Profil Penderita Preeklampsia Berdasarkan Faktor Risiko di RSUP H Adam Malik Tahun 2008-2011

(1)

(2)

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Penelitian dengan judul :

PROFIL PENDERITA PREEKLAMPSIA BERDASARKAN FAKTOR RISIKO DI RUSP H ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2008-2011

Yang dipersiapkan oleh :

ANDITHA NAMIRA REZKY SITOMPUL 090100094

Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk seminar hasil penelitian.

Medan, 8 Desember 2012 Disetujui,

Dosen Pembimbing


(4)

ABSTRAK

Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia, khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia cukup tinggi. Program MDGs (Millenium Developmnet Goals) berupaya untuk menurunkan AKI tersebut. Hipertensi dalam kehamilan adalah penyebab kematian ibu ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Preeklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan, terjadi setelah minggu ke 20 gestasi dan pada akhirnya dapat menyebabkan eklampsia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi preeklampsia berdasarkan faktor risiko di RSUP H Adam Malik Medan tahun 2008-2011. Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Proses pengambilan data berasal dari data sekunder dengan melihat berkas rekam medis ibu preeklampsia di RSUP H Adam Malik Medan. Hasil penelitian dari 97 penderita preeklampsia di dapatkan 47,4% primigravida, 43,3% pada usia 36-40 tahun, 71,1% tidak mengalami hipertensi kronis, 96,9% janin tunggal, 91,8% jarak kehamilan dibawah 10 tahun, 86,6% tidak pernah mengalami preeklampsia, 85,6% di diagnosa pada preeklampsia berat dan 85,6% dengan derajat proteinuria≥2.


(5)

ABSTRACT

Maternal Mortality Rate in the world, particularly in developing countries, including indonesia is quite high. MDGs Programme seeks to reduce the maternal mortality rate. Hypertension in pregnancy is the third cause of maternal death after bleeding and infection. Preeklampsia is one of specific condition for pregnancy, that happened after 20 weeks gestasion and finally cause eclampsia. In this search, we tried to find the prevalence of preekclampsia based on the risk factor in RSUP H Adam Malik Medan. A descriptive study with cross sectional design method is done, Medical record were used as a secondary data.97 samples were obtained which 47,4% primigravida,, 43,3% between 36-40 years old, 71,1% without chronic hypertension, 96,9% singlefetus, 91,8% with gestasion interval under 10 years, 86,6% without preeclampsia history, 85,6% diagnosed with severe preeclampsia and 97,9% with≥2 proteinuria degrees.


(6)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, Saya panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang dan karunia-Nya berupa kekuatan sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Profil Penderita Preeklampsia Berdasarkan Faktor Risiko di RSUP H Adam Malik Tahun 2008-2011”, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

Terimakasih yang tidak terhingga kepada kedua orangtua saya, Ir. H. Dinsyah Sitompul, MM dan Tetty Hafni Lubis,S.Pd yang selalu memberikan dukungan bagi saya dan mengajarkan saya untuk bersabar dalam menjalani pendidikan saya di Fakultas Kedokteran USU dan hanya kepada mereka lah saya tujukan cita-cita saya.

Dalam penulisan karya tulis ini, saya telah banyak mendapat dukungan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih sedalam - dalamnya kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Muara P Lubis, Sp.OG selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah, atas kesabaran dan waktu yang diluangkan untuk membimbing saya sehingga proposal karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. dr. Rizky Yasnil, Sp.OG dan dr. Yunita Sari Pane, Msi selaku dosen penguji karya tulis imliah atas masukan dan saran untuk membuat karya tulis ini menjadi lebih baik.


(7)

4. dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL(k) selaku pembimbing akademik yang telah membimbing saya selama perkuliahan.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama masa pendidikan.

6. Nenek saya, Bastiah Lubis yang sejak kecil sudah menanamkan kepada saya untuk terus berusaha dalam mengahadapi kehilangan dan cobaan karena semua itu akan membawa manusia yang bersabar menuju cita-citanya.

7. Panutan dan figur yang saya banggakan, dr. Letta S Lintang, Sp.OG yang telah banyak membantu, mengingatkan, serta memberikan saya nasihat dan terimakasih untuk menjadi semangat bagi saya untuk mengejar cita-cita.

8. Prof. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(k) yang telah membantu saya dalam melewati masa-masa sulit di Fakultas Kedokteran USU

9. DR.dr.Fidel Ganis, Sp. OG(k) dan dr. Muhammad Rusda, Sp.OG(k) yang telah membantu dan memberikan saya banyak kepercayaan dan pengalaman selama masa pendidikan saya di Fakultas Kedokteran USU.

10. Mario Rivando Mamasta yang telah membangun saya untuk lebih kuat dalam menghadapi kesulitan dan selalu menemani saya dalam susah maupun senang.

11. Seluruh teman-teman saya baik di Fakultas Kedokteran USU ataupun diluar, khususnya Doli Iskandar, Darius Kamil, Muhammad Izzad, Muhammad Effendi, Ghazali Akhmad, Jeffri Syahputra, M. Dwi


(8)

Harlianta, Desfrianda Pane, Vidya Dwi Astari Pasaribu, Vinanda Alexandra, Hijja Ania, dan Sella Saphira yang selalu setia dalam susah maupun senang dan menjadi semangat bagi saya dalam menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran USU.

12. Junior yang saya banggakan, Nadhira Lesarina, Aisha Citra dan Sarah Diva yang telah menjadi pemicu bagi saya untuk terus belajar dan terimakasih untuk menjadi kebahagiaan bagi saya di tengah kesulitan tahun terakhir saya. Semoga kebersamaan kita akan terus terjaga dan semoga kita semua sampai kepada cita-cita.

13. dr. Arfiza Putra dan dr.Adrian Gustaviano Picauly sebagai teman dan guru yang mengajarkan saya banyak hal dalam bidang akademik maupun non akademik.

14. Seluruh Anggota Departemen Minat Bakat PEMA FK USU 2011-2012 dan Anggota Departemen Pengetahuan Reproduksi HIV SCORA PEMA FK USU atas kerjasama dalam melakukan kegiatan non akademik

Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan proposal karya tulis ini karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Untuk itu, seluruh saran dan kritik akan menjadi hal yang berarti dalam pengembangan karya tulis ini.

Semoga karya tulis ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Bangsa dan Negara Indonesia dalam pengembangan ilmu.

Medan, 31 Mei 2012 Penulis,

Anditha Namira Rezky Sitompul NIM: 090100094


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan.………. i

Abstrak... ii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi………... vii

Daftar Tabel... ix

Daftar Singkatan... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1. Hipertensi Dalam Kehamilan ... 5

2.1.1 Defenisi Hipertensi dalam Kehamilan ... ... 5

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan ... 5

2.1.3 Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan ... 5

2.1.4 Faktor Risiko Hipertensi dalam Kehamilan ... 6

2.1.5 Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan ... 6

2.1.6 Definisi Hipertensi Kronis ... 11

2.1.7 Definisi Preeklampsia-eklampsia... 11

2.1.8 Definisi Hipertensi Kronus denganSuperimposed Preeklampsia ... 12

2.1.9 Definisi Hipertensi Gestasional ... 13

2.2. Preeklampsia ... 13

2.2.1 Faktor Risiko... 12


(10)

2.2.3 Gejala dan Tanda klinis... 18

2.2.4 Klasifikasi dan Diagnosa... 21

2.2.5 Komplikasi ... 22

2.2.6 Pencegahan... 23

2.2.7 Penatalaksaan ... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 32

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 32

3.2. Defenisi Operasional... 32

3.3. Variabel dan Alat Ukur... 34

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian ... 36

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

4.5. Metode Analisis Data... 36

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 38

5.2. Pembahasan... 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA... 51


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Faktor Risiko Preeklampsia... 13

Tabel II. Monitor Hipertensi Gestasional... 28

Tabel III. Indikasi Partus dan Preeklampsia... 30

Tabel 5.1. Status Gravida... 39

Tabel 5.2. Usia Kehamilan... 39

Tabel 5.3. Usia penderita... 40

Tabel 5.4. Indeks Massa Tubuh... 41

Tabel 5.5. Riwayat keluarga... 41

Tabel 5.6. Riwayat Hipertensi Kronis... 42

Tabel 5.7. Jumlah Janin... 42

Tabel 5.8. Jarak Kehamilan... 43

Tabel 5.9. Riwayat Preeklampsia... 44

Tabel 5.10. Klasifikasi preeklampsia... 44


(12)

DAFTAR SINGKATAN

ACE Acethyl Choline Esterase

ADH Anti Diuretic Hormone

AKI Angka Kematian Ibu

DIC Disseminated Intravascular Coagulation EDRF Endothelial Derived relaxing Factor

HDK Hipertensi Dalam Kehamilan

ICAM Inter Cellular Adhesion Molecule

IL Inter Leukin

IUGR Intra Uterine Growth Retardation

NO Nitrit Oksida

PAI Plasminogen Activator Inhibitor

TNF Tumor Necroting Factor

t-PA Tissue Plasminogen Activator VCAM Vascular Cell Adhesion Molecule


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan.

