Hasil EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA DAN

evapotranspirasi tanaman termasuk evaporasi tanah serta intersepsi kanopi tanaman, diukur berdasarkan kandungan air tanah pada saat t-1 dan t dan curah hujan sebagai berikut Handoko, 1992; Angus van Herwaarden, 2001; Chen et al . 2003: t t t t CH SWC SWC ETa + − = −1 4 ETa t adalah evapotranspirasi tanaman mm pada saat t. SWC adalah kandungan air tanah rata-rata seluruh profil mm pada waktu pengamatan kandungan air tanah minggu ini t dan waktu pengamatan minggu sebelumnya t-1. CH t adalah curah hujan mm pada saat t. Drainase mm yang pada percobaan ini tidak diukur dan diabaikan berdasarkan Payne et al. 2001, demikian pula dengan limpasan permukaan karena lahan percobaan relatif datar. Perhitungan di atas dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang evapotranspirasi total tanaman dan pada setiap fase perkembangan tanaman dengan kondisi air terbatas. 2.2.4.5. Nitrogen tanah Kandungan nitrogen tanah dalam bentuk amonium NH 4 + dan nitrat NO 3 - diukur sebanyak empat kali selama periode pertumbuhan. Contoh tanah diambil dengan bor pada kedalaman 0-20 dan 20-40 cm sesuai perlakuan. Contoh seberat 30 g tanah diekstrak dengan 80 ml 2.5 N KCl. Penetapan NH 4 + dan N0 3 - dengan metode Kjedhal.

2.3. Hasil

2.3.1. Kondisi Iklim dan Fase Perkembangan Tanaman Unsur iklim radiasi surya, curah hujan, suhu udara, kelembapan udara dan kecepatan angin dan evapotranspirasi potensial selama percobaan disajikan pada Gambar 2. Radiasi surya kumulatif bervariasi mulai 2.1 sampai dengan 14.9 MJ m -2 hari -1 dengan kecenderungan menaik. Suhu udara harian rata-rata sekitar 27.3°C dengan kecenderungan meningkat. Sebaliknya, kelembapan udara rata-rata sekitar 75.0 sedang yang cenderung menurun. Kecepatan angin rata- rata sekitar 2.0 km jam -1 derajad kecepatan angin adalah katagore 2 atau angin lemah dengan kecenderungan menaik dan demikian pula dengan rata-rata evapotranspirasi potensial ETp 4.8 mm hari -1 . Sementara itu, curah hujan yang terjadi sekitar 570.4 mm dan mempunyai kecenderungan menurun. Curah hujan yang diterima sebesar 570.4 mm dan evapotranspirasi potensial sebesar 628.9 mm, sehingga pada periode tanam ini secara klimatologis terjadi défisit air. Oleh karena sebaran curah hujan tidak merata Gambar 2 dan Tabel 1, maka nisbah curah hujan CHevapotranspirasi ETp pada fase kuncup bunga KB - BM dan bunga mekar BM - MF sangat kecil yaitu 0.01 dan 0.18 atau kurang dari 0.5 ETp yang berarti pada periode ini pemenuhan kebutuhan air tanaman kurang dari 50. Kondisi nisbah CHETp ini berpengaruh pada fluktuasi air tanah. 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date Ra d ia s i s u ry a MJ m -1 ha ri -1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date An g in km j am -1 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date S u h u u d ar a o C Suhu Udara 0C Max Suhu Udara 0C Min Suhu Udara 0C Rerata Linear Suhu Udara 0C Max Li S h Ud 0C R 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date Ke le m b a p a n uda ra 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date C u ra h hu jan mm BM KB 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 91 101 111 121 131 141 151 161 171 181 191 201 211 221 231 241 251 261 271 281 291 Julian date E T P mm BM KB Gambar 2. Peubah cuaca selama periode pertumbuhan tanaman percobaan ke- satu dan ke-dua. Tabel 1. Peubah iklim selama fase perkembangan tanaman Fase Lama hari Suhu rata- rata °C Heat unit °C hr RH Angin km jam -1 Radiasi MJ m -2 Hujan CH, mm ETp mm CH ETP S – E 10 27.3 190 81.1 1.8 101.1 188.9 33.7 5.61 E – KB 70 27.2 1 202 78.1 1.8 663.5 324.3 195.0 1.66 KB– BM 27 27.0 460 71.1 2.1 326.7 1.2 94.6 0.01 BM- MF 80 27.4 1 364 