa model dapat mensimulasi pertumbuhan dan perkembangan dari jarak pagar. Aplikasi model dilakukan dengan beberapa skenario. Skenario berdasarkan perubahan iklim, ketinggian tempat dan pemupukan nitrogen menunjukkan bahwa pertumbuhan dan produksi jarak pagar dipengaruhi oleh pengurangan


(5)

Kata kunci: efisiensi penggunaan radiasi, efisiensi penggunaan air, jarak pagar, pemodelan tanaman.


(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

GUSTI RUSMAYADI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Klimatologi Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr.Ir. Suwarto, M.Si.

Staf pengajar pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA.

ƒ Staf Pengajar pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

ƒ Head of Enterprise Development Centre,

SEAMEO BIOTROP.

Dr.Ir. Agung Primanto Murdanoto, M.Agr.

Deputy Director-Business Development


(9)

Judul Disertasi : Pemodelan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar

(Jatropha curcas L.)

Nama : Gusti Rusmayadi

NRP : G261060021

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Handoko, M.Sc. Ketua

Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono,M.S. Dr.Ir. Didiek Hadjar Goenadi, M.Sc, APU.

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Klimatologi Terapan

Prof.Dr.Ir. Handoko, M.Sc. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2007 ini adalah pemodelan tanaman atas biaya dari DIPA SEAMEO-BIOTROP tahun 2007, dengan judul Pemodelan Pertumbuhan dan Perkembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada SEAMEO-BIOTROP.

Disertasi ini memuat empat bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 2 berisi artikel yang berjudul “Estimasi Efisiensi Penggunaan Radiasi Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) untuk Parameter Pemodelan Tanaman” telah diterbitkan (Agritek 15:165-169). Bab 4 berisi artikel yang berjudul “Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya untuk Pemodelan Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha

curcas L.) telah diterbikan (Agroscientie 16:78-89).

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof.Dr.Ir. Handoko, M.Sc., sebagai ketua komisi pembimbing yang telah mengenalkan pemodelan tanaman dan masih berkenan membimbing dan memberikan keleluasaan untuk berkreatifitas dalam penulisan disertasi, kepada Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono, M.S., sebagai anggota komisi yang menekankan peran penting novelty penelitian dan ketepatan waktu studi dan juga kepada Bapak Dr.Ir. Didiek Hadjar Goenadi, M.Sc., APU., sebagai anggota komisi yang memberi saran penulisan yang berkualitas.

Kepada Dr.Ir. Imam Santosa, M.Si. yang memberikan masukan pada ujian prelim lisan, Dr.Ir. Suwarto, M.Si. yang melihat disertasi ini dengan cermat pada ujian tertutup, juga kepada Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Dr.Ir. Agung Primanto Murdanoto, M.Agr. yang memberikan masukan rinci pada ujian terbuka, penulis mengucapkan terimakasih. Ucapan yang sama disampaikan kepada Rektor Universitas Lambung Mangkurat dan Drs. Wahyu Utomo yang berkenan membantu kelancaran pelaksanaan pada ujian terbuka, kepada Ir. Bregas Budianto, M.Sc., atas bantuan peralatan meteororologi, Ir. I Putu Santikayasa, M.Sc., dan Laksmita Prima Santi atas bantuan penelusuran pustaka. Atas motovasi agar menyelesaikan studi, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.Ir. Sobri Effendy, M.Si., Ir. Poppy Rejekiningrum, M.Si., Ir. Abdul Syakur, M.Si., Ir. Muji Haryadi, M.Si. (alm), dan Ir. Yayan Apriyana, M.Sc. Ucapan terimakasih kepada teknisi Lab SEAMEO BIOTROP, pak Ading selaku asisten lapangan, Mega F, S.Si dan Rifki atas bantuan teknis dalam pengelolaan tanaman, pengukuran dan pengambilan contoh tanah dan tanaman. Demikian pula kepada nama-nama yang tidak dapat disebut satu persatu.

Ucapan terimakasih juga dihaturkan kepada orang tua, mertua, saudara, serta isteriku Ir. Umi Salawati, M.Si., atas doa, keikhlasan dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat mendalami kajian tentang Klimatologi Terapan dan Model Simulasi Tanaman dan kepada anakku Gusti Mirsa Rossaliani atas pengertian dan dukungannya selama ini.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Gusti Rusmayadi dilahirkan di Kotabaru – Kalimantan Selatan (Kal-Sel) pada tanggal 1 Januari 1963 sebagai anak ke-dua dari tiga bersaudara, dengan pasangan bapak H. Gt. Imberan dan ibu Hj. Hatifah. Pada tanggal 8 Juli 1990, penulis menikah dengan Ir. Umi Salawati dan telah dikarunia seorang putri yang bernama Gusti Mirsa Rossaliani.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Banjarbaru dan lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1993, penulis melanjutkan studi magister di Program Studi Agroklimatologi (AGK), FMIPA IPB Bogor dan menyelesaikannya pada tahun 1996. Program doktor dilanjutkan pada program studi Klimatologi Terapan (AGK) di perguruan tinggi yang sama pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian Unlam sejak tahun 1990. Bidang keilmuan yang menjadi tanggung jawab kami adalah Klimatologi Pertanian.

Hasil penelitian yang berjudul Crop Modeling of Growth and

Development of Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang dibiayai oleh DIPA

SEAMEO-BIOTROP tahun 2007 telah disajikan pada Seminar Biofuel,

Biodiversity Conservation, Sustainable Development and Biotechnology di

SEAMEO-BIOTROP Bogor pada bulan Maret 2008. Hasil penelitian ini merupakan bagian dari program penelitian S3 penulis.

Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul “Estimasi Efisiensi Penggunaan Radiasi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Parameter Pemodelan Tanaman” pada Jurnal Agritek – IPM Malang tahun 2007. Artikel lainnya telah diterbitkan pada Jurnal Agroscientie – Fakultas Pertanian UNLAM pada bulan April 2009 dengan judul “Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya untuk Pemodelan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Karya-karya ilmiah tersebut juga merupakan bagian dari program penelitian S3 penulis.


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.1.1. Pemodelan Tanaman Jarak Pagar ... 2

1.1.2. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) ... 5

1.1.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman .... 9

1.1.4. Neraca Air dan Kebutuhan Air Tanaman ... 11

1.1.5. Neraca Nitrogen ... 12

1.2. Tujuan Penelitian ... 14

1.3. Hipotesis ... 14

1.4. Manfaat Penelitian ... 14

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 14

2 EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI DAN PRODUKSI BIOMASSA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PADA LAHAN KERING TADAH HUJAN ... 17

2.1. Pendahuluan ………... 17

2.2. Bahan Dan Metode ……….….…... 18

2.2.1. Tempat dan Waktu Percobaan ……….……… 18

2.2.2. Percobaan Pertama (W1) ………. 19

2.2.3. Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya ...……… 20

2.2.4. Pengamatan... 20

2.3. Hasil ... 23

2.3.1. Kondisi Cuaca dan Fase Perkembangan Tanaman ……….. 23

2.3.2. Kandungan Air Tanah ………. 25

2.3.3. Neraca Air ……… 27

2.3.4. Nitrogen Tanah ……… 28

2.3.5. Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi .. 31

2.3.6. Keragaan Tanaman ……….. 34

2.4. Pembahasan ……… 38

2.5. Kesimpulan ………. 40

3 PENGGUNAAN AIR TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI BAWAH KONDISI PEMUPUKAN NITROGEN DAN KERAPATAN POPULASI PADA LAHAN KERING TADAH HUJAN ... 42

3.1. Pendahuluan ... 42

3.2. Bahan Dan Metode ... 44

3.2.1. Tempat dan Waktu Percobaan ... 44

3.2.2. Rancangan Percobaan ... 45

3.2.3. Percobaan Kedua (W2) ... 45


(13)

3.3. Hasil ………... 48

3.3.1. Periode Tumbuh dan Kondisi Cuaca selama Percobaan ………. 48

3.3.2. Neraca Air ………... 48

3.3.3. Efisiensi Penggunaan Air ………..…..… 50

3.3.4. Kandungan Air pada Tanaman ……….……... 51

3.3.5. Nitrogen Tanah ………...……. 52

3.3.6. Intersepsi Radiasi Surya ……….. 54

3.3.7. Keragaan Tanaman ……….. 55

3.3.8. Pembahasan ………. 59

3.4. Kesimpulan ………. 61

4 PEMODELAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.) ………… 63

4.1. Pendahuluan ……… 63

4.2. Bahan Dan Metode ………. 68

4.2.1. Tempat dan Waktu Percobaan ………... 68

4.2.2. Data Percobaan ……….……. 68

4.2.3. Model Simulasi Tanaman ………. 68

4.2.4. Parameterisasi ……… 83

4.2.5. Kalibrasi ……… 85

4.2.6. Validasi Model ……….. 85

4.2.7. Tampilan Model ……… 86

4.3. Hasil ……….……….. 87

4.3.1. Parameterisasi Model ……… 87

4.3.2. Tampilan Model Tanaman Jarak ………….. 87

4.3.3. Validasi Model Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar ……… 90

4.4. Aplikasi Model Simulasi Tanaman Jarak Pagar ………. 94

4.4.1. Penentuan Waktu Tanam terhadap Produksi Jarak Pagar …... 96

4.4.2. Pengaruh Pemupukan Nitrogen terhadap Jarak Pagar ………... 98

4.4.3. Pengaruh Pengurangan Radiasi Surya terhadap Produksi Jarak Pagar ... 98

4.4.4. Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Produksi Jarak Pagar ... 101

4.5 Pembahasan ……… 103

4.6 Kesimpulan ………. 105

5 PEMBAHASAN UMUM ……….………. 106

6 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 115


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Peubah iklim selama fase perkembangan tanaman .………… 25 2. Neraca air selama periode pertumbuhan ………. 27 3. Mineralisasi nitrogen tanah dan nitrogen yang diserap

tanaman ………... 30

4. Estimasi, koefisien korelasi dan galat baku parameter serta

hasil pengukuran N tanaman, ILD dan Qint ……….. 32 5. Evaluasi parameter RUE antara pengukuran dan perhitungan

produksi biomassa di atas tanah (AGB) pada percobaan

pertama dan kedua ... 33 6. Peubah iklim selama fase perkembangan tanaman …….…… 48 7. Neraca air selama periode pertumbuhan ………. 50 8. WUE, biomassa dan indek luas daun masing-masing

perlakuan ………. 55

9. Uji berpasangan dengan t-student ………... 91 10. Pengujian ketepatan prediksi model dengan pengukuran


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sabuk distribusi Jatropha curcas L. (sumber: The Jatropha

system_http_www.jatropha.de, 2008) ……… 7

2. Peubah cuaca selama periode pertumbuhan tanaman percobaan ke-satu dan ke-dua (HST 0=18 April dan 2 Mei 2007) ………... 24