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 4 Tabel Frekuensi Penelitian


(14)

ABSTRAK

Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia, khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia cukup tinggi. Program MDGs (Millenium Developmnet Goals) berupaya untuk menurunkan AKI tersebut. Hipertensi dalam kehamilan adalah penyebab kematian ibu ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Preeklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan, terjadi setelah minggu ke 20 gestasi dan pada akhirnya dapat menyebabkan eklampsia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi preeklampsia berdasarkan faktor risiko di RSUP H Adam Malik Medan tahun 2008-2011. Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Proses pengambilan data berasal dari data sekunder dengan melihat berkas rekam medis ibu preeklampsia di RSUP H Adam Malik Medan. Hasil penelitian dari 97 penderita preeklampsia di dapatkan 47,4% primigravida, 43,3% pada usia 36-40 tahun, 71,1% tidak mengalami hipertensi kronis, 96,9% janin tunggal, 91,8% jarak kehamilan dibawah 10 tahun, 86,6% tidak pernah mengalami preeklampsia, 85,6% di diagnosa pada preeklampsia berat dan 85,6% dengan derajat proteinuria≥2.


(15)

ABSTRACT

Maternal Mortality Rate in the world, particularly in developing countries, including indonesia is quite high. MDGs Programme seeks to reduce the maternal mortality rate. Hypertension in pregnancy is the third cause of maternal death after bleeding and infection. Preeklampsia is one of specific condition for pregnancy, that happened after 20 weeks gestasion and finally cause eclampsia. In this search, we tried to find the prevalence of preekclampsia based on the risk factor in RSUP H Adam Malik Medan. A descriptive study with cross sectional design method is done, Medical record were used as a secondary data.97 samples were obtained which 47,4% primigravida,, 43,3% between 36-40 years old, 71,1% without chronic hypertension, 96,9% singlefetus, 91,8% with gestasion interval under 10 years, 86,6% without preeclampsia history, 85,6% diagnosed with severe preeclampsia and 97,9% with≥2 proteinuria degrees.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu dari delapan Millennium Development Goals (MDGs) adalah meningkatkan kesehatan ibu yang jelas tedapat pada poin ke 5. Komunitas internasional telah berkomitmen untuk menurunkan AKI di negara masing-masing sebanyak 75% dimulai dari tahun 1999 sampai tahun 2015 (WHO,2007).

Salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan disuatu negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Kematian ibu diperkirakan sebesar 358.000 terjadi di seluruh dunia pada tahun 2008, Negara berkembang mencapai angka 99% (355.000) dari jumlah total kematian ibu dan dimana Afrika Sub-Sahara dan Asia Tenggara mencapai angka 87% (313.000) dari kematian ibu secara global (WHO, 2010). AKI di Indonesia secara Nasional dari tahun 1994-2007 menunjukkan penurunan yang signifikan. Tahun 2005 yaitu 262 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2006 yaitu 255 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2007 yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. AKI di Sumatera Utara tahun 2000 adalah 382 per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2001 yaitu 379 per 100.000 kelahiran hidup (Hanum, 2008).

Hipertensi pada kehamilan merupakan salah satu dari trias komplikasi yang dapat menyebabkan kematian, setelah perdarahan post partum dan infeksi. Preeklampsia (PE) dan Eklampsia (E) merupakan salah satu komplikasi kehamilan, persalinan maupun nifas sebagai suatu penyakit hipertensi yang merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas tertinggi pada ibu hamil, dengan angka kejadian berkisar antara 5%-15% dari seluruh kehamilan di dunia. Di Inggris (UK), Preeklampsia terhitung 10-15% sebagai penyebab dari kematian obstetrik langsung (Duley, 2003). Di Indonesia angka kejadian preeklampsia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ditemukan 400-500kasus / 4000-5000 persalinan pertahun (Dharma, 2005).


(17)

Menurut National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)

Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy (2000), hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi empat, yaitu (1) hipertensi kronik, (2) PE dan E, (3) hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia dan (4) hipertensi gestasional.

Preeklampsia merupakan suatu komplikasi kehamilan multi sistem yang terjadi setelah kehamilan berusia 20 minggu dan dapat mempengaruhi mortalitas dan morbiditas fetal maternal. Kondisi ini memiliki karakteristik seperti peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Secara klinis pada preeklampsia ditandai oleh peningkatan tekanan darah (sistolik≥ 140 mmHg atau diastolik≥ 90 mmHg) dan proteinuria (≥ 300 mg/24 jam) (North et al, 2005).

National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) merekomendasikan untuk melakukan screening rutin untuk melihat faktor risiko spesifik dari preeklampsia yaitu: nulipara, kehamilan pada usia tua, IMT yang tinggi, riwayat keluarga pernah mengalami preeklampsia, gangguan ginjal atau hipertensi kronis, kehamilan ganda, jarak kehamilan yang melebihi 10 tahun dan pernah mengalami preeklampsia sebelumnya (NICE, 2010).

Risiko preeklampsia meningkat pada wanita dengan diabetes sebelum kehamilan, hipertensi kronik dan pernah mengalami kehamilan multifetus pada kehamilan sebelumnya (Caritis et al, 1998). Penelitian lain mendapatkan faktor risiko lainnya, yaitu: stress, infeksi saluran kemih, status pendidikan ibu hamil yang kurang baik, jarak kehamilan yang cukup panjang dan merokok (Kashanian, 2011). Terdapat kecenderungan bahwa memiliki banyak faktor risiko umumnya menunjukkan keadaan yang lebih buruk dan riwayat pernah mengalami preeklampsia sebelumnya meningkatkan risiko sebesar 20% (Boyce dkk, 2011).

Pada kasus yang berat, preeklampsia dapat menyebabkan komplikasi serius seperti gagal ginjal, kejang-kejang (eklampsia), edema paru, gangguan liver akut, hemolisis dan thrombositopenia. Ketiga komplikasi terakhir jika terjadi bersamaan, merupakan bagian dari HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets) syndrome (Ramma & Ahmed, 2011). Selain itu juga dapat


(18)

menyebabkan koagulasi intravaskular diseminata (DIC), gagal ginjal, kelahiran prematur, kegagalan multi organ dan kematian (Boyce dkk, 2011).

Tekanan darah (sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥110), proteinuria kwalitatif ≥ 2+ dan fraksi albumin darah yang rendah pada preeklampsia, merupakan suatu faktor yang dapat digunakan untuk meramalkan angka kesakitan dan kematian janin dari penderita preeklampsia (Lintang, 2000). Untuk diagnosa ibu hamil hendaknya berdasarkan epidemiologi dan faktor risiko klinisnya (Kashanian, 2011), Maka penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi profil penderita preeklampsia berdasarkan faktor risikonya.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah profil penderita preeklampsia berdasarkan faktor risikonya ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui profil penderita preeklampsia berdasarkan faktor risiko di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2008–2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi penderita preeklampsi berdasarkan usia penderita. b. Untuk mengetahui distribusi penderita preeklampsia berdasarkan IMT.

c. Untuk mengetahui distribusi penderita preeklampsia berdasarkan riwayat keluarga. d.Untuk mengetahui distribusi penderita preeklampsia berdasarkan riwayat hipertensi kronis.

e. Untuk mengetahui distribusi penderita preeklampsia berdasarkan jumlah janin. f.Untuk mengetahui distribusi penderita preeklampsia berdasarkan jarak kehamilan.


(19)

g. Untuk mengetahui distribusi penderita preeklampsia berdasarkan riwayat preeklampsia sebelumnya.

h. Untuk mengetahui distribusi penderita preeklampsia berdasarkan klasifikasi preeklampsia.

i. Untuk mengetahui distribusi penderita preeklampsia berdasarkan derajat proteinuria.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi praktisi kesehatan: untuk mengetahui prevalensi preeklampsia pada ibu hamil berdasarkan faktor risiko di RSUP H. Adam Malik Periode 2008-2011. b. Bagi masyarakat terutama ibu hamil: Memberikan informasi tentang faktor

risiko penyakit preeklampsia.

c. Bagi institusi pendidikan: Sebagai salah satu bentuk pengabdian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Indonesia.

d. Bagi Peneliti: Menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan selama menjalani penelitian.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi dalam Kehamilan

2.1.1. Definisi Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90mmHg (Boyce dkk, 2011).

2.1.2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan.

Berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2000 yang digunakan sebagai acuan klasifikasi di Indonesia, hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Hipertensi Kronik 2) Preeklampsia-eklampsia

3) Hipertensi kronik dengansuperimposed preeklampsia 4) Hipertensi gestasional

2.1.3. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan

1) Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.

2) Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.

3) Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang atau koma.

4) Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.


(21)

5) Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria. (Prawirohardjo, 2009)

2.1.4. Faktor Risiko Hipertensi dalam Kehamilan

Dari berbagai macam faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, maka dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1) Primigravida

2) Hiperplasentosis, seperti molahidatidosa, kehamilan ganda, diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar.

3) Umur yang ekstrim.

4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia dan eklampsia 5) Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

6) Obesitas

(prawirohardjo, 2009)

2.1.5. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan

Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yaitu:

1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi hambur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri


(22)

spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampaknya akan menimbulkan perubahan pada hipertensi dalam kehamilan (prawirohardjo, 2009).

Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar fibronektin, faktor Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari sel-sel endotel.

Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat dijumpai sebagai berikut:

a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam dangkal dan arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.

b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas. c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat. d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan

pembuluh darah. (Tanjung, 2004)

2. Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak, Peroksida lemak selain akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan (Prawirohardjo, 2009).


(23)

3. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.

Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak (Prawirohardjo, 2009).

