evapotranspirasi tanaman termasuk evaporasi tanah serta intersepsi kanopi tanaman, diukur berdasarkan kandungan air tanah pada saat t-1 dan t dan curah
hujan sebagai berikut Handoko, 1992; Angus van Herwaarden, 2001; Chen et al
. 2003:
t t
t t
CH SWC
SWC ETa
+ −
=
−1
4 ETa
t
adalah evapotranspirasi tanaman mm pada saat t. SWC adalah kandungan air tanah rata-rata seluruh profil mm pada waktu pengamatan
kandungan air tanah minggu ini t dan waktu pengamatan minggu sebelumnya t-1. CH
t
adalah curah hujan mm pada saat t. Drainase mm yang pada percobaan ini tidak diukur dan diabaikan
berdasarkan Payne et al. 2001, demikian pula dengan limpasan permukaan karena lahan percobaan relatif datar.
Perhitungan di atas dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang evapotranspirasi total tanaman dan pada setiap
fase perkembangan tanaman dengan kondisi air terbatas. 2.2.4.5. Nitrogen tanah
Kandungan nitrogen tanah dalam bentuk amonium NH
4 +
dan nitrat NO
3 -
diukur sebanyak empat kali selama periode pertumbuhan. Contoh tanah diambil dengan bor pada kedalaman 0-20 dan 20-40 cm sesuai perlakuan.
Contoh seberat 30 g tanah diekstrak dengan 80 ml 2.5 N KCl. Penetapan NH
4 +
dan N0
3 -
dengan metode Kjedhal.
2.3. Hasil
2.3.1. Kondisi Iklim dan Fase Perkembangan Tanaman Unsur iklim radiasi surya, curah hujan, suhu udara, kelembapan udara
dan kecepatan angin dan evapotranspirasi potensial selama percobaan disajikan pada Gambar 2. Radiasi surya kumulatif bervariasi mulai 2.1 sampai dengan
14.9 MJ m
-2
hari
-1
dengan kecenderungan menaik. Suhu udara harian rata-rata sekitar 27.3°C dengan kecenderungan meningkat. Sebaliknya, kelembapan udara
rata-rata sekitar 75.0 sedang yang cenderung menurun. Kecepatan angin rata- rata sekitar 2.0 km jam
-1
derajad kecepatan angin adalah katagore 2 atau angin
lemah dengan kecenderungan menaik dan demikian pula dengan rata-rata evapotranspirasi potensial ETp 4.8 mm hari
-1
. Sementara itu, curah hujan yang terjadi sekitar 570.4 mm dan mempunyai kecenderungan menurun.
Curah hujan yang diterima sebesar 570.4 mm dan evapotranspirasi potensial sebesar 628.9 mm, sehingga pada periode tanam ini secara
klimatologis terjadi défisit air. Oleh karena sebaran curah hujan tidak merata Gambar 2 dan Tabel 1, maka nisbah curah hujan CHevapotranspirasi ETp
pada fase kuncup bunga KB - BM dan bunga mekar BM - MF sangat kecil yaitu 0.01 dan 0.18 atau kurang dari 0.5 ETp yang berarti pada periode ini
pemenuhan kebutuhan air tanaman kurang dari 50. Kondisi nisbah CHETp ini berpengaruh pada fluktuasi air tanah.
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
12.0 14.0
16.0 18.0
91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291
Julian date
Ra d
ia s
i s u
ry a
MJ m
-1
ha ri
-1
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291
Julian date An
g in
km j
am
-1
15.0 20.0
25.0 30.0
35.0 40.0
91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291
Julian date S
u h
u u
d ar
a
o
C
Suhu Udara 0C Max Suhu Udara 0C Min
Suhu Udara 0C Rerata Linear Suhu Udara 0C Max
Li S h Ud
0C R
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0 90.0
100.0
91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291
Julian date Ke
le m
b a
p a
n uda ra
0.0 20.0
40.0 60.0
80.0 100.0
120.0
91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291
Julian date
C u
ra h hu
jan mm
BM KB
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
8.0
91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291
Julian date E T
P mm
BM KB
Gambar 2. Peubah cuaca selama periode pertumbuhan tanaman percobaan ke- satu dan ke-dua.