3. Kadar air tanah pada 0 - 20 cm dengan peningkatan pemberian nitrogen dan kerapatan populasi ………... 26

4. Kadar air tanah kedalaman 0 - 100 cm pada pemberian nitrogen dan kerapatan populasi ... 26

5. Evapotranspirasi aktual (ETa) masing-masing perlakuan selama percobaan ……… 27

6. Evapotranspirasi relatif masing-masing perlakuan …………. 28

7. Kandungan amonium dan nitrat sampai kedalaman 40 cm perlakuan pemupukan ……….. 29

8. Kandungan amonium dan nitrat sampai kedalaman 40 cm perlakuan kerapatan populasi ……….……….. 30

9. Fraksi intersepsi radiasi surya pada perlakuan pumupukan dan kerapatan populasi ... 31

10. Efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) ... 32

11. Hubungan antara RUE dengan nitrogen tanaman ... 33

12. Perbandingan antara perhitungan dan pengukuran AGB dalam parameterisasi (a) dan evaluasi (b) ………... 34

13. Biomassa tanaman pada perlakuan nitrogen dan kerapatan populasi ... 35

14. Indeks luas daun selama percobaan ... 36

15. Proporsi biomasa (g m-2) masing-masing perlakuan ... 37

16. Hasil tanaman jarak pagar ... 37

17. Nitrogen di atas tanah, AGN (kg ha-1) (atas) dan nitrogen biji (kg ha-1) (bawah) masing-masing perlakuan …………... 38

18. Kadar air tanah masing-masing perlakuan ……….. 49

19. Evapotranspirasi aktual dan potensial (a) dan nisbah evapotranspirasi aktual dan potensial (b) masing-masing perlakuan ………. 49

20. Efisiensi penggunaan air masing-masing perlakuan ..………. 50

21. Kadar air tanaman masing-masing perlakuan ... 51

22. Kandungan air tanaman ... 52

23. Kandungan nitrogen tanah (NH4+) dan (NO3-) pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm perlakuan pemupukan ... 53

24. Kandungan nitrogen tanah (NH4+) dan (NO3-) pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm perlakuan kerapatan populasi ………... 54


(16)

Halaman

26. Biomassa tanaman pada perlakuan nitrogen dan kerapatan

populasi ... 56 27. Distribusi biomasa pada perlakuan pemupukan ... 56 28. Distribusi biomasa pada kerapatan populasi ………... 57 29. Indeks luas daun masing-masing perlakuan selama

percobaan ………

57

30. Hasil tanaman masing-masing perlakuan ……… 58 31. Nitrogen tanaman dan biji masing-masing perlakuan ... 59 32. Bagan diagram alir dari suatu sistem pada produksi tingkat

3 dengan kekurangan nitrogen sebagai faktor pembatas

utama (dimodifikasi dari Penning de Vriest et al. 1989) …… 66 33. Interaksi antara komponen pendukung pemodelan jarak

pagar yang dibatasi oleh hara nitrogen, air dan iklim

(dimodifikasi dari Penning de Vriest, 1989) ………... 68 34. Diagram model perkembangan tanaman ..………... 69 35. Diagram Forrester submodel perkembangan tanaman ……… 70 36. Diagram Forrester submodel pertumbuhan jarak pagar …….. 71 37. Diagram Forrester submodel neraca air jarak pagar ... 75 38. Diagram Forrester submodel neraca nitrogen (diadopsi

dari Handoko, 1992) ... 79 39. Organisasi model selama simulasi ... 87 40. Perbandingan antara prediksi (garis) dan pengukuran

(simbol) kadar air tanah (a) dan perbandingan dengan

plot 1 : 1 ... 88 41. Perbandingan antara prediksi (garis) dan pengukuran

(simbol) fase perkembangan tanaman (a) dan perbandingan

dengan plot 1 : 1 ... 88 42. Perbandingan antara prediksi (garis) dan pengukuran

(simbol) indeks luas daun (a), biomassa dan biji (c) dan

perbandingan dengan plot 1:1. (b,d) ... 89 43. Perbandingan antara prediksi (garis) dan pengukuran

(simbol) nitrogen tanah (a) dan perbandingan dengan

plot 1 : 1 (b) ………... 89

44. Perbandingan antara prediksi (garis) dan pengukuran (simbol) nitrogen tanaman (a) dan perbandingan dengan

plot 1 : 1 (b) ……….…….………... 90

45. Hasil prediksi dan pengukuran fase perkembangan tanaman selama periode pertumbuhan (a) dan perbandingan dengan

plot 1:1 (b) ……….….…………. 91

46. Hasil prediksi dan pengukuran AGB dan ILD selama periode pertumbuhan (a,c) dan perbandingan dengan plot

1:1 (b,d) ………... 92

47. Hasil prediksi dan pengukuran kadar air tanah selama periode pertumbuhan (a) dan perbandingan dengan plot


(17)

Halaman

48. Hasil prediksi dan pengukuran evapotranspirasi kumulatif selama periode pertumbuhan (a) dan perbandingan dengan

plot 1:1 (b) ……….…. 93

49. Hasil prediksi dan pengukuran N tanah selama periode

pertumbuhan (a) dan perbandingan dengan plot 1:1 (b) .…… 94 50. Hasil prediksi dan pengukuran N tanah dan AGN selama

periode pertumbuhan (a,c) dan perbandingan dengan plot

1:1 (b,d) ………... 94

51. Variasi hasil biji jarak pagar yang ditanam menurut bulan

kalender di Bogor-Jawa Barat ………. 97 52. Radiasi yang diintersepsi dan curah hujan yang diterima

selama periode pertumbuhan tanaman ... 97 53. Simulasi respon biomassa dan biji jarak terhadap pemupukan

nitrogen ………... 98

54. Simulasi pemupukan nitrogen pada tanaman jarak terhadap

kandungan air tanah dan evapotranspirasi aktual ……… 99 55. Simulasi respon tanaman jarak terhadap pengurangan radiasi

surya sebesar 20% terhadap AGB dan biji (a), ILD (b) dan

fase perkembangan, s (c) ………. 100 56. Simulasi respon tanaman jarak akibat pengurangan radiasi

surya sebesar 20% terhadap KAT (a) dan ETa (b) ... 101 57. Simulasi biomasa (a) dan hasil biji jarak di Bogor-Jawa

Barat yang ditanam tanggal 14 setiap bulan, pada kodisi

curah hujan sekarang dan akan datang dengan 3 skenario ….. 102 58. Skenario pengurangan curah hujan dan peningkatan suhu


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Nelder Fan design percobaan I dan II ……… 128

2. Denah rancangan percobaan I dan II ………... 129

3. Deskripsi populasi IP-1P ………. 130

4. Data percobaan ke-satu ………... 131

5. Foto percobaan ……… 136

6. Penurunan beberapa parameter ………... 137

7. Data percobaan ke-dua ……… 139

8. Parameter dalam model simulasi tanaman jarak pagar .…….. 145

9. List program pemodelan tanaman jarak pagar …..………….. 146 10. Uji t berpasangan antara model dan pengukuran percobaan II 164 11. Daftar simbol dalam diagram Forrester dan bahasa program . 165


(19)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Unsur iklim radiasi surya di daerah tropis lebih berpengaruh terhadap produksi jarak dibandingkan dengan suhu udara. Secara teoritis, tanaman penghasil minyak seperti jarak pagar untuk berproduksi tinggi memerlukan lama penyinaran yang lebih panjang dibandingkan tanaman penghasil karbohidrat. Radiasi sangat diperlukan untuk fotosintesis yang menghasilkan berat kering tanaman. Berat kering tanaman tersebut berkorelasi dengan jumlah radiasi yang diintersepsi selama pertumbuhan. Ini berarti mengedepankan pengumpulan dan penyimpanan energi matahari yang dapat diperbaharui melalui tumbuhan hijau dan dikenal sebagai energi hijau (green energy) atau Bahan Bakar Nabati (BBN) dengan penekanan pada budi daya energi (energy farming) bukan berburu energi

(energy hunting) seperti halnya dilakukan pada pengolahan BBM. Untuk

mengubah sebanyak mungkin radiasi yang diintersepsi tanaman menjadi biomassa dan hasil diperlukan efisiensi penggunaan radiasi surya yang tinggi. Efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) adalah faktor konversi antara total radiasi intersepsi kanopi tanaman dan dikaitkan dengan karbondioksida yang difiksasi atau biomassa yang dihasilkan. Faktor ini telah dipergunakan untuk mempelajari pertumbuhan, analisis varietas tanaman dan lingkungan. RUE telah menjadi komponen yang berguna dalam model pertumbuhan tanaman dan hasilnya (Arkebauer, 1992).

Selain RUE, ketersediaan air penting dalam memenuhi evapotranspirasi yang merupakan faktor pendorong aliran massa air, perkolasi dan rembesan untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang tinggi. Kebutuhan air bervariasi menurut umur, varietas, tipe tanah, topografi dan lain-lain.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman hanya berlangsung optimal apabila tersedia unsur-unsur hara makro dan mikro. Nitrogen adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan tanaman penghasil minyak dan pertumbuhan tanaman relatif peka terhadap kekurangan nitrogen yang dapat mengakibatkan penurunan hasil panen dan kualitas biji.


(20)

1.1.1. Pemodelan Tanaman Jarak Pagar

Analisis sistem adalah studi tentang sistem dan atau organisasi dengan menggunakan azas ilmiah yang menghasilkan suatu konsepsi atau model. Model dapat berupa konsepsi mental yang bersifat kuantitatif dan kualitatif, hubungan empirik dengan penggunaan teknik statistik dan hubungan mekanistik dengan persamaan matematik, atau dapat dinyatakan sebagai representasi sederhana dari sistem yang kompleks (Haan, 1977; Hartrisari, 2007). Handoko (1994) mengemukakan bahwa model dapat dipergunakan untuk (1) pemahaman proses (2) prediksi, dan (3) keperluan manajemen.

Kajian hubungan antara iklim, air dan tanah terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak yang terintegrasi belum banyak dilakukan, khususnya model mekanistik. Model pertumbuhan tanaman mekanistik mempunyai banyak penggunaan potensial untuk manajemen tanaman (Bannayan

et al. 2003). Model simulasi tanaman merupakan penyederhanaan dari analisis

sistem sebagai suatu metode pendekatan masalah secara integral. Model simulasi tanaman juga alat analisis dan sintesis hasil penelitian lapang yang mempunyai kemampuan memprediksi. Oleh karena itu, aplikasi model ini dapat dipergunakan dalam perencanaan di wilayah pengembangan baik skala nasional, regional bahkan lebih luas (Travasso & Delecolle, 1995; Supit, 1997) dan juga dapat sebagai dasar acuan pengelolaan tanaman jarak di wilayah sentra produksinya.

Ketepatan pengambilan keputusan dalam mengelola pertanaman jarak memerlukan suatu model yang dapat menduga produksi dari data yang tersedia. Untuk maksud tersebut maka perlu diperhatikan pengaruh sifat genetis, kultur teknis dan keadaan lingkungan fisik tanaman terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak.

Pemodelan tanaman merupakan pendekatan kuantitatif untuk memprediksi pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman, koefisien genetik tanaman dan peubah yang berhubungan dengan faktor lingkungan (Monteith, 1996). Aplikasi model simulasi tanaman telah dikembangkan selama dua dekade dengan memanfaatkan simulasi komputer dan menurut Sirotenko (2001) meskipun dengan segala keterbatasan, namun mempunyai prospek yang besar


(21)

sebagai solusi untuk menjelaskan berbagai masalah pada perkembangan tanaman, prediksi hasil, kajian iklim dan tanah, serta kajian perubahan iklim.