72.7 2.4 983.4 56.0 305.6 0.18 Jumlah 187 3 216 2 074.9 570.4 628.9 Rata-rata 27.2 75.8 2.0 0.91 Peubah iklim dan panjang hari fase perkembangan tanaman mulai sebar sampai emergence S-E, emergence sampai dengan kuncup bunga E-KB, kuncup bunga sampai bunga mekar KB - BM dan dari bunga mekar sampai masak fisiologis BM-MF disajikan dalam Tabel 1. Satuan kalor Heat Unit yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan masak fisiologis sejak dari semai sebesar 3 216°C hari. Satuan kalor tersebut diperoleh dari perhitungan antara suhu maksimum dan minimum serta suhu dasar tanaman jarak pagar sebesar 10°C berdasarkan rumus nomor 3. Satuan kalor tersebut relatif sama untuk semua perlakuan. Jumlah radiasi selama percobaan berlangsung sebesar 2 074.9 MJ m -2 atau 11.1 MJ m -2 hari -1 . Jumlah radiasi ini mencukupi keperluan rata-rata radiasi tanaman kelompok C3 yang berkisar antara 10.2 – 48.2 MJ m -2 hari -1 Doorenbos Pruitt, 1975; Doorenbos Kassam, 1979. 2.3.2. Kandungan air tanah Kandungan air tanah pada kedalaman tanah 0-20 dan 0-100 cm selama percobaan diperlihatkan pada Gambar 3. Kadar air tanah mengalami penurunan sejak fase kuncup bunga KB. Penurunan kadar air tanah tersebut berkaitan dengan curah hujan yang relatif kecil selama periode tersebut Gambar 2 dan Tabel 1. Selama periode pertumbuhan, kadar air tanah pada perlakuan pemupukan nitrogen W1N1–W1N3, terjadi penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan tanpa pemupukan W1N0 Gambar 3. Kerapatan populasi juga mempengaruhi kadar air tanah yang pada populasi rapat W1P1 lebih kecil dibandingkan populasi sedang W1P2. Peningkatan penggunaan kandungan air tanah akan mempengaruhi jumlah air yang akan dievapotranspirasikan. 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 153 167 181 202 216 230 244 258 272 283 Pengamatan mingguan K A T, - 20 cm m m W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 K L T L P BM KB pupuk 2 Keterangan: W1N0 adalah percobaan pertama W1 dengan pemupukan N tingkat 0 N0 W1P1 adalah percobaan pertama W1 dengan kerapatan populasi tingkat 1 P1 dan seterusnya Gambar 3. Kadar air tanah pada 0 - 20 cm dengan peningkatan pemberian nitrogen dan kerapatan populasi. 175.0 200.0 225.0 250.0 275.0 300.0 325.0 350.0 375.0 153 160 167 174 181 195 202 209 216 223 230 237 244 251 258 265 272 279 283 293 Pengamatan mingguan KA T, 0 - 10 0 cm m m W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 KL TLP pupuk 2 BM KB Keterangan: KL adalah kapasitas lapang dan TLP adalah titik layu permanen Gambar 4. Kadar air tanah kedalaman 0 - 100 cm pada pemberian nitrogen dan kerapatan populasi. 2.3.3. Neraca Air Neraca air tanaman selama periode pertumbuhan ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Gambar 4. Evapotranspirasi aktual semakin besar dengan peningkatan pemupukan nitrogen dan diduga air digunakan dalam proses penyerapan hara pada perlakuan W1N1, W1N2 dan W1N3 oleh tanaman sehingga yang dapat diuapkan lebih besar dari perlakuan tanpa pemupukan nitrogen W1N0. Sementara itu, evapotranspirasi perlakuan kerapatan populasi W1P1 lebih kecil dibandingkan W1P2 seperti yang terlihat dalam Gambar 5. Tabel 2. Neraca air selama periode pertumbuhan Neraca air mm Evapotranspirasi aktual ETa Perlakuan Curah Hujan S - E E - KB KB - BM BM - MF Total Percobaan I, 18 April 2007 W1N0 570.4 30.8 206.0 38.0 124.3 399.1 W1N1 570.4 30.8 233.4 17.6 134.3 416.2 W1N2 570.4 30.8 233.4 42.7 126.1 433.0 W1N3 570.4 30.8 233.4 51.7 175.1 491.0 W1P1 570.4 30.8 191.8 14.3 128.1 365.1 W1P2 570.4 30.8 224.6 35.2 89.7 380.4 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 108 125 139 153 167 181 202 216 230 244 258 272 283 Pengamatan E vap ot ra n sp ir asi ak tual m m W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 