Potensi Kayu Manis Sebagai Antioksidan dan Antimikroba Pada Kemasan Aktif Produk Jenang

(1)

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

Pengemasan dan Penyimpanan Jenang Konvensional

Jenang identik dengan rasa manis dan gurih yang lekat. Secara umum jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula. Modifikasi telah banyak dilakukan sehingga kini kerap dijumpai jenang dengan aneka rasa buah, seperti jenang apel khas Malang, jenang salak khas Madukara, dodol durian (lempok) khas Sumatera Utara dan Kalimantan, dan lain-lain. Meski pada prinsipnya sama, jenang dan dodol memiliki perbedaan pada komposisi bahan, dimana dodol hanya menggunakan bahan dasar buah dan gula, tanpa penambahan santan.

Jenang dan dodol merupakan makanan tradisional yang sering disajikan dalam hajatan atau perayaan besar. Pangan lokal ini juga menjadi ciri khas beberapa daerah di Indonesia, sehingga seringkali dijadikan oleh-oleh bagi para wisatawan. Jenang yang dihasilkan oleh home industry umumnya masih dikemas secara tradisional menggunakan kemasan alami seperti daun pisang, daun jagung, atau daun jati. Metode pengemasan ini membuat produk yang tergolong semi basah menjadi mudah rusak akibat kontaminasi oleh mikroorganisme maupun proses oksidasi senyawa minyak yang terkandung pada bahan. Sementara itu industri yang sudah cukup besar telah mengemas jenang dengan plastik PE sebagai kemasan primer dan karton sebagai kemasan sekunder.

Plastik PE (polyethylene) biasa digunakan sebagai bahan pengemas karena kemampuannya dalam melindungi produk dari cahaya, udara, perpindahan panas, kontaminasi, dan kontak dengan bahan-bahan kimia (Syarief dan Irawati, 1988). Namun kemasan ini memiliki beberapa kelemahan yaitu : tidak cocok untuk mengemas produk berminyak, transmisi gas cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk mengemas makanan beraroma, serta memiliki permeabilitas yang rendah terhadap udara dan uap air. Selain itu, limbah plastik yang non-biodegradable telah menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius. Pembuangan limbah plastik dapat mencemari tanah, sementara penanganan secara insinerasi menimbulkan emisi gas beracun di udara.


(2)

10

Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Ekstrak Kayu Manis

Kerusakan produk jenang umumnya disebabkan oleh karakteristik minyak yang terdapat pada santan kelapa. Minyak bersifat mudah tengik akibat reaksi oksidasi dan kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang merusak bahan pangan berminyak biasanya termasuk tipe mikroorganisme non patogen. Umumnya mikroorganisme merusak minyak/lemak dengan menghasilkan cita rasa tidak enak, di samping menimbulkan perubahan warna (discoloration). Bahan pangan berminyak dengan kadar gula yang tinggi lebih mudah ditumbuhi khamir dibandingkan dengan bakteri.

Antioksidan adalah bahan tambahan yang digunakan untuk melindungi komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Meskipun demikian antioksidan dapat pula digunakan untuk melindungi komponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang juga banyak mengandung ikatan rangkap di dalam strukturnya.

Berdasarkan sumbernya antioksidan dapat digolongkan ke dalam dua jenis yaitu : (1) antioksidan yang bersifat alami, seperti komponen fenolik/flavonoid, vitamin E, vitamin C dan β-karoten, dan (2) antioksidan sintetis seperti BHA (butylated hydroxyanisole), BHT (butylated hydroxytoluene, propil galat (PG), TBHQ (di-t-butyl hydroquinone).

Antioksidan yang berasal dari bahan sintetis memiliki sifat pencegahan ketengikan yang lebih tahan lama dan stabil, terutama pada suhu dan cahaya yang ekstrem. Namun dari sudut kesehatan, bahan tersebut bisa mendatangkan efek negatif karena sifatnya yang karsinogen, seperti munculnya penyakit kanker dan ganguan liver, terutama untuk penggunaan di atas ambang batas. Sebagai benda asing, ketika masuk ke dalam tubuh bahan-bahan tersebut akan direspon oleh tubuh dalam berbagai bentuk, termasuk pembentukan antibodi dan timbulnya efek negatif lainnya. Di negara-negara maju, penggunaan TBHQ, BHT, dan BHA sudah mulai dilarang (Madavi dan Salunkhe, 1995).

Minyak kayu manis yang diperoleh dari Cinnamomum zeylanicum Nees disebut minyak Cinnamon, sedangkan yang berasal dari Cinnamomum cassia B1 disebut minyak Cassia. Kedua jenis minyak tersebut berbeda dalam kandungan


(3)

11

cinnamaldehyde. Minyak Cassia mengandung komponen cinnamaldehyde yang lebih besar dibandingkan dengan minyak Cinnamon. Menurut Guenther (1987), minyak Cinnamon mengandung komponen cinnamaldehyde 9 (hydroxylamine hydrochloride method) sebanyak 51,8-56,0% dan eugenol sebanyak 14,0-18,0%, sementara minyak Cassia mengandung komponen cinnamaldehyde sebanyak 75,0-90,0% dan eugenol sebanyak 6,0-15,0%.

Tabel 1. Perbandingan hasil ekstraksi minyak kayu putih dengan beberapa pelarut Varietas kayu manis Pelarut Rendemen (%) Efektivitas

antioksidan (%) Cinnamomum

zeylanicum, Breyne*

Eter 0,69 68

Metanol 0,88 95,5

Air 0,44 87,5

Cinnamomum cassia** Etanol 96,3

*

Manchini-Filho et al. (1998) **

Chun-Ching, et al. (2003)

Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa ektraksi Cinnamomum zeylanicum menggunakan pelarut metanol menghasilkan rendemen dan efektivitas antimikroba tertinggi, sementara Cinnamomum cassia menggunakan etanol menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan ketiga metode. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kayu manis dapat digunakan sebagai antioksidan pada produk pangan dengan efektivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan BHT (80%) dan α-tocopherol (93,74%).

Menurut Shan et al. (2007), ekstrak kayu manis memiliki sifat bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Varietas Cinnamomum burmannii Blume memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen penyebab kerusakan produk pangan, yaitu Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella anatum.

Aktivitas antimikroba minyak atsiri kayu manis terhadap mikroba perusak dan patogen menunjukkan bahwa kayu manis memiliki kemampuan mengawetkan, sehingga tidak perlu lagi dilakukan penambahan bahan pengawet dan dapat mencegah terjadinya keracunan makanan. Menurut Lopez et al. (2007), fortifikasi cinnamaldehyde film pada plastik PP menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap


(4)

12

bakteri Gram-negatif (Escherichia coli, Yersinia enterocolitica, Pseudomonas aeruginosa, dan Salmonella choleraesuis); bakteri Gram-positif (Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan Enterococcus faecalis); kapang Penicillium islandicum, Penicillium roqueforti, Penicillium nalgiovense, Eurotium repens, dan Aspergillus flavus; serta khamir Candida albicans, Debaryomyces hansenii, dan Zigosaccharomyces rouxii. Film tersebut dapat bertahan selama lebih dari dua bulan.