Pemodelan hasil tanaman dengan kondisi defisit air dapat menjelaskan perilaku tanaman pada kondisi lapangan umumnya, karena kapasitas pertukaran gas dari daun dan RUE tergantung pada pengaruh fisiologis defisit air tanah. Oleh karena itu, menurut Arkebauer et al. (1994) perhitungan neraca air tanah harian, sebagai konsekuensi kandungan air tanah dapat dihubungkan langsung dengan RUE, pertumbuhan tanaman dan hasil. Beberapa model yang berhasil dibuat dalam menyimulasikan pertumbuhan tanaman adalah model kedelai, jagung (Muchow & Sinclair, 1986; 1991) dan gandum (Amir & Sinclair, 1991; Handoko 1992). Pemodelan tanaman penghasil bio-pelumas pada jarak (Ricinus

communis L.) telah dilakukan oleh Djufry (2005), tetapi model ini belum

mengintegrasikan neraca nitrogen yang memodelkan dinamika nitrogen pada tanah dan tanaman.

Hasil panen ditentukan oleh produksi biomassa atau bahan kering tanaman yang merupakan perwujudan akhir hasil fotosintesis. Thornley (1976) menyatakan bahwa produksi bahan kering berasal dari aliran asimilat yang jumlahnya tergantung pada radiasi datang dan luas daun aktif berfotosintesis. Model simulasi untuk menduga hasil tanaman setidaknya harus bertitik-tolak dari peubah genetik dan cuaca (Penning de Vries et al. 1989; Messina et al. 2006). Peubah genetik yang digunakan adalah fenologi, laju pertumbuhan potensial dan tipe daun, sedangkan peubah cuaca adalah radiasi surya, suhu udara, curah hujan, kelembapan udara, kecepatan angin dan diasumsikan bahwa air dan atmosfir (CO2) tidak menjadi kendala.

Dalam beberapa hal, model simulasi tanaman lebih unggul dibandingkan hasil penelitian agronomi di lapangan khususnya dalam penghematan waktu dan biaya. Model yang absah dapat membantu pengambilan keputusan agronomis seperti waktu tanam, kerapatan tanaman, waktu dan laju pemupukan nitrogen, irigasi dan analisis resiko (Handoko, 1992 & 1993).


(22)

3.3.1.1. Struktur Model.

Model simulasi tanaman jarak pagar yang dibangun terdiri dari empat sub-model dan disusun untuk kondisi iklim di Indonesia. Sub-model tersebut adalah (1) perkembangan, (2) pertumbuhan, (3) neraca air, dan (4) neraca nitrogen. Model ini mempunyai resolusi harian yang memerlukan masukan berupa unsur cuaca harian radiasi surya, suhu, kelembapan, kecepatan angin, dan curah hujan. Model ini memerlukan data awal berupa kadar air tanah, sifat fisik tanah dan parameter tanaman. Sub model neraca nitrogen merupakan sub model pengembangan yang ditambahkan dari model yang telah dikembangkan oleh Djufry (2005).

Submodel perkembangan menyimulasikan perkembangan dari saat tanam sampai panen. Laju perkembangan diperhitungkan berdasarkan konsep heat unit

dengan menggunakan data suhu harian dan waktu (Baskerville & Emin, 1969; Andrewartha & Birch, 1973; Allen, 1976; Zalom et al. 1983). Parameter perkembangan tanaman diturunkan dari percobaan lapang.

Submodel pertumbuhan menyimulasikan produksi biomassa tanaman berdasarkan efisiensi penggunaan radiasi surya (Monteith, 1977; Gallagher & Biscoe, 1978; Sinclair, 1991), faktor ketersediaan air yang dihitung berdasarkan nisbah antara transpirasi aktual dan maksimumnya, serta ketersediaan nitrogen. Dalam submodel ini, respirasi dihitung dari fungsi suhu udara dan biomassa masing-masing organ. Potensi hasil biji jarak ditentukan oleh jumlah biji yang dihitung dari biomassa saat bunga mekar atau anthesis.

Submodel neraca air menyimulasikan komponen-komponen neraca air yang mencakup kadar air tanah, transpirasi, evaporasi, intersepsi tajuk dan perkolasi. Evapotranspirasi potensial dihitung menurut Penman (1948) dan digunakan untuk menurunkan transpirasi aktual dan evaporasi aktual. Laju perkolasi dihitung menggunakan dengan metode jungkitan (tipping bucket

method) (Ritchie, 1972).

Submodel neraca nitrogen menyimulasikan pertumbuhan tanaman dengan sumber utama nitrogen yang berasal berbagai lapisan tanah. Penyerapan nitrogen oleh tanaman kemudian dibagi ke organ-organ tanaman. Sumber kedua merupakan mobilisasi selama pelayuan (senescence). Sesudah pembungaan


(23)

nitrogen dimobilisasi dari daun dan batang yang merupakan sumber utama untuk akumulasi nitrogen oleh biji. Jika kebutuhan nitrogen tidak dapat dipenuhi melalui mobilisasi, maka tanaman mengambil nitrogen dari tanah tergantung dari kebutuhan, persediaan tanah (NO3-), kadar air dan keberadaan akar pada

masing-masing lapisan.

1.1.2. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Peningkatan aktivitas transportasi dan industri akan memperbesar kebutuhan bahan bakar minyak. Indonesia adalah produsen dan pengimpor bahan bakar minyak karena kebutuhan dalam negeri lebih besar dibandingkan produksinya. Cadangan minyak Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 18 tahun mendatang (Prihandana & Hendroko, 2007). Industri yang bermunculan akan mempertemukan antara kekurangan suplai bahan makanan dengan harga

CPO/soya oil yang tinggi, dan juga perdebatan antara tanaman untuk makanan

atau minyak, sehingga memerlukan inisiatif dalam teknologi budidaya tanaman dan sumber bahan seperti makanan yang kompetitif dan kesemuanya itu akan mengubah nilai ekonomi dari bio-energi. Jadi, perlu dikembangkan energi alternatif yang bersifat ramah lingkungan (environmental friendly), berkelanjutan (sustainable) dan dapat diperbaharui (renewable).

Kebijakan utama pengembangan energi nasional diarahkan pada tiga hal, yaitu kebijakan harga, diversifikasi dan konservasi energi. Kebijakan harga energi dimaksudkan untuk menerapkan harga energi sesuai dengan mekanisme pasar. Diversifikasi energi adalah pemanfaatan energi alternatif yang salah satunya menggunakan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dapat diperoleh di Indonesia. Banyak jenis sumber nabati yang bisa diolah menjadi BBN, mulai dari buah atau biji (misal jarak pagar dan kelapa sawit), batang (tebu), bahkan sampai ke jenis umbi-umbian (ubi kayu) yang ketersediaannya berkesinambungan. Kebijakan koservasi energi dimaksudkan untuk efisiensi atau konservasi pemakaian energi.

Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran telah merekomendasi empat komoditas utama penghasil BBN, yakni kelapa sawit dan jarak pagar sebagai


(24)

penghasil biodiesel, serta tebu dan singkong sebagai penghasil bioetanol (Prihandana & Hendroko, 2007). Oleh karena kelapa sawit berfungsi juga sebagai subsitusi minyak makan (edible oil), maka peluang jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel lebih terbuka. Dengan demikian, pemanfaatan jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel tidak mengganggu kebutuhan minyak makan nasional, industri oleokimia dan ekspor CPO. Jadi, minyak jarak (CJO) cocok untuk substitusi CPO dalam penggunaan non-pangan sebagai bahan baku biodiesel dibandingkan CPO dan tetes tebu.

Minyak biji jarak telah diterima secara luas dan disarankan digunakan secara komersial sebagai sumber bahan bakar (Takeda, 1982; Banerji et al. 1985; Martin & Mayeux, 1985). Kandungan minyak dalam biji jarak pagar sebesar 48.5% dengan nilai kalori sebesar 41.77 kJ/g. Nilai tersebut mirip dengan nilai kalori standar untuk minyak diesel yaitu sebesar 42.24 kJ/g.

Selama ini, di Indonesia jarak pagar tidak dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak solar dan minyak tanah karena secara komersial tidak bisa bersaing dengan BBM solar dan minyak tanah yang relatif murah karena disubsidi pemerintah. Namun, negara yang miskin sumberdaya BBM, jarak pagar telah lama dikembangkan sebagai pengganti solar dan minyak tanah, sehingga informasi tentang teknologi budidayanya telah tersedia.

Pada saat harga BBM meningkat dan masa yang akan datang menikmati BBM murah kecil peluangnya, maka semua pihak perlu mencari bahan bakar alternatif, khususnya yang terbarukan. Jadi, yang dipandang potensial dari kelompok tanaman adalah jarak pagar karena memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan sumber nabati lainnya yang menurut Mahmud (2006), antara lain: (1) relatif mudah dibudidayakan oleh petani kecil, dapat ditanam sebagai batas kebun, dapat ditanam secara monokultur atau campuran, cocok di daerah beriklim kering, dapat ditanam sebagai tanaman konservasi lahan, dapat tumbuh di lahan marjinal, dan juga dapat ditanam di pekarangan atau sekitar rumah sehingga basis sumber bahan bakunya dapat sangat luas, (2) pengolahan minyak jarak kasar atau untuk kebutuhan rumah tangga pengganti minyak tanah dan untuk pembakaran tungku atau boiler sangat sederhana sehingga mudah dilakukan sampai ke pelosok oleh petani. Pengolahan bahan bakar motor


(25)

pengganti minyak solar juga tidak memerlukan teknologi tinggi sehingga biaya investasinya relatif lebih murah.

Tujuan pengembangan jarak pagar dari hulu sampai hilir secara nasional adalah untuk menyediakan energi alternatif dalam jangka panjang dan menyediakan sumber tambahan pendapatan serta membuka lapangan kerja baru dalam jangka pendek. Untuk mendukung pengembangan BBN pemerintah telah mengeluarkan Perpres No.5 tahun 2006 dan Inpres No.1 tahun 2006, sedang untuk organisasinya dibentuk Tim Nasional berdasarkan Kepres No.10 tahun 2006. Strategi penyediaan energi alternatif tahun 2010 sebesar 720 000 kilo liter/tahun atau sekitar 2% dari kebutuhan solar nasional. Kebutuhan tersebut akan terpenuhi kalau luas lahan jarak pagar bertambah tiap tahun dan pada tahun 2011 mencapai 2 juta ha. BUMN yang bersedia untuk menjadi bapak angkat dan menyerap produk dalam negeri adalah Pertamina dan PLN. Untuk menunjang penyediaan BBN di pedesaan, pemerintah telah mengembangkan program desa mandiri energi (DME) dengan dukungan dari berbagai pihak seperti Departemen Perindustrian, BRI, BUMN Agro, PLN, dan Pertamina (Hamdi, 2007).

Jarak pagar (Jatropha) tumbuh liar atau sebagai tanaman Pagar sehingga dinamakan jarak pagar serta dikenal sebagai purging nut (kacang pencahar) atau

physic nut (kacang urus-urus). Jatropha berasal dari Amerika Selatan (Brazil)

dan tumbuh di semua wilayah tropis dan subtropis pada lintang antara 28ºLU sampai 30ºLS (Gambar 1.1). Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak seperti jarak kepyar (Ricinuscommunis L.), jarak Bali (Jatropha podagrica L.), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L).

Gambar 1. Sabuk distribusi Jatropha curcas L. (sumber: The Jatropha system_http_www.jatropha.de, 2008).


