D. Teori emboli limfatik dan vascular Teori ini dapat menjelaskan mekanisme terjadinya endometriosis di daerah
luar pelvis. Daerah retroperitoneal memiliki banyak sirkulasi limfatik. Suatu penelitian menunjukkan bahwa pada 29 wanita yang menderita
endometriosis ditemukan nodul limfa pada pelvis. Hal ini dapat menjadi salah satu dasar teori akan endometriosis yang terjadi di luar pelvis, contohnya di
paru Williams, 2008.
2.2.5. Lokasi anatomis
Endometriosis dapat tumbuh dimana saja di dalam pelvis dan pada permukaan peritoneum ekstrapelvis lainnya. Ovarium, peritoneum pelvis, cul-
de-sac anterior dan posterior, dan ligamen uterosakral merupakan area yang paling sering terlibat pada kasus endometriosis Gambar 2.6. Selain beberapa
area tersebut, septum retktovaginal, ureter, kandung kemih, perikardium, bekas luka bedah, dan pleura juga dapat menjadi lokasi endometriosis. Sebuah studi
mengungkapkan bahwa endometriosis telah ditemukan pada seluruh organ, kecuali pada limpa Markham, 1998. Beberapa lokasi anatomis endometriosis
adalah: A. Endometriosis uteri interna Adenomiosis uteri
Adenomiosis dikarakteristik dengan ditemukannya jaringan endometriosis tumbuh ke lapisan otot yang lebih dalam di uterus
miometrium. Adenomiosis terdiri dari adeno kelenjar, mio otot dan osis suatu kondisi yang secara jelas didefinisikan sebagai adanya atau
tumbuhnya kelenjar endometrium di lapisan otot miometrium. Pada keadaan normal, terdapat lapisan pembatas antara antara endometrium
dan miometrium yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap invasi dari jaringan endometrium.
Sekalipun belum ada patogenesis pasti dari adenomiosis, namun para peneliti berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh lemahnya lapisan
otot pembatas pada wanita yang menderita adenomiosis dan juga dipicu oleh meningkatnya tekanan intra uterin antara kedua sisi. Ditemukannya
konsentrasi estrogen yang cukup tinggi dan adanya sistem imun yang
Universitas Sumatera Utara
terganggu pada penderita adenomiosis juga dianggap menjadi mekanisme penting dalam terjadinya adenomiosis. Rahim yang membesar dan lunak
merupakan gejala klasik dari adenomiosis. Tidak seperti endometriosis, beberapa peneliti percaya bahwa
adenomiosis dapat terjadi setelah kehamilan dan melahirkan, wanita berusia empat puluhan dan lima puluhan yang telah melahirkan paling
tidak satu anak lebih mungkin untuk mengembangkan adenomiosis. Faktor genetik dan hormon dipercaya menjadi beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya adenomiosis. Adenomiosis merupakan kelainan patologis yang sering ditemukan pada wanita multipara usia 40 – 50
tahun.
Gambar 2.7 Adenomiosis Dikutip dari Clinical Gynecologyc Oncology, 2007
B. Endometriosis ovarium Diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks ovarium
setelah penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan endometriosis. Pada endometriosis yang terjadi di ovarium dapat terbentuk
kista, namun kista yang terbentuk disini bukan merupakkan kista sesungguhnya. Kista yang normal berisi cairan dari lapisan sebuah
Universitas Sumatera Utara
struktur, sedangkan dinding dari kista endometriosis terdiri dari jaringan fibrosa, jaringan inflamasi, dan endometrium tidak menghasilkan cairan.
C. Endometriosis tuba Saluran yang paling banyak mengalami endometriosis adalah
saluran tuba tertutup. Gejala yang paling sering didapatkan dari kasus ini adalah infertilitas. Pada wanita yang mengalami endometriosis di tuba
akan lebih rentan mengalami kehamilan ektopik. D. Endometriosis retroservikalis
Pada rechtal toucher sering ditemukan adanya benjolan yang nyeri pada cavum douglas, benjolan – benjolan ini melekat dengan uterus dan
rektum, akibatnya terjadi dismenore, dispareuni, nyeri saat defekasi, serta nyeri pelvis.
E. Endometriosis ekstragenital Setiap anggota tubuh yang dikeluhkan mengalami nyeri setiap kali
haid perlu dicurigai mengalami endometriosis.
Gambar 2.8 Lokasi tersering terjadinya endometriosis Dikutip dari Williams’ Gynecology, 2008
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Faktor resiko