Kemasan aktif yang mengandung coating berbasis kayu manis (Rodriguez et al., 2008) dan wax parafin padat yang dikombinasikan dengan fortifikasi cinnamaldehyde dari minyak atsiri kayu manis (Gutierrez et al., 2008) terbukti mampu menghambat pertumbuhan kapang pada roti.

Pembuatan Film Antimikroba

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan film antimikroba yaitu pati tapioka, akuades, gliserol, CMC, dan ekstrak kayu manis. Sebanyak 10 gram pati tapioka ditambah 90 ml akuades dan dilakukan pengadukan hingga merata. Larutan kemudian dipanaskan pada suhu ±60°C dan ditambahkan gliserol 1% sambil diaduk merata. CMC 1% yang telah dilarutkan sebelumnya kemudian ditambahkan sambil diaduk merata dan dipanaskan hingga suhu ±80°C. Larutan yang terbentuk kemudian didinginkan.

Menurut Khalil (2006), edible coating dari pati tapioka dengan penampakan dan sifat rheologi terbaik dihasilkan pada formulasi 1 : 29. Untuk membuat formula edible coating 1 : 29, diambil 10 gram formula edible coating awal dan ditambahkan 20 ml akuades. Larutan kemudian dipanaskan dan diaduk merata. Selanjutnya suhu diturunkan menjadi 50°C dan terus dilakukan pengadukan selama 15 menit, kemudian ditambahkan ekstrak kayu manis.

Penyaringan dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang ada dalam larutan. Kemudian larutan dituang dalam plat kaca untuk dicetak di atasnya. Pencetakan dilakukan secara cepat saat larutan masih panas sebelum larutan membentuk gel. Film yang sudah tercetak dibiarkan 10 menit pada suhu ruang untuk selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 40°C selama 24 jam. Film


(5)

13

Gambar 2. Diagram alir pembuatan antimicrobial edible film.

yang telah kering dikeluarkan dari oven dan dipotong dengan pisau yang telah disterilisasi.

Diagram alir pembuatan film antimikroba adalah sebagai berikut :

Pemanasan dan homogenisasi

Penurunan suhu hingga ±50°C ekstrak kayu

manis

Larutan film 1: 29

Pencetakan pada pelat kaca Penyaringan

Pengeringan 40°C, 24 jam

Antimicrobial edible film

Pati tapioka 10 gr

Pemanasan 60°C

Homogenisasi

Pemanasan 80°C

Pendinginan

Diambil 10 gram Homogenisasi

CMC 1% yang telah dilarutkan Gliserol 1% Akuades 90 gr

Akuades 20 ml


(6)

14

Aplikasi Kemasan Aktif pada Produk

Jenang merupakan produk yang mengandung minyak, bersifat semi basah dengan kadar air < 1%, dan memiliki kadar gula tinggi. Kerusakan produk jenang sebagian besar disebabkan oleh kandungan minyak yang berasal dari penambahan santan dan kerusakan akibat mikroorganisme, terutama kapang. Beberapa jenis mikroorganisme mempunyai toleransi tinggi terhadap kekeringan dan dapat tumbuh pada aw rendah. Kapang tumbuh pada permukaan jenang ditandai dengan munculnya hifa berwarna putih, yang berarti bahwa produk sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi.

Kemasan aktif antimikroba dapat diaplikasikan dengan cara mengemas produk dalam film yang telah kering, atau mencelupkan jenang ke dalam larutan ketika larutan edible coating masih basah. Dengan penambahan ekstrak kayu manis, beberapa jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk semi basah seperti Staphylococcus, Candida, Aspergillus, dan Penicillium dapat dihambat pertumbuhannya.

Terjadinya migrasi komponen kemasan pada produk memiliki resiko kecil dalam mengkontaminasi produk. Flavor cinnamaldehyde dari ekstrak kayu manis yang khas, wangi dan manis cenderung disukai serta sering dimanfaatkan dalam masakan dan olahan kue tradisional, termasuk jenang. Pemilihan bahan kemasan alami sebaiknya memang disesuaikan dengan karakteristik bahan atau produk terkemas.


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Baldwin, E.A. 1994. Edible Coatings for Fresh Fruits and Vegetables : Past, Present, and Future. Di dalam : Krochta, J.M., Baldwin, E.A., dan M.O. Nisperos Carriedo.(Eds), Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Pennsylvania : Technomic Company Inc. Halaman 25-64.

Chun-Ching, L., W. Sue-Jing, C. Chenh-Hsiung, dan NG Lean-Teik. 2003. Antioxidant Activity of Cinnamomum cassia. Phytotherapy research vol.17, pp. 726-730.

Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun). 2008. Hasil Seminar Agribisnis

Kayumanis Nasional.

http://ditjenbun.deptan.go.id/rempahbun/rempah.html [28 Maret 2009]

Donhowe-Irene, G. dan O.R. Fennema. 1994. Edible Films and Coating Characterisrtics, Formations, Definitions and Testing Methods. Di dalam : Krochta, J.M., E.A. Baldwin, dan M.O. Nisperos Carriedo. (Eds), Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Lancaster : Technomic Company Inc.

Gennadios, A. dan C.L. Weller. 1990. Edible Film and Coating From Wheat and Corn Protein. J.Food echnol : vol.44(10):63.

Guenther, E, 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Gutierrez, L., C. Sanchez, R. Batlle, dan C. Nerin. 2008. New antimicrobial active package for bakery products. Trends in Food Science & Technology :vol.20(2):92-99.

Julianti, E. dan M. Nurminah. 2006. Teknologi Pengemasan. Diktat Kuliah Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Medan : Universitas Sumatera Utara.

Khalil, E. Pembuatan Edible Coating Dari Pati Tapioka dan Pengolahan Dodol Garut. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Krochta, J.M., E.A. Baldwin, dan M.O. Nisperos Carriedo. 2004. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Lancaster : Technomic Company Inc.


(8)

17

Lopez, P. C. Sanchez, R. Batlle, dan C. Nerin. 2007. Development of flexible antimicrobial films using essential oils as active agents. Journal of Agricultural and Food Chemistry : vol.55(21):8814-8824.

Mancini-Filho, J., A. Van-Koiij, F.F. Cozzolino dan R.P.Torres. 1998. Antioxidant Activity of Cinnamon (Cinnamomum Zeylanicum, Breyne) Extract. Depto. Alimentos E Nutrição Experimental. Faculdade De Ciências Farmacêuticas. Brazil : University Of São Paulo.