(26)

Jarak di pulau Jawa dan Madura banyak ditanam dengan nama berbeda misalnya, nawaih nawas (Aceh), jarak kosta (Sunda), jarak gundul, jarak Cina, jarak pagar (Jawa), paku kare (Timor), peleng kaliki (Bugis), dan lain-lain (Hariyadi, 2005; Hambali et al. 2006).

Jarak tumbuh baik di wilayah kering tropika, dengan ketinggian tempat antara 0 - 500 m di atas permukaan laut (Heller, 1996; Jøker & Jepsen, 2003) dan masih dapat bertahan terhadap frost ringan pada ketinggian mendekati 1 700 m (Heller, 1996).

Karakteristik tanaman jarak pagar dapat menggugurkan daunnya untuk mengurangi transpirasi (Nyamai & Omuodo, 2007) dan perakarannya kokoh, sehingga cocok menjadi tanaman konservasi. Di samping itu, tanaman ini dapat menyimpan air pada daun dan akarnya selama musim kering (Prihandana & Hendroko, 2007) dan juga memiliki adaptasi yang sangat baik dan luas di wilayah-wilayah yang kering dan semi kering (Heller, 1996). Berikutnya, tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah marginal, sehingga mengurangi persaingan ruang bagi tanaman makanan lainnya.

Jarak adalah tumbuhan tahunan (perennial) yang toleran terhadap musim kering panjang. Di Nicaragua pembungaannya cenderung menjadi tidak tetap

(episodik) dan responsif terhadap variasi curah hujan (Aker, 1997). Curah hujan

yang sesuai adalah 625 mm/tahun dengan rentang antara 300 – 2 380 mm/tahun. Curah hujan yang diperlukan termasuk sedikit di antara tanaman yang potensial sebagai bahan baku biodiesel. Curah hujan untuk kelapa sawit sebagai contoh memerlukan sekitar 2 000 - 2 500 mm per tahun (Risza, 2005). Lagi pula, jarak pagar dapat tumbuh pada periode kekeringan yang panjang (Gübjtza et al. 1999; Nyamai & Omuodo, 2007).

Penyebaran jarak menurut curah hujan masih bervariasi antara lain dari 450 – 2 380 mm (Jones & Miller, 1992), antara 300 – 1 000 mm/tahun (Heller, 1996), minimal 250 mm dan pertumbuhan terbaik antara 900 – 1 200 mm (Becker & Makkar, 1999). Rata-rata suhu udara tahunan di atas 20°C dengan kisaran yang sesuai antara 20º - 28ºC (Heller, 1996; 11 – 38°C (Rivaie et al. 2006). Wilayah dengan suhu di atas 35ºC atau di bawah 15ºC akan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah


(27)

komposisinya. Jarak pagar tidak tahan cuaca yang dingin dan tidak peka terhadap panjang hari (ICRAF, 2003).

Jarak dapat tumbuh pada berbagai jenis tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu, berpasir, maupun berlempung atau tanah liat. Selanjutnya, tanah harus memiliki draenase baik, tidak tergenang dan pH tanah 5.0 – 6.5. Defisiensi unsur hara menyebabkan pertumbuhan dan reproduksi jarak akan berhenti dan bentuk tanaman menjadi kecil (Aker, 1997), akan tetapi dapat beradaptasi di tanah yang tidak begitu subur atau tanah bergaram (Nyamai & Omuodo, 2007).

1.1.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar

Periode perkecambahan (emergence) memerlukan waktu sekitar 10 hari. Setelah biji terpisah, radicula muncul dan empat akar samping dibentuk. Setelah daun pertama berkembang, cotyledon terangkat, jatuh, pertumbuhan menjadi

sympodial. Di Thailand, penyemaian dalam bulan Mei, ketinggian sekitar 1 m

dicapai dalam waktu 5 bulan (Sukarin et al. 1987). Untuk wilayah equator basah, pembungaan terjadi sepanjang tahun. Perkembangan buah memerlukan 90 hari sampai biji masak. Pertumbuhan tanaman berkaitan dengan musim hujan. Pertumbuhan vegetatif terjadi selama musim hujan dan sedikit peningkatannya pada musim kering.

Bahan tanam dapat berasal dari stek cabang atau batang, maupun benih dan dimungkinkan penyediaan bibit dengan teknik kultur jaringan. Jika menggunakan stek dipilih cabang atau batang yang telah cukup berkayu. Benih dipilih dari biji yang telah cukup tua yaitu diambil dari buah yang telah masak biasanya berwarna hitam. Saat ini, di Indonesia sumber benih selain mengandalkan pengumpulkan bahan tanaman dari petani juga dari Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP).Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan melakukan eksplorasi di 10 propinsi dan menanam hasil eksplorasi tersebut di 3 kebun induk, yaitu K.P. Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, untuk mewakili wilayah iklim sangat kering; K.P. Muktiharjo, Pati, Jawa Tengah, mewakili wilayah iklim sedang; dan K.P. Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, mewakili wilayah iklim basah. Komposit tanaman yang terpilih dijadikan sebagai benih sumber,


(28)

sehingga diperoleh tiga populasi masing-masing 1A (dari Asembagus), IP-1M (dari Muktiharjo) dan IP-1P (dari Pakuwon) (Puslitbangbun, 2006).

Penanaman dengan jarak tanam 3.0 m x 3.0 m (populasi 1.100 pohon/ha), 2.0 m x 3.0 m (populasi 1 600 pohon/ha), 2.0 m x 2.0 m (populasi 2 500 pohon/ha) atau 1.5 m x 2.0 m (populasi 3 300 pohon/ha). Pada areal yang miring digunakan sistem kontur dengan jarak dalam barisan 1.5 m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm (Hambali et al. 2006). Jarak tanam yang lebar menyebabkan tanaman dapat berbuah lebih banyak, paling tidak dalam 2 tahun. Sementara itu, pada jarak tanam yang lebih rapat harus dilakukan penjarangan.

Tanaman jarak pagar yang mempunyai sifat unggul agar mampu berproduksi secara maksimal disepanjang tahun pada dasarnya sangat memerlukan ketersediaan air dan nutrisi. Nutrisi dan air yang cukup pada jarak pagar akan memacu pembentukan premordia bunga dan buah secara normal sehingga tanaman jarak pagar siap dipanen setiap 4-7 hari sekali. Tanaman jarak pagar dalam lingkungan yang kering masih mampu membentuk premordia bunga dan buah secara baik walaupun jumlah kapsul yang terbentuk menurun akibat gangguan penyerbukan kurang sempurna.

Tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah umur 3 – 4 bulan, sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4 – 5 bulan. Pemanenan dilakukan jika buah telah masak, dicirikan kulit buah berwarna kuning dan kemudian mulai mengering. Biasanya buah masak setelah berumur 5 – 6 bulan. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang dapat hidup lebih dari 20 tahun dengan pemeliharan yang optimal (Hambali et al. 2006).

Panen pertama 6 – 8 bulan setelah tanam dengan produktivitas 0.5 – 1.0 ton biji kering per hektar per tahun kemudian meningkat secara gradual dan stabil sekitar 5.0 ton pada tahun ke 5 setelah tanam. Biji berwarna hitam dengan ukuran panjang 2 cm dan tebal 1 cm. Menurut Puslibangbun (2006) populasi IP-1P (dari KIJP Pakuwon) yang direkomendasikan untuk daerah beriklim basah mempunyai potensi produksi sebesar 0.25-0.30 ton pada tahun pertama, 4-5 ton pada tahun kelima, dengan pemeliharaan yang optimal.


(29)

Hasil penelitian Balittas (Yeyen et al. 2006) menunjukkan bahwa panen buah pada tingkat 4 buah masak, memberikan hasil minyak tertinggi yaitu 30.32% untuk buah berwarna kuning dan 31.47% untuk buah hitam sedang buah pada tingkat 3 buah tua dengan kulit berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam kandungan minyaknya hanya 20.70%.

Cara pemanenan dengan memetik buah yang telah masak dengan tangan atau gunting. Apabila setiap hektar terdiri atas 2 500 tanaman jarak pagar unggul yang sudah dewasa umur 4 tahun setelah tanam dengan kondisi syarat tumbuh tanah dan iklim dan pemeliharaan yang optimal maka setiap pohon memiliki 40 cabang, setiap cabang mempunyai 3 tandan buah per tahun, setiap tandan menghasilkan 10 - 15 buah per tandan sekitar 30 - 45 biji. Dalam kondisi yang demikian, jumlah biji yang akan dihasilkan dari luasan 1 ha adalah 2 500 tanaman x 40 cabang x 3 tandan x (10 - 15) buah x 3 biji = 9 000 000 – 13 500 000 biji. Apabila 1 kg terdiri atas 2 000 biji kering maka produksi jarak pagar per hektar per tahun adalah 4.5 – 6.75 ton biji kering. Jika rendemen minyak sebesar 35 % maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 1.6 – 2.4 ton minyak/ha/tahun (Mahmud, 2006).

1.1.4. Neraca Air dan Kebutuhan Air Tanaman

Air merupakan komponen utama dalam pertumbuhan tanaman, karena berfungsi dalam berbagai proses fisiologi tanaman. Kekurangan air pada tanaman menyebabkan indeks luas daun (ILD) kecil, daun menggulung dan stomata menutup, sehingga secara fisiologis dapat menurunkan laju fotosintesis dan mobilitas unsur hara sehingga hasil akan berkurang.

Untuk mencukupi kebutuhan air tanaman, maka penanaman dilakukan pada awal atau selama musim penghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia. Bibit yang ditanam dipilih yang sehat dan cukup kuat serta tinggi bibit sekitar 25 cm dengan diameter 1 – 2.5 cm (Pranowo, 2006). Saat penanaman tanah di sekitar batang tanaman dipadatkan dan permukaannya dibuat agak cembung.

Jika di dataran tinggi lebih dari 700 m dpl faktor pembatasnya radiasi matahari, maka pada dataran rendah kurang dari 700 m dpl pembatasnya


(30)

ketersediaan air tanah. Biasanya iklim yang lebih kering akan meningkatkan kadar minyak dalam biji. Jarak pagar memang tahan terhadap kekeringan, tetapi bukan berarti akan dapat tumbuh dan berproduksi tinggi bila kecukupan air tidak terpenuhi. Jarak pagar punya mekanisme untuk bertahan hidup pada kondisi kekurangan air dengan menggugurkan daun (stagnan) dan meminimalkan atau menghentikan aktifitas tumbuh dan berkembang dalam jangka waktu yang cukup lama, termasuk aktifitas reproduksi, akibatnya produktifitas akan turun drastis. Fenomena buah kopong pada jarak pagar akan dijumpai pada musim kemarau apabila pada fase pengisian polong terjadi kekurangan nutrisi esensial dan air (Purlani, 2007). Ini berarti perlu pengkajian yang mendalam tentang penyesuaian antara nutrisi pada kondisi lahan kering yang pengairannya tergantung pada air hujan.

Produksi akan menurun sampai 37-59% bila tanaman tidak diairi hanya 1-2 kali (pengairan saat kandungan air tanah 35-50% mulai umur 120-180 hari), apabila menggunakan IP-1A, dan 17-31% pada IP-1P. Penurunan tersebut akan semakin besar dengan umur panen semakin bertambah, terutama pada musim kemarau. Penurunan hasil yang lebih rendah pada IP-1P menunjukkan bahwa komposit tersebut dapat ditanam mulai daerah yang tidak berkecukupan air (wilayah kering) sampai daerah dengan berkecukupan air (wilayah basah) (Riajaya et al. 2007).

