Variasi Morfologi Puparium dan DNA Penyandi Gen Mitokondria Sitokrom Oksidase I Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera Aleyrodidae)
VARIASI MORFOLOGI PUPARIUM DAN DNA PENYANDI
GEN MITOKONDRIA SITOKROM OKSIDASE I
Bemisia tabaci
(GENNADIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE)
SAT RAHAYUWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “VARIASI MORFOLOGI PUPARIUM DAN DNA PENYANDI GEN MITOKONDRIA SITOKROM
OKSIDASE I Bemisia tabaci (GENNADIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE)“ adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, 11 Juni 2009
Sat Rahayuwati A451060071
(3)
ABSTRACT
SAT RAHAYUWATI. Variation of Puparial Morphology and DNA Sequence of the Mitochondrial Cytochrome Oxidase I gen of Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae). Supervised by PURNAMA HIDAYAT and SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.
Bemisia tabaci is an important pest and vector of geminivirus. It is a cosmopolitan and polyphagous insect having distribution in Asia, Africa, Europe, America, and Australia with more than 500 host plants. B. tabaci is a complex species, and currently about 20 biotypes have been identified. Biotype B and Q have wide range of hosts, high level of fecundity, and could transmit geminivirus effectively. The incidence of yellow disease in chili pepper caused by geminivirus infection is very high, particularly in Java and Sumatera. Therefore, it is important to study the role of B. tabaci as a geminivirus vector. Variation of B. tabaci was identified based on morphological characters as well as on molecular level. The result of analysis showed that the shape and morphological characters of B. tabaci puparia are more influenced by host plants types compared to the altitudes factor. The type of host plants gave the effect on the number of dorsal spine variation. In turn, variation on the number of dorsal spine will result the variation of the shape of puparia. No variations found in mtCOI fragment although puparia have shape and measurement variations. Based on analysis of mtCOI fragment, the B. tabaci found in this research was identified as biotype non B which belongs to the phylogeography Asia I. The high level of yellow disease incidence is not caused by invasive biotype B and Q, but is more caused by those biotypes non B phylogeography Asia I.
Key words: Bemisia tabaci, biotype, puparia, morphological variation, genetic diversity
(4)
RINGKASAN
SAT RAHAYUWATI. Variasi Morfologi Puparium dan DNA Penyandi Gen Mitokondria Sitokrom Oksidase I Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT dan SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.
Bemisia tabaci merupakan hama penting dan vektor geminivirus di benua Asia, Afrika, Eropa, Amerika, Australia dengan inang lebih dari 500 spesies tanaman. B. tabaci merupakan kompleks spesies dengan 20 biotipe sudah teridentifikasi. Biotipe B dan Q merupakan biotipe invasif yang perlu diwaspadai keberadaannya karena mempunyai kisaran inang yang lebih luas, keperidian tinggi, dan penular efektif geminivirus. Kejadian penyakit kuning pada cabai yang disebabkan oleh infeksi geminivirus di daerah endemik di Indonesia Bagian Barat tergolong tinggi dan dilaporkan biotipe B sudah dijumpai di Jawa Barat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari B. tabaci sebagai vektor geminivirus, salah satunya dengan mempelajari variasi B. tabaci. Variasi B. tabaci tidak hanya dijumpai pada tingkat morfologi tetapi juga pada tingkat molekuler. Untuk itu dilakukan penelitian yang mempelajari variasi morfologi puparium B. tabaci dari berbagai inang dan ketinggian tempat serta variasi genetik B. tabaci dari daerah endemik penyakit kuning cabai di Indonesia bagian barat.
Kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari variasi morfologi puparium dari berbagai inang dan ketinggian tempat terdiri dari: 1) pengambilan sampel kutukebul di daerah endemik penyakit kuning cabai pepper yellow leaf curl Indonesia virus (PYLCIV); 2) identifikasi spesies berdasarkan karakter morfologi; 3) pengamatan bentuk puparium dan analisis kanonikal dan “boxplot” beberapa karakter morfologi puparium (panjang puparium, lebar puparium, panjang seta kauda, jumlah rambut dorsal). Variasi bentuk puparium B. tabaci adalah: oval, oval dengan 1-2 lekukan, oval dengan >3 lekukan, dan seperti bentuk kerang laut. Terdapat hubungan antara jenis tanamaan inang, bentuk puparium, ukuran dan jumlah rambut dorsal. Pada tanaman inang dengan permukaan daun halus biasanya akan dijumpai bentuk puparium oval, ukuran puparium paling besar, dan umumnya tidak mempunyai rambut dorsal yang memanjang. Pada tanaman inang dengan permukaan daun kasar biasanya akan dijumpai campuran bentuk puparium (oval, oval dengan 1-2 lekukan, oval dengan >3 lekukan) dalam satu populasi, ukuran puparium mengecil dan rambut dorsal yang memanjang berjumlah antara 2-4. Pada tanaman inang dengan permukaan daun berambut akan dijumpai bentuk puparium oval dengan >3 lekukan, ukuran puparium paling kecil dan rambut dorsal yang memanjang berjumlah 7. Jenis tanaman inang merupakan faktor yang lebih kuat menyebabkan variasi karakter morfologi puparium dibandingkan ketinggian tempat. Variasi karakter morfologi puparium dapat dilihat pada rambut dorsal, panjang puparium, lebar puparium sedangkan panjang seta kauda tidak bervariasi. Karakter morfologi puparium yang paling bervariasi adalah jumlah rambut dorsal yang dipengaruhi oleh jenis tanaman inang. Jenis tanaman inang akan menyebabkan variasi karakter jumlah rambut dorsal, variasi karakter jumlah rambut dorsal akan menyebabkan variasi bentuk puparium.
(5)
Kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari variasi genetik B. tabaci menggunakan analisis fragmen mitokondria Sitokrom Oksidase I (mtCOI) terdiri dari: 1) ekstraksi DNA total B. tabaci dari hasil pengambilan sampel di daerah endemik PYLCIV; 2) amplifikasi fragmen mtCOI dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR); 3) analisis filogenetik berdasarkan fragmen mtCOI. Berdasarkan fragmen mtCOI, sampel B. tabaci yang berasal dari daerah endemik PYLCIV di Indonesia bagian barat berada dalam satu kelompok, yang tidak termasuk dalam kelompok biotipe B atau Q. B. tabaci yang terkoleksi dalam studi ini merupakan spesies lokal termasuk dalam biotipe non B, kelompok wilayah Asia I. Tingginya kejadian penyakit PYLCIV tidak disebabkan oleh biotipe invasif B atau Q tetapi oleh biotipe non B Asia I tersebut. Berdasarkan analisis fragmen mtCOI, tidak dijumpai adanya variasi walaupun secara morfologi ditemukan berbagai bentuk dan ukuran puparium. Gen mtCOI merupakan gen untuk mengatur fungsi respirasi sel dan bukan merupakan gen untuk mengatur bentuk morfologi. Bentuk morfologi suatu organisme beradaptasi sesuai dengan kondisi lingkungan.