4. Disfungsi sel endotel

a) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin yang merupakan vasodilator kuat.

b) Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat.

c) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus. d) Peningkatan permeabilitas kapilar

e) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor f) Peningkatan faktor koagulasi

(Prawirohardjo, 2009)

5. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin

a) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.


(24)

b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami sebelumnya.

c) Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan. (Prawirohardjo, 2009)

6. Teori Adaptasi Kardiovaskular

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan (Prawirohardjo, 2009).

7. Teori Genetik

Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia (Prawirohardjo, 2009).

8. Teori Defisiensi Gizi

Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. (Prawirohardjo, 2009)


(25)

9. Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh. (Prawirohardjo, 2009)

Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha pada PE dan IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin, platelet-activating factor (PAF), faktor VIII related anitgen,PAI-1, permeabilitas endotel, ekspresi ICAM-1, VCAM-1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan kadar berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama terjadi penurunan aktivitas sintetase NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah tanda-tanda klinis preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih dalam perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh peningkatan TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia menyebabkan reaksi akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang meningkat dari ceruloplasmin, alpha1 antitripsin, dan haptoglobin, hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6 menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis platelet derived growth factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas oksigen merangsang pembentukan IL-6.

Disfungsi endotel menyebabkan terjadinya produksi protein permukaan sel yang diperantai oleh sitokin. Molekul adhesi dari endotel antara lain E-selektin, VCAM-1 dan ICAM-1. ICAM-1 dan VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan sedangkan E-selectin hanya diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel-leukosit terjadi pada sirkulasi maternal preeklampsia (Tanjung, 2004).


(26)

2.1.6. Definisi Hipertensi Kronis

Hipertensi Kronis menggambarkan semua hipertensi yang ada sebelum kehamilan. Sebagian besar ibu dalam kelompok ini menderita hipertensi yang ada sebelum kehamilan meskipun banyak diantara mereka yang baru didiagnosis pertama kali saat mereka dalam keadaan hamil. Yang dimaksud hipertensi adalah tekanan darah sistolik≥ 140 mmHg atau diastolik≥90 mmHg (NHBPEP, 2000).

2.1.7. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan hipertensi yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal. Hipertensi yang ditemukan dengan tekanan sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg dengan pemeriksaan dua kali dengan jarak 6 jam dan terdapat proteinuria≥0,3 gram/24 jam atau 1+ dipstick (Miller, 2007).

Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma (prawirohardjo, 2009).

Diagnosa preeklampsia berdasarkan adanya hipertensi dan proteinuria, edema ataupun keduanya. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda yang lain. Penyakit ini didiagnosa berdasarkan tanda-tanda disfungsi endotel maternal yang tersebar luas. Pada kehamilan normal, sebagian sel-sel sitotropoblast plasenta menghentikan aktifitas perubahan yang tidak sesuai yang menyebabkan infasi ke rahim dan pembuluh darahnya. Proses ini menyebabkan melekatnya konseptus pada dinding rahim dan memulai aliran darah ibu ke plasenta. Preeklampsia berhubungan dengan perubahan sitotropoblas abnormal, infasi dangkal dan penurunan aliran darah ke plasenta (Tarigan, 2008).

Decker dan Sibai mengajukan 4 hipotesa sebagai konsep etiologi dan patogenesa preeklampsia, yaitu:

1. Iskemia Plasenta

Pada preeklampsia perubahan arteri spiralis terbatas hanya pad alapisan desidua dan arteri spiralis yang mengalami perubahan hanya lebih kurang 35-50%. Akibatnya perfusi darah ke plasenta berkurang dan terjadi iskemik plasenta.


(27)

2. Maladaptasi Imun

Maladaptasi imun menyebabkan dangkalnya invasi arteri spiralis oleh sel-sel sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi endotel yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan sitokin desidual, enzim proteolitik dan radikal bebas.

3. Genetik Imprinting

Timbulnya preeklampsia-eklampsia didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung genotif janin.

4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein(VLDL) dan Toxicity Preventing Activity(TxPA)

Hal ini terjadi akibat kompensasi dengan meningkatnya kebutuhan energy selama hamil dengan memproses asam lemak nonsterifikasi. Pada wanita dengan kadar albumin yang rendah, pengangkutan kelebihan asam lemak nonsterifikasi dari jaringan lemak kedalam hepar menurunkan aktifitas antitoksik albumin sampai pada titik dimana toksisitas VLDL menjadi terekspresikan. Jika ada VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul dan menyebabkan disfungsi endotel (Tarigan, 2008).

2.1.8. Definisi Hipertensi Kronis denganSuperimposedPreeklampsia

Disebut dengan hipertensi kronis dengan superimposed preeklampsia jika ditemukan beberapa hal dibawah ini :

1) Wanita dengan hipertensi dan tidak ada proteinuria pada awal kehamilan (<20 minggu) mengalami proteinuria, yaitu 0,3 gram protein atau lebih pada spesimen urin 24 jam.

2) Wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu. 3) Peningkatan proteinuria secara tiba-tiba.

4) Peningkatan tekanan darah pada wanita yang memiliki riwayat hipertensi terkontrol sebelumnya secara tiba-tiba.


(28)

6) Peningkatan ALT atau AST ke level abnormal. (NHBPEP, 2000)

2.1.9. Definisi Hipertensi Gestasional

Wanita dengan peningkatan tekanan darah yang dideteksi pertama kali setelah pertengahan kehamilan, tanpa proteinuria, diklasifikasikan menjadi hipertensi gestasional. Jika preeklampsia tidak terjadi selama kehamilan dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu postpartum, diagnosis transient hypertension dalam kehamilan dapat ditegakkan. Namun, Jika tekanan darah menetap setelah postpartum, wanita tersebut didiagnosis menjadi hipertensi kronik (NHBPEP, 2000).

2.2. Preeklampsia 2.2.1. Faktor Risiko

Wanita yang memiliki risiko sedang terhadap terjadinya preeklampsia, memiliki salah satu kriteria dibawah ini (NICEClinical Guideline,2010):

1) Primigravida 2) Umur≥40 tahun

3) Interval kehamilan≥ 10 tahun

4) BMI saat kunjungan pertama≥35 kg/

5) Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia 6) Kehamilan ganda

Wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya preeklampsia adalah yang memiliki salah satu dari kriteria dibawah ini (NICEClinical Guideline,

2010):

1) Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya 2) Penyakit ginjal kronik

3) Penyakit autoimun seperti SLE atau Sindrom Antifosfolipid 4) Diabetes Tipe1 atau Tipe 2


(29)

(30)

perdarahan, pada awalnya ditemukan pada kortkes serebri. Edema serebri bisa juga ditemukan. Pada gambaran MRI juga dapat menunjukkan kelainan pada lobus oksipital dan parietal pada distribusi dari arteri serebri mayor, seiring dengan adanya lesi pada batang otak dan ganglia basalis. Perdarahan pada sub arachnoid dapat ditemukan pada penderita preeklampsia berat (Miller, 2007).

Pada umumnya semua jaringan mempunyai autoregulation untuk mengatur perfusi darah kejaringan termasuk otak. Bila tekanan darah melampaui batas, autoregulasi tidak dapat bekerja maka jaringan akan mengalami perubahan, endotel akan mengalami kebocoran sehingga plasma darah dan eritrosit akan keluar dari pembuluh darah ke jaringan ekstravaskular dan akan terjadi perdarahan bercak (ptechien) atau perdarahan intrakranial. Pada hipertensi kronis terjadi hipertrofi pembuluh darah sehingga pada tekanan darah yang sama ada hipertensi kronik bisa asimptomatis, atau hanya sakit kepala saja. Kerusakan otak bisa dijumpai dengan sebab yang tidak diketahui yang disebut ensefalopati hipertensif dengan kelainan berupa nekrosis fibroid, trombosis arteriol, mikro infark, ptechien. Pada pembuluh darah terjadi vasokonstriksi yang menyebabkan iskemia lokal, nekrosis arteriol, dan hilangnya barier antara otak dan darah. Terjadinya edema dalam otak masih dalam kontroversi, ada yang menjumpai adanya edema, tetapi Sheehan dan Lynch tidak menjumpai edema pada eklampsia (Mabie dan Sibai dalam Tanjung, 2004).

2) Jantung

Preeklampsia ditandai dengan hilangnya keadaan normal dari volume intravaskukar, penurunan dari kadar normal volume sirkulasi darah, dan berkurangnya vasopressor pembuluh darah seperti angiotensin 2. Preeklampsia juga ditandai dengan meningkatnya cardiac output dan rendahnya tahanan vaskular sistemik (Miller, 2007).

Volume plasma pada Preeklampsia menurun dengan penyebab yang tidak diketahui. Timbulnya hipertensi karena pelepasan vaskonstriktor yang dihasilkan


(31)

sebagai kompensasi terhadap hipoperfusi darah pada uterus. Oleh sebab itu tidak dianjurkan pemberian diuretik.

Secara umum pada preeklampsia terjadi kenaikan cardiac output dengan peningkatan tahanan perifer yang tidak sesuai. Wanita dengan kehamilan normal resisten terhadap angiotensin II. Wanita-wanita yang mengalami preeklampsia resistensi terhadap angiotensin II menurun beberapa minggu sebelum terjadi hipertensi.