Tabel 1. Peubah iklim selama fase perkembangan tanaman
Fase Lama
hari Suhu
rata- rata
°C Heat
unit °C
hr RH
Angin km
jam
-1
Radiasi MJ
m
-2
Hujan CH,
mm ETp
mm CH
ETP S – E
10 27.3
190 81.1
1.8 101.1
188.9 33.7 5.61
E – KB 70
27.2 1 202
78.1 1.8
663.5 324.3
195.0 1.66 KB– BM
27 27.0
460 71.1
2.1 326.7
1.2 94.6 0.01
BM- MF 80
27.4 1 364
72.7 2.4
983.4 56.0
305.6 0.18 Jumlah
187 3 216
2 074.9 570.4
628.9 Rata-rata 27.2
75.8 2.0
0.91
Peubah iklim dan panjang hari fase perkembangan tanaman mulai sebar sampai emergence S-E, emergence sampai dengan kuncup bunga E-KB,
kuncup bunga sampai bunga mekar KB - BM dan dari bunga mekar sampai masak fisiologis BM-MF disajikan dalam Tabel 1. Satuan kalor Heat Unit
yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan masak fisiologis sejak dari semai sebesar 3 216°C hari. Satuan kalor tersebut diperoleh dari perhitungan
antara suhu maksimum dan minimum serta suhu dasar tanaman jarak pagar sebesar 10°C berdasarkan rumus nomor 3. Satuan kalor tersebut relatif sama
untuk semua perlakuan. Jumlah radiasi selama percobaan berlangsung sebesar 2 074.9 MJ m
-2
atau 11.1 MJ m
-2
hari
-1
. Jumlah radiasi ini mencukupi keperluan rata-rata radiasi tanaman kelompok C3 yang berkisar antara 10.2 – 48.2 MJ m
-2
hari
-1
Doorenbos Pruitt, 1975; Doorenbos Kassam, 1979.
2.3.2. Kandungan air tanah Kandungan air tanah pada kedalaman tanah 0-20 dan 0-100 cm selama
percobaan diperlihatkan pada Gambar 3. Kadar air tanah mengalami penurunan sejak fase kuncup bunga KB. Penurunan kadar air tanah tersebut berkaitan
dengan curah hujan yang relatif kecil selama periode tersebut Gambar 2 dan Tabel 1. Selama periode pertumbuhan, kadar air tanah pada perlakuan
pemupukan nitrogen W1N1–W1N3, terjadi penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa pemupukan W1N0 Gambar 3. Kerapatan
populasi juga mempengaruhi kadar air tanah yang pada populasi rapat W1P1 lebih kecil dibandingkan populasi sedang W1P2. Peningkatan penggunaan
kandungan air tanah akan mempengaruhi jumlah air yang akan dievapotranspirasikan.
50.0 60.0
70.0 80.0
90.0 100.0
153 167
181 202
216 230
244 258
272 283
Pengamatan mingguan K
A T,
- 20 cm m m
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
K L T L P
BM KB
pupuk 2
Keterangan: W1N0 adalah percobaan pertama W1 dengan pemupukan N tingkat 0 N0
W1P1 adalah percobaan pertama W1 dengan kerapatan populasi tingkat 1 P1
dan seterusnya Gambar 3.
Kadar air tanah pada 0 - 20 cm dengan peningkatan pemberian nitrogen dan kerapatan populasi.