Madhavi, D.L. dan D.K. Salunkhe. 1995. Toxological Aspects of Food Antioxidants. In-Food Antioxidants. Marcel Dekker Inc. New York.

Nisperos-Carriedo, M.O. 1994. Edible Coatings and Films Based on Polysaccharide. Di dalam : Krochta, J.M., E.A. Baldwin, dan M.O. Nisperos Carriedo. (Eds), Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Pennsylvania : Technomic Company Inc.

Ranasinghe, L.S., B. Jayawardena dan K. Abeywickrama. 2003. Use of waste generated from Cinnamon bark oil (Cinnamomum zeylanicum Blume) extraction as a post harvest treatment for Embul banan. Journal of Food, Agriculture & Environment : vol.1(2):340-344.

Rismana, E. 2003. Smart Packaging. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0304/18/cakrawala/lainnya04.htm [3 September 2008]

Rodriguez, A., C. Nerin, dan R. Battle. 2008. New Cinnamon-Based Active Paper Packaging against Rhizopus stolonifer Food Spoilage. Journal of Agriculture and Food Chemistry : 18 july 2008

Shan, B., C. Yi-Zhong, J. D. Brooks, dan H. Corke. 2007. Antibacterial Properties and Major Bioactive Components of Cinnamon Stick (Cinnamomum burmannii) Activity against Foodborne Pathogenic Bacteria. Journal. Agric. Food Chem. : vol.55(14):5484–5490.

Supppakul, P, J. Miltz, K. Sonneveld dan S.W. Bigger.2003. Active Packaging Technologies with an Emphasis on Antimikrobial Packaging and its Applications. Journal of Food Science : vol.68: 408-420

Syarief, R. dan Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. MSP. Jakarta.


(9)

18

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Umi Reza Lestari

NIM : F34052400

Departemen : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 06 Nopember 1986

Alamat : Wisma Pustaka Ummah,

Jl. Babakan Raya 4 No. 104 Dramaga, Bogor Karya Ilmiah :

- Jepang : Sistem Pendidikan dan Perbandingannya dengan Indonesia (2007)

- Kemandirian Energi Masyarakat Desa Babakan dengan Briket Biomassa Sebagai Alternatif Pengganti Bahan Bakar Tambang (2008)

Penghargaan Ilmiah :

- Penyaji Terbaik III PKM Pengabdian Masyarakat PIMNAS XXI (2008)

2. Nama : Sulistiowati

Departemen : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 05 Agustus 1986

Alamat : Wisma Pustaka Ummah,

Jl. Babakan Raya 4 No. 104 Dramaga, Bogor Karya Ilmiah : -

Penghargaan Ilmiah : -

3. Nama : Nur Zakiyah

Departemen : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian


(10)

19

Alamat : Wisma Fahmeda,

Jl. Babakan Doneng, Dramaga, Bogor Karya Ilmiah : -

Penghargaan Ilmiah :


(11)

PROGRA

SEBAGAI A

PADA KE

U Su N

IN

RAM KREATIVITAS MAHASISWA

POTENSI KAYU MANIS

ANTIOKSIDAN DAN ANTIMIKROBA

EMASAN AKTIF PRODUK JENANG

BIDANG KEGIATAN : PKM GT

Disusun Oleh :

Umi Reza Lestari F34052400 (2005) Sulistiowati F34050803 (2005) Nur Zakiyah F34070117 (2007)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2009


(12)

ii HALAMAN PENGESAHAN


(13)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T, karena atas berkat, rahmat, dan hidayah Nya akhirnya karya ini dapat diselesaikan.

Mahasiswa sebagai kaum intelektual yang berpikiran kritis dan kreatif dituntut untuk memiliki kepedulian terhadap berbagai permasalahan aktual yang dihadapi masyarakat. Namun, tak jarang pemikiran tersebut hanya berakhir pada sebatas ide tanpa solusi konkret. Oleh sebab itu, mahasiswa perlu melatih kemampuan dalam menguraikan suatu permasalahan dan fakta hingga dapat dicapai solusi atas berbagai isu dan persoalan yang terjadi, terutama dalam hal yang berkaitan dengan kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan.

Meningkatnya isu kepedulian lingkungan memunculkan upaya untuk mencari substitusi bahan-bahan tak terbarukan dengan bahan-bahan alami. Produk-produk berbasis petrokimia mulai dialihkan pada kemungkinan substitusi dengan produk berbasis pertanian. Salah satu teknologi yang sedang dikembangkan saat ini adalah penggunaan edible coating dan active packaging sebagai bahan kemasan yang ramah lingkungan, terbarukan, dan aman bagi kesehatan manusia. Beberapa sumber bahan alami menjadi objek kajian yang menarik, mengingat besarnya potensi dan terjaminnya ketersediaan bahan baku.

Penulisan karya ini didasarkan pada fakta dan kajian yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian dirangkum dan dirumuskan menjadi suatu hal yang dapat menjadi solusi, terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatan potensi alam Indonesia di bidang pengemasan produk pangan lokal.

Bogor, April 2009


(14)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PENGESAHAN ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR TABEL ... RINGKASAN ... I. PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan ... Manfaat ... II.II. TELAAH PUSTAKA ... Kemasan Aktif (Active Packaging) ... Kemasan Edibel (Edible Packaging) ... Kayu Manis ... Kemasan Aktif Antimikroba ... Produk Jenang ... III. METODE PENULISAN ... IV. ANALISIS DAN SINTESIS ... Pengemasan dan Penyimpanan Jenang Konvensional ... Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Ekstrak Kayu Manis ... Pembuatan Film Antimikroba ... Aplikasi Kemasan Aktif pada Produk ... V. KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...

i ii iii iv v vi vii 1 1 2 2 3 3 3 4 5 6 7 9 9 10 12 14 15 15 15 16 19


(15)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran ... Gambar 2. Diagram alir pembuatan antimicrobial edible film ...

7 13


(16)

vi DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan hasil ekstraksi minyak kayu putih dengan beberapa pelarut ...


(17)

vii RINGKASAN

Kemasan yang berasal dari polimer petrokimia atau yang lebih dikenal dengan plastik, merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan saat ini. Hal ini disebabkan oleh berbagai keunggulan yang dimiliki seperti fleksibel, mudah dibentuk, transparan, tidak mudah pecah, dan harganya yang relatif murah. Namun, kemasan plastik juga mempunyai kelemahan yaitu sifatnya yang tidak dapat dihancurkan secara alami (non-biodegradable), sehingga menyebabkan masalah serius bagi lingkungan.

