Kesimpulan kesetimbangan massa dalam reaktor: Komponen
Laju massa input g jam
-1
Laju massa output g jam
-1
Oil TG 3.76
MeOH 71.19
70.89 Produk
Biodiesel : 3.65
Pure ME 2.66
uME 0.99
Produk Gliserol:
0.41 Pure GL
0.28 uME
0.13 Oil TG yang
tidak bereaksi 0.003
Total 74.95
74.95
Kesetimbangan massa laju alir metanol 3.0 mL menit
-1
Suhu reaksi = 290
o
C Volume awal minyak
= 200 mL Berat molekul BM MeOH = 32.042 g gmol
-1
Densitas MeOH = 0.79 g cm
-3
Laju alir MeOH = 3.0 mL menit-1 = 142 g jam
-1
: 32.042 g gmol
-1
= 4.44 gmol jam
-1
Laju produksi biodiesel kotor = 1.64 g jam
-1
Produktivitas of biodiesel = 1.641000 kg0.2 L jam
-1
= 0.008 kg L
-1
h Kadar ME dalam produk
= 74.38 w w
-1
ME dalam produk = 0.744 x 1.64 = 1.22 g jam
-1
BM ME adalah 287 = 1.22287 = 0.00424 gmol jam
-1
Reaksi secara keseluruhan per jam adalah TG +
3MeOH → GL +
3ME
0.00424 gmol
Produksi gliserol BM GL: 92 = 13 x 0.00424 gmol x 92 g gmol
-1
= 0.130 g. Hasil percobaan, laju gliserol adalah 0.210 g jam
-1
, jadi kemurnian gliserol sekitar 0.1300.210 x 100 = 61.88 w w
-1
.
Minyak sebagai uME dalam fase Gl = 0.210 – 0.130 = 0.080 g Minyak sebagai uME dalam fase ME = 1.64 – 1.22 = 0.42 g
Minyak TG yang bereaksi = 13 x 0.00424 gmol = 0.00141 gmol = 1.21 g BM TG adalah 858
Laju alir minyak = 0.080 + 0.420 + 1.21 = 1.71 g jam
-1
= 0.00199 gmol jam
-1
Konversi TG = 0.001410.00199 x 100 = 70.84 mol mol
-1
Yield FAME = massa FAMEmassa minyak x 100
= 1.221.71 x 100 = 71.08 w w
-1
MeOH yang bereaksi = 0.00424 gmol = 0.136 g
MeOH yang tidak bereaksi = 142 – 0.136 = 142 g
Rasio molar MeOH terhadap minyak = 4.440.00199 = 2229 mol mol
-1
Kesimpulan kesetimbangan massa dalam reaktor: Komponen
Laju massa input g jam
-1
Laju massa output g jam
-1
Oil TG 1.71
MeOH 142.38
142.24 Produk
Biodiesel : 1.64
Pure ME 1.22
uME 0.42
Produk Gliserol: 0.21
Pure GL 0.13
uME 0.08
Oil TG yang tidak bereaksi
0.002 Total
144.09 144.09
Kesetimbangan massa laju alir metanol 4.5 mL menit
-1
Suhu reaksi = 290
o
C Volume awal minyak
= 200 mL Berat molekul BM MeOH = 32.042 g gmol
-1
Densitas MeOH = 0.79 g cm
-3
Laju alir MeOH = 4.5 mL menit
-1
= 214 g jam
-1
: 32.042 g gmol
-1
= 6.67 gmol jam
-1
Laju produksi biodiesel kotor = 2.14 g jam
-1
Produktivitas of biodiesel = 2.141000 kg0.2 L jam
-1
= 0.0107 kg L
-1
h Kadar ME dalam produk
= 78.00 w w
-1
ME dalam produk = 0.78 x 2.14 = 1.67 g jam
-1
BM ME adalah 287 = 1.67287 = 0.0058 gmol jam
-1
Reaksi secara keseluruhan per jam adalah TG +
3MeOH → GL +
3ME
0.0058 gmol
Produksi gliserol BM GL: 92 = 13 x 0.0058 gmol x 92 g gmol
-1
= 0.178 g. Hasil percobaan, laju gliserol adalah 0.280 g jam
-1
, jadi kemurnian gliserol sekitar 0.1780.280 x 100 = 63.55 w w
-1
. Minyak sebagai uME dalam fase Gl = 0.280 – 0.178 = 0.102 g
Minyak sebagai uME dalam fase ME = 2.14 – 1.67 = 0.47 g Minyak TG yang bereaksi = 13 x 0.0058 gmol = 0.00193 gmol = 1.66 g
BM TG adalah 858 Laju alir umpan minyak = 0.102 + 0.470 + 1.66 = 2.23 gjam = 0.0026 gmol jam
-1
Konversi TG = 0.001930.0026 x 100 = 74.38 mol mol
-1
Yield FAME = massa FAMEmassa minyak x 100
= 1.672.23 x 100 = 74.64 w w
-1
MeOH yang bereaksi = 0.0058 gmol = 0.186 g
MeOH yang tidak bereaksi = 214 – 0.186 = 214 g
Rasio molar MeOH terhadap minyak = 6.670.0026 = 2563 mol mol
-1
Kesimpulan kesetimbangan massa dalam reaktor: Komponen
Laju massa input g jam
-1
Laju massa output g jam
-1
Oil TG 2.23
MeOH 213.57
213.38 Produk Biodiesel :
2.14 Pure ME
1.67 uME
0.47 Produk Gliserol:
0.28 Pure GL
0.18 uME
0.10 Oil TG yang tidak
bereaksi 0.002
Total 215.80
215.80
v
ABSTRACT
FURQON. Study of Heat Recirculation in Non-Catalytic Reaction of Biodiesel Production Based on Exergetic Analysis. Supervised by ARMANSYAH H.
TAMBUNAN and JOELIANINGSIH.