175.0 200.0
225.0 250.0
275.0 300.0
325.0 350.0
375.0
153 160
167 174
181 195
202 209
216 223
230 237
244 251
258 265
272 279
283 293
Pengamatan mingguan
KA T, 0
- 10 0 cm
m m
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
KL TLP
pupuk 2
BM
KB
Keterangan: KL adalah kapasitas lapang dan
TLP adalah titik layu permanen Gambar 4. Kadar air tanah kedalaman 0 - 100 cm pada pemberian nitrogen dan
kerapatan populasi. 2.3.3. Neraca Air
Neraca air tanaman selama periode pertumbuhan ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Gambar 4. Evapotranspirasi aktual semakin besar dengan
peningkatan pemupukan nitrogen dan diduga air digunakan dalam proses penyerapan hara pada perlakuan W1N1, W1N2 dan W1N3 oleh tanaman
sehingga yang dapat diuapkan lebih besar dari perlakuan tanpa pemupukan nitrogen W1N0. Sementara itu, evapotranspirasi perlakuan kerapatan populasi
W1P1 lebih kecil dibandingkan W1P2 seperti yang terlihat dalam Gambar 5.
Tabel 2. Neraca air selama periode pertumbuhan Neraca air mm
Evapotranspirasi aktual ETa Perlakuan
Curah Hujan
S - E E - KB
KB - BM BM - MF
Total Percobaan I, 18 April 2007
W1N0 570.4 30.8 206.0 38.0 124.3 399.1
W1N1 570.4
30.8 233.4 17.6 134.3 416.2 W1N2
570.4 30.8 233.4 42.7 126.1 433.0
W1N3 570.4 30.8 233.4 51.7 175.1 491.0
W1P1 570.4 30.8 191.8 14.3 128.1 365.1
W1P2 570.4
30.8 224.6 35.2 89.7 380.4
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
600.0 700.0
108 125 139 153 167 181 202 216 230 244 258 272 283
Pengamatan
E vap
ot ra
n sp
ir asi
ak tual
m m
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
ETp
pupuk KB
BM E
pupuk
Keterangan: ETp adalah evapotranspirasi potensial Gambar 5. Evapotranspirasi aktual ETa masing-masing perlakuan selama
percobaan. Evapotranspirasi relatif ETaETp memperlihatkan pola yang sama
dengan kandungan air tanah KAT dan menjelang kuncup bunga KB mulai menurun pada semua perlakuan sampai dengan masak fisiologis MF. Selama
fase KB - MF evapotranspirasi yang dapat dipenuhi sekitar 70 Gambar 6. Selama periode pertumbuhan S – MF rata-rata evapotranspirasi relatif
perlakuan W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 berturut-turut 85, 86, 90, dan 93, sedangkan W1P1 dan W1 P2 adalah 81 dan 85.
0.50 0.60
0.70 0.80
0.90 1.00
108 125
139 153
167 181
202 216
230 244
258 272
283
Pengamatan ET
aE Tp
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
Gambar 6. Evapotranspirasi relatif masing-masing perlakuan.
2.3.4. Nitrogen tanah Variasi kandungan nitrogen tanah dalam bentuk amonium dan nitrat
disajikan dalam Gambar 7 dan Gambar 8. Nitrogen yang lebih banyak terdapat di dalam tanah adalah dalam bentuk nitrat. Ada kecenderungan mulai kuncup
bunga sampai masak fisiologis MF nitrogen menurun karena peningkatan penyerapan nitrogen oleh tanaman Gambar 16 dan Lampiran 4.6.
Mineralisasi nitrogen tanah dan diserap oleh tanaman diperlihatkan dalam Tabel 3. Masing-masing perlakuan menunjukan peran kecukupan air akan
menentukan jumlah nitrogen yang dimineralisasikan dan jumlah nitrogen yang dapat diserap tanaman. Kelembapan tanah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam mineralisasi nitrogen tanah selain suhu, tata udara tanah, pengolahan, pH, dan jenis bahan organik.
W1N0
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0
Fase perkembangan tanaman s A
m o
n iu
m k
g ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
W1N0
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
600.0 700.0
Fase perkembangan tanaman s Ni
tr a
t k
g ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
W1N1
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0
Fase perkembangan tanaman s Am
o n
iu m
k g
ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
W1N1
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
600.0 700.0
Fase perkembangan tanaman s Ni
tr a
t k
g ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
W1N2
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0
Fase perkembangan tanaman s Am
o n
iu m
k g
ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
W1N2
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
600.0 700.0
Fase perkembangan tanaman s Ni
tr a
t k
g ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
W1N3
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0
Fase perkembangan tanaman s A
m oni
um k
g ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
W1N3
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
600.0 700.0
Fase perkembangan tanaman s Ni
tr a
t k
g ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
0.25 0.50
0.75 1.00
Gambar 7. Kandungan amonium kiri dan nitrat kanan sampai kedalaman 40 cm perlakuan pemupukan.