(6)
©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
(7)
VARIASI MORFOLOGI PUPARIUM DAN DNA PENYANDI
GEN MITOKONDRIA SITOKROM OKSIDASE I
Bemisia tabaci
(GENNADIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE)
SAT RAHAYUWATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Proteksi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
(8)
(9)
Judul Tesis : Variasi Morfologi Puparium dan DNA Penyandi Gen Mitokondria Sitokrom Oksidase I Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae)
Nama : Sat Rahayuwati
NIM : A451060071
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Purnama Hidayat M.Sc. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat M.Sc. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Entomologi-Fitopatologi
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro M.S.
(10)
PRAKATA
Ucapan rasa syukur yang tiada terkira atas karunia Allah SWT sehingga penelitian dan penulisan tesis berjudul “Variasi Morfologi Puparium dan DNA Penyandi Gen Mitokondria Sitokrom Oksidase I Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae)” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dibantu dana oleh proyek ACIAR (Australian Centre for International Agricultural Research) untuk mengendalikan penyakit kuning cabai di Indonesia melalui Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat M.Sc.
Ucapan terima kasih dengan setulus hati atas bimbingan, saran, petunjuk dan koreksi selama saya melakukan penelitian dan proses penulisan tesis ditujukan kepada bapak Dr. Ir. Purnama Hidayat M.Sc. (Ketua Komisi Pembimbing) dan ibu Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat M.Sc. (Anggota Komisi Pembimbing).
Kegiatan penelitian yang meliputi pengambilan sampel, pengerjaan laboratorium, dan penulisan tesis tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan berberbagai fihak, untuk itu saya mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Laboran Lab. Taksonomi ibu Aisyah, laboran dan teknisi Lab. Virologi pak
Edi dan mba Tuty yang telah membantu proses pengerjaan penelitian.
2. Rekan-rekan Ent-Fit angkatan 2006, teman-teman di lab.: Pak Rai, Endang, Mimi, Devi, Cici, bu Rita, bu Ifa, pak Irwan, Lia, Eni, Elsa atas semangat yang telah diberikan,
3. Rekan-rekan yang telah membantu dalam informasi lokasi dan akomodasi selama pengambilan sampel: Rika Meilasari S.P. (Cianjur-Cipanas Jabar), ibu Rohana (Brebes Jateng), bpk. Entit Hermawan S.P. dan bpk. Dr. Ahmad Erani Yustika (Malang-Kediri Jatim), bpk Kembar (Tabanan-Badung Bali).
4. Ibu Dr. Marlina Adhiani atas bantuan pengiriman sampel untuk perunutan nukleotida ke Macrogen Korea Selatan.
5. Ibu Dr. Noor Aidawati atas bantuan pengambilan sampel di Magelang, Bantul dan Kalimantan Selatan dan bpk. Junsu Trisno M.S. atas pengambilan sampel di Sumatera Barat.
6. Abah dan mang Eli atas bantuan menjaga dan antar jemput sekolah Shafa. Rasa terima kasih atas doa yang tiada berakhir ditujukan kepada orang tua kami: ibu Hj. Siti Zubaedah, ibu mertua Rohana, bpk H. Norrachmat Soedijono (Almarhum) dan bapak mertua Patoni (Almarhum). Terima kasih atas doa dan dukungan kakak-kakak: mas Dr. Purwo Santoso, mas Dwi Raharjo S.H., mba Tri Sekarwati, mas Ponco Setyo Edi.
Ucapan terima kasih atas dukungan dan dorongan semangat saya tujukan kepada suami tercinta mas Edy Suprianto. Terima kasih atas segala sesuatu yang terbaik yang mas Edy beri untuk kami. Terima kasih untuk sahabat kecil saya Shafa Humaira Ramadhiani, Shafa selalu menjadi sahabat baik ibu, selalu dan sampai kapanpun. Terima kasih saya ucapkan untuk motivator saya mas Purwo Santoso, semangat dan kerja keras mas Pur akan selalu saya contoh.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 11 Juni 2009 Sat Rahayuwati
(11)
RIWAYAT HIDUP
Sat Rahayuwati, puteri keenam dari enam bersaudara keluarga H. Norrachmat Soedijono dan Hj. Siti Zubaedah, dilahirkan di Jepara pada 6 April 1977. Penulis menikah dengan Edy Suprianto SP. MSc. pada tahun 2001 dan dikaruniai putri Shafa Humaira Ramadhiani.
Jenjang pendidikan Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas di selesaikan penulis di Jepara, Jawa Tengah. Pada tahun 1995 penulis menerima undangan seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) (USMI IPB) dan tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan lulus tahun 1999. Tahun 1999-2000 penulis bekerja sebagai project officer di Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu (PKPHT) Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (HPT) IPB. Tahun 2001-2003 penulis bekerja sebagai freelancer di Kelompok Peneliti Proteksi Tanaman, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Medan. Tahun 2004-2006 penulis mendamping suami tugas belajar di Goettingen Jerman. Pada tahun 2006 Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Entomologi-Fitopatologi.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……….. xiii
DAFTAR GAMBAR ………..… xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………..…. xvi
I PENDAHULUAN ………..….. 1
Latar Belakang ……….….. 1
Tujuan Penelitian ……… 3
ManfaatPeneliti ……… 3
Ruang Lingkup Penelitian ……… 3
II TINJAUAN PUSTAKA ……… 5
IDENTIFIKASI BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI .. 5
Taksonomi B. tabaci ……… 5
Identifikasi Spesies B. tabaci ……… 5
Ciri-Ciri Puparium dan Imago di Lapang ……… 7
Karakter Penting Puparium Untuk Identifikasi ………... 7
Analisis Data Morfologi ……….. 8
BIOLOGI B. tabaci ……… 8
Siklus Hidup B. tabaci ……… 8
Aktivitas Makan dan Peran B. tabaci Sebagai Vektor Geminivirus ……… 10
IDENTIFIKASI BERDASARKAN KARAKTER MOLEKULER .. 11
Awal Penelitian B. tabaci ………. 11
Kompleks Spesies B. tabaci ………. 11
Alasan Digunakan Mitokondria Sitokrom Oksidase I ………. 13
Hubungan Antara Biotipe dengan Filogeografi ………... 14
III VARIASI KARAKTER MORFOLOGI Bemisia tabaci (GENNADIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) YANG DIAMBIL DARI BERBAGAI INANG DAN KETINGGIAN TEMPAT DI DAERAH ENDEMIK PENYAKIT KUNING CABAI DI INDONESIA BAGIAN BARAT ………. 17
ABSTRAK ………. 17
PENDAHULUAN ……….. 17
Tujuan Penelitian ………. 18
BAHAN DAN METODE ……… 19
Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 19
Metode Penelitian ……… 19