Energy consumption in non-catalytic biodiesel production is still high, and needs to be reduced to the optimum level. It can be accomplished by recirculating
the heat being used in the process by using heat exchanger. The objective of this experiment is to perform an energy and exergy analysis as implicated by the heat
recirculation through the designed heat exchanger. This study was started from the determination and calculation of physical and thermal properties of materials
to be used palm olein, methanol, and methyl ester, continued with the designing of the heat exchanger, and the research itself. Production systems used in the
study were semi-batch mode with 3 levels of methanol flow rate, namely 1.5, 3.0, and 4.5 mL min
-1
at the reaction temperature of 290
o
C. Exergy analysis was done by assuming the system in steady flow conditions, while kinetic and potential
energy were neglected. The results show that the energy ratio increased after recirculating the heat. This imply that heat recirculation by using the heat
exchanger can improve the energy efficiency of the process. For each of the methanol flow rate of 1.5, 3.0, and 4.5 mL min
-1
, the effectiveness of heat exchanger was obtained 92, 25, and 19 and the energy ratio RE
1
was 7.85, 2.98, and 2.87, respectively. It shows that heat recirculation by heat
exchanger can improve the energy efficiency in biodiesel production system. The exergy analysis for methanol flow rate of 1.5, 3.0, and 4.5 mL min
-1
respectively, resulted in exergetic efficiency for subsystem evaporator 1.34, 2.43, and
2.98, for superheater 0.42, 0.78, and 1.15, for reactor 19.59, 19.23, and 18.52, and for heat exchanger 19.93, 16.27, and 10.48. However,
exergy analysis showed that irreversibility of the heat exchanger and reactor were still higher than the evaporator and superheater, and was higher with faster
methanol flow rated.
Keywords :
biodiesel, exergy, heat exchanger, non-catalytic, superheated methanol vapor
vii
RINGKASAN
Katalitik dan non-katalitik merupakan dua metode yang digunakan untuk memproduksi biodiesel sampai saat ini. Keduanya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Metode non-katalitik tidak membutuhkan katalis sehingga alur produksi lebih pendek, lebih ramah lingkungan, lebih sederhana, dan tidak perlu
menghilangkan free fatty acid FFA dari minyak Joelianingsih 2008b. Namun, kelemahannya membutuhkan rasio molar antara metanol dan minyak lebih tinggi
24-42 dan suhu yang digunakan untuk mereaksikan pada reaktor sangat tinggi 240-350
o
C sehingga energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu pun tinggi Saka dan Kusdiana 2001. Menurut Sigalingging 2008 rasio energi yang
didapat sebesar 0.84, masih lebih rendah dibandingkan dengan produksi secara katalitik, yaitu sebesar 0.98. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyempurnaan
guna meningkatkan performansi alat, sehingga rasio energi yang didapat lebih tinggi. Rasio energi dapat ditingkatkan dengan meminimalisasi energi yang tidak
termanfaatkan selama proses produksi, salah satunya dengan pemanfaatan daur ulang panas dalam sistem dengan merancang alat penukar panas APP yang
diharapkan mampu memaksimalkan energi yang dapat dimanfaatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Merancang penukar panas yang berfungsi untuk mendaur
ulang panas dari reaktor ke evaporator. 2. Menghitung rasio energi produksi biodiesel secara non-katalitik. 3. Melakukan analisis eksergi pada sistem
produksi biodiesel non-katalitik.
Penelitian ini diawali dengan penentuan dan perhitungan sifat fisik dan termal bahan yang akan digunakan palm olein, metanol dan metil ester guna
merancang penukar panas yang akan digunakan dalam sistem baru alat produksi biodiesel non-katalitik. Melakukan analisis rancangan, pembuatan, dan pengujian
alat. Sistem produksi yang digunakan dalam penelitian adalah semi batch dengan 3 tingkat laju alir metanol yaitu 1.5, 3.0, dan 4.5 mL menit
-1
pada suhu reaksi 290
o
C serta dengan metode superheated methanol vapor SMV. Analisis eksergi dilakukan dengan mengasumsikan sistem berjalan dalam kondisi aliran tunak
steady flow. Energi kinetik dan energi potensial diabaikan serta tekanan pada setiap sistem juga diabaikan terutama pada alat penukar panas karena hasil dari
perhitungan tekanan yang didapat hanya 0.04 milibar. Subsistem evaporator dan superheater masing-masing diukur menggunakan satu kWh meter sehingga
pemanas diperhitungkan menjadi satu dalam setiap subsistem. Energi reaksi pembentukan diperhitungkan dalam analisis eksergi pada subsistem reaktor sebagai
tempat terjadinya reaksi. Eksergi kimia dan eksergi fisik diperhitungkan agar hasil yang didapat lebih rinci.
Hasil penelitian menunjukkan alat penukar panas hasil rancangan sudah mampu mendaur ulang panas dalam sistem yang dibuktikan dengan meningkatnya
nilai rasio energi yang didapat, namun belum sempurna menggantikan peran kondensor. Untuk masing-masing laju alir metanol sebesar 1.5, 3.0, dan 4.5 mL
menit
-1
, didapatkan efektifitas alat penukar panas sebesar 92, 25, dan 19 serta rasio energi sebesar 7.85, 2.98, dan 2.87 dengan menggunakan persamaan
RE
1
perbandingan antara kandungan energi produk dikurangi bahan baku dan energi proses. Sedangkan perhitungan rasio energi dengan persamaan RE
2
perbandingan kandungan energi produk dan energi bahan baku ditambah energi proses dan metode percobaan yang juga digunakan Sigalingging 2008
menghasilkan nilai sebesar 1.03, lebih tinggi dari yang dihasilkan Sigalingging 2008 yaitu sebesar 0.84. Secara keseluruhan didapatkan nilai 1.05, 1.03, dan
1.02 untuk setiap laju alir 1.5, 3.0, dan 4.5 mL menit
-1
. Hal ini mengindikasikan bahwa modifikasi sistem yang diterapkan pada alat produksi biodiesel non-
katalitik dengan penambahan alat penukar panas dapat mengurangi konsumsi energi sehingga lebih efisien. Hasil analisis eksergi yang dilakukan pada laju alir
metanol 1.5, 3.0, 4.5 mL menit
-1
mendapatkan nilai efisiensi eksergi untuk subsistem evaporator sebesar 1.34, 2.43, dan 2.98, subsistem superheater
0.42, 0.78, dan 1.15, subsistem reaktor sebesar 19.59, 19.23, dan 18.52, serta subsistem APP sebesar 19.93, 16.27, dan 10.48.