W1P1
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0
Fase perkembangan tanaman s Am
o n
iu m
k g
ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
W1P1
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
600.0 700.0
Fase perkembangan tanaman s Ni
tr a
t k
g ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
W1P2
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
80.0
Fase perkembangan tanaman s A
m oni
um k
g ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
0.2 0.5
0.7 1.0
W1P2
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
600.0 700.0
Fase perkembangan tanaman s Ni
tr a
t k
g ha
-1
0-20 cm 20-40 cm
0.2 0.5
0.7 1.0
Gambar 8. Kandungan amonium kiri dan nitrat kanan sampai kedalaman 40 cm perlakuan kerapatan populasi.
Tabel 3. Mineralisasi nitrogen tanah dan nitrogen yang diserap tanaman Nitrogen tanah
kg N ha
-1
Nitrogen tanaman kg N ha
-1
Perlakuan Tanam
Masak Fisiologis
Bunga Mekar
Masak Fisiologis
Mineralisasi kg N ha
-1
KAT mm
a b c d e f
W1N0 593.33 562.66 22.20
139.23 108.56 272.4
W1N1 593.33 582.73 61.01
219.34 208.74 260.0
W1N2 593.33 546.18 50.27
226.25 179.09 272.5
W1N3 593.33 565.10 63.10
239.73 211.50 258.6
W1P1 593.33 590.89 69.94
349.48 347.04 264.3
W1P2 593.33
537.44 19.12
59.81 3.92 275.2
Keterangan: Mineralisasi e diperoleh dari e = b + d - a
2.3.5. Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya Fluktuasi radiasi surya yang diintersepsi sebelum bunga mekar BM
atau anthesis lebih besar dan relatif konstan sesudahnya seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 9.
0.00 0.10
0.20 0.30
0.40 0.50
0.60 0.70
0.80
153 160
167 174
181 195
202 209
216 223
230 237
244 251
258 265
272 279
283
Pengamatan In
tersep si rad
ia si
W1N0 W1N1
W1N3 W1P1
W1P2
Pupuk ke-2
BM KB
Gambar 9. Fraksi intersepsi radiasi surya pada perlakuan pumupukan dan kerapatan populasi.
Rata-rata radiasi yang diintersepsi tanaman pada pemupukan nitrogen W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 secara berurutan adalah 0.45, 0.48, 0.51, dan
0.50. Fraksi radiasi yang diintersepsi meningkat dengan pemupukan nitrogen sampai dengan W1N2 kemudian menurun lagi pada perlakuan W1N3.
Sementara itu, dalam Gambar 9 juga diperlihatkan rata-rata fraksi radiasi yang diintersepsi pada W1P1 dan W1P2 adalah 0.43 dan 0.44. Pada awal
pertumbuhan tanaman fraksi radiasi yang diintersepsi sangat fluktuatif, kemudian relatif konstan setelah memasuki fase bunga mekar BM.
Dalam Gambar 10 ditunjukkan hubungan antara intersepsi radiasi surya Q Int dengan biomassa di atas tanah AGB. Estimasi, koefisien korelasi dan
galat baku dari parameter model efisiensi penggunaan radiasi surya disajikan dalam Tabel 4 yang dianalisis dari data dalam Lampiran 4.4. Hasil kurva
penyesuaian fitted tersebut diperhitungkan sejak umur 10 HST. Efisiensi penggunaan radiasi surya terendah adalah 0.24 g MJ
-1
dengan r = 0.76 dan tertinggi adalah 1.3 g MJ
-1
dengan r = 0.78.