1 Pengambilan Sampel Kutukebul dari Daerah Endemik Penyakit Kuning Cabai ……… 19
2 Pembuatan Slide dan Identifikasi Kutukebul ………… 19
3 Pengamatan Variasi Bentuk Puparium Pada Berbagai Tanaman Inang ……… 20
(13)
Data ……….. 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 21
1 Pengambilan Sampel Kutukebul di Daerah Endemik Penyakit Kuning Cabai ……… 21
2 Variasi Bentuk Puparium Pada Berbagai Tanaman Inang … 22 3 Hubungan Diantara Jumlah Rambut dorsal, Panjang dan Lebar Puparium, Panjang Seta Kauda ………. 25
4 Hubungan Jenis Tanaman Inang terhadap Jumlah Dorsal Spine, Panjang dan Lebar Puparium, Panjang Seta Kauda ... 29
4.1 Analisis “Boxplot”: Hubungan Antara Rambut dorsal Puparium Dengan Tanaman Inang ………. 30
5 Hubungan Ketinggian Tempat terhadap Jumlah Dorsal Spine, Panjang dan Lebar Puparium, Panjang Seta Kauda ... 32
SIMPULAN ……….. 34
DAFTAR PUSTAKA ………. 35
IV VARIASI GENETIK DAN FILOGENI Bemisia tabaci (GENNADIUS) DARI DAERAH ENDEMIK PENYAKIT KUNING CABAI DI INDONESIA BAGIAN BARAT MENGGUNAKAN ANALISIS FRAGMEN MITOKONDRIA SITOKROM OKSIDASE I.. 37
ABSTRAK ……….. 37
PENDAHULUAN ……… 37
Tujuan Penelitian ………. 39
BAHAN DAN METODE ……… 39
Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 39
Metode Penelitian ………. 39
1 Ekstraksi DNA Total B. tabaci ……… 39
2 Amplifikasi Fragmen mtCOI Menggunakan Metode PCR ………... 40
3 Perunutan Nukleotida ……….. 41
4 Analisis Data Urutan DNA mtCOI ……….. 41
HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 44
1 Ekstraksi DNA Total dan Amplifikasi Fragmen mtCOI …. 44 1.a Metode Goddwin et al. (1994) ………. 44
1.b Metode Frohlich et al. (1999) ………. 46
2 Perunutan dan Analisis Nukleotida mtCOI ………. 48
SIMPULAN ……… 52
DAFTAR PUSTAKA ……….. 53
V PEMBAHASAN UMUM ………. 55
VI SIMPULA UMUM DAN SARAN ……… 59
SIMPULAN UMUM ……….. 59
SARAN ………... 59
(14)
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Sinonim Bemisia tabaci dengan lokasi tempat diidentifikasi
dan tumbuhan inangnya (Perring 2001) ………. 6 3.1 Perbandingan karakter morfologi puparium spesies Bemisia tabaci
dan Trialeurodes vaporariorum ……….. 21 3.2 Daftar lokasi pengambilan sampel dan hasil identifikasi spesies …. 24 3.3 Berbagai bentuk puparium B. tabaci yang diamati dari 13 jenis
tanaman inangnya ………..………. 25
3.4 Gambar berbagai bentuk puparium B. tabaci yang diamati dari 13
jenis tanaman inangnya ……… 27 3.5 Nilai rata-rata dan standar deviasi (sd) panjang dan lebar puparium
(mm), panjang seta kauda (mm) B. tabaci pada 13 jenis tanaman
inang ………...…….………... 29
3.6 Nilai rata-rata dan standar deviasi (sd) panjang dan lebar puparium (mm), panjang seta kauda (mm) B. tabaci pada berbagai ketinggian
tempat ………..… 33
4.1 Komponen dan komposisi bahan PCR menurut metode ekstraksi
Goodwin et al. (1994) yang dimodifikasi dan Frohlich et al.(1999).. 41 4.2 Daftar perunutan nukleotida yang digunakan untuk pembuatan
kladogram fragmen mtCOI B. tabaci asal Indonesia dibandingkan dengan fragmen mtCOI dari beberapa wilayah di dunia
(Gambar 4.6) ………. 42
4.3 Daftar perunutan nukleotida yang digunakan untuk pembuatan kladogram fragmen mtCOI B. tabaci asal Indonesia dibandingkan
dengan fragmen mtCOI Asia (Gambar 4.7) ………. 43 4.4 Kemurnian dan konsentrasi DNA total hasil ekstraksi satu
puparium B. tabaci menggunakan metode Goodwin et al. (1994) … 45 4.5 Daftar hasil perunutan nukleotida mtCOI ………..….. 49
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Fase perkembangan Bemisia tabaci (a) telur; (b) instar 1; (c) instar 2; (d) instar 3; (e) instar 4; (f) puparium; (g) imago keluar dari
puparium; (h) imago (Purbosari 2008) ………. 9 3.1 A. Puparium Bemisia tabaci, B. Puparium Trialeurodes
vaporariorum, (a) seta kauda, (b) caudal furrow, (c) vasiform orifice, (d) submargin, (e) rambut dorsal, (f) pinggiran trakea,
(g) basal tungkai tengah dan belakang, (h) ruas abdomen
VII, (i) operculum, (j) lingula ... 23 3.2 Rambut dorsal berjumlah 0 (A), 4 pasang (B) dan 7 pasang (C)
yang dijumpai pada median atau submedian dorsal puparium
B. tabaci ………... 31
3.3 Gambar boxplot jumlah rambut dorsal berdasarkan nilai median (garis hitam) pada 13 tanaman inang B. tabaci: Buncis
(Pisum sativum), Labu (Cucurbita moschata), Melon
(Cucumis melo var. reticulates), Terung (Solanum melongena), Tomat (Solanum lycopersicum), Gambas (Luffa acutangula), KacangM (Kacang Merah = Vigna angularis), Kedelai (Glycine max), Mentimun (Cucumis sativus), Cabai
(Capsicum annum), KacangP (Kacang Panjang = Vigna sinensis), KacangT (Kacang Tanah = Arachis hypogaea), Singkong
(Manihot esculenta) ……….. 32 4.1 Hasil amplifikasi PCR mtCOI menggunakan DNA total dari
satu imago B. tabaci yang diekstrak berdasarkan metode Goodwin et al. (1994) yang dimodifikasi; A)1-10 individu imago segar baru
diambil dari lapang; B) 1-11 individu imago yang sudah disimpan
selama > 4 bulan. Marker yang digunakan 1 kb DNA Ladder (M) .. 45 4.2 Hasil amplifikasi PCR mtCOI menggunakan DNA total dari satu
puparium B. tabaci yang diekstrak berdasarkan metode Goodwin et al. (1994) yang dimodifikasi. Marker yang digunakan marker
PCR (M); 1 - 5) DNA total individu puparium yang tidak berhasil diamplifikasi mtCOInya; 6) kontrol positif (Sampel B. tabaci
Aidawati 2006) ………..……….. 46
4.3 Hasil amplifikasi PCR mtCOI menggunakan DNA total puparium yang diekstrak berdasarkan metode Goodwin et al. (1994)
yang dimodifikasi. Marker yang digunakan marker PCR; 1 dan 2) pita mtCOI hasil ekstraksi DNA total dari 8 mg (65 puparium); 3) pita mtCOI hasil ekstraksi DNA total dari 1 puparium; 4) control positif (Sampel B. tabaci Aidawati 2006) ………..… 46
(16)
4.4 Hasil diamplifikasi PCR mtCOI dari DNA total yang diekstrak menggunakan metode Frohlich et al. (1999). Marker yang
digunakan 1 kb DNA ladder (M); sampel terdiri atas: satu nimfa (1); satu imago (2); kontrol positif (65 puparium) (3); kontrol
Positif (Sampel B. tabaci Aidawati 2006) (4) ……….. 47 4.5 Hasil amplifikasi PCR mtCOI dari satu imago menggunakan
ekstraksi DNA total metode Frohlich et al. (1999). Marker yang
digunakan 1 kb DNA ladder (M) ……….……… 47 4.6 Kladogram fragmen mtCOI B. tabaci asal Indonesia dibandingkan
dengan fragmen mtCOI dari beberapa wilayah di dunia.
