Binge-eating Disorder Etiologi Gangguan Makan

gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan BN merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahsiakannya daripada keluarga dan teman-teman. APA, 2005

2.5. Binge-eating Disorder

2.5.1. Definisi Menurut DSM-IV, kriteria binge-eating disorder BED memerlukan episode makan berlebihan, sama seperti BN, tetapi yang membedakan BED dengan BN ialah BED tidak melibatkan perbuatan untuk melawan perilaku makan berlebihan, seperti memuntahkan kembali makanan, penggunaan pencahar dan beriadah berlebihan Kay dan Tasman, 2006. 2.5.2. Gambaran Klinis BED digolongkan pada orang dengan episode binge-eating yang rekuren sewaktu seseorang merasakan hilangnya penguasaan terhadap perilaku makannya. Tidak seperti BN, episode binge-eating ini tidak diikuti dengan proses penyingkiran, olahraga yang berlebihan, atau puasa. Hasilnya, orang dengan BED adalah kebiasaanya kelebihan berat badan atau gemuk. Mereka juga merasa bersalah, malu danatau distress dengan binge-eating yang dapat membawa kepada lebih banyak episode binge-eating. Mereka juga sering mempunyai penyakit psikologis termasuklah ansietas, depresi, dan kekacauan kepribadian APA, 2005.