1.1.5. Neraca Nitrogen

Nitrogen merupakan unsur hara yang banyak dibutuhkan tanaman dan tanaman relatif peka terhadap kekurangan nitrogen. Bentuk nitrogen dari dalam tanah yang diserap oleh tanaman adalah nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+)

(Marschner, 1995). Bentuk nitrat biasanya yang lebih banyak diserap dibandingkan dengan amonium.

Nitrat diasimilasikan ke bentuk amonium dalam tanah oleh enzim nitrat dan nitrit reduktase. Reduksi nitrat ini berlangsung pada akar dan tajuk (Dubey & Pessarakli, 1995). Beberapa penulis seperti Li (1995) dan McIntyre (1997) menjelaskan bahwa peran nitrat pada pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh


(31)

waktu dan metode pemupukan, kombinasi efek osmotik dalam pengambilan air dan efek hara pada sintesis protein.

Weiss (2000) menjelaskan untuk menghasilkan 1 700 kg/ha biji jarak, terangkut unsur hara makro 50 kg N, 20 kg P dan 16 kg K, sedangkan untuk menghasilkan biji jarak sebanyak 2 500 kg/ha unsur hara yang diserap sekitar 80 kg N, 18 kg P, 32 kg K, 12 kg Ca, dan 10 kg Mg/ha.

Jarak pagar memiliki daya adaptasi yang sangat lebar, tetapi harus dibedakan antara “berproduksi baik” dan “tumbuh baik”. Untuk mencapai produktivitas optimal sesuai potensi genetiknya, tanaman jarak juga memerlukan pupuk.

Jenis dan dosis pupuk yang diperlukan disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah setempat. Pupuk N diberikan pada saat tanam dan umur 28 hari setelah tanam (HST), sedangkan pupuk P, K, Ca dan Mg diberikan saat tanam. Perkiraan dosis pemupukan pada tahun ke-1 adalah 2x20 gram Urea, 2x20 gram SP36, 2x30 gram KCl, dan 2x5 gram Kieserit per pohon per tahun (Hambali et al. 2006). Dosis tersebut terus meningkat setiap tahunnya. Pemberian pupuk organik disarankan untuk memperbaiki struktur tanah.

Pemberian pupuk N dengan dosis 150 kg, P dengan dosis 100 kg/ha dan K dengan dosis 100 kg/ha memberikan produksi biji kering tertinggi sebesar 867 g/tanaman sedang tanaman yang tidak dilakukan pemupukan hanya memberikan produksi biji kering sebesar 546 g/tanaman. Pemupukan N dengan dosis 150 kg, P dengan dosis 100 kg/ha dan K dengan dosis 100 kg/ha memberikan berat 100 biji kering meningkat menjadi 74.32 g/100 biji dibanding dengan tanaman yang tidak dipupuk sebesar 73.65 g/100 biji kering (Puslitbangbun, 2008).

Pemberian pupuk juga dapat meningkatkan kandungan minyak biji jarak, dari hasil analisis menunjukan bahwa kandungan minyak pada perlakuan pemupukan dengan Pupuk N 150 kg/ha, P 50 kg/ha dan pemupukan K dengan dosis 100 kg K tertinggi sebesar 34.63% sedang tanaman yang tidak dilakukan pemupukan hanya 29.94% (Puslitbangbun, 2008).


(32)

1.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menetapkan parameter efisiensi penggunaan radiasi surya jarak pagar, kemudian menggunakannya untuk model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman bersama-sama dengan parameter ketersediaan air dan nitrogen.

1.2. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah pemodelan yang berbasis parameter efisiensi penggunaan radiasi surya, ketersediaan air dan nitrogen dapat menyimulasikan pertumbuhan dan produksi biji jarak pagar.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat model ini adalah menilai potensi besaran produksi biji suatu wilayah dalam pengembangan jarak pagar berdasarkan data cuaca historis atau bangkitan (generate) serta tindak agronomis yang akan diterapkan.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penanaman jarak pagar dianjurkan untuk lahan marginal dan kebutuhan airnya relatif sedikit, oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada pemanfaatan air hujan di lahan kering untuk produksi tanaman jarak. Menurut Sukarin et al. (1987) dan Aker (1997) variabilitas iklim curah hujan mengendalikan penggunaan air pada kondisi air yang terbatas dalam produksi jarak pagar.

Jarak pagar merupakan tanaman yang dapat menyimpan air pada daun dan akarnya selama musim kering (Prihandana & Hendroko, 2007) dan termasuk tanaman succulent yang daunnya menutup di musim kering, jadi tanaman ini memiliki adaptasi yang sangat baik dan luas di wilayah-wilayah kering dan semi kering (Heller, 1996). Namun, kekeringan dapat membatasi nitrogen (N) yang dapat diserap tanaman, melalui pengurangan laju mineralisasi N. Hujan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kehilangan N dari tanah melalui pencucian dan denitrifiksasi. Pada tanah alkalin tinggi, N dapat hilang karena volatisasi


(33)

(Matthews, 2002). Variabilitas iklim juga mempengaruhi efisiensi penggunaan radiasi (RUE) dan pengaruh defisit air tanah dapat dihubungkan secara langsung dengan RUE, pertumbuhan tanaman dan hasil (Demetriades-Shah et al. 1992; Arkebauer et al. 1994). RUE juga bervariasi menurut umur dan nitrogen daun spesifik (SLN) (Muchow & Davis, 1988; Sinclair & Horie, 1989).

Tanaman jarak memerlukan nitrogen dalam jumlah besar dibandingkan dengan unsur hara lainnya. Komponen minyak jarak pagar yang terbesar adalah trigliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat yang melibatkan banyak nitrogen.

Ketersediaan nitrogen tergantung pada perubahan antara bahan organik dan ketersediaan, ini penentu utama dari vigor tanaman dan karena dari permintaan dan penggunaan air. Dalam variabilitas suplai air, peningkatan tingkat suplai nitrogen dapat berakibat positif atau negatif pada hasil (Taylor et al. 1988). Tanaman tergantung pada pelepasan nitrogen dari dekomposisi bahan organik untuk menyediakan mineral nitrogen yang dapat diambil dari dalam tanah (Seligman et al. 1986).

Dalam keperluan praktis, permasalahan yang muncul adalah menyesuaikan suplai nitrogen dengan curah hujan dan terhadap hasil potensial. Ini berarti, tanaman tidak dapat merespon terhadap suplai nitrogen cukup kalau kebasahan melebihi dari kondisi iklim normal. Dalam kondisi iklim kering yang melebihi dari kondisi iklim normal, keperluan nitrogen rendah, dan pada tingkat tinggi dapat menekan hasil pada kondisi air terbatas. Situasi ini muncul karena nitrogen menstimulasi pertumbuhan awal dan meningkatkan penggunaan air selama fase vegetatif sehingga air tidak cukup pada saat pengisian biji (Storrier, 1962).

Tanaman jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang rakus unsur hara, dengan demikian setelah panen raya perlu diberikan pemupukan dengan dosis yang sesuai untuk menggantikan hara yang telah digunakan. Air yang merupakan media transportasi nutrisi dari tanah ke seluruh organ tanaman, juga merupakan faktor penentu pada pengisian biji. Kekurangan transportasi nutrisi (P dan K) karena kekurangan air pada saat proses pengisian biji diduga akan menghasilkan biji yang kopong (unfilled seeds) (Heliyanto, 2007; Purlani, 2007).


(34)

Biomassa yang dihasikan menurut prinsip fisiologi tanaman adalah proposional dengan akumulasi radiasi yang diintersepsi oleh tanaman dan juga proposional dengan sejumlah air yang ditranspirasikan selama periode pertumbuhan tanaman (Purcell, 2006). Oleh karena itu, dalam laporan ini sistematika dibagi secara bertahap dalam beberapa sub judul dengan maksud memberikan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian berikutnya.

Bagian 1 memberikan gambaran umum penelitian secara keseluruhan dan juga dijelaskan tentang tujuan, hipotesis, manfaat, dan ruang lingkup penelitian.

Bagian 2 menjelaskan hubungan antara biomassa dengan akumulasi radiasi surya yang diintersepsi tanaman yang diistilahkan sebagai efisiensi penggunaan radiasi (RUE). Selain itu juga dijelaskan hasil penelitian tentang fase perkembangan tanaman, kandungan air tanah, neraca air, nitrogen tanah, dan keragaan tanaman jarak pagar yang ditanam pada lahan kering tadah hujan di bawah kondisi pemupukan nitrogen dan kerapatan populasi.

Bagian 3 menjelaskan hubungan antara biomassa dengan penggunaan air oleh tanaman yang diistilahkan sebagai efisiensi penggunaan air (WUE). Dalam bagian ini juga diberikan hasil penelitian lainnya seperti kandungan air tanaman, nitrogen tanah dan keragaan tanaman jarak pagar yang juga ditanam pada lahan kering tadah hujan di bawah kondisi pemupukan nitrogen dan kerapatan populasi.

Bagian 4 menfokuskan pada tahapan rinci penyusunan model. Model yang dibangun berdasarkan model mekanistik sehingga dapat menjelaskan perubahan proses dari waktu ke waktu dalam sistem yang dimodelkan sesuai dengan perubahan waktu. Dalam bagian ini juga dijelaskan pemanfaatan data percobaan pertama yang telah dibahas pada bagian 2 untuk parameterisasi dan kalibrasi model. Setelah itu juga dijelaskan pemanfaatan data percobaan kedua yang dibahas pada bagian 3 untuk keperluan validasi model. Kemudian pada bagian ini juga didemonstrasikan aplikasi model untuk pemahaman proses, prediksi dan pengambilan keputusan dengan beberapa skenario sebagai masukan model mulai dari tindak agronomis pemupukan, pengaruh pengurangan radiasi surya sampai pada dampak perubahan iklim terhadap produksi jarak pagar.


(35)

2.

EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA DAN

PRODUKSI BIOMASSA TANAMAN JARAK PAGAR

(

JATROPHA CURCAS

L.) PADA LAHAN KERING TADAH

HUJAN

2.1.

Pendahuluan

Tanaman penghasil minyak seperti jarak pagar untuk berproduksi tinggi memerlukan lama penyinaran yang lebih panjang dibandingkan tanaman penghasil karbohidrat. Di Indonesia selama musim hujan, pengurangan intensitas dan kualitas radiasi surya sangat nyata, terutama diduga dari fraksi cahaya tampak yang sangat dibutuhkan oleh tanaman (Chambers, 1978). Di dataran tinggi lebih dari 700 m dpl. faktor pembatasnya radiasi matahari dan pada dataran rendah kurang dari 700 m dpl. adalah ketersediaan air tanah.

Radiasi surya pada kisaran panjang gelombang PAR berperan dalam fotosintesis dan lajunya meningkat sampai titik kejenuhan cahaya. Efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE, g MJ-1) tanaman di lapangan dinyatakan dengan nisbah antara penambahan biomassa tanaman (dW) dengan jumlah radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman (Qint) dan dapat dipergunakan untuk menganalisis

pertumbuhan (Monteith, 1977; Gallagher & Biscoe, 1978; Sinclair, 1991). Menurut Purcell (2006) masing-masing radiasi yang diintersepsi oleh tanaman, secara konstan meningkatkan sejumlah biomassa tanaman yang dihasilkan.