Trialeurodes vaporariorum dengan accesion number AF418672 digunakan sebagai outgroup. Angka pada percabangan kladogram
menunjukkan nilai bootstrap 100 kali ulangan. Nama sampel B. tabaci yang dicetak dengan huruf tebal merupakan sampel
dalam penelitian ini ……….……… 50 4.7 Kladogram fragmen mtCOI B. tabaci asal Indonesia dibandingkan
dengan fragmen mtCOI Asia. Aleyrodicus dispersus dengan accesion number AJ748380digunakan sebagai outgroup.
Angka pada percabangan kladogram menunjukkan nilai
bootstrap 100 kali ulangan. Nama sampel B. tabaci yang dicetak
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tabel hubungan linier antar variabel jumlah rambut dorsal, panjang dan lebar puparium, panjang seta kauda ……… 65 2 Tabel hubungan variabel jumlah rambut dorsal, panjang dan lebar
puparium, panjang seta kauda dengan fungsi kanoniknya …….…... 65 3 Tabel hubungan silang antara variabel jumlah rambut dorsal,
panjang dan lebar puparium, panjang seta kauda dengan
variabel ketinggian tempat dan tanaman inang ………. 65 4 Tabel hubungan variabel faktor lingkungan dengan fungsi
kanoniknya ……… 66
5 Tabel hubungan silang variabel jumlah rambut dorsal, panjang dan lebar puparium, panjang seta kauda terhadap fungsi kanonik
variabel lingkungan (ketinggian tempat dan tanaman inang) …….. 66 6 Tabel hubungan silang variabel ketinggian tempat dan tanaman
inang terhadap fungsi kanonik variabel faktor pengamatan puparium (jumlah rambut dorsal, panjang dan lebar puparium,
panjang seta kauda) ………. 66 7 Contig sampel penelitian (14 buah) hasil perunutan nukleotida
mtCOI ………. 66
8 Data identifikasi spesies kutukebul dan pengamatan (bentuk puparium, jumlah dorsal spine, panjang dan lebar puparium,
(18)
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan kutukebul yang paling banyak diteliti karena menimbulkan masalah serius diberbagai belahan dunia. B. tabaci bersifat polifag dengan inang lebih dari 500 spesies tanaman termasuk tanaman hortikultura dan tanaman hias dengan nilai ekonomi tinggi. Famili tanaman yang umum menjadi inang B. tabaci adalah Fabaceae, Asteraceae, Malvaceae, Solanaceae dan Euphorbiaceae (Perring et al.
1993). B. tabaci merugikan karena aktivitas makan mengambil cairan dari floem tanaman dan akibat tidak langsung sebagai vektor virus. Peran B. tabaci sebagai vektor virus inilah yang membuat kutukebul tersebut banyak diteliti. Geminivirus (Genus Begomovirus famili Geminiviridae) merupakan virus yang ditularkan B. tabaci dan menimbulkan kehilangan hasil 20% hingga 100% (Brown & Bird 1992).
Diantara sifat-sifat penting B. tabaci adalah kemampuannya mengalami perubahan struktur genetik dan diduga perubahan struktur genetik ini menyebabkan munculnya penyakit geminivirus baru (de Barro et al. 2008, Padidam et al. 1999). Beberapa populasi dilaporkan mempunyai kemampuan berbeda dalam menularkan geminivirus (Costa & Brown 1991), dan dilaporkan memiliki tingkat keragaman tinggi antarpopulasi (Bedford et al. 1994). Keragaman B. tabaci dilaporkan berhubungan dengan isolasi geografi sehingga mempengaruhi kemampuan makan atau bereproduksi pada tanaman inang tertentu. Keragaman B. tabaci tidak hanya dijumpai pada tingkat molekuler tetapi juga pada tingkat morfologi. Martin (1999) menyebutkan bahwa bentuk puparium B. tabaci mempunyai berbagai variasi fenotipe tergantung pada karakter fisik permukaan daun seperti lapisan lilin dan rambut-rambut pada permukaan daun. Imago B. tabaci tidak digunakan untuk identifikasi karena biasanya tidak ditemukan pada tanaman inangnya dan semua kutukebul (famili Aleyrodidae) mempunyai bentuk morfologi sama (Watson GV 2007).
(19)
Variasi genetik B. tabaci telah banyak dipelajari, diantaranya berdasarkan pola pita esterase dilaporkan terdapat 20 biotipe. Secara sederhana, biotipe ini dibedakan menjadi biotipe B dan biotipe non-B. Biotipe non-B ini antara lain terdiri atas: Q, A, K, D, E, G, H, L, M, dan N (Banks & Markham 2000). Studi komparatif lain dilakukan untuk mendapatkan resolusi variasi genetik B. tabaci, salah satunya menggunakan fragmen mitokondria sitokrom oksidase I (mtCOI). Beberapa peneliti berusaha menghubungkan antara biotipe hasil analisis esterase dengan pengelompokan filogeografi. Perring (2001) melaporkan 5 kelompok filogeografi berdasarkan analisis menggunakan mtCOI dan esterase yaitu Benin (esterase biotipe E), Sudan (esterase biotipe L), India (esterase biotipe G), Israel-Yaman-US (esterase biotipe B), Costa Rica-Mexico-Puerto Rico-US (esterase biotipe A).