ETp pupuk KB BM E pupuk Keterangan: ETp adalah evapotranspirasi potensial Gambar 5. Evapotranspirasi aktual ETa masing-masing perlakuan selama percobaan. Evapotranspirasi relatif ETaETp memperlihatkan pola yang sama dengan kandungan air tanah KAT dan menjelang kuncup bunga KB mulai menurun pada semua perlakuan sampai dengan masak fisiologis MF. Selama fase KB - MF evapotranspirasi yang dapat dipenuhi sekitar 70 Gambar 6. Selama periode pertumbuhan S – MF rata-rata evapotranspirasi relatif perlakuan W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 berturut-turut 85, 86, 90, dan 93, sedangkan W1P1 dan W1 P2 adalah 81 dan 85. 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 108 125 139 153 167 181 202 216 230 244 258 272 283 Pengamatan ET aE Tp W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 Gambar 6. Evapotranspirasi relatif masing-masing perlakuan. 2.3.4. Nitrogen tanah Variasi kandungan nitrogen tanah dalam bentuk amonium dan nitrat disajikan dalam Gambar 7 dan Gambar 8. Nitrogen yang lebih banyak terdapat di dalam tanah adalah dalam bentuk nitrat. Ada kecenderungan mulai kuncup bunga sampai masak fisiologis MF nitrogen menurun karena peningkatan penyerapan nitrogen oleh tanaman Gambar 16 dan Lampiran 4.6. Mineralisasi nitrogen tanah dan diserap oleh tanaman diperlihatkan dalam Tabel 3. Masing-masing perlakuan menunjukan peran kecukupan air akan menentukan jumlah nitrogen yang dimineralisasikan dan jumlah nitrogen yang dapat diserap tanaman. Kelembapan tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam mineralisasi nitrogen tanah selain suhu, tata udara tanah, pengolahan, pH, dan jenis bahan organik. W1N0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Fase perkembangan tanaman s A m o n iu m k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm W1N0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 Fase perkembangan tanaman s Ni tr a t k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm W1N1 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Fase perkembangan tanaman s Am o n iu m k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm W1N1 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 Fase perkembangan tanaman s Ni tr a t k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm W1N2 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Fase perkembangan tanaman s Am o n iu m k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm W1N2 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 Fase perkembangan tanaman s Ni tr a t k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm W1N3 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Fase perkembangan tanaman s A m oni um k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm W1N3 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 Fase perkembangan tanaman s Ni tr a t k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm 0.25 0.50 0.75 1.00 Gambar 7. Kandungan amonium kiri dan nitrat kanan sampai kedalaman 40 cm perlakuan pemupukan. W1P1 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Fase perkembangan tanaman s Am o n iu m k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm W1P1 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 Fase perkembangan tanaman s Ni tr a t k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm W1P2 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Fase perkembangan tanaman s A m oni um k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm 0.2 0.5 0.7 1.0 W1P2 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 Fase perkembangan tanaman s Ni tr a t k g ha -1 0-20 cm 20-40 cm 0.2 0.5 0.7 1.0 Gambar 8. Kandungan amonium kiri dan nitrat kanan sampai kedalaman 40 cm perlakuan kerapatan populasi. Tabel 