Irreversibilitas subsistem alat penukar panas dan reaktor masih lebih tinggi dari evaporator dan superheater. Semakin tinggi laju alir metanol maka semakin tinggi
pula irreversibilitas subsistem alat penukar panas dan reaktor sehingga efisiensi semakin menurun, begitupun sebaliknya pada evaporator dan superheater. Hal ini
berarti penurunan kualitas energi dalam sistem masih cukup tinggi, sehingga optimasi rancangan penukar panas masih perlu dilakukan untuk meningkatkan
efisiensi energi dan eksergi keseluruhan, dan untuk keperluan pembesaran skala. Kata kunci: Alat penukar panas, Biodiesel, Eksergi, Non-Katalitik, Superheated
methanol vapor
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar minyak nabati yang diharapkan mampu mensubstitusi kebutuhan bahan bakar solar yang semakin meningkat,
peningkatan yang cukup tinggi terjadi pada sektor industri dan transportasi. Beberapa instruksi dan peraturan bahkan undang-undang telah ditetapkan demi
mendukung terealisasinya program penggunaan bahan bakar nabati. Salah satu mandatory dalam penggunaan bahan bakar nabati adalah melalui Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Permen ESDM RI nomor 32 tahun 2008 yang dijabarkan dalam Tabel 1. Target penggunaan
tersebut harus ditunjang oleh pemegang kebijakan lainnya sehingga dapat tercapai, termasuk didalamnya penggunaan teknologi produksi yang efektif dan
efisien sehingga secara ekonomis pun tidak memberatkan konsumen. Tabel 1 Rencana target penggunaan biodiesel minimum Indonesia
Sektor 2008
2009 2010
2015 2020
2025 Transportasi
umum 1
1 2.5
5 10
20 Transportasi
pribadi 1
3 7
10 20
Industri 2.5
2.5 5
10 15
20 Listrik
0.1 0.25
1 10
15 20
Sumber: Menteri Energi dan Sumber daya Mineral 2008
Biodiesel dikenal sebagai produk yang ramah lingkungan, tidak mencemari udara, mudah terbiodegradasi, dan berasal dari bahan baku yang dapat
diperbaharui. Disebutkan dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2006 bahwa biodiesel diproduksi dari sintesis ester asam lemak dengan rantai
karbon antara C
6
-C
22
. Berbagai macam sumber minyak ditemukan dari tumbuhan hingga hewan. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang
mengandung rantai karbon C
14
-C
20
, sehingga mempunyai peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel, terlebih Indonesia merupakan
negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia.
Katalitik dan non-katalitik merupakan dua metode yang digunakan untuk memproduksi biodiesel sampai saat ini. Keduanya memiliki kelebihan dan
kekurangan. Metode katalitik membutuhkan katalis sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Alur pada metode ini cukup panjang karena setelah dihasilkan
produk harus dicuci untuk menghilangkan kotoran, metanol yang tidak bereaksi, dan katalis Saka dan Kusdiana 2001, sedangkan Indonesia tidak memproduksi
katalis sehingga harus mendatangkan dari negara lain. Metode non-katalitik tidak membutuhkan katalis sehingga alur produksi lebih pendek, lebih ramah lingkungan,
dan lebih sederhana Joelianingsih et al. 2008b. Namun, kekurangannya adalah membutuhkan rasio molar antara metanol dan minyak lebih tinggi 24-42 dan suhu
yang digunakan untuk mereaksikan pada reaktor sangat tinggi 240-350
o
C, sehingga energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu pun tinggi Saka dan
Kusdiana 2001. Produksi biodiesel secara non-katalitik sangat dipengaruhi oleh performansi
alat produksi. Efektifitas yang tinggi menunjukan kinerja alat semakin baik sehingga hasil yang diperoleh semakin tinggi. Joelianingsih et al. 2007 meneliti
produksi biodiesel dari minyak sawit dalam reaktor kolom gelembung secara non- katalitik. Hasil yang didapat menunjukan kondisi optimum pengoperasian alat
produksi biodiesel secara non-katalitik dalam reaktor kolom gelembung adalah suhu 290
o
C dengan menggunakan laju aliran metanol sekitar 2.5-3.0 mL menit
-1
. Namun, menurut Sigalingging 2008 rasio energi yang didapat sebesar 0.84,
masih lebih rendah dibandingkan dengan produksi secara katalitik, yaitu sebesar 0.98. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyempurnaan guna meningkatkan
performansi alat sehingga rasio energi yang didapat lebih tinggi. Rasio energi merupakan perbandingan antara kandungan energi besarnya
kalor pada produk biodiesel dengan besarnya energi yang dibutuhkan untuk memproduksi biodiesel termasuk didalamnya memperhitungkan energi listrik dan
energi panas yang digunakan dalam proses produksi biodiesel. Rasio energi dapat ditingkatkan dengan meminimalisasi energi yang tidak termanfaatkan selama
proses produksi, salah satunya dengan pendaur-ulangan resirkulasi panas dalam sistem dengan memanfaatkan alat penukar panas APP.