Di antara biotipe yang ada, B. tabaci biotipe B dan Q paling mendapatkan perhatian. Biotipe B mempunyai sifat khusus seperti kisaran inang lebih luas, keperidian tinggi, lebih resisten terhadap insektisida (Brown et al. 1995a), dapat menginduksi gejala keperakan pada squash (Cucurbita pepo) dan ciri ini tidak dipunyai pada biotipe jenis lain (Secker et al. 1998). B. tabaci biotipe B telah tersebar ke berbagai wilayah tropika dan subtropika serta menimbulkan banyak kerugian antara lain di Brazil, Uganda, India, Pakistan, dan Cina (Lima et al.
2002; Simon et al. 2003; Sseruwagi et al. 2005; Zhang et al. 2005). Biotipe Q dilaporkan lebih merugikan dibandingkan biotipe B. Saat ini biotipe Q dilaporkan sudah menyebar ke wilayah Israel, Cina dan Jepang (CDFA 2005). De Barro et al. (2008) menyimpulkan B. tabaci biotipe B dan Q merupakan biotipe invasif dan merupakan vektor efektif geminivirus yang saat ini tersebar luas melalui perdagangan tanaman hias.
Informasi variasi B. tabaci di Indonesia masih belum banyak dilaporkan. Penelitian B. tabaci di Indonesia sangat diperlukan karena banyaknya kejadian penyakit akibat geminivirus salah satunya pada komoditas cabai di Sumatera Barat, Pulau Jawa, Pulau Bali dan Kalimantan Selatan. Geminivirus yang menginfeksi tanaman cabai menyebabkan penyakit kuning, yang diidentifikasi sebagai Pepper Yellow Leaf Curl Indonesia Virus (PYLCIV) (Hidayat et al.
(20)
2006). Rahayu (2004) melaporkan kejadian penyakit kuning cabai di Yogyakarta dan Magelang mencapai 100% dan Sudiono et al. (2005) melaporkan kejadian penyakit kuning cabai di Sumatera mencapai 100%. Diduga tingginya kejadian penyakit kuning cabai ini akibat beragamnya populasi B. tabaci baik beragam secara morfologi dan genetik. Penelitian untuk mengetahui variasi genetik B. tabaci menjadi perlu dilakukan mengingat biotipe B yang merupakan biotipe invasif sudah dijumpai di Indonesia (Hidayat et al. 2008).
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan mengetahui variasi morfologi puparium dari berbagai inang dan ketinggian tempat serta mengetahui variasi genetik B. tabaci yang ditemukan di daerah endemik penyakit PYLCIV di Sumatera Barat, Pulau Jawa, Pulau Bali dan Kalimantan Selatan menggunakan analisis mtCOI.
Manfaat Penelitian
Didapatkan informasi mengenai variasi morfologi puparium B. tabaci dan informasi variasi genetik B. tabaci. Informasi variasi genetik B. tabaci tersebut dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya untuk mengetahui apakah biotipe berbeda mempunyai peranan berbeda terhadap infeksi geminivirus.
Ruang Lingkup Penelitian
Dua kegiatan penelitian dilakukan untuk mengetahui variasi B. tabaci
yaitu: 1) pengamatan variasi karakter morfologi puparium; 2) variasi genetik B. tabaci berdasarkan analisis fragmen mtCOI. Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi pengambilan sampel kutukebul dari daerah endemik penyakit PYCLIV di Sumatera Barat, Pulau Jawa, Bali dan Kalimantan Selatan. Imago dan puparium kutukebul diambil dari tanaman cabai dan tanaman disekitarnya. Puparium digunakan untuk pengamatan karakter morfologi; sedangkan imago
(21)
digunakan untuk analisis mtCOI. Pengukuran dan penghitungan beberapa karakter morfologi puparium dilakukan untuk menganalisis hubungan antara variasi puparium terhadap tanaman inang serta ketinggian tempat (Bab III). Untuk analisis mtCOI dilakukan ekstraksi DNA total, amplifikasi fragmen mtCOI, perunutan fragmen mtCOI dan analisis kladogram(Bab IV).
(22)
II TINJAUAN PUSTAKA
IDENTIFIKASI BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI Taksonomi B. tabaci
B. tabaci adalah serangga dengan tipe alat mulut menusuk menghisap, termasuk dalam ordo Hemiptera, superfamili Aleyrodoidea, famili Aleyrodidae, subfamili Aleyrodinae. Famili Aleyrodidae mempunyai dua subfamili, yaitu Aleurodicinae dan Aleyrodinae. Aleurodicinae terdiri atas dua genus sedangkan Aleyrodinae memiliki 41 genus. Genus Bemisia terdiri atas tujuh spesies yaitu B. afer Priesner & Hosny, B. capitata Regu & David, B. decipiens Maskell, B. giffardi Kotinsky, B. gigantea Martin sp.n., B. subdecipiens Martin sp.n., dan B. tabaci (Gennadius) (Martin 1999).
B. tabaci pertama kali dideskripsikan sebagai hama tembakau di Yunani oleh Gennadius tahun 1889 dan diberi nama Aleyrodes tabaci (Oliveira et al.
2001). Sampai dengan 1964, B. tabaci mempunyai 19 sinonim tambahan hasil identifikasi dari 14 negara pada berbagai tumbuhan inang (Tabel 2.1). Penempatan tabaci dalam genus Bemisia oleh Takahashi 1936 merupakan nama spesies Bemisia tabaci yang saat ini dipakai. Karakter morfologi puparium B. tabaci ini dilaporkan sangat bervariasi tergantung pada tumbuhan inang sehingga hal inilah yang menyebabkan B. tabaci mempunyai banyak sinomim (Perring 2001).
Identifikasi Spesies B. tabaci
Identifikasi B. tabaci dapat menggunakan nimfa instar keempat (puparium) atau kantung puparium. Larva instar ketiga kadang sulit dibedakan dengan puparium, biasanya puparium mempunyai ukuran lebih besar. Puparium mempunyai ciri antena lurus atau kadang membengkok, lebar dari basal sampai apikal sama dan bertindihan dengan tungkai depan. Larva instar ketiga mempunyai ciri antena sangat bengkok membentuk huruf U, pada bagian basal melebar dan menyempit pada apikal dan tidak bertindihan dengan tungkai depan (Malumphy 2004). Identifikasi menggunakan imago menghadapi kendala dalam
(23)
pembuatan slide permanen dan sering saat koleksi kutukebul dari lapangan hanya fase nimfa yang dijumpai (Martin, 1987).
