UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.3. Habitat BPOM RI, 2010
Cabe jawa merupakan tumbuhan asli Indonesia, ditanam di pekarangan, ladang, atau tumbuh liar ditempat-tempat yang tanahnya tidak lembab dan
berpasir seperti didekat pantai atau di hutan sampai ketinggian 600m. Tempat tumbuh tanaman merambat pada tembok, pagar, pohon lain, atau rambatan yang
yang dibuat khusus. Cocok ditanam di tanah yang tidak lembab dan porus banyak mengandung pasir. Perbanyakan tanaman dilakukan dengan stek batang yang
sudah cukup tua atau melalui biji. 2.1.4. Keamanan
Mun’im, 2011
Penggunaan simplisia relatif cukup aman, tetapi sebaiknya tidak digunakan selama masa kehamilan dan menyusui.
2.2. Kandungan Kimia Buah Cabe Jawa
Piperis retrofracti fructus BPOM RI, 2010; Mun’im, 2011
Piperin, kavisin isomer piperin, piperidin, piperitin, piperanin, piperilin, asarinin, pellitorin, isobutildeka-trans-2-trans-4-dienamida, saponin, polifenol,
minyak atsiri piperonal, eugenol, kariofelen, bisabolen, pentadekana, asam palmitat, asam tetrahidropiperat, 1-undesilenil-3, 4-metilendioksibenzena, dan
sesamin.
2.3. Khasiat dari Buah Cabe Jawa
Piperis retrofracti fructus Depkes RI, 1985; Mun’im, 2011
Buah cabe jawa Piperis retrofracti fructus berkhasiat sebagai penurun panas, peluruh air seni, peluruh keringat, pereda kejang, dan mengatasi gangguan
pencernaan. Efek farmakologi yaitu mempunyai banyak aktivitas antara lain kardiovaskuler, antiamuba Entamoeba histolytica, antimikroba beberapa bakteri
patogen seperti S.thypi, E.coli, P.aeruginosa, antiulser, antidiabetes, analgesik induksi asam asetat, antiinflamasi induksi Karagenan, efek terhadap saluran
pernafasan dan preventif terhadap hati. 2.4.
Toksisitas dari Buah Cabe Jawa Piperis retrofracti fructus BPOM,
2010 Termasuk kataori toksisitas sedang. Uji toksisitas akut ekstrak etanol cabe
jawa yang diberikan secara oral pada mencit menunjukan LD
50
sebesar 3,32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mg10g mencit. Sedangkan hasil uji subkronik yang dilakukan selama 90 hari dengan dosis ekstrak etanol cabe jawa 1,25; 3,75 dan 12,5 mg200 gBB tikus,
menunjukan tidak menimbulkan kerusakan pada organ penting.
2.5. Simplisia
2.5.1. Definisi Simplisia Gunawan, 2004; Depkes RI, 2000
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya
berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk.
Berdasarkan hal tersebut maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan mineral.
1. Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan
keluar dari tanaman atau isi sel dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanaman dengan cara tertentu yang masih belum
berupa zat kimia murni. 2.
Simplisia Hewani Simplisia hewani adalah simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau
belum berupa zat kimia murni. 3.
Simplisia Mineral Simplisia mineral adalah simplisia berasal dari bumi, baik telah diolah
atau belum, tidak berupa zat kimia murni.
2.5.2. Pengelolaan Simplisia Depkes RI, 1985; Depkes RI, 2000
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering penyerbukan. Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan
perakatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal yaitu makin halus serbuk
simplisia proses ekstraksi makin efektif, efisien namun makin halus serbuk maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahap filtrasi. Selama penggunaan
peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan interaksi dengan benda keras logam, dll maka akan timbul panas kalori yang dapat berpengaruh pada
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
senyawa kandungan. Namun hal ini dapat dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair
Untuk menghasilkan simplisia yang bermutu dan terhindar dari cemaran industri obat tradisional dalam menggelola simplisia sebagai bahan baku pada
umumnya melakukan tahapan kegiatan berikut ini: a.
Sortasi Basah Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput,
batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah yang menggandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang
tinggi. Oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
b. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,
misalnya air dari mata air, air sumur dari PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air yang mengalir, pencucian
hendaknya dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. c.