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
600.0 700.0
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
Intersepsi radiasi MJ m
-2
AG B
g m
-2
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
y = 0.5795x - 23.846 R
2
= 0.71 y = 0.8976x - 26.124
R
2
= 0.59 y = 0.9392x - 40.235
R
2
= 0.68 y = 0.6566x - 23.539
R
2
= 0.58 0.0
100.0 200.0
300.0 400.0
500.0 600.0
700.0
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
Intersepsi radiasi MJ m
-2
AG B
g m
-2
W1P1 W1P2
y = 0.2369x - 8.1217 R
2
= 0.62 y = 1.2863x - 45.695
R
2
= 0.63
Gambar 10. Efisiensi penggunaan radiasi surya RUE. Tabel 4. Estimasi, koefisien korelasi dan galat baku parameter serta hasil
pengukuran N tanaman, ILD dan Qint Perlakuan Estimasi
Galat baku
r N tanaman
kg ha
-1 1
ILD Q
int
MJ m
-2
W1N0 0.58 0.26 0.85 139.23
3.4 818.4
W1N1 0.66 0.39 0.76 219.34
5.5 881.9
W1N2 0.94 0.45 0.83 226.25
6.1 871.2
W1N3 0.90 0.53 0.77 239.73
5.7 819.1
W1P1 1.30 0.78 0.75 349.48
8.1 845.0
W1P2 0.24 014 0.76 59.81
2.3 861.9
Keterangan:
1
N tanaman saat masak fisiologis Efisiensi peggunaan radiasi surya dipengaruhi oleh nitrogen yang dapat
diserap tanaman dengan y RUE = 0.0036 x N tanaman + 0.0333 dan R
2
= 0.94 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Peningkatan nilai RUE pada
pemberian nitrogen rata-rata mencapai 14 - 38 dibandingkan tanpa pemupukan. Selain itu, kerapatan populasi juga mempengaruhi RUE dengan
perbedaan galat baku sebesar 1.06 antara W1P1 dan W1P2.
y = 0.0036x + 0.0333 R
2
= 0.9408
0.0 0.5
1.0 1.5
100 200
300 400
Nitrogen tanaman kg N ha
-1
RUE g MJ
-1
Gambar 11. Hubungan antara RUE dengan nitrogen tanaman. Tabel 5. Evaluasi parameter RUE antara pengukuran dan perhitungan produksi
biomassa di atas tanah AGB pada percobaan pertama dan kedua Komponen Perlakuan Landaian
Intersep R
2
n Percobaan I
Evaluasi W1N0
0.72 0.32 51.26 46.92
0.72 4
Evaluasi W1N1
0.58 0.35 75.08 66.19
0.58 4
Evaluasi W1N2
0.68 0.33 93.25 83.13
0.68 4
Evaluasi W1N3
0.60 0.35 91.88 86.74
0.59 4
Evaluasi W1P1
0.63 0.34 130.79 120.34 0.63
4 Evaluasi
W1P2 0.62 0.34
24.85 22.71 0.62
4 Percobaan II
Evaluasi W1N0
0.50 0.82 62.10 113.44
0.16 4
Evaluasi W1N1
0.70 0.54 58.61 82.87
0.45 4
Evaluasi W1N2
0.88 0.76 96.23 148.41
0.40 4
Evaluasi W1N3
0.59 0.81 75.38 126.00
0.21 4
Evaluasi W1P1
0.52 0.52 104.67 181.76 0.34
4 Evaluasi
W1P2 0.40 0.40
24.32 38.16 0.32
4 Keterangan: angka dalam tanda kurung adalah galat baku
Tabel 5 dan Gambar 12 merinci evaluasi parameter efisiensi penggunaan radiasi yang diperoleh dalam Tabel 4 pada beberapa tingkatan pemberian
nitrogen dan kerapatan populasi dengan menggunakan data intersepsi radiasi percobaan pertama dan kedua dengan analisis regresi. Biomassa percobaan
pertama dibandingkan dengan biomassa hasil kali antara RUE dengan Qint percobaan pertama. Kemudian biomassa percobaan kedua dibandingkan lagi
dengan biomassa hasil kali antara RUE dengan Qint percobaan kedua. Parameter RUE yang diperoleh dengan pendekatan akumulasi biomassa secara umum
memprediksi lebih rendah biomassa yang dihasilkan. Hasil prediksi yang demikian juga telah didapat oleh Kage Stützel 1999. Dalam Tabel 5 terlihat
bahwa perlakuan W1N1, W1N2 dan W1P1 relatif konstan dibandingkan perlakuan lainnya Rusmayadi, 2007.