Alat penukar panas merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk memudahkan perpindahan panas dalam satu atau lebih fluida. Perpindahan panas
dari satu fluida ke lainnya terjadi melalui media padat yang memisahkan fluida tersebut Suryanarayana dan Arici 2003. Alat penukar panas digunakan sebagai
pengganti peran kondensor yang dalam alat produksi biodiesel non-katalitik mengkonsumsi energi cukup besar sehingga diharapkan mampu meminimalisir
konsumsi energi. Pemanfaatan metanol masuk sebagai fluida pendingin diharapkan mampu mengembunkan dan menurunkan suhu produk fluida panas
yang keluar dari reaktor. Kualitas energi pun harus diperhitungkan guna mengetahui di bagian mana energi yang belum dimanfaatkan secara maksimal,
untuk mengetahui kualitas energi digunakan metode eksergi. Eksergi secara umum didefinisikan sebagai energi minimum yang
diperlukan agar suatu proses dapat berlangsung, atau energi maksimum yang dapat diperoleh dari suatu sumber energi Bejan et al. 1996. Eksergi diistilahkan
juga sebagai available energy karena menyatakan jumlah energi yang dapat dimanfaatkan. Pernyataan ini didasarkan pada hukum termodinamika kedua yang
menjelaskan bahwa setiap proses akan berlangsung secara spontan ke arah kesetimbangan dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, kondisi lingkungan dapat
dianggap sebagai dead state karena segala sesuatu yang telah mencapai keadaan dead state tidak dapat berubah lagi secara spontan. Dengan kata lain, energi yang
terkandung pada suatu sistem yang berada pada keadaan dead state tidak dapat dimanfaatkan lagi. Maka berdasarkan hukum tersebut, beda kandungan energi
suatu sistem pada kondisi tertentu dengan kandungan energi pada kondisi dead state adalah jumlah energi yang dapat dimanfaatkan available energy.
Perubahan yang terjadi pada sistem menyebabkan mutu dari energi yang dimanfaatkan pun fluktuatif. Perubahan mutu energi yang terjadi dapat diukur
dengan menggunakan konsep eksergi. Analisis eksergi digunakan untuk mencapai penggunaan sumber energi yang lebih efektif karena mampu mengetahui besarnya
energi yang dapat dimanfaatkan pada setiap posisi. Analisis ini didasarkan pada hukum termodinamika pertama dan kedua karena memperhitungkan
irreversibilitas ketidakmampubalikkan dalam sistem. Informasi tersebut dapat digunakan untuk mendesain sistem baru yang lebih efisien energi ataupun untuk
meningkatkan efisiensi pada sistem yang sudah ada, sehingga sangat penting untuk menentukan seberapa tepat energi yang digunakan.
1.2 Tujuan Penelitian
1 Merancang penukar panas yang berfungsi untuk mendaur ulang panas dari
reaktor ke evaporator. 2
Menghitung rasio energi produksi biodiesel secara non-katalitik. 3
Melakukan analisis eksergi pada sistem produksi biodiesel non-katalitik.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan mampu meningkatkan rasio energi dan mendapatkan efisiensi eksergi produksi biodiesel secara non-katalitik.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknologi Produksi Biodiesel
Lee et al. 2007 menyatakan salah satu sumber energi yang menjadi perhatian adalah bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui sehingga
ketersediaannya yang semakin berkurang menjadi stimulus untuk mencari sumber-sumber energi terbarukan yang mempunyai kelebihan antara lain; tanpa
emisi polutan, ketersediaan di alam dapat diperbaharui, sedikit limbah, tidak menyebabkan pemanasan global, harga stabil, dan menciptakan lapangan
pekerjaan. Disebutkan dalam Demirbas 2005 biodiesel merupakan salah satu alternatif bahan bakar fosil yang dibuat dari sumber biologi terbarukan seperti
lemak hewani dan minyak nabati, sehingga ketersediaannya di alam dapat diperbaharui, ramah lingkungan, dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Komponen utama dari minyak nabati dan lemak hewani adalah triasilgliserol TAG atau biasa disebut trigliserida. Secara kimiawi TAG
termasuk ester yang tersusun dari fatty acids FA dengan gliserol. Biodiesel didapatkan dengan mereaksikan secara kimiawi minyak nabati dan lemak hewani
dengan alkohol biasanya metanol sehingga terbentuk metil ester dan gliserol dengan reaksi transesterifikasi Knothe et al. 2005. Biodiesel dapat diproduksi
dengan bantuan katalis katalitik dan tanpa katalis non-katalitik. Katalis yang biasa digunakan dalam reaksi dapat digolongkan kedalam tiga macam, yaitu
katalis asam H
2
SO
4
, H
3
PO
4
, katalis basa NaOH, KOH, dan katalis enzim lipase. Penggunaan jenis katalis tergantung pada kandungan FFA free fatty
acid dalam minyaklemak. Katalis basa digunakan untuk proses transesterifikasi, sedangkan katalis asam untuk proses esterifikasi Joelianingsih et al. 2007.
Reaksi kimia yang terjadi pada pembuatan biodiesel merupakan transesterifikasi dan esterifikasi. Reaksi transesterifikasi adalah proses yang
mereaksikan trigliserida dalam minyak dengan alkohol metanol dan menghasilkan fatty acid metil ester FAME dan gliserol. Gambar 1 merupakan
skema persamaan reaksi transesterifikasi, dimana R
1
, R
2
, R
3
merupakan hidrokarbon rantai panjang dari asam lemak. Sedangkan esterifikasi adalah proses
yang mereaksikan asam lemak bebas dengan alkohol rantai pendek menghasilkan FAME dan air. Gambar 2 menunjukan skema reaksi esterifikasi.
Gambar 1 Persamaan reaksi transesterifikasi.
Gambar 2 Persamaan reaksi esterifikasi.