Perajangan Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami perajangan bahan
simplisia dilakukan untuk memperoleh proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan maka semakin cepat
penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya hilangnya zat
berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau, dan rasa yang diinginkan.
d. Pengeringan
Tujuannya yaitu untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunanan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Proses pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel bila
kadar airnya dapat mencapai kurang dari 10. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran
udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan. Suhu yang terbaik pada pengeringan adalah tidak melebihi 60
C, tetapi bahan aktif yang tidak tahan pemanasan atau mudah menguap harus
dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30 C sampai 45
C. Terdapat dua cara pengeringan yaitu pengeringan alamiah dengan sinar
matahari langsung atau dengan diangin-anginkan dan pengeringan buatan menggunakan instrumen.
e. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-benda
asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran- pengotoran lainnya yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Pada
simplisia bentuk rimpang, sering jumlah akar yang melekat pada rimpang terlalu besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir,
besi, dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia di bungkus.
f. Penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur
antara simplisia satu dengan yang lainnya. Selanjutnya, wadah-wadah yang berisi simplisia disimpan dalam rak pada gudang penyimpanan. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi pengepakan dan penyimpanan simplisia adalah cahaya, oksigen, atau sirkulasi udara, reaksi kimia yang terjadi antara
kandungan aktif tanaman dengan wadah, penyerapan air, kemungkinan terjadinya proses dehidrasi, pengotoraan atau pencemaran, baik yang
diakibatkan oleh serangga, kapang atau lainnya. Untuk persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai pembungkus
simplisia adalah harus inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tidak beracun, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan kandungan aktif serta dari pengaruh cahaya,
oksigen, dan uap air.
2.5.3. Identitas Simplisia Buah Cabe Jawa Piperis retrofracti fructus
Farmakope Herbal, 2009.
Pemerian yaitu berupa bulir, warna kelabu sampai coklat kelabu atau berwarna hitam kelabu sampai hitam, bau khas, rasa pedas. Bentuk bulat sampai
slindris bagian ujung agak mengecil panjang 2-7cm, garis tengah 4-8mm, bergagang panjang atau tanpa gagang, permukaan luar tidak rata, bertonjolan
teratur.
2.6. Ekstrak dan Ekstraksi
2.6.1. Metode Ekstraksi
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut:
A. Cara dingin
Ekstraksi cara dingin memiliki keuntungan dalam proses ekstraksi total, yaitu memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa
termolabil yang terdapat pada sampel. Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan ekstraksi cara dingin, walaupun ada beberapa senyawa
yang memiliki keterbatasan kelarutan terhadap pelarut pada suhu ruangan. Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah
ekstraksi dingin dalam labu besar berisi biomasa yang diagitasi menggunakan stirer, dengan cara ini bahan kering hasil gilingan
diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan cara ini merupakan metode
ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi terurai.
Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran bahan alam secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan-bahan alam bedasarkan
kelarutannya dan polaritasnya dalam pelarut ekstraksi. Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak
senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki pelarut ekstraksi pada suhu kamar Heinrich et al., 2004
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan kamar. Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang
tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.
Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar Depkes RI, 2000.
Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti mengairi dan melunakan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling
sederhana. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan,
ekstraksi difusi bahan kandungan dari sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang
diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau
proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat
didalam cairan.
Sedangkan keadaan
diam selama
maserasi menyebabkan turunannya perpindahan bahan aktif. Secara teoritis pada
suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi,
akan semakin banyak hasil yang diperoleh Voigh, 1994. Kerugiannya adalah pengerjaanya lama dan penyarian kurang
sempurna. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya Depkes RI, 2000;
Depkes RI, 1995.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Perkolasi Depkes RI, 2000
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna Exhaustiva extraction yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya
diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya penetesan
penampungan ekstrak, terus menerus sampai diperoleh ekstrak perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
B. Cara panas Depkes RI, 2000 1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan penggulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga
dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 2. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomasa ditempatkan dalam dalam wadah
soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui alat ini pelarut akan terus direfluks. Alat soklet akan mengkosongkan isinya kedalam labu
dasar bulat setelah pelarut mencapai kadar tertentu. Setelah pelarut segar melawati alat ini melalui pendingin refluks, ekstraksi berlangsung
sangat efisien dan senyawa dari biomasa secara efektif ditarik kedalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah dalam pelarut.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur ruangan kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50 C.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Infus
Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 96-98 C selama waktu tertentu 15-20 menit.
