Daerah Aliran Sungai TINJAUAN PUSTAKA

3.6 Penghitungan Debit Sungai Cidanau

Penghitungan debit Sungai Cidanau dilakukan dengan mengukur tinggi muka air sungai secara berkala. Adapun tahapan yang dilakukan dalam menentukan besarnya debit Sungai Cidanau adalah: 3.6.1 Pengukuran profil Sungai Cidanau. Penentukan arah potongan melintang sungai dilakukan dengan menggunakan theodolite agar bentuk profil sungai tegak lurus terhadap aliran sungai. Pengukuran kedalaman sungai dilakukan dengan menggunakan ecosounder dan untuk kecepatan aliran sungai dilakukan dengan currentmeter jarak pengukuran adalah satu meter. Pengukuran kecepatan aliran dilakukan dengan cara membagi penampang melintang saluran setiap meter dan titik pengukuran kecepatan berada pada dua titik yakni pada 0.2d dan 0.8 d dari permukaan air Chow VT 1989. Adapun kecepatan rata-rata untuk satu titik pengukuran adalah: = , , 3-4 Perubahan ketinggian permukaan air dicatat dengan menggunakan water level loger dengan interval waktu pencatatan 30 menit. 3.6.2 Pembuatan rating curve Metode yang digunakan dalam pengukuran debit Sungai Cidanau adalah dengan menggunakan fungsi cubic spline interpolation yang dikembangkan oleh Setiawan et al, 1997. Fungsi ini digunakan untuk menggambarkan profil sungai secara kontinyu yang terbentuk dari hasil pengukuran jarak dan kedalaman sungai. Metode ini dapat langsung menghitung debit sungai menggunakan formula Manning, dan menghasilkan rating curve. Rating curve akan menggambarkan pengaruh perubahan kedalaman terhadap debit sungai. Gambar 4 Sketsa pengukuran penampang melintang sungai Cubic spline interpolation Burden dan Faires 1989 digunakan untuk mencari fungsi kontinyu yang menghubungkan antara lebar dan dalam sungai Gambar 4, dimana x i merupakan titik pengukuran yang ke-i dihitung dari tepi sungai, dan d i adalah kedalaman pada titik i. Fungsi ini berbentuk: = + − + − + − untuk ≤ ≤ 3-5 Dimana, α, , dan δ masing-masing adalah koefisien yang dihitung sebagai berikut: α = f x ; untuk i = 0,1,......,m 3-6 = − − − 2 ; untuk i = 0,1,......,m 3-7 = − ; untuk i = 0,1,......,m -1 dan = 0 3-8 = untuk i = 0,1,......,m 3-9

3.7 Analisis Debit Sungai Cidanau menggunakan MWSWAT

Perhitungan debit Sungai Cidanau juga dilakukan dengan menggunakan MWSWAT. Hal ini untuk melihat karakteristik DAS secara keseluruhan dengan responnya terhadap hidrologi DAS secara keseluruhan. Hasil simulasi nantinya divalidasikan kembali dengan hasil perhitungan debit observasi di lapangan. Sebelum memulai tahapan pengolahan dengan menggunakan SWAT, perlu dilakukan persiapan terhadap data yang akan dimasukkan sebagai input dalam SWAT yakni: a. Membuat sistem koordinat pada peta DEM 30 m x 30 m, landuse, tanah. Sistem koordinat yang digunakan adalah sistem koordinat Universal Tranverse Mercator UTM WGS 1984 pada zone 48S. Format peta yang digunakan dalam bentuk raster grid cells. b. Menyiapkan data iklim yang meliputi: daftar stasiun iklim Serang 967370.txt, data hujan harian dari tahun 2006-2010 967370.pcp, data temperatur harian dari tahun 2006-2010 967370.tmp, data iklim tahun 1996-2009 di dalam file weather generator WGN_serang.wgn c. Menyiapkan data karakteristik tanah, tanamanLanduse, dan wilayah urban dengan penyesuaian terhadap data global yang telah ada. 3.7.1 Penggambaran Daerah Aliran Sungai DAS Daerah Aliran Sungai Cidanau dibuat dengan metode Automatic Watershed Delineation pada aplikasi SWAT. Peta DEM Cidanau dengan resolusi 30m x 30m dijadikan input untuk mempresentasikan beda elevasi dari setiap titik untuk melihat arah aliran air permukaan. Aliran sungai yang terbentuk akan membentuk suatu daerah aliran sungai, dan outlet dari aliran sungai tersebut disesuaikan dengan koordinat outlet Sungai Cidanau pada Rumah Pompa I PT Karakatau Tirta Industry PT KTI. 3.7.2 Pembuatan wilayah hidrologi Wilayah hidrologi dibentuk berdasarkan pembuatan Hydrological Response Unit HRU pada aplikasi SWAT. HRU mengambarkan pengaruh suatu wilayah terhadap faktor hidrologi yang terjadi pada wilayah tersebut, pembagian wilayah tersebut berdasarkan karakteristik tanah, tata guna lahan, dan kemiringan lahan. Input peta tanah dan landuse harus dalam koordinas sitem UTM, dan dalam format raster. Selanjutnya faktor kemiringan yang digunakan dalam menentukan HRU dibagi dalam beberapa pembagian menurut Arsyad 2006 yakni 0-3 ; 3-8 ; 8-15; 5-30; 30-45; 45-65. Threshold dari persentase total luasan yang digunakan untuk landuse 10, jenis tanah 5 , dan Slope 5 yang memiliki persentase luasan yang lebih kecil dari threshold yang ditentukan untuk diabaikan.