Terjadinya hipertensi pada Preeklampsia dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Terjadinya hipertensi disebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menyebabkan resistensi vaskuler perifer meningkat.

b) Vasokonstriksi terjadi karena hiper responsif dari pembuluh darah terhadap vasokonstriktor terutama terhadap angiotensin II.

c) Terdapat ketidakseimbangan antara vasokonstriktor dan vasodilator dimana vasokonstriktor meningkat seperti angiotensin II, endotelin, tromboksan dan produksi vasodilator menurun seperti nitrous oksida, prostasiklin dan

endothelium-derived relaxing factor (EDRF).

d) Terjadi kerusakan/disfungsi endotel pembuluh darah sehingga produksi vasokonstriktor seperti endotelin meningkat dan vasodilator seperti prostasiklin dan EDRF menurun.

e) Endotel menghasilkan sitokin yang menurunkan aktivitas antioksidan. (Tanjung, 2004)

3) Paru

Edema pulmonal bisa terjadi pada preeklampsia berat atau eklampsia, bisa kardiogenik atau non kardiogenik dan biasanya timbul pada waktu post partum. Edema pulmonum bisa terjadi karena pemberian cairan yang berlebihan, tekanan onkotik yang menurun karena albuminemia, penggunaan kristaloid untuk menggantikan transfusi darah dan sintesis albumin yang menurun dari hati. Edema pulmonum sering terjadi pada hipertensi kronis dan penyakit jantung hipertensif (Tanjung, 2007).


(32)

4) Hati

Pada preeklampsia terjadi perubahan mulai dari yang ringan (subkilinis) berupa deposit fibrin pada sinusoid hepar sampai dengan ruptura hepatis, sindroma HELLP dan infark hepatis. Rasa sakit didaerah hipokondrium merupakan salah satu tanda adanya perdarahan dalam hepar atau perdarahan subkapsuler.

Walker dan Dekker (1997) dalamHypertension In Pregnancymengatakan kelainan yang sering terjadi pada hati adalah nekrosis periportal dan fokal perenkim hati dan perdarahan. Deposisi fibrin-fibrinogen dalam sinusoid hati dapat terjadi. Pada preeklampsia berat deposit fibrin dapat menyebabkan obstruksi aliran darah dalam sinusoid yang dapat menyebabkan peregangan terhadap kapsul hepar sehingga terjadi nyeri epigastrum.

Nekrosis hemoragik pada lobulus perifer hati merupakan lesi karakteristik dari eklampsia. Trombosis yang luas pada pembuluh darah kecil sering terjadi pada lobus kanan hati. Perdarahan berat dibawah kapsul hepar dapat menyebabkan ruptura hati yang menyebabkan perdarahan intra abdominal (Tanjung, 2004).

5) Ginjal

Kelainan khas preeklampsia pada ginjal adalah glomerulo-endotheliosis yaitu pembengkakan sel endotel dari glomerulus sehingga perfusi darah dan filtrasi glomerulus menurun. Pada ginjal juga dijumpai deposit fibrin pada membrana basalis. Kelainan pada ginjal umumnya reversibel dan hilang lebih kurang setelah 6 minggu post partum. Albright dan Sommers (1968) pada biopsi ginjal menjumpai kelainan kapiler deposit fibrin dalam kapsula Bowman. Sel-sel juxtaglomerulus mengalami hiperplasia, epitel loop of Henle mengalami deskuamasi berat dan afferent arteriol menunjukkan vasospasme yang jelas, Lesi pada tubulus juga sering terjadi dan terdapat cast (kristal) dalam urine. Terdapat peningkatan aktivitas renin, angiotensin dan aldosteron yang dapat menjurus


(33)

kepada retensi sodium dan air. Nekrosis korteks jarang terjadi dan ini biasanya fatal dan harus dilakukan dialisis ginjal.

Patogenesis dan patofisiologi yang terjadi pada ginjal dengan preeklampsia adalah sebagai berikut:

a) Pada ginjal terjadi kelainan glomerulus dimana sel endotel mengalami hipertrofi dan pembengkakan yang disebut glomeruloendoteliosis

b) Filtrasi glomerular dan aliran darah ke ginjal menurun.

c) Klirens asam urat menurun sehingga kadar asam urat didalam darah meningkat.

d) Kerusakan endotel glomerulus menyebabkan albumin bocor melalui glomerulus dan keluar melalui urine (proteinuria) dan albumin juga keluar dari pembuluh darah (ekstravasasi) ke ruang interstisial sehingga terjadi hipoalbuminemia sehingga tekanan onkotik menurun dan terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi.

e) Pada kehamilan normal terjadi hipercalciuria, pada preeklampsia sebaliknya menjadi hipocalciuria.

f) Natrium juga bisa terganggu sehingga terjadi retensi dan edema. Kelainan ini tidak semua sama beratnya.

(Tanjung, 2004)

6) Mata

Vasospasme retina, edema retina, retinal detachment dan kebutaan kortikal dapat terjadi pada preeklampsia.

(Miller, 2007)

2.2.3. Gejala dan Tanda Klinis

Sesuai dengan definisi preeklampsia, gejala utama preeklampsia adalah hipertensi, proteinuria dan edema yang dijumpai pada kehamilan semester 2 atau kehamilan diatas 20 minggu dengan atau tanpa edema karena edema dijumpai 80% pada kehamilan normal dan edema tidak meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal.


(34)

Gejala-gejala dan tanda-tanda lain yang timbul pada preeklampsia sesuai dengan kelainan-kelainan organ yang terjadi akibat preeklampsia:

1) Hipertensi

Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer pada lengan kanan dalam keadaan berbaring terlentang setelah istirahat 15 menit. Disebut hipertensi bila tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastolik 90 mmHg.

2) Proteinuria

Pada wanita tidak hamil dijumpai protein dalam urin sekitar 18 mg/24 jam. Disebut proteinuria positif/patologis bila jumlah protein dalam urin melebihi 300 mg/24 jam. Proteinuria dapat dideteksi dengan cara dipstick reagents test, tetapi dapat memberikan 26% false positif karena adanya sel-sel pus. Untuk menghindari hal tersebut, maka diagnosis proteinuria dilakukan pada urin tengah

(midstream)atau urine 24 jam.

Deteksi proteinuria penting dalam diagnosis dan penanganan hipertensi dalam kehamilan. Proteinuria merupakan gejala yang terahir timbul. Eklampsia bisa terjadi tanpa proteinuria. Proteinuria pada preeklampsia merupakan indikator adanya bahaya pada janin. Berat badan lahir rendah dan kematian perinatal meningkat pada preeklampsia dengan proteinuria.

Diagnosis preeklampsia ditegakkan bila ada hipertensi dengan proteinuria. Adanya kelainan cerebral neonatus dan retardasi intra uterin. Proteinuria juga ada hubungannya dengan meningkatnya risiko kematian janin dalam kandungan. Risiko terhadap ibu juga meningkat jika dijumpai proteinuria.

3) Edema

Edema bukan merupakan syarat untuk diagnosa preeklampsia karena edema dijumpai 60-80% pada kehamilan normal. Edema juga tidak meningkatkan risiko hipertensi dalam kehamilan.


(35)

atau kenaikan berat badan yang tiba-tiba dalam 1 atau 2 hari harus dicurigai kemungkinan adanya preeklampsia.

Edema yang masif meningkatkan risiko terjadinya edema paru terutama pada masa post partum. Pada 15-39 % kasus preeklampsia berat tidak dijumpai edema.

4) Oliguria

Urin normal pada wanita hamil adalah 600-2000 ml dalam 24 jam. Oliguria dan anuria meurpakan tanda yang sangat penting pada preeklampsia dan merupakan indikasi untuk terjadi terminasi sesegera mungkin. Walaupun demikian, oliguria atau anuria dapat terjadi karena sebab prerenal, renal dan post renal. Pada preeklampsia, hipovolemia tanpa vasokonstriksi yang berat, intrarenal dapat menyebabkan oliguria. Kegagalan ginjal akut merupakan komplikasi yang jarang pada preeklamspia, biasanya disebabkan nekrosis tubular, jarang karena nekrosis kortikal.

Pada umumnya kegagalan ginjal akut ditandai dengan jumlah urin dibawah 600 ml/24 jam dan 50% dari kasus tersebut terjadi sebagai komplikasi koagulasi intravaskular yang luas disebaban solusio plasenta.

5) Kejang

Kejang tanpa penyebab lain merupakan diagnosis eklampsia, kejang merupakan salah satu tanda dari gejala dan tanda gangguan serebral pada preeklampsia. Tanda-tanda serebral yang lain pada preeklampsia antara lain, sakit kepala, pusing, tinnitus, hiperrefleksia, gangguan visus, gangguan mental, parestesia dan klonus. Gejala yang paling sering mendahului kejang adalah sakit kepala, gangguan visus dan nyeri perut atas.

6) Asam Urat

Korelasi meningkatnya asam urat dengan gejala-gejala kilinis dari toksemia gravidarum mula-mula didapatkan oleh williams. Kadar asam urat juga mempunyai korelasi dengan beratnya kelainan pada biopsi ginjal. Kelainan


(36)

patologis pembuluh darah uteroplasenta dan berkorelasi dengan luaran janin pada preeklampsia. Hiperuricemia menyebabkan kematian perinatal.

7) Gangguan Visus

Gangguan visus pada preeklampsia berat dapat merupakan flashing.

Cahaya berbagai warna, skotoma, dan kebutaan sementara. Penyebabnya adalah spasme arteriol, iskemia dan edema retina. Tanpa tindakan operasi penglihatan akan kembali normal dalam 1 minggu.

