UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
maksimum dari zat aktif dan yang seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan Depkes RI, 2000.
2.7. Senyawa Piperin
Gambar 2.2. Stuktur Piperin [Kumoro, 2009]
Senyawa piperin adalah senyawa kimia golongan alkaloid, sedikit larut dalam air. Bila dikecap mula-mula tidak berasa, lama-lama terasa tajam mengigit,
apabila piperin terhidrolisis akan terurai menjadi piperidin dan asam piperat. Mempunyai berat molekul 285,3377, titik lebur 128
C-132 C, titik didih
498,524 C, kelarutan air 40 mgL 18
C cas.ChemNet.com. Kelarutan piperin yaitu larut dalam pelarut organik pada pelarut etanol, petroleum eter, kloroform,
metanol. Piperin tidak larut dalam air Kolhe et al., 2011. Piperin mempunyai aktivitas dapat menurunkan demam dengan daya
antipiretiknya, mengurangi rasa sakit, antioksidan dan mengurangi peradangan. Senyawa ini mempunyai aktivitas farmakologi yang telah teruji secara invivo
pada tikus yaitu mempunyai aktivitas penyakit tukak lambung, antitumor, dan berfungsi sebagai imunomodulator Joy et al., 2010; Manoj et al., 2004.
2.8. Kromatografi Lapis Tipis KLT Densitometri
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase,
salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dengan arah tertentu dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya
perbedaan dalam absorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi
atau ditetapkan dengan metode analitik Farmakope Herbal, 2009. Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi
diantara dua fase, satu diantaranya diam fase diam, yang lainnya bergerak fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau
gas yang disebut eluen Farmakope Herbal, 2009. Pada hakikatnya kromatografi lapis tipis KLT melibatkan sifat fase diam
dan sifat fase gerak. Fase diam dapat berupa serbuk halus dan dapat bertindak sebagai sel penjerap, seperti halnya alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin
penukar ion, atau bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada
suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam Farmakope Herbal, 2009.
Kromatografi lapis tipis KLT merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan dan paling mudah untuk memurnikan sejumlah kecil
komponen. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau aluminium yang telah dilapisi dengan penyerap misalnya silika gel dengan ketebalan tertentu
tergantung pada jumlah bahan yang akan dimuat ke dalam lempeng analisis biasanya memiliki ketebalan 0,2 mm; lempeng preparatif dapat memiliki
ketebalan hingga 1-2 cm Heinrich et al., 2004. Kromatografi lapis tipis KLT merupakan salah satu tipe kromatografi
partisi dengan menggunakan sebuah lapis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam. Silika gel merupakan fase diam untuk
kromatografi lapis tipis KLT seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultraviolet. Pada kromatografi lapis tipis KLT, zat
penjerap merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik, atau logam secara merata, umumnya digunakan lempeng kaca.
Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatogarafi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada absorpsi, partisi, atau kombinasi
kedua efek, yang tergantung dari jenis lempeng, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan Farmakope Herbal, 2009.
Lempeng lapis-penjerap sering menggunakan indikator flouresensi F
254
, sehingga bahan alam yang mengabsorpsi sinar UV pendek 254nm akan tampak
sebagai bercak hitam pada latar hijau,pada sinar UV gelombang panjang, senyawa tertentu dapat menampakkan flouresensi biru atau kuning terang. Baik sifat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
absorbansi UV maupun flouresensi dapat digunakan untuk memantau pemisahan senyawa pada lempeng kromatografi lapis tipis KLT Heinrich et al., 2004.
Kromatografi lapis tipis KLT dengan penjerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada
kromatografi lapis tipis KLT, tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas. Karena itu lempeng yang sama disamping
kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan
identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf dan ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk
memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih teliti dapat dilakukan dengan cara densitometri atau dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng,
kemudian disari dengan pelarut yang cocok dan ditetapkan dengan cara spektrofotometri Prawirosujanto, 1977.
Kromatografi lapis tipis KLT densitometri yaitu alat untuk pengukur kuantitatif secara langsung pada lempeng kromatografi lapis tipis KLT.
Keuntungan penggunaan kromatografi lapis tipis KLT adalah mampu memisahkan beberapa sampel secara bersamaan. Densitometri metode analisis
instrumental yang didasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak kromatografi lapis tipis KLT. Pada kondisi dimana
fluoresensi diukur, diperlukan filter yang sesuai untuk mencegah cahaya yang digunakan untuk eksitasi mencapai foto sel dengan membiarkan emisi yang
spesifik dapat lewat Farmakope Herbal, 2009. Penetapan kadar Marker yang memenuhi kriteria spesivitas setidaknya
digunakan densitometer. Densitometer adalah instrumen kuantitatif standar untuk penetapan kadar Marker. Dengan sistem ini senyawa target akan berupa bercak
tunggal yang terpisah dari senyawa-senyawa lain dari dalam ekstrak sehingga aspek spesivitas terpenuhi Saifudin, 2011.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung di Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Penelitian 2, Laboratorium Farmakognosi dan Penapisan Fitokimia, Laboratorium
Kimia Obat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada bulan April-November 2013.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain perangkat alat kromatografi lapis tipis KLT Densitometer CAMAG TLC-Scanner 4,
perangkat sokletasi, rotary evaporator Eyela, oven Memmert, timbangan analitik, penangas air, mikropipet Eppendorf Research Plus, krus silikat, tang
krus, ayakan mesh 60, bejana kromatografi, lempeng kromatografi lapis tipis KLT silika gel 60 GF
254
, kertas saring, kertas saring bebas abu Whatman No.3, kapas, kain kassa, erlenmeyer, gelas beker 50 mL, gelas beker 100 mL, gelas ukur
5 mL, gelas ukur 10 mL, gelas ukur 50 mL, gelas ukur 100 mL, labu ukur 5 mL, labu ukur 10 mL, labu ukur 20 mL, labu ukur 50 mL, corong, cawan porselen,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, batang pengaduk, pinset, spatula, pipet tetes.
3.2.2. Bahan
Simplisia buah cabe jawa Piperis retrofracti fructus, Standar Piperin Sigma-Aldrich, pelarut Etanol 95 P, pelarut Etanol p.a, pelarut Diklorometan
P, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorff, H
2
SO
4
0,1N 3.3.
Prosedur Penelitian 3.3.1. Pengumpulan Bahan
Bahan buah cabe jawa Piperis retrofracti fructus diperoleh dari
BALITRO Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor, Jawa Barat. 3.3.2.
Determinasi Tanaman
Buah Cabe Jawa Piperis retrofracti fructus diidentifikasi di Herbarium Bogoriensis, LIPI Pusat Biologi, Bidang Botani, Cibinong, Bogor.