Metanol akan bereaksi dengan asam lemak dari trigliserida untuk membentuk FAME. Pertukaran ester dapat terjadi dengan atau tanpa katalis,
tergantung suhu. Pada suhu 250
o
C atau lebih reaksi dapat terjadi tanpa katalis. Transesterifikasi membutuhkan kondisi yang bebas air karena adanya air dapat
menyebabkan reaksi berubah menjadi hidrolisis Joelianingsih et al. 2008a. Kusdiana dan Saka 2001 menyatakan bahwa pembuatan biodiesel dengan
katalis diawali dengan reaksi transesterifikasi, pengembalian metanol yang tidak bereaksi, pemurnian metil ester dari katalis, pemisahan gliserol yang merupakan
produk samping, pemurnian menggunakan air aquades dengan cara pencucian berulang, sehingga proses ini lebih boros air. Reaksi pembuatan biodiesel dengan
katalis mempunyai kelebihan yaitu reaksi dapat berjalan lebih cepat dan pada suhu yang rendah sedangkan kekurangannya adalah diperlukannya proses yang panjang
untuk memurnikan produk dan perlu pengadukan yang kuat dalam reaksi karena metanol susah larut dalam minyak. Menurut Joelianingsih et al. 2007 proses
pembuatan biodiesel secara non-katalitik mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah tidak memerlukan penghilangan FFA dengan cara refining
atau pra-esterifikasi. Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dapat berlangsung dalam satu reaktor sehingga minyak dengan kadar FFA tinggi dapat langsung
digunakan. Selain itu, karena tanpa menggunakan katalis, proses pemisahan dan pemurnian produk menjadi lebih sederhana dan ramah lingkungan. Namun, proses
non-katalitik biasanya menggunakan metanol sangat berlebih dengan suhu dan tekanan operasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan proses katalitik.
O O ║ ║
H
2
C - O-C-R
1
CH
3
-O- C-R
1
| O O CH
2
-OH | ║ ║ |
HC - O-C-R
2
+ 3 CH
3
OH → CH
3
- O-C-R
2
+ CH - OH | O O |
| ║ ║ CH
2
-OH H
2
C - O-C-R
3
CH
3
–O-C-R
3
TG 3 Metanol 3 FAME ME GL
R-COOH +
CH
3
OH → R-COOCH
3
+ H
2
O FFA Metanol FAME Air
Perbandingan kelebihan dan kelemahan proses produksi katalitik dan non-katalitik dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Beberapa kelebihan dan kekurangan metode produksi biodiesel katalitik dan non-katalitik
No Metode
Kelebihan Kekurangan
1 Katalitik
Transesterifikasi katalis basa
1 Proses dapat terjadi
pada suhu dan tekanan rendah 60-
65
o
C, 1 atm, 2
Rasio molar metanol terhadap minyak
rendah, 3
Tidak bersifat korosif. 1
Membutuhkan perlakuan khusus
pada bahan baku, 2
Pemurnian yang panjang,
3 Perlu pengadukan
kuat, 4
Butuh katalis dan agen penjernihan.
2 Transesterifikasi
katalis asam 1
Cocok untuk bahan yang mengandung
FFA tinggi bisa sekaligus esterifikasi,
2 Cocok untuk
memproduksi ester rantai bercabang,
3 Digunakan sebagai
tahap esterifikasi. 1
Laju reaksi rendah, 2
Membentuk produk samping yang tidak
diharapkan pada suhu reaksi tinggi,
3 Konversi ester
menurun dengan adanya air.
3 Katalis biologi
1 Konversi dapat
dilakukan pada kondisi suhu, tekanan,
dan PH rendah, 2
Fase pemisahan mudah dan
menghasilkan gliserol dengan kualitas
tinggi,
3 Dapat digunakan
langsung untuk bahan dengan FFA tinggi.
1 Membutuhkan waktu
reaksi lama, konsentrasi katalis
yang tinggi, dan imobilisasi enzim,
2 Enzim dapat mudah
tidak aktif karena kandungan campuran
pada minyak seperti fosfolipid sehingga
terjadi degumming pada minyak.
4 Non-
katalitik Kondisi
superkritik metanol
1 Dapat digunakan
langsung pada FFA tinggi,
2 Laju reaksi tinggi,
3 Penjernihan produk
mudah dan ramah lingkungan.
1 Suhu dan tekanan
tinggi, 2
Rasio molar metanol terhadap minyak
tinggi.
5 Tekanan
atmosfir 1
Dapat digunakan langsung pada FFA
tinggi, 2
Penjernihan produk mudah dan ramah
lingkungan. 1
Rasio molar metanol terhadap minyak
tinggi, 2
Suhu reaksi tinggi, 3
Laju reaksi rendah. Sumber: Tambunan 2010
Teknologi produksi biodiesel non-katalitik yang berkembang saat ini masih mengalami kendala terkait rasio energi dalam proses produksi karena nilainya
masih lebih rendah dari produksi biodiesel secara katalitik. Oleh karena itu, diperlukan suatu terobosan teknologi yang dapat meningkatkan performansi dari
sistem alat produksi biodiesel secara non-katalitik. Panas yang tidak termanfaatkan dalam sistem perlu didaur ulang, sehingga energi yang dipakai
dapat lebih hemat. Perancangan alat penukar panas APP yang mampu meminimalisasi penggunaan energi pada sistem merupakan salah satu metode
yang diharapkan mampu memecahkan persoalan itu.
2.2 Alat Penukar Panas
Alat penukar panas merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk memudahkan perpindahan panas dalam satu atau lebih fluida. Perpindahan panas
dari satu fluida ke lainnya terjadi melalui media padat yang memisahkan fluida tersebut Suryanarayana dan Arici 2003.
Menurut Holman 1995 serta Suryanarayana dan Arici 2003 alat penukar panas dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis aliran dan konstruksinya, yaitu:
1 Penukar panas pipa ganda. Terdiri dari dua pipa, satu fluida mengalir pada
pipa dalam dan fluida lainnya mengalir melalui diantara pipa dalam dan pipa luar annulus. Jika kedua fluida mengalir pada arah yang sama maka
disebut alat penukar panas aliran paralel. Namun, jika berbeda arah maka disebut alat penukar panas aliran berlawanan.
2 Penukar panas cangkang-tabung. Terdiri dari cangkang shell dan tabung
tube. Suatu fluida mengalir dalam tabung, sedang fluida yang satu lagi dialirkan melalui selongsong melintasi luar tabung. Untuk menjamin bahwa
fluida di selongsong mengalir melintasi tabung dan dengan demikian menyebabkan perpindahan kalor lebih tinggi, maka didalam selongsong itu
dipasangkan sekat-sekat baffles. Pada alat penukar panas ini dikenal aliran satu, dua, atau empat lintasan, tergantung kebutuhan.