Tabel 2.1 Sinonim Bemisia tabaci dengan lokasi tempat diidentifikasi dan tumbuhan inangnya (Perring 2001)
Spesies Lokasi Tumbuhan Inang
Aleyrodes tabaci (Gennadius 1889) Yunani Nicotiana sp. Aleyrodes inconspicua (Quaintance 1900) Florida USA Physalis sp. B. insconspicua (Quaintance) (Quaintance &
Baker 1914)
Florida USA Physalis sp. B. emiliae (Corbett 1926) Sri Lanka Emilia sonchifolia
B. signata (Bondar 1928) Brazil Nicotiana glauca
B. bahiana (Bondar 1928) Brazil Nicotiana tabacum
B. costa-limai (Bondar 1928) Brazil Euphorbia hirtella
B. gossypiperda (Misra & Lamba 1929) Inda, Pakistan Gossypium sp.
B. achyranthes (Singh 1931) India Achyranthes aspera
B. hibisci (Takahashi 1933) Taiwan Hibiscus
rosa-sinensis
B. longispina (Priesner &Hosny 1934) Mesir Psidium guajava B. gossypiperda var. mosaicivecture
(Ghesquiere 1934)
Zaire Jatropha multifida
B. goldingi (Corbett 1935) Nigeria Gossypim sp.
B. nigeriensis (Corbet 1935) Nigeria Manihot sp.
B. rhodesiaensis (Corbet 1936) Zimbabwe Nicotiana sp. B. tabaci (Gennadius) (Takahashi 1936) Mariana Islands Brassica oleracea
B. manihotis (Frappa 1938) Madagascar Manihot sp.
B. vayssieri (Frappa 1939) Madagascar Nicotiana sp. B. (Neobemisia) hibisci (Visnya 1941) Taiwan Hibiscus
rosa-sinensis B. (Neobemisia) rhodesiaensis (Visnya 1941) Zimbabwe Nicotiana sp. B. lonicerae (Takahashi 1957) Jepang Lonicera japonica
B. minima (Danzig 1964) Georgia Elsholtzia patrini
(24)
Ciri-Ciri Puparium dan Imago
Malumphy (2004) menyebutkan ciri-ciri puparium B. tabaci pada permukaan daun tumbuhan inang yaitu bening; warna dari krem sampai kuning; sekresi lilin tidak ada; panjang 0,55 - 0,87 mm dan lebar 0,35 - 0,64 mm; bagian dorsal dengan lapisan tipis lilin. Saat puparium dibuat slide permanen, kutikula kadang terlihat pucat, bukaan trakea bagian toraks agak bergerigi, marginal setae
kecil pada ujung anterior dan posterior, seta kaudapanjang dan kokoh.
Ciri-ciri imago B. tabaci ketika dijumpai selaput sayap berwarna kuning gelap, sayap depan dengan garis anterior lurus, sayap seperti tenda dengan posisi saat istirahat terlihat menyempit ke depan, imago langsung terbang ketika terganggu. Karakter morfologi imago ketika diamati di bawah mikroskop yaitu terdapat dua mata majemuk di bagian atas dan bawah yang dihubungkan oleh ommatidium tunggal, mesotibia dengan setakokoh berjumlah 2-3, sensorial cone
pada antena ruas keempat ada, satu sensorial cone pada antena ruas ketujuh,
aedeagus ramping dengan ventral base halus(Malumphy 2004).
Karakter Penting Puparium untuk Identifikasi
Ciri karakter morfologi penting puparium B. tabaci yang perlu diperhatikan saat melakukan identifikasi adalah sebagai berikut (a) seta kauda selalu kokoh dan biasanya sama atau lebih panjang dari vasiform orifice, (b)
vasiform orifice lurus lebih panjang dari caudal furrow, (c) lingula agak melebar, (d) tidak ada papila, (e) rambut dorsal berjumlah tujuh pasang, terdapat rambut yang berkembang, ukuran rambut biasanya lebih panjang pada daun yang mempunyai permukaan berbulu, (f) penampakan puparium sangat bervariasi terutama pada daun-daun yang berbulu (Martin 1999, Malumphy 2004, Hodges et al. 2005).
Karakter morfologi puparium yang diamati variasinya adalah panjang puparium, lebar puparium, jumlah rambut dorsal, panjang seta kauda. Puparium tersebut diambil dari berbagai jenis inang dan ketinggian tempat dari daerah endemik penyakait kuning cabai di Indonesia bagian barat.
(25)
AnalisisData Morfologi
Hasil pengukuran faktor pengamatan morfologi puparium (panjang puparium, lebar puparium, jumlah rambut dorsal, panjang seta kauda) dan faktor lingkungan (ketinggian tempat, tanaman inang) dapat di analisis menggunakan korelasi kanonikal. Analisis kanonikal merupakan model statistik multivariate yang digunakan untuk menguji hubungan (korelasi) antara lebih dari satu set variabel dependen (y) dan lebih dari satu set variabel independen (x). Pada analisis regresi berganda hanya memprediksi satu variabel dependen dengan lebih dari satu set variabel independen. Sementara itu korelasi kanonikal secara simultan memprediksi lebih dari satu variabel dependen dengan lebih dari satu variabel independen (Ghozali 2005).
Analisis kanonikal terdapat pada Penelitian bab III. Yang dimaksud variabel dependen (y) adalah faktor pengamatan dan variabel independen (x) adalah faktor lingkungan. Tujuan dilakukan analisis kanonikal tersebut adalah untuk menentukan tingkat hubungan antara faktor pengamatan panjang puparium, lebar puparium, jumlah rambut dorsal, panjang seta kauda) dengan faktor lingkungan (ketinggian tempat, tanaman inang).
BIOLOGI B. tabaci Siklus Hidup B. tabaci
Imago betina terkadang makan beberapa tumbuhan budi daya berbeda termasuk gulma. Kualitas nutrisi tiap tumbuhan berbeda sehingga tumbuhan tertentu baik untuk bertahan hidup sedangkan tumbuhan lain baik untuk menghasilkan banyak telur. Imago hidup selama 1 minggu atau lebih dan produksi telur tergantung jenis makanan yang dipilih imago tersebut. Imago betina memasukkan telur ke dalam daun tumbuhan inang dan nimfa yang menetas akan tetap berada di tumbuhan yang dipilih imago tersebut (Costa et al. 1991).
Telur B. tabaci berbentuk bulat telur, terpotong pada ujungnya. Pada suhu 25 oC telur akan menetas dalam 6-7 hari. Nimfa instar pertama disebut crawler.