0.0 100.0
200.0 300.0
400.0 500.0
600.0 700.0
0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0
Pengukuran Biomassa g m
-2
P e
rhi tun
ga n
B iom
a s
s a
g m
-2
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
Garis 1:1
a
0.00 100.00
200.00 300.00
400.00 500.00
600.00 700.00
0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00
Pengukuran Biomassa g m
-2
P e
rh it
un ga
n B
io m
a s
s a
g m
-2
W2N0 W2N1
W2N2 W2N3
W2P1 W2P2
Garis 1:1
b Gambar 12. Perbandingan antara perhitungan dan pengukuran AGB dalam
evaluasi menggunakan data percobaan I a dan percobaan II b. 2.3.6. Keragaan Tanaman
2.3.6.1. Pertumbuhan Tanaman Peubah tanaman menggambarkan tanggapan tanaman terhadap perilaku
lingkungan seperti kondisi iklim, air dan unsur hara selama periode pertumbuhannya.
2.3.6.2. Biomassa Tanaman Biomassa di atas tanah AGB selama periode pertumbuhan ditunjukkan
dalam Gambar 13. Biomassa sangat ditentukan oleh koefisien efisiensi penggunaan radiasi. Pada perlakuan pemberian nitrogen, setiap satuan energi
yang diintersepsi diubah menjadi 0.58, 0.66, 0.94, dan 0.90 kali menjadi fotosintat. Sementara itu, pada perlakuan W1P1 dan W1P2 energi dikonversi
masing-masing sebanyak 1.30 dan 0.24 kali yang hasil perhitungannya disajikan pada Gambar 12.
Pengukuran biomassa W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 berturut-turut adalah 2 856.51 kg ha
-1
285.6 g m
-2
, 3 676.70 kg ha
-1
367.7 g m
-2
, 4 886.46 kg ha
-1
488.6 g m
-2
dan 4 792.39 kg ha
-1
479.2 g m
-2
. Perlakuan W1P1 dan W1P2 sebesar 6 839.85 kg ha
-1
683.9 g m
-2
dan 1 284.85 kg ha
-1
128.5 g m
-2
.
2000 4000
6000 8000
10000
Fase perkembangan tanaman s AGB k
g ha
-1
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
0.25 0.50
0.75 1.00
Gambar 13. Biomassa tanaman pada perlakuan nitrogen dan kerapatan populasi. Semakin besar biomassa yang dihasilkan, maka biji yang dapat dibentuk
juga semakin besar seperti yang terlihat dalam Gambar 16. Perlakuan W1N2 sebagai contoh menghasilkan biomassa sebesar 3 676.70 kg ha
-1
dan biji yang dapat dibentuk sebesar 222.895 kg ha
-1
. Sementara itu, perlakuan W1N0 yang menghasilkan biomassa sebesar 2 856.51 kg ha
-1
hanya dapat membentuk biji sebesar 38.501 kg ha
-1
. 2.3.6.3. Indeks Luas Daun
Peubah ini sangat baik untuk menggambarkan distribusi cahaya yang tidak hanya ditentukan oleh sifat daun, tetapi juga oleh kerapatan daun. Dalam
Gambar 14 terlihat bahwa indeks luas daun ILD tertinggi terjadi setelah fase bunga mekar BM yang diduga pada periode pengisian biji, setelah itu mengecil
karena daun mengalami pelayuan. ILD dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah pada perlakuan W1N2 6.1, W1N3 5.7, W1N1 5.5, dan W1N0 3.4.
Pola yang sama juga diperlihat oleh W1P1 dan W1P2 dengan ILD sebesar 8.1 dan 2.3 Tabel 4 dan Gambar 14.