3 Penukar panas aliran silang. Banyak dipakai dalam pemanasan dan
pendinginan udara atau gas. Dalam penukar panas ini, fluida yang mengalir melintasi tabung disebut arus campur mixed stream, sedang fluida dalam
tabung disebut arus tak campur unmixed. Dikatakan bercampur karena dapat bergerak dengan bebas di dalam alat itu sambil menukar panas, fluida
yang satu lagi terkurung di dalam tabung saluran penukar panas dan tidak dapat bercampur selama proses perpindahan panas.
4 Penukar panas lempeng. Terdiri dari satu set lempeng yang dipisahkan oleh
sirip-sirip diantara lempeng. 5
Penukar panas kompak. Terutama digunakan dalam sistem aliran gas dimana koefisien perpindahan kalor menyeluruh adalah rendah dan
memerlukan luas yang besar dalam volume kecil. Tiap jenis penukar panas mempunyai fungsi dan efektifitas masing-masing.
Namun, penggunaannya dapat disesuaikan dengan kondisi alat atau mesin yang akan dirangkai menjadi satu kesatuan kerja. Perancangan penukar panas pada alat
produksi biodiesel non-katalitik bertujuan untuk mengefisienkan pemakaian energi dalam sistem produksi biodiesel sehingga lebih hemat energi dan biaya.
Kelebihan dari sistem ini adalah mampu memanaskan metanol yang akan digunakan sehingga memperkecil adanya kehilangan panas dan penambahan daya
listrik akibat pemanasan yang dimulai dari awal lagi. Prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu
desain atau prototipe produk yang sesuai dengan kebutuhan. 2.3
Sifat Fisik dan Termal
Penentuan sifat fisik pada bahan yang akan digunakan dalam perancangan alat penukar panas mutlak dibutuhkan sehingga kebutuhan akan ukuran dan bentuk
rancangan yang akan direalisasikan lebih tepat sehingga lebih efektif dan efisien. Beberapa sifat fisik dan termal yang penting untuk diketahui dari bahan yang akan
dipakai palm olein, metanol, maupun campuran keduanya yaitu densitas, viskositas dinamik dan kinematik, panas jenis, konduktivitas termal, bilangan
Reynolds, bilangan Prandtl, bilangan Nusselt, dan koefisien pindah panas.
2.3.1 Densitas
Densitas atau rapat jenis ρ suatu zat adalah ukuran untuk konsentrasi zat
tersebut dan dinyatakan dalam massa persatuan volume. Sifat ini ditentukan dengan cara menghitung rasio massa m zat yang terkandung dalam suatu bagian
tertentu terhadap volume v bagian tersebut, satuan yang digunakan adalah kg m
-3
. Sebagian besar minyak mempunyai densitas yang lebih kecil dari air. Pada
umumnya densitas suatu minyak berbanding lurus dengan berat molekulnya dan berbanding terbalik dengan ketidakjenuhan dari minyak tersebut. Hal ini berarti
semakin kecil nilai berat molekul suatu minyak maka semakin kecil nilai densitasnya, begitupun semakin tinggi tingkat ketidakjenuhan dari suatu minyak
maka semakin rendah nilai densitas dari minyak tersebut. Nilai densitas juga dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka densitas suatu fluida semakin
kecil karena disebabkan gaya kohesi dari molekul-molekul fluida semakin berkurang Coupland dan McClements 1997.
2.3.2 Viskositas
Coupland dan McClements 1997 menyatakan bahwa viskositas merupakan ukuran gesekan dalam suatu fluida, yang cenderung menghambat pergerakan
dinamis dari suatu fluida. Sutiah 2008 membahasakan bahwa viskositas merupakan ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida.
Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat, sedangkan
lainnya mengalir secara lambat. Viskositas terbagi menjadi dua yaitu, viskositas kinematik dan dinamik.
Viskositas dinamik untuk minyak dapat dicari menggunakan persamaan yang dibangun Ceirani dan Meirelles 2004 dalam Ceirani et al. 2007 sebagai
berikut; ln
η = ∑ N �A +
k
− C ln T − D � + �M ∑ N �A +
k
− C ln T − D
�� + Q 1
Dimana N
k
adalah jumlah grup dalam molekul i, M adalah berat molekul A, B, C, dan D merupakan parameter yang telah ditentukan dari regresi data
pengukuran, Q adalah angka koreksi yang didapat dari; Q =
ξ q + ξ 2
Dimana ξ
1
dan ξ
2
merupakan penghubung antara campuran, dan q merupakan suatu fungsi suhu absolut;
q = α + − lnT − T
3
α, β, γ, dan δ merupakan parameter yang telah ditentukan dari regresi data keseluruhan.
Efek fungsional group pada viskositas dinamik dikoreksi dengan Q menurut jumlah total atom karbon N
c
pada molekul, seperti pada persamaan 4 ξ
1
merupakan fungsi N
c
yang diterapkan pada setiap campuran; ξ = f + N f
4 ξ
2
menerangkan perbedaan antara tekanan uap isomer ester pada suhu yang sama dan dihubungkan dengan nilai karbon fraksi pengganti N
cs
; ξ = s + N s
5 Dimana f
, f
1
, s , dan s
1
merupakan konstanta.