(26)
m G N m m m b y ( d J m mencari tem satu daun ke
Gambar 2.1
Nimfa insta menyekresik membantu mencapai in berwarna m yang matan (Gambar 2. disebut mem Juli 2007]). Siklu meletakkan suhu ruang, mpat makan. e daun lain y
Fase perkem (d) instar puparium;
ar kedua hin kan meteria
nimfa terse nstar keemp merah. Tidak nya berwarn
1). Nimfa masuki perio
us hidup B
telur untuk dan 24 hari
Jarak terja yang masih d
mbangan Be
3; (e) inst (h) imago (P
ngga keempa al berlilin ebut menem
pat akan m k ada ganti na merah p bermata m ode puparium
B. tabaci se pertama kal i pada suhu
auh yang da dalam satu tu
emisia tabac
tar 4; (f) p Purbosari 20
at menetap pada ping mpel pada p memasuki fas
kulit antara padahal seca merah terseb
m (http://w
ejak telur i selama 39 29 oC. Ima
apat ditempu umbuhan sam
ci (a) telur; (b puparium; (g 008).
dengan tung ggir bagian permukaan d
se nimfa ya a nimfa inst
ara morfolo ut tidak ma www.issg.app
diletakkan hari pada su ago mampu
uh crawler a ma.
b) instar 1; ( g) imago k
gkai tereduk n tubuhnya
daun. Sete ang mempu tar keempat ogi keduany akan sehing pfa.auckland hingga ima uhu 23oC, 32 bertahan hid
adalah dari
(c) instar 2; keluar dari
ksi. Nimfa sehingga elah nimfa unyai mata dan nimfa ya berbeda gga kadang d.ac.nz. [10
ago betina 2 hari pada dup selama
(27)
40 hari pada suhu23oC, 35 hari pada suhu ruang, dan 27 hari pada suhu 29 oC (Purbosari 2008). B. tabaci dapat menghasilkan 15 generasi per tahun, betina dapat meletakkan telur rata-rata 200 buah dalam jangka waktu 3-6 minggu (Morales 2001).
Aktivitas Makan dan Peran B. tabaci Sebagai Vektor Geminivirus
Nimfa dan imago B. tabaci makan cairan floem tumbuhan yang mengandung gula (Hilje et al. 2001). Nimfa dan imago tersebut dapat menimbulkan kerusakan tumbuhan secara langsung berupa: kehilangan nutrisi, gangguan fisiologi, ekskresi embun madu. Nimfa dan imago juga dapat menimbulkan kerusakan tidak langsung pada tumbuhan yaitu sebagai vektor virus (Morales 2001).
Geminivirus di dalam B. tabaci bersifat sirkulatif dan persisten. Terdapat interaksi antara protein selubung virus dengan B. tabaci saat terjadi penempelan kapsul virus dengan reseptor sehingga virus dapat tertular. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara virus dengan serangga vektor (Brown & Idris 2005). Virus persisten, saat diakuisisi akan berada dalam tubuh serangga vektor. Virus dijumpai pada sel epitel saluran pencernaan dan berasosiasi dengan kelenjar saliva B. tabaci. Virus bersirkulasi dalam tubuh serangga sampai akhirnya virus sampai ke stilet dan masuk ke dalam tumbuhan sehat saat vektor makan cairan floem. Virus tersebut memerlukan waktu akuisisi dan inokulasi 1 jam - 1 hari dan periode laten 1 hari - beberapa minggu (Gray & Banerjee 1999).
B. tabaci dapat menularkan virus tumbuhan antaralain dari kelompok geminivirus, closterovirus, carlavirus, potyvirus, nepovirus dan luteovirus. Diantara jenis virus-virus tersebut yang merugikan adalah geminivirus (Famili Geminiviridae, Genus Begomovirus) dan closterovirus (Famili Closteroviridae, Genus Crinivirus) (Oliveira et al 2001). Geminivirus terdiri dari partikel isometrik kembar yang menyelubungi genom DNA sirkular utas tunggal. Geminivirus mampu beradaptasi pada sejumlah besar tanaman pertanian setelah disebarkan oleh B. tabaci dari tumbuhan liar atau tumbuhan budidaya (Morales 2001).
(28)
IDENTIFIKASI BERDASARKAN KARAKTER MOLEKULER Awal Penelitian Karakter Molekuler B. tabaci
Penelitian menyeluruh B. tabaci dimulai 1980-an ketika terjadi ledakan populasi B. tabaci. Virus yang ditularkan oleh serangga ini menjadi pembatas produksi tumbuhan hortikultura di hampir seluruh belahan dunia. B. tabaci sudah teridentifikasi sebelumnya sebagai hama yang tidak merugikan sampai tahun 1981 diantaranya terdapat laporan kerugian yang cukup besar di Arizona dan Florida Amerika Serikat.
Pada dekade tersebut di Amerika Serikat mulai dilakukan penelitian B. tabaci berdasarkan karakter molekuler. Tahun 1986 dilaporkan adanya ledakan populasi kutukebul pada tumbuhan poinsettia dan adanya gejala daun tumbuhan
squash (Cucurbita peppo) keperakan (Price et al. 1986 dalam Oliveira et al.
2001). Berdasarkan pola pita esterase populasi B. tabaci di Ameria Serikat diidentifikasi sebagai biotipe B dan A. Biotipe Byang dapat menginduksi squash
menjadi keperakan, menimbulkan banyak kerugian, lebih resisten terhadap insektisida; sedangkan biotipe Ayang sebelumnya ada di Amerika Serikat, kurang menimbulkan kerugian. Robertson (1987 dalam Perring 2001) menyebutkan B. tabaci mempunyai kekhususan inang meskipun tidak ada perbedaan morfologi yang jelas. Beberapa populasi B. tabaci mempunyai kemampuan bertahan hidup dan tipe perkembangan tertentu pada inang tertentu.
Kompleks Spesies B. tabaci
Suatu organisme cenderung mengembangkan keragaman genetik agar tetap bertahan hidup di dunia ini. Demikian pula dengan B. tabaci yang mengembangkan keragaman genetik sehingga beberapa biotipe sangat berbeda genotipe dan tidak dapat melakukan perkawinan bahkan beberapa peneliti perlu memisahkan biotipe tersebut menjadi spesies tersendiri. Pengertian tersebut adalah pengertian kompleks spesies dan merupakan hal yang umum terjadi dalam suatu perjalanan evolusi. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) membedakan secara jelas biotipe B sebagai spesies tersendiri yaitu Bemisia
(29)
argentifolii Bellows and Perring atau nama umumnya dalam bahasa Inggris
silverleaf whitefly (USDA 1999).
Pohon filogenetik merupakan penggambaran perjalanan evolusi suatu organisme. Pohon filogentik ini semakin lama semakin bercabang-cabang yang mencerminkan variasi kehidupan. Keragaman B. tabaci dapat digambarkan dalam bentuk pohon filogenetik yang terdiri dari banyak cabang. Tiap-tiap cabang dalam pohon filogenetik ini menggambarkan adanya berbagai macam biotipe. Mayr & Ashlock (1991) menyebutkan biotipe adalah kelompok individu yang secara genetik sama.