2.6. Etiologi Gangguan Makan

Walaupun etiologi gangguan makan adalah kompleks, beberapa penelitian nasional telah menjelaskan bahawa riwayat penderaan fisik dan seksual sebagai faktor risiko predisposisi bagi perkembangan gangguan makan Rorty, 1994; Wonderlich, 1997. Terdapat bukti yang kukuh bahawa predisposisi genetik, kelahiran premature, trauma ketika lahir Cnattingius et al, 1999 dan biokimia Universitas Sumatera Utara individual memainkan peranan yang signifikan yang akhirnya berkembang menjadi suatu gangguan makan. Kedua-dua AN dan BN secara statistiknya lebih umum dijumpai pada ahli keluarga penderita dibandingkan populasi umum dan terdapat transmisi menyilang bagi kedua-dua kondisi. Misalnya, seseorang dari ahli keluarga menderita AN mempunyai risiko untuk menjadi BN dari seseorang yang tidak mempunyai riwayat keluarga bagi gangguan makan. Penelitian yang sama juga menjumpai gangguan makan atipikal seperti binge-eating juga mempunyai riwayat keluarga Strober et al, 2000. Akibat kesukaran untuk memisahkan antara genetik dari lingkungan dalam penelitian berhubungan dengan keluarga, penelitian tentang gangguan makan yang melibatkan kembar telah menyediakan data yang penting mengenai riwayat keluarga. Banyak penelitian yang dilakukan menunjukkan risiko untuk berkembang menjadi AN atau BN adalah lebih besar pada kembar identik berbanding kembar tidak identik dan efek genetik ini muncul hanya selepas pubertas Bulik et al, 2000. Sebanyak 50 hingga 83 BN diteliti, keturunan telah ditentukan sebagai salah satu faktor Strober dan Bulik, 2002. Komorbiditas, assosiasi kedua atau lebih patologi, juga berlaku pada mereka yang mempunyai gangguan makan dan ahli keluarga mereka. Ahli keluarga yang mempunyai gangguan makan akan mempunyai risiko 2.0 hingga 3.5 kali lebih besar untuk memiliki depresi bipolar atau unipolar Strober et al, 2000. Pada contoh komorbiditas yang lain, terdapat peningkatan signifikan 3 hingga 4 kali lebih besar risiko untuk penyalahgunaan zat yang melibatkan penderita BN, keluarga penderita, atau penderita dengan binging anorexic apabila dibandingkan dengan ahli keluarga anoreksia atau kontrol yang tidak mempunyai gangguan makan atau riwayat keluarga gangguan makan Lilenfeld et al, 1998. Disregulasi hormon serotonin telah menunjukkan faktor yang penting dalam gangguan makan. Penelitian klinis telah mencadangkan bahawa perubahan pada sistem serotonin akan mempengaruhi perilaku makan. Khususnya serotonin, yang meningkatkan respon kepuasan satiety, lemah dalam pasien BN Brewerton, 1995. Resistensi insulin, yang mungkin terdapat pada pasien AN dan Universitas Sumatera Utara BN, melemahkan kemampuan tubuh menghasilkan serotonin dari L-tryptophan Goodwin et al, 1990. Olahraga yang mendorong bersifat kompulsif mungkin berhubungan dengan perubahan metabolisme serotonin yang diinduks i oleh restriksi makanan. Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan pengurangan gejala dalam orang-orang yang melakukan senaman yang kompulsif setelah diberikan selective serotonin reuptake inhibitor SSRI fluoxetine Altemus et al, 1993. Serotonin dengan kadar yang rendah telah dilaporkan pada pasien AN dengan berat badan rendah Brewerton, 1990. Kurangnya kadar serotonin sebagai substrat telah diusulkan sebagai alasan mengapa pasien AN tidak respon pada terapi kelas antidepresant-SSRI Walsh, 2002. Bukan semua penelitian pada kadar triptofan pada cairan serebrospinal pada pasien AN menunjukkan kadar serotonin rendah yang berarti, Gerner et al, 1984 dan masih dalam penelitian dalam menentukan samada pasien AN tanpa perilaku purging mempunyai disfungsi serotonin yang berbeda dengan pasien AN dengan kecenderungan untuk menjadi BN. Pada sebagian besar penelitian, BN juga terdapat perubahan pada metabolisme serotonin Brewerton, 1995. Pasien BN mempunyai respon yang kurang pada pemberian serotonin apabila serotonin agonist diberikan dan kadar metabolit serotonin mayor 5-hydroxyindolacetic acid 5-HIAA, merupakan indikasi pengurangan aktivitas serotonin McBride et al, 1991. Disregulasi serotonin juga telah mejadi implikasi bagi beberapa penyakit psikiatri yang terjadi pada pasien BN dan ahli keluarga pasien BN seperti penyalahgunaan zat, alkoholism, penyakit depresif mayor, ansietas, perasaan ingin membunuh diri, dan impulsive Coccaro et al, 1989. Perilaku binging dan muntah juga telah menunjukkan pengurangan sintesis serotonin, dan frekuensi binge telah secara kebalikan berhubungan dengan konsentrasi serotonin dalam cairan serebrospinal Jimerson et al, 1992. Walaupun sembuh setelah satu atau beberapa tahun, wanita dengan BN dijumpai masih lagi memiliki peningkatan gejala inti gangguan makan apabila dibandingkan dengan kontrol Kaye et al, 1998. Mereka mempunyai kadar Universitas Sumatera Utara dopamin dan norepinefrin yang normal tetapi peningkatan dalam kadar 5-HIAA, yang digunakan dalam menilai kadar serotonin. Peningkatan kadar 5-HIAA setelah sembuh juga dijumpai pada pasien AN. Fenomena ini belum dipahami dan telah digambarkan sebagai kemungkinan efek pantulan ‘rebound’ effect’ dalam proses penyembuhan. Literatur medis mendukung bahwa pasien yang didiagnosa BN respon terhadap pemberian antidepressant Walsh, 2002. Walaupun begitu ia masih lagi tidak memberikan hasil sebaik terapi perilaku-kognitif dan hanya sedikit bukti yang menunjukkan keberhasilan terapi antidepressant Atria, 1998. Masih lagi tidak diketahui sama ada mekanisme pengubatan antidepressant pada BN adalah sama pada pasien depresi. SSRI telah menunjukkan dampak hanya apabila diberikan pada dosis yang tinggi 60 mg fluoxetine pada pasien BN – lebih tinggi daripada yang selalu diberikan pada terapi antidepressant. Pasien BN yang juga didiagnosis mempunyai depresi juga tidak dapat memprediksi sama ada antidepresan itu memberikan dampak dalam penatalaksanaan pasien dengan BN Walsh, 2002.

2.7. Faktor Risiko Gangguan Makan