Salah satu hasil pengembangan teknologi kemasan yang bersifat ramah lingkungan adalah kemasan edibel (edible packaging). Edible packaging memiliki keunggulan dapat melindungi produk pangan, dapat mempertahankan penampakan asli produk, dapat langsung dimakan serta aman bagi lingkungan. Kemasan edibel dapat dipadukan dengan bahan yang dapat berinteraksi dengan bahan pangan terkemas membentuk kemasan aktif (active packaging) yang dapat memperpanjang umur simpan produk. Jenis-jenis bahan yang termasuk ke dalam kemasan aktif adalah penyerap oksigen (oxygen scavenger), penyerap CO2, pengontrol kelembaban (moisture controller), film antimikroba (antimicrobial film), penyerap etilen (ethylene scavenger), dan semua yang membantu mengurangi patogen dalam makanan.

Jenang merupakan salah satu produk pangan semi basah yang tidak tahan lama sehingga seringkali produsen menambahkan pengawet sintetik untuk memperpanjang umur simpannya. Zat-zat ini terbukti bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengawet alami yang dapat memberikan nilai tambah tanpa mengubah flavor dari produk untuk mengurangi penggunaan senyawa sintetik tersebut.

Antioksidan diperlukan untuk melindungi produk dari reaksi oksidasi, degradasi, dan pemudaran. Antioksidan yang sering digunakan berupa senyawa sintetik seperti BHA, BHT, propil galat, dan tokoferol. Antioksidan yang berasal dari bahan sintetis memiliki sifat pencegahan ketengikan yang lebih tahan lama dan stabil, terutama pada suhu dan cahaya yang ekstrem. Namun dari sudut kesehatan, bahan tersebut bisa mendatangkan efek negatif karena sifatnya yang karsinogen sehingga alternatif bahan pengawet alami sebagai substituen perlu dikaji lebih dalam.

Kayu manis merupakan salah satu jenis rempah yang mengandung komponen minyak atsiri sebesar 0,5-1%. Minyak yang dihasilkan berwarna kuning keemasan dengan karakteristik bau aromatik yang tajam dan pedas. Aroma ini dihasilkan dari komponen kimia utama penyusun minyak kayu manis, yaitu cinnamaldehyde sebesar 66,2% (Lakshmie et al., 2003). Komponen utama ini memiliki potensi besar sebagai bahan antioksidan dan antimikroba yang dapat dipadukan dengan edible coating membentuk kemasan aktif antimikroba.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan film antimikroba yaitu pati tapioka, akuades, gliserol, CMC, dan ekstrak kayu manis. Sebanyak 10 gram pati


(18)

viii tapioka ditambah 90 ml akuades dan dilakukan pengadukan hingga merata. Larutan kemudian dipanaskan pada suhu ±60°C dan ditambahkan gliserol 1% sambil diaduk merata. CMC 1% yang telah dilarutkan sebelumnya kemudian ditambahkan sambil diaduk merata dan dipanaskan hingga suhu ±80°C. Larutan yang terbentuk kemudian didinginkan. Formula edible coating 1 : 29 menunjukkan penampakan dan sifat rheologi terbaik. Formula tersebut dibuat dengan cara menambahkan 20 ml akuades pada 10 gram formula edible coating awal. Larutan kemudian dipanaskan dan diaduk merata. Selanjutnya suhu diturunkan menjadi 50°C dan terus dilakukan pengadukan selama 15 menit, kemudian ditambahkan ekstrak kayu manis. Setelah disaring, larutan dituang dalam plat kaca untuk dicetak. Film yang sudah tercetak dibiarkan 10 menit pada suhu ruang untuk selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 40°C selama 24 jam. Film yang telah kering dikeluarkan dari oven dan dipotong dengan pisau yang telah disterilisasi.

Ekstrak kayu manis memiliki sifat bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang). Komponen cinnamaldehyde dan eugenol dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Staphylococcus, Candida, Aspergillus, dan Penicillium. Mikroorganisme tersebut merupakan penyebab kerusakan mutu pada produk jenang dengan kadar air rendah dan kadar gula tinggi.

Penulisan ini ditujukan untuk memaparkan potensi kayu manis sebagai agen antioksidan dan antimikroba yang dapat dimanfaatkan bersama dengan edible coating untuk bahan pengemas produk jenang yang memiliki umur simpan rendah dan rentan terhadap kerusakan akibat oksidasi dan mikroorganisme. Selain itu, manfaat yang diperoleh setelah menyelesaikan tulisan ini adalah meningkatnya pemahaman mengenai potensi kayu manis sebagai agen antioksidan dan antimikroba, bertambahnya pengetahuan mengenai edible packaging dan active packaging, serta tersedianya alternatif bahan kemasan yang dapat diaplikasikan pada produk jenang.

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan karya ini terdiri dari penentuan kerangka pemikiran, gagasan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, rumusan solusi, serta pengambilan kesimpulan dan saran. Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah yang memiliki potensi besar, namun pemanfaatannya dalam berbagai bidang belum dilakukan secara optimal. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah wacana dalam upaya mengatasi permasalahan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh negara kita. Salah satunya adalah penggunaan kemasan aktif dengan bahan lokal untuk menjaga mutu meningkatkan umur simpan produk. Singkong sebagai sumber pati merupakan bahan baku edible coating / edible film yang baik, sementara kayu manis memiliki kandungan antioksidan tinggi dan dapat berfungsi sebagai antimikroba sehingga memiliki potensi yang bagus untuk dikembangkan.


(19)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Potensi Kayu Manis Sebagai Antioksidan dan

Antimikroba Pada Kemasan Aktif Produk Jenang

2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT

3. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap : Umi Reza Lestari

b. NIM : F34052300

c. Jurusan : Teknologi Industri Pertanian

d. Universitas/Institut : Institut Pertanian Bogor

e. Alamat Rumah dan No.Hp : Wisma Pustaka Ummah,

Jl.Bara 4 No.104, Dramaga, Bogor No. Hp : 0852 1898 1182

f. Alamat email : mizari_ichi@yahoo.com 4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 2 orang

5. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si.

b. NIP : 131 956 683

c. Alamat Rumah dan No. HP : Jl. Gardu Dalam No.60a, Margajaya, Bogor. HP : 0813 8105 5432

Bogor, 07 April 2009 Menyetujui,

Ketua Departemen Ketua Pelaksana,

Teknologi Industri Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Umi Reza Lestari

NIP. 131 841 749 NIM. F34052400

Wakil Rektor

Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Dosen Pendamping,

Prof.Dr.Ir. Yonny Koesmaryono Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si.


(20)

Thank you for evaluating

BCL easyConverter Desktop

This Word document was converted from PDF with an evaluation

version of BCL easyConverter Desktop software that

only

converts the first 3 pages

of your PDF.