Radiasi intersepsi merupakan selisih antara radiasi surya datang dengan yang diteruskan tajuk tanaman. Jadi, dW merupakan integral laju fotosintesis menurut luas daun dan waktu yang dikurangi respirasi (R). Pada berbagai hasil pengamatan beberapa tanaman pertanian (Gallagher & Biscoe, 1978), spesies pohon (Linder, 1985; Grace et al. 1987; Dalla-Tea & Jokela, 1991; Harrington & Fownes, 1995) terdapat hubungan yang linier antara biomassa dan radiasi yang diintersepsi.

Monteith (1977) telah menganalisis RUE sebesar ≈ 1.4 g MJ-1 untuk kebanyakan tanaman. Kiniry et al. (1989) melaporkan nilai RUE jagung adalah 1.6 g MJ-1, 1.3 g MJ-1 untuk sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench] dan bunga


(36)

matahari (Helianthusannus L.) serta 1.0 g MJ-1 untuk padi (Orizasativa L.) dan gandum (Triticumaestivum L.).

Efisiensi penggunaan radiasi dipergunakan secara luas dalam analisis pertumbuhan tanaman dan perhitungan produksi biomassa dalam model simulasi tanaman (Sinclair & Muchow, 1999; Kemanian et al. 2004). Dalam simulasi, produksi biomassa diperoleh melalui hasil kali antara intersepsi radiasi surya dengan RUE (Lecoeur & Ney, 2003).

Sinclair & Horie (1989) menunjukkan RUE berbeda dalam spesies dan bervariasi di antara spesies tergantung tingkat kejenuhan cahaya pada laju fotosintesis dan kandungan nitrogen daun. Prediksi peran penting nitrogen daun telah dicobakan pada jagung dan sorghum (Muchow & Davis, 1988), kacang tanah (Wright et al. 1993) dan kedele (Sinclair & Shiraiwa, 1993).

Defisit air langsung menurunkan RUE akibat penurunan aktifitas fotosintesis (Demetriades-Shah et al. 1992), karena defisit air yang terjadi pada kondisi lapang. Pengurangan RUE karena pengaruh dari defisit air dapat dikuantifikasi dengan membandingkan RUE observasi dengan RUE pada kondisi air yang cukup. Pengukuran RUE sangat membantu untuk memahami konsekuensi kekeringan bagi tanaman, dan variasinya menurut umur dan nitrogen daun spesifik (SLN) (Muchow & Davis, 1988).

Perdebatan telah terjadi mengenai pengukuran biomassa tanaman dan intersepsi radiasi yang datanya akan digunakan untuk menghitung RUE (Demetriades-Shah et al. 1992 & 1994; Monteith, 1994; Arkebauer et al.1994; Kiniry, 1994). Lindquist et al. (2005) menunjukkan bahwa walaupun keragaman lebih besar pada RUE yang diukur dengan metode CGR (crop’s growth rate) dibandingkan dengan metode akumulasi biomassa tanaman, namun kedua metode tersebut tidak berbeda nyata. Dalam penelitian pemodelan ini, nilai RUE ditentukan dengan metode akumulasi biomassa, selanjutnya digunakan sebagai parameter dalam memprediksi pertumbuhan dan hasil tanaman jarak pagar.

Tujuan

Penelitian ini dimaksudkan untuk menetapkan efisiensi penggunaan radiasi surya jarak pagar dan hubungannya dengan produksi biomassa pada


(37)

lahan kering tadah hujan. Data yang diperoleh dari percobaan ini juga digunakan untuk parameterisasi dan kalibrasi model akan dibangun.

2.2. Bahan dan Metode

2.2.1. Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan pertama dilaksanakan pada lahan percobaan SEAMEO-BIOTROP pada bulan Maret sampai Nopember tahun 2007. Percobaan pertama dimaksudkan selain menetapkan RUE juga mengkaji partisi biomassa dan hara nitrogen dalam organ tanaman yaitu akar, batang, daun, dan biji yang disebabkan oleh pemupukan nitrogen pada lahan kering tadah hujan.

2.2.2. Percobaan Pertama (W1)

Percobaan disusun secara Nelder Fan Design (Mark, 1983). Nelder Fan Design adalah plot lingkaran dengan sejumlah spoke per plot dan ring per spoke. Data yang diperoleh dari rancangan ini dianalisis menggunakan regresi dan baik untuk memprediksi parameter. Dalam percobaan pertama ini, setiap plot terdiri dari 9 spoke dan 4 ring per spoke (Lampiran 1 dan 2). Tanaman bagian terdalam

(inner) dan terluar (outer) tidak digunakan sebagai contoh. Ini akan

menyediakan 18 data pengamatan per plot.

Pada masing-masing plot ditempatkan perlakuan pemupukan nitrogen (N) yaitu W1N0 (0 g Urea per pohon), W1N1 (20 g Urea per pohon), W1N2 (40 g Urea per pohon), dan W1N3 (60 g Urea per pohon), serta dalam setiap ring

ditempatkan populasi tanaman (P) yaitu W1P1 (17 698 tanaman per hektar atau 1.7 tanaman per m2) dan W1P2 (3 246 tanaman per hektar atau 0.32 tanaman per m2). Pada percobaan pertama, tanaman asal biji disebar langsung di plot percobaan pada tanggal 18 April 2007 dan dipanen tanggal 22 Oktober 2007. Data yang disajikan pada laporan ini untuk perlakuan pemupukan pada kerapatan populasi P2, sedangkan perlakuan kerapatan populasi pada kondisi pemberian nitrogen N2. Deskripsi jarak pagar (Jatropha curcas L.) populasi IP-1P yang digunakan sebagai bahan tanaman dicantumkan dalam Lampiran 3.

Aplikasi pupuk nitrogen pada masing-masing percobaan diberikan setengah dosis pada awal tanam dan umur 90 hari setelah tanam (HST) sesuai


(38)

perlakuan. Pupuk P dan K diberikan sesuai dosis anjuran, yaitu pada tahun pertama masing-masing sebesar 40 g per pohon SP-36 dan KCl (Hambali et al. 2006). Pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam. Aplikasi pestisida diberikan adalah fungsisida, furadan dan insektisida.

2.2.3. Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya

Efisiensi penggunaan radiasi (RUE) diperoleh berdasarkan metode akumulasi biomassa (AGB) (g MJ-1; Monteith, 1977) seperti pada persamaan (1). Nilai RUE adalah landaian (slope) dari hubungan antara radiasi yang diintersepsi atau diserap oleh kanopi tanaman dengan bahan kering di atas tanah (AGB) yang dihasilkan selama periode emergence (muncul lapang) sampai masak fisiologis. Efisiensi penggunaan radiasi (ε, g MJ-1) yang dihitung menurut Monteith (1977):

int

Q W =

ε (1)

W adalah akumulasi biomassa tanaman (g m-2). Qint adalah radiasi intersepsi

(MJ m-2) yang diperoleh dari proporsi radiasi yang ditransmisikan ke permukaan tanah (It) dengan radiasi di atas kanopi tanaman (I0) (persamaan 2).

t Qs

I I

Q ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛

− =

0

int 1 (2)

Qs adalah radiasi surya di atas tajuk tanaman atau yang terukur di stasiun

klimatologi (MJ m-2 hari-1).

Metode pengukuran RUE tanaman biasanya melebihi beberapa minggu yang mencakup pengukuran contoh destruktif dari bahan kering tanaman di atas tanah yang bersamaan dengan pengukuran absorpsi radiasi oleh tanaman (Tollenaar & Bruulsema, 1988; Tollenaar & Aguilera, 1992; Muchow & Sinclair, 1994; Lindquist et al. 2005) atau secara periodik (Otegui et al. 1995; Westgate et al. 1997; Purcell et al. 2002). Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran biomassa tanaman secara bersamaan dengan radiasi yang diintersepsinya.


(39)

2.2.4. Pengamatan

2.2.4.1. Tanaman.

Pertumbuhan tanaman yang diamati adalah biomassa, produksi biji, indeks luas daun, dan nitrogen tanaman. Pengamatan contoh secara destruktif dilakukan dengan mengambil tanaman setiap plot perlakuan pada setiap fase perkembangan tanaman. Berat kering biomassa tanaman ditimbang kering oven pada suhu 70ºC selama 72 jam. Nitrogen total bagian tanaman (akar, batang, daun, dan biji) dianalisis menurut metode Kjedhal.

Fase perkembangan tanaman diamati harian terhadap kondisi fisik pertumbuhan tanaman. Fase perkembangan jarak pagar dibedakan atas semai (S), emergence (E), kuncup bunga (KB), bunga mekar (BM) sampai dengan masak fisiologis (MF).

Semai adalah hari pada saat jarak ditanam sebagai awal perhitungan fase perkembangan. Fase perkembangan ini diberi nilai s = 0.00. Fase muncul lapang

(emergence) ditandai kemunculan koleoptil ke permukaan tanah, tetapi daun

pertama belum menembus koleoptil. Waktu sejak semai sampai emergence

diberi nilai s = 0.25. Fase kuncup bunga merupakan akhir dari pertumbuhan vegetatif yang ditandai oleh minimal 50% populasi tanaman telah mengeluarkan bunga sampai fase bunga mekar. Saat itu diberi nilai s = 0.50. Fase bunga mekar dicirikan oleh minimal 50% bunga yang muncul sejak kuncup bunga telah mekar. Kejadian ini diberi nilai s = 0.75. Fase masak fisiologis ditandai oleh buah yang berwarna hitam minimal 50%. Waktu sejak bunga mekar sampai dengan waktu masak fisiologis diberi nilai s = 1.00.

Satuan panas (heat unit, HU) diperoleh dari hubungan antara suhu udara rata-rata (T) dengan suhu dasar (T0) dengan rumus sbb:

(

)

=

= n

t

T T HU

0

0 TT0 (3)

HU adalah satuan kalor (heat unit atau degree day), 0 adalah awal fase dan n adalah akhir fase.


(40)

2.2.4.2. Tanah.

Pada saat percobaan pertama berlangsung nilai pF 2.54 = 36.28% (% volume) dan pF 4.2 = 27.48% (% volume), bobot isi adalah 1.42 g cm-3, laju permeabilitas 2.13 cm jam-1 (sedang), N total 0.18% (rendah) yang relatif seragam sampai dengan kedalaman 40 cm, dan pH 5.2 (agak masam). Nisbah C/N dan bahan organik sebesar 9.3 dan 2.92%. Jenis tanah tempat percobaan adalah Ultisol (Goenadi, 1982). Proporsi pasir : debu : liat adalah 6.2% : 45.3% : 48.5% atau tekstur tanah termasuk liat berdebu atau tanah bertekstur halus (Lampiran 4.1). Nitrogen dianalisis pada tahap emergence, kuncup bunga, bunga mekar, dan masak fisilogis dengan metode Kjedhal. Kadar air tanah diukur seminggu sekali sampai masak fisiologis pada masing-masing perlakuan.