3. Mineralisasi nitrogen tanah dan nitrogen yang diserap tanaman Nitrogen tanah kg N ha -1 Nitrogen tanaman kg N ha -1 Perlakuan Tanam Masak Fisiologis Bunga Mekar Masak Fisiologis Mineralisasi kg N ha -1 KAT mm a b c d e f W1N0 593.33 562.66 22.20 139.23 108.56 272.4 W1N1 593.33 582.73 61.01 219.34 208.74 260.0 W1N2 593.33 546.18 50.27 226.25 179.09 272.5 W1N3 593.33 565.10 63.10 239.73 211.50 258.6 W1P1 593.33 590.89 69.94 349.48 347.04 264.3 W1P2 593.33 537.44 19.12 59.81 3.92 275.2 Keterangan: Mineralisasi e diperoleh dari e = b + d - a 2.3.5. Intersepsi dan Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya Fluktuasi radiasi surya yang diintersepsi sebelum bunga mekar BM atau anthesis lebih besar dan relatif konstan sesudahnya seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 9. 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 153 160 167 174 181 195 202 209 216 223 230 237 244 251 258 265 272 279 283 Pengamatan In tersep si rad ia si W1N0 W1N1 W1N3 W1P1 W1P2 Pupuk ke-2 BM KB Gambar 9. Fraksi intersepsi radiasi surya pada perlakuan pumupukan dan kerapatan populasi. Rata-rata radiasi yang diintersepsi tanaman pada pemupukan nitrogen W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 secara berurutan adalah 0.45, 0.48, 0.51, dan 0.50. Fraksi radiasi yang diintersepsi meningkat dengan pemupukan nitrogen sampai dengan W1N2 kemudian menurun lagi pada perlakuan W1N3. Sementara itu, dalam Gambar 9 juga diperlihatkan rata-rata fraksi radiasi yang diintersepsi pada W1P1 dan W1P2 adalah 0.43 dan 0.44. Pada awal pertumbuhan tanaman fraksi radiasi yang diintersepsi sangat fluktuatif, kemudian relatif konstan setelah memasuki fase bunga mekar BM. Dalam Gambar 10 ditunjukkan hubungan antara intersepsi radiasi surya Q Int dengan biomassa di atas tanah AGB. Estimasi, koefisien korelasi dan galat baku dari parameter model efisiensi penggunaan radiasi surya disajikan dalam Tabel 4 yang dianalisis dari data dalam Lampiran 4.4. Hasil kurva penyesuaian fitted tersebut diperhitungkan sejak umur 10 HST. Efisiensi penggunaan radiasi surya terendah adalah 0.24 g MJ -1 dengan r = 0.76 dan tertinggi adalah 1.3 g MJ -1 dengan r = 0.78. 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 Intersepsi radiasi MJ m -2 AG B g m -2 W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 y = 0.5795x - 23.846 R 2 = 0.71 y = 0.8976x - 26.124 R 2 = 0.59 y = 0.9392x - 40.235 R 2 = 0.68 y = 0.6566x - 23.539 R 2 = 0.58 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 Intersepsi radiasi MJ m -2 AG B g m -2 W1P1 W1P2 y = 0.2369x - 8.1217 R 2 = 0.62 y = 1.2863x - 45.695 R 2 = 0.63 Gambar 10. Efisiensi penggunaan radiasi surya RUE. Tabel 4. Estimasi, koefisien korelasi dan galat baku parameter serta hasil pengukuran N tanaman, ILD dan Qint Perlakuan Estimasi Galat baku r N tanaman kg ha -1 1 ILD Q int MJ m -2 W1N0 0.58 0.26 0.85 139.23 3.4 818.4 W1N1 0.66 0.39 0.76 219.34 5.5 881.9 W1N2 0.94 0.45 0.83 226.25 6.1 871.2 W1N3 0.90 0.53 0.77 239.73 5.7 819.1 W1P1 1.30 0.78 0.75 349.48 8.1 845.0 W1P2 0.24 014 0.76 59.81 2.3 861.9 Keterangan: 1 N tanaman saat masak fisiologis Efisiensi peggunaan radiasi surya dipengaruhi oleh nitrogen yang dapat diserap tanaman dengan y RUE = 0.0036 x N tanaman + 0.0333 dan R 2 = 0.94 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Peningkatan nilai RUE pada pemberian nitrogen rata-rata mencapai 14 - 38 dibandingkan tanpa pemupukan. Selain itu, kerapatan populasi juga mempengaruhi RUE dengan perbedaan galat baku sebesar 1.06 antara W1P1 dan W1P2. y = 0.0036x + 0.0333 R 2 = 0.9408 0.0 0.5 1.0 1.5 100 200 300 400 Nitrogen tanaman kg N ha -1 RUE g MJ -1 Gambar 11. Hubungan antara RUE dengan nitrogen tanaman. Tabel 5. Evaluasi parameter RUE