CTRL+ Click on the link below to purchase

Activate your software for less than $20


(21)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Potensi kayu manis sebagai antioksidan dan antimikroba dapat diaplikasikan pada bahan kemasan aktif yang dipadukan dengan edible film dari pati tapioka. Komponen cinnamaldehyde dan eugenol memiliki aktivitas antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme Staphylococcus, Candida, Aspergillus, dan Penicillium. Mikroorganisme tersebut merupakan penyebab kerusakan mutu pada produk jenang dengan kadar air rendah dan kadar gula tinggi. Penambahan ekstrak kayu manis sebagai pengawet alami pada larutan

edible coating berbasis pati tapioka dapat menjadi alternatif kemasan yang alami,

biodegradable, dan aman bagi kesehatan konsumen.

Saran

Suatu harapan yang besar bagi kami adalah adanya penelitian untuk membuktikan topik yang kami angkat, khususnya dalam menentukan konsentrasi ekstrak kayu manis yang tepat serta meningkatkan efektivitas komponen cinnamaldehyde dan


(22)

Kayu manis Pati tapioka

Edible film berbasis pati Cinnamaldehyde sebagai antioksidan dan antimikroba

Antimicrobial active packaging

Kemasan aktif berbahan alami

Upaya pemanfaatan sumber daya yang potensial Kemasan dan bahan tambahan

makanan alami

- Penurunan mutu dan umur simpan produk - bahaya terhadap kesehatan konsumen

Dampak negatif Pengemasan dan penyimpanan

jenang konvensional

Bahan tambahan makanan sintetis

I. METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan karya ini terdiri dari penentuan kerangka pemikiran, gagasan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, rumusan solusi, serta pengambilan kesimpulan dan saran. Kerangka pemikiran diilustrasikan pada gambar berikut :


(23)

8

Tahapan penulisan yang dilakukan meliputi : Penentuan Gagasan

Tulisan ini mengangkat gagasan berupa permasalahan pengemasan dan penyimpanan konvensional produk jenang serta penggunaan bahan tambahan makanan sintetis yang menimbulkan dampak negatif, baik terhadap produk itu sendiri maupun kesehatan konsumen. Permasalahan ini dijawab melalui penggunaan bahan kemasan dan bahan tambahan makanan alami.

Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah yang memiliki potensi besar, namun pemanfaatannya dalam berbagai bidang belum dilakukan secara optimal. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah wacana dalam upaya mengatasi permasalahan dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh negara kita. Salah satunya adalah penggunaan kemasan aktif dengan bahan lokal untuk menjaga mutu meningkatkan umur simpan produk. Singkong sebagai sumber pati merupakan bahan baku edible coating / edible film yang baik, sementara kayu manis memiliki kandungan antioksidan tinggi dan dapat berfungsi sebagai antimikroba sehingga memiliki potensi yang bagus untuk dikembangkan.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh dari kajian pustaka berupa buku, artikel, internet, jurnal, diskusi dengan sesama mahasiswa IPB, dan dosen pembimbing.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, dengan penjabaran analisis deskriptif.

Perumusan Solusi

Rumusan solusi diperoleh berdasarkan hasil analisis data sehingga dapat mengatasi permasalahan yang ada secara efektif.

Penarikan Kesimpulan dan Saran

Tahap terakhir penulisan karya tulis ialah berupa penarikan kesimpulan dari pembahasan sehingga dapat menghasilkan saran-saran yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan yang ada.


(24)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam 20 tahun terakhir, bahan kemasan yang berasal dari polimer petrokimia yang lebih dikenal dengan plastik, merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan oleh berbagai keunggulannya seperti fleksibel, mudah dibentuk, transparan, tidak mudah pecah, dan harga yang relatif murah. Namun, kemasan plastik juga mempunyai kelemahan yaitu sifatnya yang non-biodegradable sehingga menyebabkan masalah serius bagi lingkungan.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran manusia akan masalah ini, maka dikembangkanlah jenis kemasan dari bahan organik yang berasal dari bahan-bahan terbarukan (renewable) dan ekonomis. Salah satunya adalah kemasan edible (edible packaging). Keuntungan dari edible packaging adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan, dapat langsung dimakan serta aman bagi lingkungan.

Kemasan aktif merupakan salah satu teknik yang dikembangkan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan suatu produk dengan menitikberatkan penambahan bahan aditif pada kemasan, bukan pada produk sehingga menimimalisir pengaruh negatif komponen aditif terhadap kesehatan konsumen. Dengan memadukan teknologi kemasan aktif dan kemasan edible, akan diperoleh mekanisme perlindungan ganda pada produk pangan terkemas. Aplikasi teknologi tersebut dapat mengurangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh limbah non-boidegradable dari plastik sintetis, serta mereduksi dampak yang ditimbulkan oleh bahan tambahan pangan pada makanan.

Kayu manis sebagai salah satu produk pertanian memiliki potensi yang cukup besar dalam menghasilkan komponen aktif, seperti cinnamaldehyde dan eugenol yang dapat menghambat aktivitas mikroba dan oksidasi minyak/lemak. Di sisi lain, singkong sebagai salah satu sumber pati juga berpotensi besar sebagai bahan baku dalam pengembangan polimer alami, salah satunya edible coating. Sifat pati tapioka yang mudah membentuk gel menjadikan bahan ini mudah diaplikasikan sebagai film yang baik. Dengan potensi ini, komponen aktif dalam kayu manis


(25)

2

dan pati tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan active packaging pada produk pangan, khususnya produk pangan tradisional yang umumnya belum menerapkan teknologi pengemasan secara optimal.

Jenang atau dodol merupakan salah satu produk yang tidak tahan lama sehingga seringkali produsen menambahkan pengawet sintetik untuk memperpanjang umur simpannya. Zat-zat ini terbukti bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengawet alami yang dapat memberikan nilai tambah tanpa mengubah flavor dari produk untuk mengurangi penggunaan senyawa sintetik tersebut.

Pemanfaatan potensi kayu manis ini belum dilakukan secara optimal. Indonesia sebagai negara penghasil kayu manis terbesar di dunia, selama ini masih mengekspor kayu manis dalam bentuk raw material, berupa batang kayu yang masih kasar atau berbentuk bubuk. Aplikasi kayu manis selama ini juga masih terbatas sebagai bumbu dapur. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi pemanfaatan kayu manis sehingga komoditas unggulan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, salah satunya sebagai bahan active packaging yang dapat meningkatkan umur simpan produk dan ramah lingkungan.

Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk memaparkan potensi kayu manis sebagai bahan antioksidan dan antimikroba pada kemasan aktif yang dipadukan dengan edible coating berbahan pati tapioka untuk mengemas produk jenang yang memiliki umur simpan rendah dan rentan terhadap kerusakan akibat oksidasi dan mikroorganisme.