2.2.4.3. Cuaca dan Intersepsi Radiasi Surya

Keadaan unsur iklim di lapang terbuka, kecuali data curah hujan (mm hari-1), diambil dari pengamatan stasiun klimatologi Baranangsiang yang terletak sekitar 1 km dari lokasi penelitian, seperti intensitas radiasi surya (cal cm-2 hari

-1

), suhu udara (°C), kelembapan nisbi (%) dan kecepatan angin (m detik-1). Radiasi surya diambil menggunakan sensor radiasi portabel tipe 303 Digital Multimeter pada ketinggian 5 cm di atas tanah dan di atas tanaman atau tempat terbuka.

Proporsi radiasi yang diintersepsi diukur setiap minggu sampai dengan tanaman masak secara fisiologis. Pada percobaan pertama, pengukuran proporsi intersepsi radiasi ini pada setiap fase perkembangan tanaman dilakukan setiap jam sejak dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00, kemudian hasil pengukuran tersebut dirata-ratakan. Sementara itu, pengukuran intersepsi radiasi di luar fase perkembangan tanaman diukur hanya sekali antara jam 11.00 sampai 15.00.

2.2.4.4. Neraca air

Kandungan air tanah diukur dengan menggunakan sensor kadar air tanah portabel tipe 303 Digital Multimeter selang 7 hari sampai masak fisiologis. Pengukuran pada kedalaman 20 cm dan 40 cm, dengan asumsi lahan pertanaman rata, dan limpasan permukaan tidak terjadi. Pada lahan tadah hujan


(41)

evapotranspirasi tanaman termasuk evaporasi tanah serta intersepsi kanopi tanaman, diukur berdasarkan kandungan air tanah pada saat t-1 dan t dan curah hujan sebagai berikut (Handoko, 1992; Angus & van Herwaarden, 2001; Chen et al. 2003):

ETat =SWCtSWCt1+CHt (4)

ETat adalah evapotranspirasi tanaman (mm) pada saat t. SWC adalah

kandungan air tanah rata-rata seluruh profil (mm) pada waktu pengamatan kandungan air tanah minggu ini (t) dan waktu pengamatan minggu sebelumnya (t-1). CHt adalah curah hujan (mm) pada saat t.

Drainase (mm) yang pada percobaan ini tidak diukur dan diabaikan berdasarkan Payne et al. (2001), demikian pula dengan limpasan permukaan karena lahan percobaan relatif datar. Perhitungan di atas dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang evapotranspirasi total tanaman dan pada setiap fase perkembangan tanaman dengan kondisi air terbatas.

2.2.4.5. Nitrogen tanah

Kandungan nitrogen tanah dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat

(NO3-) diukur sebanyak empat kali selama periode pertumbuhan. Contoh tanah

diambil dengan bor pada kedalaman 0-20 dan 20-40 cm sesuai perlakuan. Contoh seberat 30 g tanah diekstrak dengan 80 ml 2.5 N KCl. Penetapan NH4+

dan N03- dengan metode Kjedhal.

2.3. Hasil

2.3.1. Kondisi Iklim dan Fase Perkembangan Tanaman

Unsur iklim radiasi surya, curah hujan, suhu udara, kelembapan udara dan kecepatan angin dan evapotranspirasi potensial selama percobaan disajikan pada Gambar 2. Radiasi surya kumulatif bervariasi mulai 2.1 sampai dengan 14.9 MJ m-2 hari-1 dengan kecenderungan menaik. Suhu udara harian rata-rata sekitar 27.3°C dengan kecenderungan meningkat. Sebaliknya, kelembapan udara rata sekitar 75.0% (sedang) yang cenderung menurun. Kecepatan angin rata-rata sekitar 2.0 km jam-1 (derajad kecepatan angin adalah katagore 2 atau angin


(42)

lemah) dengan kecenderungan menaik dan demikian pula dengan rata-rata evapotranspirasi potensial (ETp) 4.8 mm hari-1. Sementara itu, curah hujan yang terjadi sekitar 570.4 mm dan mempunyai kecenderungan menurun.

Curah hujan yang diterima sebesar 570.4 mm dan evapotranspirasi potensial sebesar 628.9 mm, sehingga pada periode tanam ini secara klimatologis terjadi défisit air. Oleh karena sebaran curah hujan tidak merata (Gambar 2 dan Tabel 1), maka nisbah curah hujan (CH)/evapotranspirasi (ETp) pada fase kuncup bunga (KB - BM) dan bunga mekar (BM - MF) sangat kecil yaitu 0.01 dan 0.18 atau kurang dari 0.5 ETp yang berarti pada periode ini pemenuhan kebutuhan air tanaman kurang dari 50%. Kondisi nisbah CH/ETp ini berpengaruh pada fluktuasi air tanah.

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0

91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291

Julian date Ra d ia s i s u ry a (MJ m

-1 ha

ri -1) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291

Julian date An g in ( km j am -1) 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0

91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291

Julian date S u h u u d ar a ( oC )

Suhu Udara (0C) Max Suhu Udara (0C) Min Suhu Udara (0C) Rerata Linear (Suhu Udara (0C) Max)

Li (S h Ud (0C) R ) 40.0

50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0

91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291

Julian date Ke le m b a p a n uda ra ( % )


(43)

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0

91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291

Julian date C u ra h hu jan ( mm ) BM KB 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0

91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291

Julian date E T P (mm ) BM KB

Gambar 2. Peubah cuaca selama periode pertumbuhan tanaman percobaan ke-satu dan ke-dua.

Tabel 1. Peubah iklim selama fase perkembangan tanaman

Fase Lama

(hari)

Suhu

rata-rata (°C)

Heat unit (°C hr)

RH (%)

Angin (km jam-1)

Radiasi (MJ m-2)

Hujan (CH, mm) ETp (mm) CH/ ETP

S – E 10 27.3 190 81.1 1.8 101.1 188.9 33.7 5.61

E – KB 70 27.2 1 202 78.1 1.8 663.5 324.3 195.0 1.66

KB– BM 27 27.0 460 71.1 2.1 326.7 1.2 94.6 0.01

BM- MF 80 27.4 1 364 72.7 2.4 983.4 56.0 305.6 0.18

Jumlah 187 3 216 2 074.9 570.4 628.9

Rata-rata 27.2 75.8 2.0 0.91

Peubah iklim dan panjang hari fase perkembangan tanaman mulai sebar sampai emergence (S-E), emergence sampai dengan kuncup bunga (E-KB), kuncup bunga sampai bunga mekar (KB - BM) dan dari bunga mekar sampai masak fisiologis (BM-MF) disajikan dalam Tabel 1. Satuan kalor (Heat Unit) yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan masak fisiologis sejak dari semai sebesar 3 216°C hari. Satuan kalor tersebut diperoleh dari perhitungan antara suhu maksimum dan minimum serta suhu dasar tanaman jarak pagar sebesar 10°C berdasarkan rumus nomor 3. Satuan kalor tersebut relatif sama untuk semua perlakuan.

Jumlah radiasi selama percobaan berlangsung sebesar 2 074.9 MJ m-2 atau 11.1 MJ m-2 hari-1. Jumlah radiasi ini mencukupi keperluan rata-rata radiasi tanaman kelompok C3 yang berkisar antara 10.2 – 48.2 MJ m-2 hari-1 (Doorenbos & Pruitt, 1975; Doorenbos & Kassam, 1979).


(44)

2.3.2. Kandungan air tanah

Kandungan air tanah pada kedalaman tanah 0-20 dan 0-100 cm selama percobaan diperlihatkan pada Gambar 3. Kadar air tanah mengalami penurunan sejak fase kuncup bunga (KB). Penurunan kadar air tanah tersebut berkaitan dengan curah hujan yang relatif kecil selama periode tersebut (Gambar 2 dan Tabel 1). Selama periode pertumbuhan, kadar air tanah pada perlakuan pemupukan nitrogen (W1N1–W1N3), terjadi penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa pemupukan (W1N0) (Gambar 3). Kerapatan populasi juga mempengaruhi kadar air tanah yang pada populasi rapat (W1P1) lebih kecil dibandingkan populasi sedang (W1P2). Peningkatan penggunaan kandungan air tanah akan mempengaruhi jumlah air yang akan dievapotranspirasikan.

50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0

153 167 181 202 216 230 244 258 272 283

Pengamatan (mingguan)

K

A

T,

0

- 20 cm (m

m

)

W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 K L T L P

BM KB

pupuk 2

Keterangan: W1N0 adalah percobaan pertama (W1) dengan pemupukan N tingkat 0 (N0)

W1P1 adalah percobaan pertama (W1) dengan kerapatan populasi tingkat 1 (P1)

dan seterusnya

Gambar 3. Kadar air tanah pada 0 - 20 cm dengan peningkatan pemberian nitrogen dan kerapatan populasi.


(45)

175.0 200.0 225.0 250.0 275.0 300.0 325.0 350.0 375.0

153 160 167 174 181 195 202 209 216 223 230 237 244 251 258 265 272 279 283 293

Pengamatan (mingguan)

KA

T, 0

- 10

0 cm

(

m

m

)

W1N0 W1N1

W1N2 W1N3

W1P1 W1P2

KL TLP

pupuk 2

BM KB

Keterangan: KL adalah kapasitas lapang dan TLP adalah titik layu permanen

Gambar 4. Kadar air tanah kedalaman 0 - 100 cm pada pemberian nitrogen dan kerapatan populasi.

2.3.3. Neraca Air

Neraca air tanaman selama periode pertumbuhan ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Gambar 4. Evapotranspirasi aktual semakin besar dengan peningkatan pemupukan nitrogen dan diduga air digunakan dalam proses penyerapan hara pada perlakuan W1N1, W1N2 dan W1N3 oleh tanaman sehingga yang dapat diuapkan lebih besar dari perlakuan tanpa pemupukan nitrogen (W1N0). Sementara itu, evapotranspirasi perlakuan kerapatan populasi W1P1 lebih kecil dibandingkan W1P2 seperti yang terlihat dalam Gambar 5.

Tabel 2. Neraca air selama periode pertumbuhan Neraca air (mm)

Evapotranspirasi aktual (ETa) Perlakuan Curah

Hujan S - E E - KB KB - BM BM - MF Total Percobaan I, 18 April 2007

(W1N0) 570.4 30.8 206.0 38.0 124.3 399.1

(W1N1) 570.4 30.8 233.4 17.6 134.3 416.2

(W1N2) 570.4 30.8 233.4 42.7 126.1 433.0


(46)

(W1P1) 570.4 30.8 191.8 14.3 128.1 365.1

(W1P2) 570.4 30.8 224.6 35.2 89.7 380.4

0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0

108 125 139 153 167 181 202 216 230 244 258 272 283 Pengamatan

E

vap

ot

ra

n

sp

ir

asi

ak

tual

(m

m) (W1N0)

(W1N1) (W1N2) (W1N3) (W1P1) (W1P2) ETp

pupuk KB

BM E

pupuk

Keterangan: ETp adalah evapotranspirasi potensial

Gambar 5. Evapotranspirasi aktual (ETa) masing-masing perlakuan selama percobaan.

Evapotranspirasi relatif (ETa/ETp) memperlihatkan pola yang sama dengan kandungan air tanah (KAT) dan menjelang kuncup bunga (KB) mulai menurun pada semua perlakuan sampai dengan masak fisiologis (MF). Selama fase KB - MF evapotranspirasi yang dapat dipenuhi sekitar 70% (Gambar 6). Selama periode pertumbuhan (S – MF) rata-rata evapotranspirasi relatif perlakuan W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 berturut-turut 85%, 86%, 90%, dan 93%, sedangkan W1P1 dan W1 P2 adalah 81% dan 85%.