2.3.3 Panas Jenis
Panas jenis didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk meningkatkan suhu satuan massa zat tertentu sebesar satu derajat. Pada umumnya
energi akan tergantung pada bagaimana proses tersebut terjadi. Dalam termodinamika, terdapat dua macam panas jenis; panas jenis pada volume konstan
Cv dan panas jenis pada tekanan konstan Cp. Panas jenis pada tekanan konstan Cp selalu lebih besar dari pada Cv, karena pada tekanan konstan, sistem mengalami
ekspansi dan hal tersebut memerlukan energi Coupland dan McClements 1997. Nilai panas jenis untuk metanol cair maupun gas dihitung berdasarkan
persamaan sebagai berikut; Cp = A+BT+CT
2
+DT
3
+ET
4
6 Dimana Cp merupakan fungsi dari suhu dan A, B, C, D, serta E merupakan
ketetapan yang didapat dari Reklaitis 1983. Nilai panas jenis untuk trigliserida, metil ester, dan gliserol dihitung
menggunakan persamaan Rowlinson-Bondi dalam Morad 2000, yang mengestimasi menggunakan komponen murni asam lemak;
� − �
= 1.45 + 0.451 − T
−
+ 0. 25ω�17.11 + 25.21 − T
⁄
T
−
+ 1.742 1
− T
−
� 7
Dimana C merupakan panas jenis pada gas ideal kJ kg
-1 o
C
-1
, R adalah konstanta gas, T
r
adalah suhu penurunan K, dan ω merupakan faktor asentrik.
C dapat dihitung menggunakan metode Joback Lampiran 1 dengan menghitung jumlah kontribusi atom atau molekul grup.
C = �∑ n ∆ − 37,93� + �∑ n ∆ + 0,210�T + �∑ n ∆ − 3,91x10
−
�T + �∑ n ∆ − 2,06x10
−
�T
8 Sedangkan T
r
dihitung menggunakan persamaan; T
r
= TT
c
9 T
c
K dihitung menggunakan metode Fedors dalam Reid et al. 1988; T = 535 log
∑ ∆T 10
Dimana ∆� merupakan suhu kritis kontribusi grup K.
Faktor asentrik � dapat dihitung menggunakaan persamaan;
= 0.291 − 0.080ω
11 P
c
bar dan V
c
cm
3
mol
-1
dapat dihitung menggunakan metode Joback dari persamaan dalam Reid et al. 1988 sebagai berikut;
P = 0.113 + 0.0032n − ∑ ∆P
−
12 V = 17.5 +
∑ ∆V 13
n
A
merupakan nomor atom pada molekul, dan ∆P serta ∆V merupakan nilai
ketetapan yang sudah diberikan.
2.3.4 Konduktivitas Termal
Cengel 2003 menyatakan bahwa konduktivitas termal merupakan laju perpindahan panas melalui suatu lapisan bahan per unit area per unit perbedaan
suhu, satuan W m
-1 o
C
-1
. Nilai konduktivitas termal menunjukan ukuran kemampuan suatu bahan untuk mengantarkan panas. Nilai konduktivitas termal
pada metanol maupun minyak didapatkan dari regresi data pengukuran dalam Cengel 2003 dan Chempro 2010.
2.3.5 Bilangan Nusselt
Bilangan Nusselt termasuk kedalam salah satu bilangan parameter yang tak berdimensi. Didefinisikan sebagai perbandingan koefisien pindah panas konveksi
dikali panjang karakteristik aliran dengan konduktivitas termal Cengel 2003. Nu =
14
2.3.6 Bilangan Prandtl
Bilangan Prandtl menunjukan perbandingan difusivitas molekul dari momentum dan difusivitas molekul panas Cengel 2003.
Pr = =
µ
15
2.3.7 Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds merupakan perbandingan antara gaya inersia dan viskositas dalam suatu fluida.
Re =
ρν µ
16 Dimana
� merupakan kecepatan aliran. Bilangan Reynolds menunjukan suatu aliran bersifat turbulen atau laminar. Aliran bersifat turbulen terjadi jika
gaya inersia yang merupakan kerapatan dan kecepatan fluida relatif lebih besar terhadap gaya viskos sehingga fluida cenderung acak dan berfluktuasi. Sedangkan
aliran laminar terjadi jika gaya viskos cukup besar untuk mampu menahan gaya inersia yang terjadi dalam aliran fluida dan menjaga fluida untuk tetap berada
pada garis aliran Cengel 2003.
2.4 Energi, Entropi, dan Eksergi
Energi merupakan salah satu sumber kebutuhan mendasar bagi masyarakat, indeks kesejahteraan masyarakat suatu negara dapat diukur dari besarnya laju
konsumsi energi. Hampir seluruh negara maju merupakan negara-negara yang mempunyai tingkat konsumsi energi paling tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan
sebuah terobosan untuk mampu menggunakan energi seefektif mungkin sehingga keberlanjutannya dapat dipertanggungjawabkan Lee et al. 2007.
Energi merupakan konsep termodinamika yang fundamental dan merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam suatu analisis keteknikan. Energi
dapat terkandung dalam suatu sistem dengan berbagai bentuk makroskopik seperti energi kinetik, energi potensial, energi gravitasi, dan energi internal, yang dapat
dikelompokkan sebagai inventory energy. Energi juga dapat diubah dari bentuk satu ke bentuk lainnya dan dapat dipindahkan diantara sistem atau biasa disebut
sebagai transitory energy. Pada sistem tertutup dapat dipindahkan melalui bentuk kerja dan pindah panas Bejan et al. 1996.