antara pengukuran dan perhitungan produksi biomassa di atas tanah AGB pada percobaan pertama dan kedua Komponen Perlakuan Landaian Intersep R 2 n Percobaan I Evaluasi W1N0 0.72 0.32 51.26 46.92 0.72 4 Evaluasi W1N1 0.58 0.35 75.08 66.19 0.58 4 Evaluasi W1N2 0.68 0.33 93.25 83.13 0.68 4 Evaluasi W1N3 0.60 0.35 91.88 86.74 0.59 4 Evaluasi W1P1 0.63 0.34 130.79 120.34 0.63 4 Evaluasi W1P2 0.62 0.34 24.85 22.71 0.62 4 Percobaan II Evaluasi W1N0 0.50 0.82 62.10 113.44 0.16 4 Evaluasi W1N1 0.70 0.54 58.61 82.87 0.45 4 Evaluasi W1N2 0.88 0.76 96.23 148.41 0.40 4 Evaluasi W1N3 0.59 0.81 75.38 126.00 0.21 4 Evaluasi W1P1 0.52 0.52 104.67 181.76 0.34 4 Evaluasi W1P2 0.40 0.40 24.32 38.16 0.32 4 Keterangan: angka dalam tanda kurung adalah galat baku Tabel 5 dan Gambar 12 merinci evaluasi parameter efisiensi penggunaan radiasi yang diperoleh dalam Tabel 4 pada beberapa tingkatan pemberian nitrogen dan kerapatan populasi dengan menggunakan data intersepsi radiasi percobaan pertama dan kedua dengan analisis regresi. Biomassa percobaan pertama dibandingkan dengan biomassa hasil kali antara RUE dengan Qint percobaan pertama. Kemudian biomassa percobaan kedua dibandingkan lagi dengan biomassa hasil kali antara RUE dengan Qint percobaan kedua. Parameter RUE yang diperoleh dengan pendekatan akumulasi biomassa secara umum memprediksi lebih rendah biomassa yang dihasilkan. Hasil prediksi yang demikian juga telah didapat oleh Kage Stützel 1999. Dalam Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan W1N1, W1N2 dan W1P1 relatif konstan dibandingkan perlakuan lainnya Rusmayadi, 2007. 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0 Pengukuran Biomassa g m -2 P e rhi tun ga n B iom a s s a g m -2 W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 Garis 1:1 a 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 Pengukuran Biomassa g m -2 P e rh it un ga n B io m a s s a g m -2 W2N0 W2N1 W2N2 W2N3 W2P1 W2P2 Garis 1:1 b Gambar 12. Perbandingan antara perhitungan dan pengukuran AGB dalam evaluasi menggunakan data percobaan I a dan percobaan II b. 2.3.6. Keragaan Tanaman 2.3.6.1. Pertumbuhan Tanaman Peubah tanaman menggambarkan tanggapan tanaman terhadap perilaku lingkungan seperti kondisi iklim, air dan unsur hara selama periode pertumbuhannya. 2.3.6.2. Biomassa Tanaman Biomassa di atas tanah AGB selama periode pertumbuhan ditunjukkan dalam Gambar 13. Biomassa sangat ditentukan oleh koefisien efisiensi penggunaan radiasi. Pada perlakuan pemberian nitrogen, setiap satuan energi yang diintersepsi diubah menjadi 0.58, 0.66, 0.94, dan 0.90 kali menjadi fotosintat. Sementara itu, pada perlakuan W1P1 dan W1P2 energi dikonversi masing-masing sebanyak 1.30 dan 0.24 kali yang hasil perhitungannya disajikan pada Gambar 12. Pengukuran biomassa W1N0, W1N1, W1N2, dan W1N3 berturut-turut adalah 2 856.51 kg ha -1 285.6 g m -2 , 3 676.70 kg ha -1 367.7 g m -2 , 4 886.46 kg ha -1 488.6 g m -2 dan 4 792.39 kg ha -1 479.2 g m -2 . Perlakuan W1P1 dan W1P2 sebesar 6 839.85 kg ha -1 683.9 g m -2 dan 1 284.85 kg ha -1 128.5 g m -2 . 2000 4000 6000 8000 10000 Fase perkembangan tanaman s AGB k g ha -1 W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 0.25 0.50 0.75 1.00 Gambar 13. Biomassa tanaman pada perlakuan nitrogen dan kerapatan populasi. Semakin besar biomassa yang dihasilkan, maka biji yang dapat dibentuk juga semakin besar seperti yang terlihat dalam Gambar 16. Perlakuan W1N2 sebagai contoh menghasilkan biomassa sebesar 3 676.70 kg ha -1 dan biji yang dapat dibentuk sebesar 222.895 kg ha -1 . Sementara itu, perlakuan W1N0 yang menghasilkan biomassa sebesar 2 856.51 kg ha -1 hanya dapat membentuk biji sebesar 38.501 kg ha -1 . 