Manfaat

Manfaat yang diperoleh setelah menyelesaikan tulisan ini adalah :

meningkatnya pemahaman mengenai potensi kayu manis sebagai bahan antioksidan dan antimikroba,

bertambahnya pengetahuan mengenai edible packaging dan active packaging, tersedianya alternatif bahan kemasan dan zat aditif alami yang aman serta dapat diaplikasikan pada produk jenang.


(26)

II. TELAAH PUSTAKA

Kemasan Aktif (Active Packaging)

Permintaan konsumen akan bahan kemasan pangan sekarang ini adalah permintaan akan teknik pengemasan yang ramah lingkungan, produk yang lebih alami dan tanpa menggunakan bahan pengawet. Teknologi pengemasan bahan

pangan yang modern meliputi pengemasan atmosfer termodifikasi (Modified

Atmosphere Packaging) dan pengemasan aktif (active packaging). Semuanya

bertujuan semaksimal mungkin untuk meningkatkan keamanan dan mutu produk.

Menurut Rismana (2003), active packaging merupakan bahan-bahan yang

dirancang untuk melepas komponen-komponen aktif ke dalam makanan, seperti

antioksidan, aroma, warna, atau bahan-bahan yang disebut scavenging system.

Kemasan akif disebut sebagai kemasan interaktif karena adanya interaksi aktif dari bahan kemasan dengan bahan pangan yang dikemas. Kemasan aktif biasanya

mempunyai bahan penyerap O2 (oxygen scavangers), penyerap atau penambah

(generator) CO2, ethanol emiters, penyerap etilen, penyerap air, bahan

antimikroba, heating/cooling, bahan yang dapat mengeluarkan aroma/flavor, dan

pelindung cahaya (photochromic).

Fungsi yang diharapkan dari kemasan aktif saat ini adalah :

Mempertahankan integritas dan mencegah secara aktif kerusakan produk (memperpanjang umur simpan),

Meningkatkan atribut produk (penampilan, rasa, flavor, dan lain-lain),

Memberikan respon secara aktif terhadap perubahan produk atau lingkungan kemasan,

Mengkomunikasikan informasi produk, riwayat produk (product history) atau

kondisi untuk penggunanya,

Memudahkan dalam menggunakan kemasan.

Kemasan Edibel (Edible Packaging)

Edible coating adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat

dimakan, dibentuk melapisi makanan (coating) yang berfungsi sebagai


(27)

4

lipid, zat terlarut), sebagai pembawa aditif, serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan (Baldwin, 1994).

Terdapat tiga kelompok penyusun edible coating, yakni : hidrokoloid, lipid, dan

campurannya (komposit) (Donhowe-Irene dan Fennema, 1994). Menurut

Gennadios dan Weller (1990), tidak ada perbedaan yang jelas antara edible film

dan edible coating. Biasanya edible coating langsung digunakan dan dibentuk di

atas permukaan produk, sedangkan edible film dibentuk secara terpisah terlebih

dahulu baru digunakan untuk mengemas produk.

Krochta et al. (2004) menyatakan bahwa edible film mempunyai karakteristik

potensial untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap pangan bergizi tinggi, lebih awet atau lama disimpan serta memenuhi tuntutan lingkungan yang semakin

meningkat. Dalam hal gizi, edible film dapat menambah nilai gizi dari pangan

yang dikemas. Edible film juga mampu mengatur transmisi uap air, CO2, O2 dan

gas, sehingga mampu memperpanjang masa simpan dari produk yang dikemas.

Bahan yang sering ditambahkan pada edible coating antara lain antimikroba,

antioksidan, flavor, pewarna, dan plasticizer. Bahan antimikroba yang umumnya

digunakan adalah asam benzoat, asam sorbat, kalium sorbat, dan asam propionat.

Penggabungan antioksidan dan antimikroba yang terkontrol pada edible film /

edible coating dapat memberikan masa simpan produk yang lebih lama. Gliserol

ditambahkan untuk memperbaiki karakteristik mekanis dari film yang terbentuk (Donhowe-Irene dan Fennema, 1994).

Bahan lain yang sering ditambahkan dalam formulasi coating adalah CMC

(carboxymethylcellulose) yang berfungsi menjaga tekstur alami, kerenyahan dan

kekerasan produk, menghambat pertumbuhan kapang pada keju dan sosis, serta mengurangi penyerapan oksigen tanpa menyebabkan peningkatan kadar karbondioksida pada jaringan buah-buahan (Nisperos-Carriedo, 1994).

Kayu Manis

Kayu manis termasuk famili Lauraceae, genus Cinnamomum. Terdapat lebih

kurang 300 species, diantaranya yang mempunyai nilai ekonomi tinggi adalah


(28)

5

Cinnamomum loureiroi, Cinnamomum tamala, dan Cinnamomum burmanii.

Tanaman kayu manis yang diusahakan di Indonesia terutama ditujukan untuk menghasilkan rempah-rempah berupa kulit kayu manis kering dan masih jarang digunakan sebagai sumber minyak atsiri. Luas areal kayu manis di Indonesia pada tahun 2006 adalah sebesar 135.000 ha dengan produksi 103.594 ton dan produktivitas rata-rata 0,7 ton /ha. Pertanaman kayu manis di Indonesia tersebar di 19 propinsi, namun propinsi utama kayu manis adalah Sumatra Barat dan Jambi (Ditjenbun, 2008).

Kegunaan kayu manis yang utama adalah untuk bumbu penyedap makanan dan minuman, selain itu juga untuk industri farmasi, industri jamu, industri kosmetika/ aromatika, SPA dan industri rokok kretek. Kayu manis mengandung komponen minyak atsiri sebesar 0,5-1%. Minyak diekstrak dengan cara destilasi, maserasi, atau ekstraksi dengan solvent. Minyak yang dihasilkan berwarna kuning keemasan dengan karakteristik bau aromatik yang tajam dan pedas. Aroma ini dihasilkan dari komponen kimia utama penyusun minyak kayu manis, yaitu

cinnamic aldehyde atau cinnamaldehyde sebesar 66,2% (Ranasinghe et al., 2003).

Komponen kimia lain yang terkandung dalam minyak atsiri kayu manis meliputi

ethyl cinnamate, eugenol, β-caryophyllene, linalool, dan methyl chavicol.

Kemasan Aktif Antimokroba

Antimikroba yang dicampur atau diberikan pada permukaan bahan pangan akan memperpanjang umur simpan bahan pangan tersebut. Penambahan antimikroba dapat dilakukan dengan cara mencampurnya ke dalam bahan kemasan yang kemudian dalam jumlah kecil akan bermigrasi ke dalam bahan pangan. Cara ini efektif diberikan pada kemasan vakum karena bahan kemasan dapat bersentuhan langsung dengan permukaan pangan.

Kemasan film atau coating antimikroba mempunyai kelebihan yaitu dapat lebih

melindungi produk karena dapat mematikan secara langsung pada saat mikroba kontak dengan bahan kemasan. Antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri).