(Tanjung, 2004)

2.2.4. Klasifikasi dan Diagnosa Preeklampsia

1) Preeklampsia Ringan

Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel. Diagnosa preeklampsia ringan ditegakkan dengan kriteria:

a) Hipertensi: Sistolik/diastolik≥ 140/90mmHg. b) Proteinuria:≥300mg/24 jam atau ≥1+ dipstik.

c) Edema: Edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

(prawirohardjo, 2009)

2) Preeklampsia Berat

Diagnosa preeklampsia berat ditegakkan dengan kriteria:

a) Tekanan darah sistolik≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg. Tekanan darah tidak menurun meskipun sudah dirawat dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

b) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif. c) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

d) Kenaikan kadar kreatinin plasma.

e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur.


(37)

f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat tegangnya kapsula Glisson).

g) Edema paru-paru dan sianosis. h) Hemolisis mikroangiopatik.

i) Trombositopenia berat: < 100.000 sel/ atau penurunan trombosit dengan cepat.

j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartat aminotransferase

k) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat. l) Sindrom HELLP.

(Prawirohardjo, 2009)

2.2.5. Komplikasi Preeklampsia

Komplikasi pada preeklampsia dapat dibagi berdasarkan dampaknya terhadap maternal dan fetal (Impey, 2008).

Maternal

a) Eklampsia

Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular. Kematian disebabkan oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat yang menyertai.

b) Perdarahan serebrovaskular

Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan autoregulasi aliran darah otak pada MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg.

c) Masalah liver dan koagulasi:

HELLP Syndrome (hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets Count). Preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia.

d) Gagal ginjal

Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat. e) Edema Paru


(38)

Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara bersamaan, merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur gestasi.

Fetal

Kematian perinatal dan morbiditas fetus meningkat. Pada usia kehamilan 36 minggu, masalah utama adalah IUGR. IUGR terjadi karena plasenta iskemi yang terdiri dari area infark. Kelahiran prematur juga sering terjadi At-term,

preeklampsia mempengaruhi berat lahir bayi dengan penigkatan risiko kematian dan morbiditas bayi. Pada semua umur gestasi terjadi peningkatan risiko abrupsi plasenta.

2.2.6. Pencegahan Preeklampsia

1) Diet dan olahraga

Sudah berpuluh-puluh tahun wanita disarankan untuk membuat perubahan dalam diet dan gaya hidupnya untuk menjauhkan mereka dari risiko preeklampsia. Tetapi itu dianggap kurang efektif. Berbagai macam intervensi sudah di evaluasi pada randomized trial, termasuk aerobic, suplementasi protein, peningkatan ataupun penurunan konsumsi garam, suplementasi magnesium dan suplementasi zat besi. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil yang ditunjukkan tidak begitu berpengaruh terhadap pencegahan preeklampsia.

Dari hasil penelitian lainnya, menunjukkan bahwa suplementasi prekursor prostaglandin seperti minyak ikan dan suplementasi kalsium memiliki pengaruh yang lebih baik. Pada minyak ikan terkandung rantai asam lemak yang memiliki efek antiplatelet dan anti trombotik.

Hipotesis yang menyatakan bahwa diet calcium berhubungan dengan risiko preeklampsia, saat ini masih dalam penelitian. Pada penelitian observational ini, 6894 wanita masing masing diberikan 1 gram kalsium per hari, secara keseluruhan mengurangi risiko preeklampsia sebanyak 30 %. Risiko preeklampsia bagi wanita yang mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang rendah, masih dalam penelitian.


(39)

2) Aspirin dan agen antiplatelet lainnya

Preeklampsia berhubungan dengan defisiensi produksi prostasiklin yang merupakan vasodilator dan terjadinya produksi berlebihan dari thromboxan yang merupakan derivat platelet vasokonstriktor dan sebagai stimulus dari agregasi platelet. Maka hipotesa mengarah ke kemungkinan agen antiplatelet dan aspirin dosis rendah, efektif untuk pencegahan preeklampsia. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah dan agen antiplatelet dapat membantu dalam pencegahan preeklampsia dan beberapa komplikasi.

3) Vitamin Antioxidan

Sebuah penelitian kecil mengevaluasi bahwa dosis tinggi vitamin C dan E sebagai antioksidan untuk pencegahan preeklampsia menunjukkan hasil yang menjanjikan tetapi membutuhkan konfirmasi dari penelitian yang lebih besar (Duley, 2003).

Pada penelitian lain menyatakan suplementasi vitamin C dengan dosis 1000 mg/hari dan vitamin E dengan dosis 400 IU/hari tidak menurunkan risiko hipertensi kehamilan dan preeklampsia pada wanita hamil (Roberts et al, 2010).

Etiologi preeklampsia merupakan multifaktor, maka intervensi pada satu sisi saja tidak efektif untuk mencegah preeklampsia. Tindakan preventif yang baik hanya dapat dilakukan bila etiologi preeklampsia sudah diketahui (Tanjung, 2004).

2.2.7. Penatalaksanaan

Menurut Institute of Obstetricians and Gynaecologist Royal College of physicians of Ireland,penatalaksanaan preeklampsia berupa:

1) Preeklampsia ringan

Terjadi pada 15-25% wanita dengan hipertensi kronis yang berujung pada preeklampsia. Rata-rata terjadi pada minggu ke 32 kehamilan. Maka daripada itu penatalaksanaan hipertensi kehamilan seharusnya terfokus pada monitoring ibu dan janin apakah sudah berkembang menjadi preeklampsia, hipertensi berat ataupun ancaman pada janin. Minimal analisa urin dan pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap minggu.


(40)

a. Tempat Perawatan

Komponen dalam perawatan meliputi unit rumah sakit dan dokter umum dapat digunakan dalam penanganan preeklampsia ringan dan hipertensi kehamilan tanpa proteinuria. Kelayakannya tergantung pada jarak rumah sakit, pemenuhan kebutuhan pasien dan progres preeklampsia yang lambat.

b. Evaluasi Awal

Konfirmasi peningkatan tekanan darah yang dilakukan berulang-ulang dan pemeriksaan ekskresi protein urin merupakan bagian dari evaluasi awal. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan jika ada peningkatan tekanan darah yang berkelanjutan antara 90-99 mmHg dan seharusnya dilakukan monitor: tes fungsi renal termasuk asam urat, elektrolit serum, tes fungsi hati dan hitung darah lengkap.

Pemeriksaan fetus dengan USG untuk mengevaluasi berat janin, progres dari pertumbuhan janin, indeks cairan amnion dan umbilical artery Doppler velocimetryharus dilakukan pada saaat diagnosis setiap 4 minggu.

c. Penatalaksanaan Hipertensi Kehamilan Tanpa Proteinuria dan Preeklampsia Ringan.

Terapi medis hipertensi ringan belum menunjukkan peningkatan hasil pada neonatus dan mungkin bisa menutupi diagnosis dalam perubahan yang mengarah pada hipertensi berat. Penatalaksanaan seharusnya dapat mencegah terjadinya hipertensi sedang maupun berat. Dengan target menurunkan atau memperkecil komplikasi seperti gangguan pada serebrovaskular.

Untuk wanita tanpa masalah kesehatan yang mendasar, obat anti hipertensi perlu digunakan untuk menjaga tekanan sistolik pada 130-155 mmHg dan tekanan diastolik 80-105 mmHg. Untuk wanita yang sudah memiliki masalah kesehatan yang mendasar, seperti penyakit ginjal dan diabetes, perlu menjaga tekanan darahnya pada tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan diastol 80-89


(41)

Labetaloladalah campuran antara alfa dan beta adrenergik antagonis yang dapat menurunkan tekanan darah ibu tanpa adanya efek pada janin. Dosis inisial diberikan dengan 100 mg, dua sampai tiga kali perhari. Dosis ini dapat diberikan sampai dosis maksimum yaitu 600 mg, 4 kali sehari. Perlu diperhatikan bahwa labetalol ini kontra indikasi pada wanita dengan riwayat asthma.

Metildopaadalah obat antihipertensi yang bekerja secara sentral sehingga tidak memeiliki efek samping pada sirkulasi uteroplasenta. Metildopa diberikan dengan dosis mulai dari 250 mg, tiga kali sehari sampai dengan 1g , tiga kali sehari. Metildopa tidak sesuai untuk kondisi yang membutuhkan kontrol hipertensi secara tepat, karena untuk mencapai efek terapinya metildopa membutuhkan waktu 24 jam. Semakin tinggi dosis metildopa yang digunakan, maka akan meningkatkan efek samping seperti depresi dan sedasi.

Nifedipin adalah calcium channel antagonist . obat ini merupakan antihpertensi yang potensial dan sebaiknya tidak diberikan secara sublingual karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah secara cepat dan kemudian dapat membahayakan janin. Berbeda dengan Nifedipine yang bekerja secara long acting (Adalat LA) tidak menyebabkan terjadinya efek samping pada sirkulasi uteroplasenta. Untuk kontrol hipertensi, nifedipin diberikan mulai dari dosis 30 mg/hari sampai dengan 120 mg/hari.

Jika dosis inisial dari obat-obat tersebut gagal untuk mengkontrol tekanan darah secara adekuat, dosis tersebut perlu ditingkatkan secara bertahap sampai pada dosis maksimum. Jika kontrol tekanan darah yang adekuat belum tercapai, mungkin diperlukan obat antihipertensi lainnya.