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama suhu lebih dari 30
C dan temperatur sampai titik didih air. Destilasi Uap Depkes RI, 2000
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap minyak atsiri dari bahan segar atau simplisia dengan uap air bedasarkan peristiwa
tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
senyawa kandungan menguap ikut tersdestilasi menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.
Destilasi uap, bahan simplisia benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan simplisia bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut
terdestilasi. Cara Ekstraksi Lainnya Depkes RI, 2000
a. Ekstraksi Berkesinambungan
Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan
beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi jumlah pelarut dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam
beberapa bejana ekstraksi. b.
Superkritikal Karbondioksida Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia dan
umumnya digunakan gas karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai
untuk melarutkan golongan senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pelarut dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak.
c. Ekstraksi Ultrasonik
Getaran ultrasonik 20.000 Hz memberikan efek pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permiabilitas dinding sel, menimbulkan gelebung
spontan Cavitation sebagai stres dinamis serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama
proses ultrasonikasi. d.
Ekstraksi Energi Listrik Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet
serta “Electric-discharges” yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan
gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik.
2.6.2. Proses Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak melalui tahap-tahap sebagai berikut : a.
Pembasahan Depkes RI, 1986; Depkes RI, 2000. Pembasahan
serbuk dilakukan
pada penyarian,
dimaksudkan memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki
pori-pori dalam simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya. b.
Penyari Pelarut Depkes RI, 1986; Depkes RI, 2000 Cairan penyari yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah
penyari yang baik untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau aktif. Penyari tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan
lainnya. Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan cairan penyari adalah selektifitas, ekonomis, kemudahan bekerja, ramah lingkunguan
dan aman. Dalam hal keamanan untuk manusia atau hewan coba, cairan pelarut
harus memenuhi syarat kefarmasian atau dalam perdagangan dikenal dengan kelompok spesifikasi “Pharmaceutical grade”. Sampai saat ini berlaku aturan
bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air, alkohol etanol atau campuran air dan alkohol.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Pemisahan dan Pemurnian Depkes RI, 2000
Tujuannya adalah untuk menghilangkan memisahkan senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa pengaruh pada senyawa
kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahap ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak
bercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi, serta proses absorpsi dan penukar ion.
d. Pemekatan Penguapan Depkes RI, 2000
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partikel solut senyawa terlarut dengan cara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kering tetapi ekstrak
hanya menjadi kental pekat.
2.6.3. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang terisi diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan Depkes RI, 1995.
Ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya, yaitu Voight, 1995: a.
Ekstrak encer adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang.
b. Ekstrak kental adalah sediaan yang dilihat dalam keadaan dingin dan tidak
dapat dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30. Tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran
bakteri. c.
Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan mudah dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5.
d. Ekstrak cair, ekstrak yang dibuat sedemikiannya sehingga 1 bagian simplisia
sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair. Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi: pembuatan serbuk,
pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih bedasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
maksimum dari zat aktif dan yang seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan Depkes RI, 2000.
2.7. Senyawa Piperin
Gambar 2.2. Stuktur Piperin [Kumoro, 2009]
Senyawa piperin adalah senyawa kimia golongan alkaloid, sedikit larut dalam air. Bila dikecap mula-mula tidak berasa, lama-lama terasa tajam mengigit,
apabila piperin terhidrolisis akan terurai menjadi piperidin dan asam piperat. Mempunyai berat molekul 285,3377, titik lebur 128
C-132 C, titik didih
498,524 C, kelarutan air 40 mgL 18
C cas.ChemNet.com. Kelarutan piperin yaitu larut dalam pelarut organik pada pelarut etanol, petroleum eter, kloroform,
metanol. Piperin tidak larut dalam air Kolhe et al., 2011. Piperin mempunyai aktivitas dapat menurunkan demam dengan daya
antipiretiknya, mengurangi rasa sakit, antioksidan dan mengurangi peradangan. Senyawa ini mempunyai aktivitas farmakologi yang telah teruji secara invivo
pada tikus yaitu mempunyai aktivitas penyakit tukak lambung, antitumor, dan berfungsi sebagai imunomodulator Joy et al., 2010; Manoj et al., 2004.
2.8. Kromatografi Lapis Tipis KLT Densitometri