(29)

6

Mekanisme senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri ada beberapa cara yaitu :

• Merusak struktur dinding sel dengan cara menghambat proses pembentukan

dinding sel atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk.

• Mengubah permeabilitas membran sitoplasma, membran sitoplasma yang

rusak akan menyebabkan pertumbuhan sel terhambat atau bahkan mati.

• Menyebabkan protein terdenaturasi.

• Menghambat kerja enzim di dalam sel dan mengganggu metabolisme sel.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, Bab II, Bagian Kedua (Bahan Pangan Tambahan) ayat 1 sampai dengan 3 dijelaskan bahwa pemerintah melarang penggunaan bahan tambahan yang mencemari produk olahan hasil pertanian, baik secara biologi maupun kimia yang dapat merugikan dan membahayakan bagi kesehatan manusia.

Rempah-rempah merupakan bahan yang sangat berperan sebagai komponen yang memberikan tambahan rasa, aroma, dan warna pada berbagai macam produk olahan hasil pertanian. Di samping itu, rempah-rempah juga berfungsi sebagai bahan pengawet produk hasil pertanian, obat-obatan, kosmetika, dan parfum. Salah satu dari sekian banyak jenis rempah yang sudah banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat adalah kayu manis.

Produk Jenang

Jenang merupakan makanan tradisional atau makanan semi basah yang terbuat dari bahan dasar tepung ketan, gula merah, dan santan yang mempunyai sifat padat dan elastis (Sigit, 1992). Jenang merupakan salah satu makanan tradisional yang cukup lama dikenal dan diminati oleh masyarakat.


(1)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam 20 tahun terakhir, bahan kemasan yang berasal dari polimer petrokimia yang lebih dikenal dengan plastik, merupakan bahan kemasan yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan oleh berbagai keunggulannya seperti fleksibel, mudah dibentuk, transparan, tidak mudah pecah, dan harga yang relatif murah. Namun, kemasan plastik juga mempunyai kelemahan yaitu sifatnya yang non-biodegradable sehingga menyebabkan masalah serius bagi lingkungan.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran manusia akan masalah ini, maka dikembangkanlah jenis kemasan dari bahan organik yang berasal dari bahan-bahan terbarukan (renewable) dan ekonomis. Salah satunya adalah kemasan edible (edible packaging). Keuntungan dari edible packaging adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan, dapat langsung dimakan serta aman bagi lingkungan.

Kemasan aktif merupakan salah satu teknik yang dikembangkan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan suatu produk dengan menitikberatkan penambahan bahan aditif pada kemasan, bukan pada produk sehingga menimimalisir pengaruh negatif komponen aditif terhadap kesehatan konsumen. Dengan memadukan teknologi kemasan aktif dan kemasan edible, akan diperoleh mekanisme perlindungan ganda pada produk pangan terkemas. Aplikasi teknologi tersebut dapat mengurangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh limbah non-boidegradable dari plastik sintetis, serta mereduksi dampak yang ditimbulkan oleh bahan tambahan pangan pada makanan.

Kayu manis sebagai salah satu produk pertanian memiliki potensi yang cukup besar dalam menghasilkan komponen aktif, seperti cinnamaldehyde dan eugenol yang dapat menghambat aktivitas mikroba dan oksidasi minyak/lemak. Di sisi lain, singkong sebagai salah satu sumber pati juga berpotensi besar sebagai bahan baku dalam pengembangan polimer alami, salah satunya edible coating. Sifat pati tapioka yang mudah membentuk gel menjadikan bahan ini mudah diaplikasikan sebagai film yang baik. Dengan potensi ini, komponen aktif dalam kayu manis


(2)

2

dan pati tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan active packaging pada produk pangan, khususnya produk pangan tradisional yang umumnya belum menerapkan teknologi pengemasan secara optimal.

Jenang atau dodol merupakan salah satu produk yang tidak tahan lama sehingga seringkali produsen menambahkan pengawet sintetik untuk memperpanjang umur simpannya. Zat-zat ini terbukti bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, diperlukan alternatif pengawet alami yang dapat memberikan nilai tambah tanpa mengubah flavor dari produk untuk mengurangi penggunaan senyawa sintetik tersebut.

Pemanfaatan potensi kayu manis ini belum dilakukan secara optimal. Indonesia sebagai negara penghasil kayu manis terbesar di dunia, selama ini masih mengekspor kayu manis dalam bentuk raw material, berupa batang kayu yang masih kasar atau berbentuk bubuk. Aplikasi kayu manis selama ini juga masih terbatas sebagai bumbu dapur. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi pemanfaatan kayu manis sehingga komoditas unggulan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, salah satunya sebagai bahan active packaging yang dapat meningkatkan umur simpan produk dan ramah lingkungan.

Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk memaparkan potensi kayu manis sebagai bahan antioksidan dan antimikroba pada kemasan aktif yang dipadukan dengan edible coating berbahan pati tapioka untuk mengemas produk jenang yang memiliki umur simpan rendah dan rentan terhadap kerusakan akibat oksidasi dan mikroorganisme.

Manfaat

Manfaat yang diperoleh setelah menyelesaikan tulisan ini adalah :

meningkatnya pemahaman mengenai potensi kayu manis sebagai bahan antioksidan dan antimikroba,

bertambahnya pengetahuan mengenai edible packaging dan active packaging, tersedianya alternatif bahan kemasan dan zat aditif alami yang aman serta dapat diaplikasikan pada produk jenang.


(3)

II. TELAAH PUSTAKA

Kemasan Aktif (Active Packaging)

Permintaan konsumen akan bahan kemasan pangan sekarang ini adalah permintaan akan teknik pengemasan yang ramah lingkungan, produk yang lebih alami dan tanpa menggunakan bahan pengawet. Teknologi pengemasan bahan pangan yang modern meliputi pengemasan atmosfer termodifikasi (Modified Atmosphere Packaging) dan pengemasan aktif (active packaging). Semuanya bertujuan semaksimal mungkin untuk meningkatkan keamanan dan mutu produk. Menurut Rismana (2003), active packaging merupakan bahan-bahan yang dirancang untuk melepas komponen-komponen aktif ke dalam makanan, seperti antioksidan, aroma, warna, atau bahan-bahan yang disebut scavenging system. Kemasan akif disebut sebagai kemasan interaktif karena adanya interaksi aktif dari bahan kemasan dengan bahan pangan yang dikemas. Kemasan aktif biasanya mempunyai bahan penyerap O2 (oxygen scavangers), penyerap atau penambah (generator) CO2, ethanol emiters, penyerap etilen, penyerap air, bahan antimikroba, heating/cooling, bahan yang dapat mengeluarkan aroma/flavor, dan pelindung cahaya (photochromic).