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
8.0 9.0
1 2
3 4
5 6
7 8
Waktu pengamatan bulanan
In d
e k
s L
u a
s D
a u
n , I
L D
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
Gambar 14. Indeks luas daun selama percobaan. 2.3.6.4. Pembagian biomassa
Alokasi biomassa tanaman pada pertumbuhan awal lebih banyak pada bagian daun kemudian batang dan akar dengan proporsi berturut-berturut 44,
42 dan 12. Pada fase KB – BM terlihat biomassa daun berkurang dan diikuti peningkatan biomassa pada bagian batang dan akar dengan proporsi sekitar 37,
50 dan 20. Pada fase masak fisoplogis MF biomassa daun berkurang 35, batang 51, akar 23, dan ke biji sekitar 10 Gambar 15.
2.3.6.5. Hasil Tanaman Hasil biji jarak dipanen sebanyak tiga kali sejak pembungaan sampai
dengan lebih dari 50 tanaman masak fisiologis atau tanaman berumur sekitar 6 enam bulan. Hasil panen terbanyak pada perlakuan W1N2 dan W1N3, yaitu
berturut-turut 222.895 kg ha
-1
dan 190.613 kg ha
-1
, sedangkan perlakuan W1N1 dan W1N0 berturut-turut sebesar 85.79 kg ha
-1
dan 38.501 kg ha
-1
. Perlakuan W1P1 dan W1P2 berturut-turut sebesar 218.385 kg ha
-1
dan 50.414 kg ha
-1
. Hasil setiap tanaman disajikan pada Gambar 16, yang menunjukkan bahwa
populasi rapat W1P1 sebesar 12.43 gtanaman dibandingkan dengan populasi sedang W1P2 sebesar 15.53 gtanaman. Waktu yang diperlukan untuk
memanen sejak kuncup bunga sekitar 90 hari Tabel 1. Menurut Puslitbangbun 2007 populasi IP-1P dari KIJP Pakuwon yang direkomendasikan untuk
daerah beriklim basah mempunyai potensi produksi sebesar 250-300 kg ha
-1
pada tahun pertama.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Akar Batang
Daun Biji
W1N0
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Akar Batang
Daun Biji
W1N1
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Akar Batang
Daun Biji
W1N2
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Akar Batang
Daun Biji
W1N3
20 40
60 80
100
Akar Batang
Daun Biji
0.25 0.50
0.75 1.00
W1P1
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Akar Batang
Daun Biji
0.25 0.50
0.75 1.00
W1P2 Gambar 15. Proporsi biomassa g m
-2
masing-masing perlakuan.
0.0 100.0
200.0 300.0
H a
s il
k g ha
-1
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
30.0
H a
s il
pe r 6
bl n
g t
a n
-1
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
Gambar 16. Hasil tanaman jarak pagar.
2.3.6.6. Nitrogen tanaman Pada fase MF jumlah nitrogen yang diserap oleh tanaman semakin besar
dengan peningkatan pemberian nitrogen, sedangkan pada perlakuan kerapatan populasi jumlah nitrogen semakin banyak pada populasi rapat W1P1. Nitrogen
biji meningkat sampai perlakuan W1N2 kemudian turun pada perlakuan W1N3. Perlakuan kerapatan populasi W1P1 lebih tinggi dibandingkan dengan W1P2
Gambar 17.
2.0 52.0
102.0 152.0
202.0 252.0
302.0 352.0
402.0 452.0
Fase perkembangan tanaman s N
it r
o g
e n
ta n
., A G
N N
, k g
h a
-1
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
BM
pupuk 1 pupuk 2
KB
0.25 0.50
0.75 1.00
a
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0 3.5
4.0 4.5
5.0
Pemupukan nitrogen N
it ro
g e
n bi ji
, N
, kg ha
-1
W1N0 W1N1
W1N2 W1N3
W1P1 W1P2
b Gambar 17. Nitrogen di atas tanah, AGN kg ha
-1
a dan nitrogen biji kg h
-1
b masing-masing perlakuan.
2.4. Pembahasan