0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00

108 125 139 153 167 181 202 216 230 244 258 272 283 Pengamatan

ET

a/E

Tp

(W1N0) (W1N1) (W1N2) (W1N3) (W1P1) (W1P2)


(47)

2.3.4. Nitrogen tanah

Variasi kandungan nitrogen tanah dalam bentuk amonium dan nitrat disajikan dalam Gambar 7 dan Gambar 8. Nitrogen yang lebih banyak terdapat di dalam tanah adalah dalam bentuk nitrat. Ada kecenderungan mulai kuncup bunga sampai masak fisiologis (MF) nitrogen menurun karena peningkatan penyerapan nitrogen oleh tanaman (Gambar 16 dan Lampiran 4.6).

Mineralisasi nitrogen tanah dan diserap oleh tanaman diperlihatkan dalam Tabel 3. Masing-masing perlakuan menunjukan peran kecukupan air akan menentukan jumlah nitrogen yang dimineralisasikan dan jumlah nitrogen yang dapat diserap tanaman. Kelembapan tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam mineralisasi nitrogen tanah selain suhu, tata udara tanah, pengolahan, pH, dan jenis bahan organik.

W1N0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0

Fase perkembangan tanaman (s)

A m o n iu m ( k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1N0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Ni tr a t (k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1N1 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Am o n iu m ( k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm) W1N1 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0

Fase perkembangan tanaman (s)

Ni tr a t (k g ha -1) (0-20 cm) (20-40 cm)


(1)

NmaxL = 7 - 10 * (s - 0.25) NmaxS = 5 - 6 * (s - 0.25) NmaxR = 5 - 6 * (s - 0.25) 'Kebutuhan N organ vegetatif :

If dLW > 0 And NmaxL > NactL Then NdemL = dLW * NmaxL / 100 Else NdemL = 0

If dSW > 0 And NmaxS > NactS Then NdemS = dSW * NmaxS / 100 Else NdemS = 0

If dRW > 0 And NmaxR > NactR Then NdemR = dRW * NmaxR / 100 Else NdemR = 0

'Total Kebutuhan N organ vegetatif : NdemT = NdemL + NdemS + NdemR If NdemT > 0 And s <= 0.75 Then

NL = NL + (NdemL / NdemT) * Npool - NLtrans NS = NS + (NdemS / NdemT) * Npool - NStrans NR = NR + (NdemR / NdemT) * Npool

End If

GoTo konsentrasi pengisian:

NmaxL = 3.77: NmaxS = 1.5: NmaxR = 0.99 NL = NL - NLtrans: NS = NS - NStrans If Npool > NdemG Then

dNsur = Npool - NdemG: NdemT = 0 Else

dNsur = 0: NdemT = NdemG - Npool End If

NG = NG + Npool - dNsur If GW > 0 Then

NactG = NG / GW * 100 If NactG > 3 Then NactG = 3 NdemG = (3 - NactG) * GW / 100 Else

NactG = 0: NdemG = 0 End If

konsentrasi:

If NL < 0 Then NL = 0: If NS < 0 Then NS = 0 If NR < 0 Then NR = 0: If NG < 0 Then NG = 0 NT = NL + NS + NR + NG


(2)

If LW > 0 Then NactL = NL / LW * 100: If SW > 0 Then NactS = NS / SW * 100

If RW > 0 Then NactR = NR / RW * 100

If NactL < 1 Then NactL = 1: If NactS < 1 Then NactS = 1: If NactR < 1 Then NactR = 1

If NactL > NmaxL Then NactL = NmaxL If NactS > NmaxS Then NactS = NmaxS If NactR > NmaxR Then NactR = NmaxR GoTo balik

semai:

NL = NactL * LW / 100: NS = NactS * SW / 100 NR = NactR * RW / 100: NG = NactG * GW / 100 balik:

End Sub

Catatan Khusus:

Ucapatan terimakasih ditujukan kepada Ir. I Putu Santikayasa, M.Sc. atas bantuannya dalam memberikan sentuhan akhir dari program ini.


(3)

Lampiran 10. Uji t berpasangan antara model dan pengukuran percobaan II

No. Peubah Nitrogen

N0 N1 N2 N3 P1

t0.05 t0.025 t0.05 t0.025 t0.05 t0.025 t0.05 t0.025 t0.05 I. Submodel Perkembangan tn tn tn tn tn tn tn tn tn

II. Submodel Pertumbuhan

AGB tn tn tn tn tn tn * tn tn

ILD tn tn tn tn tn tn tn tn tn

III. Submodel Neraca Air

KAT * tn tn tn tn tn * tn tn

ETa * tn tn tn tn tn * tn tn

IV Submodel Nitrogen

AGN * tn * tn tn tn tn tn tn

N-tanah tn tn tn tn tn tn tn tn tn


(4)

Lampiran 11. Daftar simbol dalam diagram Forrester dan bahasa program

(a) (b) Deskripsi Satuan

1. Peubah keadaan (state variable)

LW WLeaf berat daun kg ha-1

SW WStem berat batang kg ha-1

RW WRoot berat akar kg ha-1

GW WGrain berat biji kg ha-1

AGB biomassa di atas tanah kg ha-1

Nl Nl kandungan nitrogen daun kg ha-1 Ns Ng kandungan nitrogen batang kg ha-1 Nr Nr kandungan nitrogen akar kg ha-1 Ng Ng kandungan nitrogen biji kg ha-1 Nres Nres kandungan nitrogen tersisa kg ha-1 NO3(1) NO3(l) nitrogen nitrat dalam tanah pada lapisan

m

kg ha-1 NH4(l) NH4(l) nitrogen amonium dalam tanah pada

lapisan m

kg ha-1 OM(1) On(1) nitrogen organik dalam tanah pada

lapiran m

kg ha-1

swc(1) (1) kandungan air tanah pada lapisan l (mm) mm 2. Laju aliran

GDMa GDMa laju produksi biomassa aktual kg ha-1 d-1 GDMp GDMp laju produksi biomassa potensial kg ha-1 d-1 dLW dLW pertumbuhan daun harian kg ha-1 d-1 dSW dSW pertumbuhan batang harian kg ha-1 d-1 dRW pertumbuhan akar harian kg ha-1 d-1 dGW pertumbuhan biji harian kg ha-1 d-1 dRes laju pertukaran cadangan batang kg ha-1 d-1 RmL respirasi pemeliharaan daun kg ha-1 d-1 RmS respirasi pemeliharaan batang kg ha-1 d-1 RmR respirasi pemeliharaan akar kg ha-1 d-1 RmG respirasi pemeliharaan biji kg ha-1 d-1

SenesS pelayuan batang kg ha-1 d-1

ETp ETp evapotranspirasi potensial mm d-1 ETm ETm evapotranspirasi maksimum mm d-1 Em Em evaporasi tanah maksimum mm d-1 Ea Ea evaporasi tanah aktual mm d-1


(5)

(a) (b) Deskripsi Satuan

Fint Ic intersepsi tajuk mm d-1

Inf Is infiltrasi mm d-1

Perc(1) Pc(1) perkolasi dari lapisan 1 mm d-1 Nup Nup serapan nitrogen tanaman kg ha-1 d-1 Nupt(1) NupT(l) serapan nitrogen tanaman dari lapisan 1 kg ha-1 d-1 Nupmf(1) Nuomf(1) serapan N oleh aliran massa dari lapisan 1 kg ha-1 d-1 dNH4(1) dNH4(1) laju amonifikasi dalam lapisan 1 kg ha-1 d-1 dNO3p(1) dNO3p(1) laju nitrifikasi potensial dalam lapisan 1 kg ha-1 d-1 dNO3a(1) dNO3a(1) laju nitrifikasi aktual dalam lapisan 1 kg ha-1 d-1 vola1 or 2 laju volatilisasi kg ha-1 d-1 leach LNO3(1) pencucian N dari lapisan 1 kg ha-1 d-1 3. Peubah bantu dan populasi

dlen p panjang hari h

ILD ILD indeks luas daun -

Grno NG jumlah biji -

rdepth r kedalaman akar mm

s s fase perkembangan tanaman -

wdf fw status air tanaman yang mempengaruhi fotosintesis

- ndf ndf status N tanaman yang mempengaruhi

fotosintesis

- rwf(1) f (1) kandungan air tanah yang menentukan

laju nitrifikasi dalam lapisan 1

- rpH(1) fpH(1) faktor diperhitungkan dari pH pada

nitrifikasi dalam lapisan 1

-

pL l koefisien partisi daun -

pS s koefisien partisi batang -

NO3c(1) NO3c(1) konsentrasi nitrogen nitrat dalam lapisan 1

kg N ha-1 mm-1

NactL NactL konsentrasi N daun %

NactS NactS konsentrasi N batang %

NactR NactR konsentrasi N akar %

NactG NactG konsentrasi N biji %

NmaxL NmaxL konsentrasi N maksimum daun % NmaxS NmaxS konsentrasi N maksimum batang % NmaxR NmaxR konsentrasi N maksimum akar % NmaxG NmaxG konsentrasi N maksimum biji % NdemL NdemL kebutuhan nitrogen daun kg ha-1 NdemS NdemS kebutuhan nitrogen batang kg ha-1 NdemR NdemR kebutuhan nitrogen akar kg ha-1 NdemG NdemG kebutuhan nitrogen biji kg ha-1


(6)

(a) (b) Deskripsi Satuan NdemT NdemT total kebutuhan nitrogen kg ha-1

vpd (es-ea) defisit tekanan uap air mb delta ∆ gradien tekanan uap jenuh dan suhu udara Pa K-1 fl f(u) fungsi angin untuk menghitung ETp MJ m-2 Pa-1 4. Peubah luar

sol Q0 radiasi surya MJ m-2 d-1

rain CH curah hujan mm

T T suhu udara °C

RH - kelembapan relatif %

angin u kecepatan angin km h-1

pupukNO3 FNO3 pupuk nitrogen dalam bentuk NO3 kg ha-1 pupukNH4 FNH4 pupuk nitrogen dalam bentuk NH4 kg ha-1 5. Parameter

T0 T0 suhu dasar °C

HU HU satuan kalor d°C

RUE ε efisiensi penggunaan radiasi surya kg ha-1 SLNitrogen SLN nitrogen daun spesifik kg ha-1

WP(1) wp(1) titik layu permanen mm

FC(1) fc(1) kapasitas lapang mm

z1(1) z1(1) kedalaman pada atas lapisan 1 mm z2(l) z2(l) kedalaman pada bawah lapisan 1 mm

dlayer(1) kedalaman lapisan 1 mm

nlayer - jumlah lapisan tanah -

U U konstanta evaporasi tanah tahap 1 mm alpha α konstanta evaporasi tanah rahap 2 mm

pH pH pH tanah -

k k koefisien pemadaman -

kg kg koefisien respirasi pertumbuhan - km km koefisien respirasi pemeliharaan - kam kam konstanta laju amonifikasi d-1 knit knit konstanta laju nitrifikasi d-1

lat Φ lintang (°)

gamma γ konstantas psikrometrik 66.1 Pa K-1 lhv λ bahang laten penguapan 2 454 MJ

kg-1

dair - kerapatan uap air 1.42 kg m-3

cp - kapasitas bahang dari udara 1 010 J kg-1 K-1