(42)

Tabel 2 Monitor Hipertensi Gestasional dan Preeklampsia (NHBPEP, 2000)

TABLE 2. FETAL MONITORING IN GESTATIONAL AND PREEKLAMPSIA Gestational Hypertension

(hypertension only without proteinuria, with normal laboratory test results, and without symptomps)

• Estimation of fetal growth and amniotic fluid status should be performed at diagnosis. If results are normal, repeat testing only if there is significant change in maternal condition.

• Nonstress test (NST) should be perfomed at diagnosis. If NST is

nonreactive, perform biophysical profile (BPP). If BPP value is eight or if NST is reactive, repeat testing only if there is significant change in maternal condition. Mild Preeclampsia

(mild hypertension, normal platelet count, normal liver enzyme values, and no maternal symptoms)

• Estimation of fetal growth and amniotiv fluid status should be perfomed at diagnosis. If results are normal, repeat testing every 3 weeks.

• NST, BPP or both should be perfomed at diagnosis. If NSt is reactive or it BPP value is eight, repeat weekly. Testing should be repeated immediately if there is abrupt change in maternal condition.

• If estimated fetal weight by ultrasound is <10th percentile for gestasional age or if there is olygohydramnios (amniotic fluid≤ 5 cm). Then testing should be perfomed at least twice weekly.

a) Partus

Penatalaksanaan yang terahir dari preeklampsia adalah melahirkan bayinya. Setelah 37 minggu kehamilan berjalan pertimbangan persalinan perlu diberikan. Penilaian secara klinis termasuk gejala-gejala pada ibu hamil tersebut, derajat keparahan preeklampsia, keadaan janin dan kondisi serviks yang mendukung. Jika terjadi kondisi ketika sudah pada usia kehamilan 37 minggu, preeklampsia ringan, tetapi kondisi serviks tidak mendukung, maka induksi untuk persalinan ditunda, khususnya pada wanita yang sebelumnya pernah seksio


(43)

cesareae. Penyebab tertentu juga terjadi pada ibu hamil yang obesitas. Pada beberapa kegawat daruratan klinis perlu dilakukan persiapan seksio cesareae.

Evidence yang berasal dari HYPITAT Trial (koopmans et al. 2009) menunjukkan bahwa pada wanita dengan hipertensi kehamilan dan preeklampsia ringan, induksi partus setelah kehamilan 37 minggu dihubungkan dengan penurunan kegawat daruratan maternal dan tanpa perubahan kondisi janin ataupun tanpa indikasi seksio cesarea, maka induksi persalinan bisa dilakukan dalam situasi ini.

Tabel 3 Indikasi Partus pada Preeklampsia(NHBPEP, 2000)

PREECLAMPSI

MATERNAL FETAL

• Gestasional age≥38 weeks

• Platelet count <100.000 cells /mm3

• Progressive deterioration in hepatic function

• Progressive deeroration in renal function

• Suspected abruptio placentae

• Persistent severe headaches or visual changes • Persistent severe epigastric pain, nausea or vomiting

• Severe fetal growth restriction

• Nonreassuring fetal testing results


(44)

2) Penatalaksanaan preeklampsia berat a) Pilihan pertama: Labetalol

Jika pasien dapat metoleransi terapi, dapat diberikan dosis inisial sebesar 200 mg secara oral. Biasanya dengan pemberian tersebut dapat memberikan hasil penurunan tekanan darah dalam waktu setengah jam. Dosis berikutnya dapat diberikan 30 menit setelahnya jika diperlukan.

Jika tidak ada respon dengan pemberian secara oral, maka kontrol dapat dilakukan dengan bolus labetalol 50 mg secara berulang dan selanjutnya dengan infus labetalol.

Infus bolus 50 mg diberikan minimal dalam 5 menit, maka efeknya akan muncul pada 10 menit berikutnya. Dapat diulang lagi jika tekanan darah tidak turun dari 160/105. Dosis dapat diberikan mulai dari 50 mg sampai dosis maksimum 200 mg dengan interval 10 menit.

Jika setelah pemberian labetalol secara intravena tidak menurunkan tekanan darah dibawah 160/105 mmHg dalam satu sampai satu setengah jam, maka perlu diberikan obat antihipertensi pilihan ke dua.

b) Pilihan kedua

Hydralazine

Hydralazine dapat diberikan dengan bolus 2,5 mg. Dapat diulang setiap 20 menit sampai dosis maksimum 20 mg. Dapat diikuti dengan infus hydralazin 40 mg dalam 40 ml normal saline dengan 1-5 ml/jam.

Nifedipine

Nifedipine sebaiknya tidak diberikan secara sublingual untuk wanita hipertensi. Bisa terjadi hipotensi bersamaan dengan pemberian nifedipine dan magnesium sulfat, maka daripada itu nifedipine diresepkan pada wanita dengan hipertensi berat.

Nifedipine oral dapat diberikan dengan 3 preparat: kapsul, modifikasi dengan 2 kali dosis regular dalam 12 jam dan modifikasi dengan tablet dosis


(45)

Magnesium Sulfat

Magnesium sulfat diberikan untuk penanganan kasus preeklampsia berat sebagai pencegahan eklampsia.

Magnesium Sulfat diberikan dengan dosis awal lalu diikuti dengan pemberian secara infus selama 24 jam atau sampai 24 jam setelah partus. Dosis awal magnesium sulfat yaitu 4 gram secara intravena selama 5-10 menit. Dosis kontrol yaitu 1 gram magnesium sulfat intravena per jam.

Untuk menghindari kesalahan dalam peresepan, maka magnesium sulfat sebaiknya diberikan dalam pre-mixed solution. Pre-mixed magnesium sulfat tersedia dengan 2 preparat:

Magnesium Sulfat 4g dalam 50 ml. Sebaiknya diberikan secara intravena dalam 10 menit sebagai dosis bolus.

Magnesium Sulfat 20g dalam 500ml. Sebaiknya diberikan melalui

volumetric pumpdengan 25 ml/jam (1 gram/jam magnesium sulfat).

Efek samping pemberian magnesium sulfat dapat berupa paralisis motorik, hilangnya refleks tendon, depresi pernapasan, aritmia pada jantung. Untuk menghindari efek samping tersebut, maka perlu dilakukan monitoring dalam 4 jam berupa EKG, urin output, refleks tendon diperiksa setiap 4 jam. Pemberian magnesium sulfat harus dikurangi jika sudah tidak ada refleks tendon dan frekuensi pernapasan dibawah 12 kali per menit. Jika terjadi oliguria dan gangguan pada konduksi jantung, maka hentikan pemberian magnesium sulfat dan berikan kembali setelahurine outputmembaik (IOG Ireland, 2011).

Setelah pemberian terapi medikamentosa, maka dapat ditentukan rencana sikap terhadap kehamilannya, yang tergantung pada umur kehamilan yaitu:

Ekspektatif: Bila umur kehamilan <37 minggu, kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa.

Aktif: Bila umur kehamilan ≥37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.


(46)

(47)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penilitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

3.2. Definisi Oprasional

Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian, maka yang menjadi variabel dalam penelitian beserta dengan definisi operasionalnya masing-masing sesuai dengan yang dicatat oleh petugas rumah sakit sebagai berikut :

1. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria yang tercatat di rekam medik RSUP H Adam Malik.

2. Status Gravida adalah salah satu komponen dari status paritas yang sering dituliskan dengan notasi G-P-Ab, dimana G menyatakan jumlah (gestasi), P menyatakan jumlah paritas, dan Ab menyatakan jumlah abortus dari penderita preeklampsia yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

Faktor Risiko:

- Usia Penderita - Status Gravida

- IMT

- Riwayat keluarga

- Riwayat hipertensi kronis - Jumlah Fetus

- Jarak kehamilan diatas 10 tahun

- Riwayat preeklampsia sebelumnya

Kejadian preeklampsia pada ibu hamil


(48)

3. Usia adalah usia penderita saat didiagnosa menderita preeklampsia yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

4. Indeks Massa Tubuh adalah hasil perhitungan dari berat badan dan tinggi badan penderita preeklampsia yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik, di hitung dengan rumus, saat kunjungan pertama.

( )

( )

5. Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia adalah keterangan bahwa sebelumnya ada keluarga penderita yang pernah mengalami preeklampsia yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

6. Riwayat hipertensi kronis adalah keterangan bahwa pasien mengalami hipertensi sebelum kehamilan dibawah 20 minggu, yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

7. Jumlah fetus adalah jumlah fetus yang ada dalam satu kehamilan yang tercatat dalam data rekam medik RSUP H Adam Malik.

8. Jarak kehamilan adalah jarak antara kehamilan penderita yang sekarang dan sebelumnya, yang tercatat dalam rekam medik RSUP H.Adam Malik.

9. Riwayat preeklampsia sebelumnya adalah adanya kejadian preeklampsia sebelumnya pada penderita yang tercatat dalam rekam medik RSUP H. Adam Malik.

