Perhitungan Rasio Energi Perhitungan Energi dan Eksergi
Perhitungan rasio energi dengan definisi RE
2
pada persamaan 27 dimaksudkan untuk membandingkan dengan penelitian Sigalingging 2008.
Hasilnya didapatkan nilai sebesar 1.05, 1.03, dan 1.02 untuk laju alir metanol 1.5, 3.0, dan 4.5 mL menit
-1
. Rasio energi yang didapatkan pada setiap laju alir metanol mencapai nilai 1 artinya energi yang dikandung produk biodiesel sama dengan
energi yang digunakan untuk menghasilkan biodiesel. Hasil perhitungan rasio energi dengan metode dan persamaan yang sama
RE
2
yang digunakan oleh Sigalingging 2008 yaitu pada laju alir metanol 3.0 mL menit
-1
didapatkan nilai 1.02, berarti menunjukan nilai yang lebih besar dibandingkan rasio energi yang didapat oleh Sigalingging 2008 yaitu 0.84. Hal ini
berarti daur ulang panas yang diterapkan dalam sistem mampu meningkatkan efisiensi energi proses. Secara keseluruhan perbandingan rasio energi antara hasil
penelitian penulis dengan Sigalingging 2008 ditampilkan pada Gambar 17. Diagram batang dalam garis kotak putus-putus merupakan hasil penelitian ini.
Gambar 17 Perbandingan rasio energi hasil penelitian penulis dan Sigalingging 2008 berdasarkan definisi RE
2
pada persamaan 27. Beberapa peneliti mendefinisikan rasio energi berbeda, Yadav et al. 2010
menyatakan rasio energi merupakan perbandingan antara energi yang dikandung oleh produk output dengan energi yang digunakan dalam proses produksi
dituliskan dalam RE
4
pada persamaan 29. Oleh sebab itu, rasio energi yang didapatkan oleh Pleanjai dan Gheewala 2009, Pradhan et al. 2008, dan Yadav et
1.05 1.03
1.02 0.84
0.98
0.0 0.5
1.0 1.5
1.5 3.0
4.5 a
b
R a
si o
E n
e rgi
1.5, 3.0, 4.5 merupakan hasil penelitian, a Minyak sawit metode non- katalitik, b Minyak sawit metode katalitik Sigalingging 2008
al. 2010 lebih besar karena tidak memperhitungkan energi awal yang dikandung oleh bahan baku. Beberapa rasio energi hasil penelitian dengan menggunakan
definisi RE
4
ditampilkan pada Gambar 18. Sedangkan menurut Sigalingging 2008 rasio energi adalah perbandingan energi yang dikandung produk biodiesel output
dengan energi awal yang dikandung bahan baku ditambah energi proses produksi RE
2
pada persamaan 27. Pimentel dan Patzek 2005 mendefinisikan rasio energi dengan cara
menghitung jumlah kandungan energi biodiesel dibagi dengan jumlah total energi proses dikurangi dengan kandungan energi produk samping, ditampilkan dalam
RE
3
pada persamaan 28. Perbandingan rasio energi beberapa produksi biodiesel ditampilkan dalam Gambar 18. Diagram batang dengan batas garis putus-putus
merupakan hasil perhitungan dengan definisi RE
2
pada persamaan 27, diagram batang dengan batas garis putus titik adalah hasil perhitungan dengan definisi RE
4
pada persamaan 29, dan diagram batang f dengan batas garis titik-titik adalah hasil perhitungan dengan definisi RE
3
pada persamaan 28 dan merupakan penelitian Pimentel dan Patzek 2005, mereka melaporkan bahwa energi yang
dikandung biodiesel lebih rendah dari energi fosil yang dibutuhkan untuk memproduksinya.
Perhitungan rasio energi pada penelitian ini menggunakan persamaan RE
2
, seperti yang digunakan oleh Sigalingging 2008 sehingga dapat langsung
membandingkan efektifitas daur ulang panas dalam sistem setelah dilakukan modifikasi pada alat. Penggunaan persamaan RE
1
berdasarkan pertimbangan bahwa bahan baku yang dijadikan biodiesel sudah berupa fase liquid minyak yang sudah
memiliki kandungan energi dan dapat digunakan secara langsung. Oleh karena itu, memperhitungkan kandungan energi bahan baku merupakan salah satu metode
untuk dapat menentukan rasio energi bersih dalam produksi biodiesel.
Gambar 18 Perbandingan rasio energi dengan pengertian yang berbeda pada beberapa produksi biodiesel.
Hill et al. 2006 menyimpulkan bahwa biodiesel akan memiliki keuntungan lebih besar ketika proses produksi bahan baku mengkonsumsi energi yang rendah
dan energi yang dibutuhkan untuk mengubahnya menjadi biodiesel pun rendah sehingga didapatkan nilai rasio energi yang besar, karena secara umum nilai rasio
energi yang semakin besar mengindikasikan suatu proses produksi semakin baik. Dalam arti lain energi yang dihasilkan lebih besar daripada energi yang
dibutuhkan untuk memproduksinya. Nilai rasio energi 1.05, 1.03, dan 1.02 hasil penelitian menunjukan nilai rasio energi positif dan mampu ditingkatkan ketika
sistem produksi dapat lebih dioptimalkan dengan mengetahui ketersediaan energi yang dapat diubah menjadi kerja atau kualitas energi yang berada dalam sistem
tersebut, hal itu dapat dilakukan dengan melakukan analisis eksergi.