2.3.6.3. Indeks Luas Daun Peubah ini sangat baik untuk menggambarkan distribusi cahaya yang tidak hanya ditentukan oleh sifat daun, tetapi juga oleh kerapatan daun. Dalam Gambar 14 terlihat bahwa indeks luas daun ILD tertinggi terjadi setelah fase bunga mekar BM yang diduga pada periode pengisian biji, setelah itu mengecil karena daun mengalami pelayuan. ILD dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah pada perlakuan W1N2 6.1, W1N3 5.7, W1N1 5.5, dan W1N0 3.4. Pola yang sama juga diperlihat oleh W1P1 dan W1P2 dengan ILD sebesar 8.1 dan 2.3 Tabel 4 dan Gambar 14. 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu pengamatan bulanan In d e k s L u a s D a u n , I L D W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 Gambar 14. Indeks luas daun selama percobaan. 2.3.6.4. Pembagian biomassa Alokasi biomassa tanaman pada pertumbuhan awal lebih banyak pada bagian daun kemudian batang dan akar dengan proporsi berturut-berturut 44, 42 dan 12. Pada fase KB – BM terlihat biomassa daun berkurang dan diikuti peningkatan biomassa pada bagian batang dan akar dengan proporsi sekitar 37, 50 dan 20. Pada fase masak fisoplogis MF biomassa daun berkurang 35, batang 51, akar 23, dan ke biji sekitar 10 Gambar 15. 2.3.6.5. Hasil Tanaman Hasil biji jarak dipanen sebanyak tiga kali sejak pembungaan sampai dengan lebih dari 50 tanaman masak fisiologis atau tanaman berumur sekitar 6 enam bulan. Hasil panen terbanyak pada perlakuan W1N2 dan W1N3, yaitu berturut-turut 222.895 kg ha -1 dan 190.613 kg ha -1 , sedangkan perlakuan W1N1 dan W1N0 berturut-turut sebesar 85.79 kg ha -1 dan 38.501 kg ha -1 . Perlakuan W1P1 dan W1P2 berturut-turut sebesar 218.385 kg ha -1 dan 50.414 kg ha -1 . Hasil setiap tanaman disajikan pada Gambar 16, yang menunjukkan bahwa populasi rapat W1P1 sebesar 12.43 gtanaman dibandingkan dengan populasi sedang W1P2 sebesar 15.53 gtanaman. Waktu yang diperlukan untuk memanen sejak kuncup bunga sekitar 90 hari Tabel 1. Menurut Puslitbangbun 2007 populasi IP-1P dari KIJP Pakuwon yang direkomendasikan untuk daerah beriklim basah mempunyai potensi produksi sebesar 250-300 kg ha -1 pada tahun pertama. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Akar Batang Daun Biji W1N0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Akar Batang Daun Biji W1N1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Akar Batang Daun Biji W1N2 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Akar Batang Daun Biji W1N3 20 40 60 80 100 Akar Batang Daun Biji 0.25 0.50 0.75 1.00 W1P1 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Akar Batang Daun Biji 0.25 0.50 0.75 1.00 W1P2 Gambar 15. Proporsi biomassa g m -2 masing-masing perlakuan. 0.0 100.0 200.0 300.0 H a s il k g ha -1 W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 H a s il pe r 6 bl n g t a n -1 W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 Gambar 16. Hasil tanaman jarak pagar. 2.3.6.6. Nitrogen tanaman Pada fase MF jumlah nitrogen yang diserap oleh tanaman semakin besar dengan peningkatan pemberian nitrogen, sedangkan pada perlakuan kerapatan populasi jumlah nitrogen semakin banyak pada populasi rapat W1P1. Nitrogen biji meningkat sampai perlakuan W1N2 kemudian turun pada perlakuan W1N3. Perlakuan kerapatan populasi W1P1 lebih tinggi dibandingkan dengan W1P2 Gambar 17. 2.0 52.0 102.0 152.0 202.0 252.0 302.0 352.0 402.0 452.0 Fase perkembangan tanaman s N it r o g e n ta n ., A G N N , k g h a -1 W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 BM pupuk 1 pupuk 2 KB 0.25 0.50 0.75 1.00 a 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 Pemupukan nitrogen N it ro g e n bi ji , N , kg ha -1 W1N0 W1N1 W1N2 W1N3 W1P1 W1P2 b Gambar 17. Nitrogen di atas tanah, AGN kg ha -1 a dan nitrogen biji kg h -1 b masing-masing perlakuan.

2.4. Pembahasan