11. Klasifikasi Preeklampsia adalah tingkat keparahan preeklampsia yang di alami oleh penderita yang tercatat dalam rekam medik RSUP H Adam Malik. 12. Derajat Proteinuria adalah nilai dari pemeriksaan protein urin penderita


(49)

3.3. Variabel dan Alat Ukur.

VARIABEL ALAT

UKUR

CARA UKUR

HASIL UKUR SKALA

UKUR Status Gravida Data Rekam Medik Melihat data rekam medik

Status Gravida dengan kategori:

• Primigravida • Sekundigravida • Multigravida • Grandemultigravida Nominal Usia Penderita Data Rekam Medik Melihat data rekam medik

Usia dengan kategori:

• <20 tahun

• 20-25 • 26-30 • 31-35 • 36-40 Interval Indeks Massa Tubuh Data Rekam Medik Melihat data rekam medik

Indeks Massa Tubuh dengan Kategori:

• <35 kg/m2

• ≥35 kg/m2

Interval Riwayat keluarga yang mengalami preeklampsia Data Rekam Medik Melihat data rekam medik Riwayat Keluarga:

• Pernah mengalami preeklampsia

• Tidak pernah mengalami preeklampsia Nominal Riwayat hipertensi kronis Data Rekam Medik Melihat data rekam medik

• Ada riwayat hipertensi kronis

• Tidak ada riwayat hipertensi kronis

Nominal

Jumlah Janin


(50)

Rekam Medik

data rekam medik

• Janin Tunggal

• Janin Multipel

Jarak Kehamilan Data Rekam Medik Melihat data rekam medik

Jarak Kehamilan dengan kategori:

• < 10 tahun

• ≥10 tahun

Interval Riwayat preeklampsia Data Rekam Medik Melihat data rekam medik Riwayat Preeklampsia:

• Pernah mengalami

preeklampsia sebelumnya

• Tidak pernah mengalami preeklampsia Nominal Klasifikasi Preeklampsia Data Rekam Medik Melihat data rekam medik Klasifikasi Preeklampsia:

• Preeklampsia Berat

• Preeklampsia Ringan

Ordinal Derajat proteinuria Data Rekam Medik Melihat data relam medik Derajat Proteinuria

• 1 dipstik

• ≥2 dipstik


(51)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian cross sectional dimana penelitian ini dilakukan hanya dalam satu kali dengan tujuan untuk membuat gambaran prevalensi dari Penyakit Preeklampsia pada ibu hamil berdasarkan faktor resiko.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Agustus–Desember 2012.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medik penderita Preeklampsia. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah seluruh data rekam medik Penderita preeklampsia di RSUP H Adam Malik Medan periode Juli 2008 - juli 2011. Besar Sampel penelitian ini dengan metode total sampling

dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel, yaitu sebanyak 139 penderita.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pencatatan pada rekam medik pada penderita Preeklampsia berdasarkan faktor risiko di RSUP H Adam Malik Medan periode Juli 2008-Juli 2011 dengan menggunakan lembarchecklist.

4.5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dideskripsikan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) dan kemudian didistribusikan secara


(52)

deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dilakukan pembahasan sesuai pustaka yang ada.


(53)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik berlokasi di Jalan bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan Kategori Kelas A. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk Wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Dengan metode total sampling, didapatkan 100 ibu hamil yang menderita preeklampsia yang berkunjung ke RSUP H Adam Malik Medan selama periode Juli 2008 –Juli 2011. Semua data responden diambil dari data sekunder yaitu rekam medik pasien. Dari keseluruhan responden, faktor risiko yang ditinjau adalah status gravida, usia kehamilan, usia penderita, indeks massa tubuh, riwayat keluarga yang mengalami preeklampsia, riwayat hipertensi kronis, jumlah fetus, jarak kehamilan, riwayat preeklampsia, klasifikasi preeklampsia dan derajat proteinuria.


(54)

5.1.2.1. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia Penderita

USIA PENDERITA N %

<20 Tahun 3 3,1

20-25 Tahun 20 20,6

26 - 30 Tahun 18 18,6

31 -35 Tahun 14 14,4

36-40 Tahun 42 43,3

Total 97 100

Berdasarkan penelitian, didapat penderita preeklampsia paling banyak dijumpai pada kelompok usia dalam rentang 36-40 tahun, yaitu sebanyak 42 orang (43,3%), kemudian diikuti dengan kelompok usia 26-30 tahun keatas sebanyak 18 orang (18,6%) dan kelompok usia paling sedikit dijumpai pada usia dibawah 20 tahun yaitu sebanyak 3 orang (3,1%).

5.1.2.2. Deskripsi Sampel Berdasarkan Status Gravida

Status Gravida N %

Primigravida

47 47,4

Multigravida

42 43,3

Grandemultigravida

9 9,3

Total


(55)

Dari tabel tersebut diatas, terlihat bahwa penderita preeklampsia paling banyak dijumpai pada kelompok primigravida yaitu sebanyak 47 orang (47,4%), diikuti dengan kelompok multigravida sebanyak 42 orang (43,3%).

5.1.2.3. Deskripsi Sampel Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh N %

Tidak ada data 94 96,9

≥35 kg/m2 3 3,1

Total 97 100

Berdasarkan penelitian, sebanyak 94 (96,9%) tidak memiliki keterangan tentang Indeks Massa Tubuh Pasien, tetapi sebanyak 3 (3,1%) menunjukkan Indeks Massa Tubuh 35 kg/m2.

5.1.2.4. Deskripsi Sampel Berdasarkan Riwayat Keluarga

Riwayat Keluarga N %

Tidak ada riwayat preeklampsia

32 33

Tidak ada keterangan 65 67

Total 97 100

Dari tabel tersebut diatas, sebanyak 65 (67%) tidak memiliki keterangan tentang riwayat keluarga penderita yang pernah mengalami preeklampsia, tetapi sebanyak 32 (33%) menunjukkan tidak ada riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia.


(56)

5.1.2.5. Deskripsi Sampel Berdasarkan Riwayat Hipertensi Kronis

Riwayat

HipertensiKronis

N %

Ada 28 28,9

Tidak 69 71,1

Total 97 100

Dari data tersebut diatas didapati penderita preeklampsia terbanyak pada kelompok yang tidak memiliki riwayat hipertensi kronis sebelumnya yaitu sebanyak 69 orang (71,1%) dan penderita dengan riwayat hipertensi kronis sebanyak 31 orang (28,9%).

5.1.2.6. Deskripsi Sampel Berdasarkan Jumlah Janin

Jumlah Janin N %

Janin Tunggal 94 96,9

Janin Multipel 3 3,1

Total 97 100

Berdasarkan penelitian, didapatkan penderita preeklampsia terbanyak pada pada penderita yang memiliki janin tunggal yaitu sebanyak 94 orang (96,9%) dan penderita dengan janin multipel hanya dijumpai sebanyak 3 orang (3,1%).


(57)

5.1.2.7. Deskripsi Sampel Berdasarkan Jarak Kehamilan

Jarak Kehamilan N %

<10 Tahun 89 91,8

≥10 Tahun 8 8,2

Total 97 100

Berdasarkan penelitian, didapatkan penderita preeklampsia terbanyak pada kelompok dengan jarak kehamilan kurang dari 10 tahun yaitu 89 orang (91,8%) dan kelompok dengan jarak kehamilan lebih dari 10 tahun didapati sebanyak 8 orang (8,2%).

5.1.2.8. Deskripsi Sampel Berdasarkan Riwayat Preeklampsia

Riwayat Preeklampsia N %

Ada 13 13,4

Tidak 84 86,6

Total 97 100

Berdasarkan penelitian, didapatkan penderita preeklampsia terbanyak pada kelompok penderita yang tidak pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya yaitu sebanyak 84 orang (86,6%) dan penderita yang pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya sebanyak 13 orang (13,4%).


(58)

5.1.2.9. Deskripsi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Preeklampsia

Klasifikasi Preeklampsia N %

Preeklampsia berat 83 85,6

Preeklampsia ringan 14 14,4

Total 97 100

Berdasarkan penelitian, dijumpai penderita preeklampsia paling banyak adalah preeklampsia berat sebanyak 83 orang (85,6%), sedangkan preeklampsia ringan hanya didapati 14 orang (14,4 %).

5.1.2.10. Deskripsi Sampel Berdasarkan Derajat Proteinuria

Proteinuria N %

+1 12 14,4

≥+2 83 85,6

Total 97 100

Berdasarkan data tersebut diatas, didapatkan penderita preeklampsia menurut pemeriksaan, paling banyak dengan proteinuria +1 sebanyak 12 orang (14,4%), sedangkan pada proteinuria dengan≥+2 sebanyak 83 orang (85,6%).

5.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Prevalensi Preeklampsia di RSUP H Adam Malik Medan periode Juli 2008 - Juli 2011. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus sampai Desember 2012 dan menurut data


(59)

komputerisasi Instalasi Rekam Medik, didapatkan jumlah penderita preeklampsia sebanyak 100 penderita.