Dincer dan Cengel 2001 menjelaskan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, hanya dapat berubah bentuk, pengertian ini disebut sebagai
hukum termodinamika pertama. Hukum termodinamika pertama menerangkan mengenai energi internal dan pengembangan konservasi energi. Energi pada suatu
sistem terbuka dapat berpindah dengan tiga bentuk: panas q, kerja W, dan aliran massa m. Interaksi energi dapat diketahui pada batasan suatu sistem apakah
bertambah atau hilang dalam batasan sistem tersebut selama berlangsungnya proses. Persamaan umum untuk kesetimbangan energi atau hukum termodinamika
pertama pada suatu proses dalam sistem adalah E
− E �����������
, ,
= ∆E
�����
, ,
17
Hubungan ini dapat juga ditulis dalam bentuk per unit massa, diferensial, dan laju seperti;
e − e
= ∆e
18 E
− E = dE
19 Ė
− Ė �����������
, ,
= ∆Ė
�����
, ,
20
Menurut Bejan et al. 1996 entropi merupakan bagian dari energi yang mengalami perubahan wujud dan tidak mampu melakukan kerja. Dincer dan
Cengel 2001 menyatakan bahwa penjelasan mengenai perbedaan nyata antara proses reversible mampu balik dan irreversible ketidakmampuan balik
dikenalkan pertama kali melalui konsep entropi. Dan hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa setiap proses nyata berlangsung secara
irreversible. Ketika sebuah sistem terisolasi, peningkatan energi akan nol, sehingga entropi akan naik dikarenakan proses irreversible dan kemungkinan
akan mencapai nilai maksimumnya dan terjadi kesetimbangan termodinamika. Perubahan yang terjadi pada sistem menyebabkan mutu dari energi yang
dimanfaatkan pun naik-turun, perubahan mutu energi yang terjadi dapat diukur menggunakan konsep eksergi. Analisis eksergi digunakan untuk mencapai
penggunaan sumber energi yang lebih efektif karena mampu menentukan kehilangan energi pada setiap posisi. Sehingga informasi tersebut dapat digunakan
untuk mendesain sistem baru yang lebih efisien energi ataupun untuk meningkatkan efisiensi pada sistem yang sudah ada Bejan et al. 1996.
Dincer dan Cengel 2001 menjelaskan bahwa analisis eksergi berdasarkan hukum termodinamika pertama dan kedua. Tujuan utama analisis eksergi adalah
untuk mengidentifikasi penyebab dan menghitung secara tepat kehilangan atau kemusnahan eksergi. Namun, terkadang masih ada yang salah menafsirkan antara
keduanya, oleh karena itu diperlukan perbandingan untuk menjelaskan perbedaan diantara keduanya. Perbandingan antara energi dan eksergi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan energi dan eksergi Energi
Eksergi Hanya tergantung pada parameter
bahan atau aliran energi, dan tidak tergantung pada parameter lingkungan.
Tergantung pada parameter bahan atau aliran energi dan juga parameter
lingkungan.
Mengikuti hukum termodinamika pertama untuk seluruh proses.
Pada proses mampu balik mengikuti hukum termodinamika pertama
pada proses tak mampu balik dapat musnah sebagian atau seluruhnya.
Dibatasi oleh hukum temodinamika kedua untuk seluruh proses termasuk
yang mampu balik – reversible. Tidak dibatasi untuk proses mampu
balik dikarenakan hukum termodinamika kedua.
Kemampuan untuk menghasilkan
gerak. Kemampuan untuk menghasilkan
kerja. Selalu dikonservasi pada sebuah proses,
jadi tidak dapat diproduksi ataupun musnah.
Selalu dikonservasi pada proses mampu balik, tapi dikonsumsi pada
proses tak mampu balik.
Hanya menghitung kuantitas. Menghitung kuantitas dan kualitas
dikarenakan entropi.
Sumber: Dincer dan Cengel 2001
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Juni 2011, bertempat di Laboratorium Surya, Bagian Teknik Energi Terbarukan,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah prototype reaktor kolom gelembung bubble column reactor hibah dari NFRI National Food
Research Institute; Jepang, alat penukar panas hasil rancangan, timbangan digital, gelas ukur, thermocouple tipe CC, rotary evaporator, botol sampel, dan
GC-MS. 3.2.2
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah palm olein sebagai bahan utama pembuatan biodiesel, metanol sebagai reaktan dan gas pembuat gelembung,
dan nitrogen sebagai gas pencegah masuknya minyak ke dalam pipa saluran metanol maupun ke kolom pemanas metanol.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan pembuatan alat penukar panas. Diagram alir pada Gambar 3 menunjukan garis besar pembuatan alat penukar panas, dimulai dengan
penentuan sifat fisik dan termal bahan yang akan dialirkan palm olein dan metanol guna merancang penukar panas yang akan digunakan dalam sistem baru
alat produksi biodiesel non-katalitik. Penentuan setiap parameter dijelaskan dalam subbab fisik dan termal Bab 2 Subbab 2.3.
Ya Mulai
Penentuan sifat fisik dan termal
Perancangan penukar panas
Kriteria rancangan?
Selesai Tidak
Pengukuran dan perhitungan hasil
Pembuatan dan perakitan penukar
panas
Pengujian Modifikasi
Gambar 3 Diagram pembuatan alat penukar panas. Setelah dilakukannya pembuatan alat penukar panas maka hasil yang
didapat akan dianalisis perhitungan berdasarkan prinsip hukum termodinamika I dan II. Tahapan perhitungan ditampilkan pada Gambar 4.
Mulai
Mengukur suhu dan daya listrik tiap titik
dalam subsistem Menghitung nilai Cp
dan ∆H reaksi kimia
Menghitung kesetimbangan energi
m, Cp, T Menghitung
kesetimbangan entropi S
Selesai Menghitung
kesetimbangan eksergi X
Menghitung efisiensi eksergi
ηΙΙ Melakukan analisis
hasil kadar metil ester Menghitung
kesetimbangan massa m
Mengukur hasil reaksi ME, Gl, MeOH
Menghitung rasio energi RE
Menentukan suhu dead state
Gambar 4 Diagram alir perhitungan.
3.3.1 Perancangan dan Pembuatan Alat
Alat penukar panas yang dirancang merupakan tipe pipa ganda dengan arah aliran fluida berlawanan. Alat penukar panas difungsikan sebagai pengganti peran
kondensor. Fluida panas merupakan produk yang keluar dari reaktor dengan bentuk uap dan suhu sekitar 290
o
C yang diharapkan akan berubah fase menjadi cairan ketika keluar dari penukar panas, sehingga dapat langsung ditampung pada
gelas penampung. Sedangkan fluida dingin merupakan metanol yang berbentuk cair dan bersuhu sekitar 27
o
C, dengan debit aliran masuk 3 mL menit
-1
. Fluida dingin diharapkan mampu berubah suhu menjadi 200
o
C sehingga dapat mengurangi beban panas vaporizer dan superheater. Dengan perancangan