Fungsi yang diharapkan dari kemasan aktif saat ini adalah :

Mempertahankan integritas dan mencegah secara aktif kerusakan produk (memperpanjang umur simpan),

Meningkatkan atribut produk (penampilan, rasa, flavor, dan lain-lain),

Memberikan respon secara aktif terhadap perubahan produk atau lingkungan kemasan,

Mengkomunikasikan informasi produk, riwayat produk (product history) atau kondisi untuk penggunanya,

Memudahkan dalam menggunakan kemasan.

Kemasan Edibel (Edible Packaging)

Edible coating adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi makanan (coating) yang berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, cahaya,


(4)

4

lipid, zat terlarut), sebagai pembawa aditif, serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan (Baldwin, 1994).

Terdapat tiga kelompok penyusun edible coating, yakni : hidrokoloid, lipid, dan campurannya (komposit) (Donhowe-Irene dan Fennema, 1994). Menurut Gennadios dan Weller (1990), tidak ada perbedaan yang jelas antara edible film dan edible coating. Biasanya edible coating langsung digunakan dan dibentuk di atas permukaan produk, sedangkan edible film dibentuk secara terpisah terlebih dahulu baru digunakan untuk mengemas produk.

Krochta et al. (2004) menyatakan bahwa edible film mempunyai karakteristik potensial untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap pangan bergizi tinggi, lebih awet atau lama disimpan serta memenuhi tuntutan lingkungan yang semakin meningkat. Dalam hal gizi, edible film dapat menambah nilai gizi dari pangan yang dikemas. Edible film juga mampu mengatur transmisi uap air, CO2, O2 dan gas, sehingga mampu memperpanjang masa simpan dari produk yang dikemas. Bahan yang sering ditambahkan pada edible coating antara lain antimikroba, antioksidan, flavor, pewarna, dan plasticizer. Bahan antimikroba yang umumnya digunakan adalah asam benzoat, asam sorbat, kalium sorbat, dan asam propionat. Penggabungan antioksidan dan antimikroba yang terkontrol pada edible film / edible coating dapat memberikan masa simpan produk yang lebih lama. Gliserol ditambahkan untuk memperbaiki karakteristik mekanis dari film yang terbentuk (Donhowe-Irene dan Fennema, 1994).

Bahan lain yang sering ditambahkan dalam formulasi coating adalah CMC (carboxymethylcellulose) yang berfungsi menjaga tekstur alami, kerenyahan dan kekerasan produk, menghambat pertumbuhan kapang pada keju dan sosis, serta mengurangi penyerapan oksigen tanpa menyebabkan peningkatan kadar karbondioksida pada jaringan buah-buahan (Nisperos-Carriedo, 1994).

Kayu Manis

Kayu manis termasuk famili Lauraceae, genus Cinnamomum. Terdapat lebih kurang 300 species, diantaranya yang mempunyai nilai ekonomi tinggi adalah Cinnamomum zeylanicum, Cinnamomum cassia, Cinnamomum camphor Laurel,


(5)

Cinnamomum loureiroi, Cinnamomum tamala, dan Cinnamomum burmanii. Tanaman kayu manis yang diusahakan di Indonesia terutama ditujukan untuk menghasilkan rempah-rempah berupa kulit kayu manis kering dan masih jarang digunakan sebagai sumber minyak atsiri. Luas areal kayu manis di Indonesia pada tahun 2006 adalah sebesar 135.000 ha dengan produksi 103.594 ton dan produktivitas rata-rata 0,7 ton /ha. Pertanaman kayu manis di Indonesia tersebar di 19 propinsi, namun propinsi utama kayu manis adalah Sumatra Barat dan Jambi (Ditjenbun, 2008).

Kegunaan kayu manis yang utama adalah untuk bumbu penyedap makanan dan minuman, selain itu juga untuk industri farmasi, industri jamu, industri kosmetika/ aromatika, SPA dan industri rokok kretek. Kayu manis mengandung komponen minyak atsiri sebesar 0,5-1%. Minyak diekstrak dengan cara destilasi, maserasi, atau ekstraksi dengan solvent. Minyak yang dihasilkan berwarna kuning keemasan dengan karakteristik bau aromatik yang tajam dan pedas. Aroma ini dihasilkan dari komponen kimia utama penyusun minyak kayu manis, yaitu cinnamic aldehyde atau cinnamaldehyde sebesar 66,2% (Ranasinghe et al., 2003). Komponen kimia lain yang terkandung dalam minyak atsiri kayu manis meliputi ethyl cinnamate, eugenol, β-caryophyllene, linalool, dan methyl chavicol.

Kemasan Aktif Antimokroba

Antimikroba yang dicampur atau diberikan pada permukaan bahan pangan akan memperpanjang umur simpan bahan pangan tersebut. Penambahan antimikroba dapat dilakukan dengan cara mencampurnya ke dalam bahan kemasan yang kemudian dalam jumlah kecil akan bermigrasi ke dalam bahan pangan. Cara ini efektif diberikan pada kemasan vakum karena bahan kemasan dapat bersentuhan langsung dengan permukaan pangan.

Kemasan film atau coating antimikroba mempunyai kelebihan yaitu dapat lebih melindungi produk karena dapat mematikan secara langsung pada saat mikroba kontak dengan bahan kemasan. Antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri).


(6)

6

Mekanisme senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri ada beberapa cara yaitu :

• Merusak struktur dinding sel dengan cara menghambat proses pembentukan dinding sel atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk. • Mengubah permeabilitas membran sitoplasma, membran sitoplasma yang

rusak akan menyebabkan pertumbuhan sel terhambat atau bahkan mati. • Menyebabkan protein terdenaturasi.

• Menghambat kerja enzim di dalam sel dan mengganggu metabolisme sel. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, Bab II, Bagian Kedua (Bahan Pangan Tambahan) ayat 1 sampai dengan 3 dijelaskan bahwa pemerintah melarang penggunaan bahan tambahan yang mencemari produk olahan hasil pertanian, baik secara biologi maupun kimia yang dapat merugikan dan membahayakan bagi kesehatan manusia.

Rempah-rempah merupakan bahan yang sangat berperan sebagai komponen yang memberikan tambahan rasa, aroma, dan warna pada berbagai macam produk olahan hasil pertanian. Di samping itu, rempah-rempah juga berfungsi sebagai bahan pengawet produk hasil pertanian, obat-obatan, kosmetika, dan parfum. Salah satu dari sekian banyak jenis rempah yang sudah banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat adalah kayu manis.

Produk Jenang

Jenang merupakan makanan tradisional atau makanan semi basah yang terbuat dari bahan dasar tepung ketan, gula merah, dan santan yang mempunyai sifat padat dan elastis (Sigit, 1992). Jenang merupakan salah satu makanan tradisional yang cukup lama dikenal dan diminati oleh masyarakat.