Dari tabel 5.1 terlihat penderita preeklampsia yang paling banyak adalah dari kelompok primigravida yaitu sebanyak 47,4%. Hal yang sama didapati pada penelitian Kashanian (2011) di Tehran, Iran, menemukan penderita preeklampsia paling banyak pada kelompok primigravida yaitu 23,6% dari 318 penderita preeklampsia. Pada penelitian Uzan et al (2011) yang menyatakan bahwa primigravida merupakan salah satu risiko mayor dari preeklampsia. Menurut Gant (1980) kejadian preeklampsia lebih sering pada primigravida sebagai bukti adanya faktor imunologis yang berperan dalam patofisiologi preeklampsia. Salah satu teori terjadinya preeklampsia adalah reaksi imun maternal melawan antigen paternal yang di ekspresikan di plasenta dan reaksi ini menimbulkan defek pada invasi trofoblas dan disfungsi plasenta. Risiko akan lebih rendah pada kelompok multigravida disebabkan oleh terjadinya desensitisasi setelah paparan antigen paternal di plasenta pada kehamilan pertama. Risiko yang lebih rendah pada multipara juga berkaitan dengan invasi trofoblas yang lebih baik setelah modifikasi arteri spiral selama kehamilan pertama (Hernandez Diaz, 2009). Pada primigravida sering mengalami stres dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Stress yang terjadi pada primigravida menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropin-releasing hormone (CRH) oleh hipotalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan kortisol. Efek kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk berespons terhadap semua stressor dengan meningkatkan respons simpatis, termasuk respons yang ditujukan untuk meningkatkan curah jantung dan mempertahankan tekanan darah (Corwin, 2001). Berdasarkan usia penderita pada tabel 5.2. Penderita preeklampsia paling banyak tergolong dari kelompok dengan rentang usia 35-40 yaitu sebanyak (43,3%). Hal ini disebabkan pada orang yang lebih tua tekanan darah cenderung lebih tinggi. Tekanan darah sistolik meningkat sesuai dengan peningkatan usia, sementara tekanan darah diastolik meningkat seiring dengan tekanan darah sistolik hingga sekitar usia 55 tahun (Suhardjono, 2006). Pada usia kurang dari 20 tahun menunjukkan bahwa rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan


(60)

sempurna. Dua tahun setelah menstruasi pertama, seorang wanita masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2-7% (Moerman, 2000). Hal ini dapat menimbulkan kesulitan pada saat kehamilan dan persalinan, sedangkan usia yang lebih dari 35 tahun menyebabkan kondisi kesehatan dan keadaan rahim tidak sebaik pada saat usia 20-35 tahun (Muslinah, 1999). Pada penelitian Kashanian (2011) mendapati penderita preeklampsia paling banyak dari kelompok umur 21-30 tahun yaitu sebanyak 23,7% dimana pada umur tersebut merupakan umur dimana wanita mengalami kehamilan pertamanya (primigravida). pada penelitian ini kelompok umur 21-30 tahun didapati sebanyak 40%.

Berdasarkan Indeks Massa Tubuh penderita, menunjukkan bahwa terdapat 3 orang penderita yang memiliki Indeks Massa Tubuh diatas 35 kg/m2, sedangkan 94 orang lainnya tidak dapat didata karena tidak tercantumnya berat badan dan tinggi badan penderita sehingga data ini tidak representatif. Berdasarkan riwayat keluarga penderita yang pernah mengalami preeklampsia pada tabel 5.4, menunjukkan bahwa riwayat preeklampsia pada keluarga penderita tidak dapat diamati karena ketidak lengkapan rekam medis penderita. padahal faktor ras dan genetik merupakan unsur yang penting terhadap kejadian preeklampsia, terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada wanita dari ibu yang menderita preeklampsia (Gede, 1998). Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya preeklampsia secara familian jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia (Angsr, 2008). 20-40% preeklampsia terjadi pada anak yang dimana ibunya pernah mengalami preeklampsia, 11-37% dari wanita yang dimana saudara perempuannya mengalami preeklampsia dan 22-47% pada orang kembar (Ward dan Lindheimer dalam cunningham, 2009). Sebanyak 70 gen telah diteliti dan diduga berhubungan dengan kejadian preeklampsia. 7 diantaranya sudah di teliti yaitu :


(61)

2. F5 (1q23) yang berhubungan dengan trombophilia

3. AGT (1q42-q43) yang berhubungan dengan regulasi tekanan darah berhubungan dengan hipertensi kronis.

4. HLA (6p21.3) yang berhubungan dengan immunitas.

5. NOS3 (7q36) yang berhubungan dengan fungsi vaskular endothelial

6. F2 (11p11-q12) yang berhubungan dengan koagulasi dan berhubungan dengan gen thrombophilic.

7. ACE (17q23) regulasi tekanan darah.

Berdasarkan riwayat hipertensi kronis penderita pada tabel 5.5, menunjukkan bahwa penderita preeklampsia paling banyak dari kelompok yang tidak memiliki riwayat hipertensi kronis yaitu sebanyak 69 penderita (71,1%) , sedangkan kelompok yang memiliki riwayat hipertensi kronis sebanyak 28 penderita (28,9%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kashanian dkk (2011), pada penelitian tersebut menjumpai bahwa dari 310 penderita preeklampsia terdapat 305 orang tanpa riwayat hipertensi kronis. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya faktor risiko lain pada penderita. Riwayat hipertensi kronis tergolong dalam risiko mayor dari preeklampsia (Uzan et al, 2011). Terjadinya hipertensi pada preeklampsia disebabkan oleh ketidakseimbangan antara vasokonstriktor dan vasodilator dimana vasokonstriktor meningkat, seperti angiotensin 2, endotelin, tromboksan dan produksi vasodilator menurun sehingga terjadilah peningkatan tekanan darah yang menyebabkan resistensi perifer meningkat. Pada wanita dengan hamil normal seharusnya resisten terhadap angiotensin 2 (Tanjung, 2007).

Berdasarkan jumlah janin pada penelitian ini, menunjukkan bahwa penderita preeklampsia paling banyak dari kelompok dengan janin tunggal sebanyak 96,9%, dan angka kejadian janin multipel sebanyak 3,1%. Hal ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Hadi, 2011 menemukan 6% dari penderita preeklampsia yang berasal dari kelompok janin multipel. Dari penelitian Supriandono dan Sofoewan mendapatkan bahwa 4% kasus preeklampsia berat


(62)

mempunya jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2(1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.

Berdasarkan jarak kehamilan penderita pada tabel 5.7. didapatkan bahwa penderita preeklampsia 91,8% berasal dari kelompok dengan jarak kehamilan dibawah 10 tahun, hal ini disebabkan oleh banyaknya sample yang merupakan primigravida. Hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh North dkk pada tahun 2011, dimana didapatkan data 90% penderita preeklampsia yang menjadi responden, berasal dari kelompok dengan jarak kehamilan dibawah 10 tahun.

Berdasarkan riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya pada tabel 5.8 didapatkan 86,6% belum pernah mengalami preeklampsia sebelumnya. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh kashanian 2011, dinyatakan bahwa 94% belum pernah mengalami preeklampsia sebelumnya, hal ini kemungkinan karena sebagian besar responden adalah kelompok primigravida.

Berdasarkan tabel 5.9, dapat dilihat bahwa penderita preeklampsia paling banyak didiagnosa pada preeklampsia berat yaitu 85,6 %. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan ibu untuk melakukan pemeriksaan rutin pada kehamilannya, sehingga penderita tersebut datang sudah dalam keadaan preeklampsia berat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian pada tabel 5.10, dimana derajat proteinuria paling banyak pada kategori kadar proteinuria ≥2+ yaitu sebanyak 85,6%. Menurut Cunningham pada tahun 2010, diagnosa preeklampsia berat ditegakkan jika tekanan darah sistolik≥160mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110mmHg dan proteinuria ≥2 dipstik. Proteinuria bisa saja muncul lebih lama dari pada peningkatan tekanan darah, Sibai (2004) melaporkan 10-15% wanita dengan HELLP Syndrome tidak menunjukkan adanya proteinuria. Zwart et al (2008) melaporakan 17% wanita yang mengalami preeklampsia-eklampsia tidak menunjukkan proteinuria saat mengalami kejang. Diagnosis Preeklampsia tidak lengkap tanpa adanya proteinuria. Proteinuria tidak selalu menunjukkan kelainan ginjal. Nilai diagnosis proteinuria tergantung dari derajat proteinuria, menetap atau disertai kelainan urin lainnya. Hardwicke menerangkan


(63)

1. Peningkatan permeabilitas membran basal glomerulus terhadap protein (proteinuria glomerulus). Hal ini juga dikemukakakn oleh Creet sebagai mekanisme dasar proteinuria pada preeklampsia. Pada keadaan ini ditemukan proteinuria dengan BM 65.000-180.000 dalton, terutama albumin dan transferin. 2. Gangguan fungsi tubular (proteinuria tubular). Lison dkk juga mengemukakan terjadi gangguan reabsorbsi protein pada tubulus proksimal. Pada keadaan ini dijumpai proteinuria dengan BM kecil (10.000-65.000 dalton)

3. Ekskresi ini berhubungan dengan pengeluaran protein yang berlebihan pada urin dengan BM yang kurang dari 40.00 dalton.

Brown dkk (1994) pada penelitiannya menemukan, pada kehamilan trimester tiga, ekskresi albuminuria/24 jam akan meningkat, dan pada penderita preeklampsia ekskresi albuminuria didapati lebih tinggi dari hamil normal (Lintang, 2000).


(1)

single fetus'' <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik multifetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus >= 10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik

multifetus <10 tahun pernah Preeklampsia Ringan 1 dipstik

single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Ringan 1 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Ringan 1 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Ringan 1 dipstik single fetus >= 10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Ringan tidak ada data single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat 1 dipstik single fetus <10 tahun pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Ringan 1 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik multifetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik


(2)

single fetus''' <10 tahun pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Ringan 1 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Ringan 1 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus >= 10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik single fetus <10 tahun tidak pernah Preeklampsia Berat >=2 dipstik


(3)

(4)

(5)

(6)