Maruthi et al. (2004) mendukung adanya kompleks spesies di dalam B. tabaci. Mereka menjumpai adanya isolasi perkawinan antarpopulasi B. tabaci
yang berasal dari geografi yang berbeda pada tumbuhan yang berbeda. Populasi
B. tabaci asal tumbuhan ubi kayu dari India dan Afrika tidak dapat kawin dengan populasi B. tabaci asal tumbuhan ubi jalar asal India dan Afrika; tetapi populasi B. tabaci asal tumbuhan ubi kayu India dapat kawin dengan B. tabaci tumbuhan ubi kayu Afrika. Data isolasi perkawinan ini didukung oleh perbedaan tingkat kemiripan antarfragmen mtCOI.
Frohlich et al. (1999) menyebutkan B. tabaci dan B. argentifolii
merupakan cryptic species atau sibling species. Cryptic species atau sibling
adalah spesies atau organisme yang mempunyai kesamaan morfologi tetapi tidak dapat kawin (Mayr & Ashlock 1991). Pendapat bahwa B. tabaci dan B. argentifolii merupakan cryptic species atau sibling species diambil berdasarkan hasil penelitian Pering et al. (1993), Bellows et al. (1994) dan Rosell et al. (1997). Perring et al. (1993) dan Bellows et al. (1994) memisahkan biotipe B atau B. argentifolii sebagai spesies terpisah berdasarkan studi ketidakcocokan perkawinan, perbedaan frekuensi alozyme terutama esterase dan karakter morfologi berupa tidak adanya sepasang seta pada submarginal anterior dari pupa biotipe B. Hasil penelitian Rosell et al. (1997) menemukan karakter morfologi populasi B. tabaci sangat konvergen, mudah berubah dan hasil analisis dengan prinsip parsimoni tidak didapatkan pohon filogenetik yang menunjukkan adanya pemisahan populasi yang jelas.
(30)
Status B. argentifolii sebagai spesies yang berbeda dengan B. tabaci
dibantah oleh peneliti lain seperti Barinaga (1993). Barinaga tidak menemukan perbedaan ribosomal RNA antara biotipe A dan biotipe B. Berdasarkan karakter mitokondria sitokrom oksidase I (mtCOI) dan ribosomal ITS1 De Barro et al.
(2005) tidak setuju biotipe B (B. argentifolii) sebagai spesies terpisah dari B. tabaci. Mereka menyarankan kompleks spesies B. tabaci yang ada hanyalah ras bukan spesies. Ras-ras B. tabaci yang ada antara lain ras Asia, Bali, Australia, Sub-Sahara, Mediterania-Asia minor-Afrika, dan Amerika.
Alasan Digunakan Mitokondria Sitokrom Oksidase I (mtCOI)
Mitokondria bersama dengan kloroplas merupakan organel sel yang berfungsi untuk menghasilkan energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP), dipercaya berasal dari bakteri yang telah beradaptasi di dalam sitosol sel jutaan tahun yang lalu, diturunkan secara maternal. Rata-rata substitusi nukleotida mitokondria 10 kali lebih besar dibandingkan dengan nukleus. Kecepatan relatif evolusi gen-gen yang ada di mitokondria ini dimanfaatkan untuk memperkirakan evolusi mahluk hidup yang bersifat ralatif baru (Alberts et al. 2002). Gillham (1994) menyatakan molekul mitokondria hewan mempunyai kecepatan mutasi relatif tinggi sehigga berguna untuk analisis filogenetik pada tingkat genus sampai tingkat di bawah populasi. Studi molekuler menggunakan genom mitokondria menjadi fokus dalam studi filogeni hewan karena ukuran mitokondria kecil dan stabilitas tinggi (Soltis & Soltis 2002). Li & Graur (1991) dan Hoy (1994) mengatakan mitokondria hewan mengalami substitusi nukleotida yang cepat tetapi urutan penataan gen dan komposisinya dipertahankan di antara spesies. Di dalam fragmen DNA mitokondria terdapat wilayah fragmen yang berubah cepat sedangkan wilayah fragmen lain dipertahankan sehingga mitokondria dapat digunakan untuk menganalisis berbagai tingkat taksonomi (Hoy 1994).
DNA mitokondria tidak dapat mengalami rekombinasi sehingga terjadinya diversifikasi genetika hanya melalui mutasi. Hal ini menandakan bahwa perubahan yang terjadi di mitokondria terjadi pada waktu-waktu tertentu sehingga cocok digunakan untuk studi sejarah kehidupan organisme di masa lampau.
(31)
Sejumlah mutasi yang terjadi pada dua individu mencerminkan kedekatan hubungan kekerabatan. Jika sejumlah mutasi dapat membedakan dua individu menandakan adanya beberapa generasi pendahulu atau nenek moyang. Dengan kata lain sedikitnya mutasi antar dua organisme menunjukan kedekatan kekerabatan (Sabeti 2005).
Gen mtCOI merupakan salah satu gen dalam kompleks fragmen sitokrom oksidase yang berperan dalam proses respirasi sel. Fragmen asam amino COI termasuk wilayah fragmen yang dipertahankan sehingga memungkinkan dibuat primer universal dari wilayah tersebut. Fragmen COI jarang mengalami substitusi asam amino akan tetapi perubahan silent (perubahan yang tidak merubah fungsi asam amino) sering terjadi. Hal tersebut yang menyebabkan fragmen asam amino COI berguna untuk merekronstruksi filogenetik pada cabang evolusi di bawah tingkat spesies (Palumbi 1996). Walaupun mitokondria mengalami evolusi cepat tetapi ada bagiannya yaitu mtCOI yang mengalami evolusi rendah sehingga dipilih sebagai karakter genetika dengan alasan, sedikit perbedaan basa nukleotida yang dijumpai diharapkan mampu membuktikan adanya kompleks spesies (De Barro 2005).
Penelitian ini menggunakan fragmen mitokondria COI untuk mengevaluasi kompleks spesies populasi B. tabaci dari daerah endemik penyakit kuning cabai di Indonesia. Pengetahuan tentang penyebaran dan komposisi biotipe penting untuk mengendalikan penyakit kuning pada tanaman cabai yang disebabkan oleh geminivirus dan ditularkan oleh B. tabaci.
Hubungan Antara Biotipe dengan Filogeografi
Variasi B. tabaci pertama kali diketahui menggunakan pola pita esterase. Berdasarkan pola pita esterase tersebut dilaporkan terdapat 20 biotipe (Banks & Markham 2000). Penelitian lain dilakukan sebagai studi perbandingan untuk mengetahui resolusi adanya keragaman genetik B. tabaci. Gen yang digunakan untuk melihat variasi genetik B. tabaci tersebut antara lain: mtCOI, 16S, ITS1, mikrosatelit.
(32)
Hubungan antara biotipe dengan filogeografi merupakan hasil analisis Perring (2001) menggunakan pola esterase dan fragmen (mtCOI, 16S, ITS1, mikrosatelit). Hasil analisis Perring (2001) tersebut antara lain: Amerika Serikat (esterase biotipe A), Benin (esterase biotipe E), Sudan (esterase biotipe L), Israel-Yaman-Amerika Serikat (esterase biotipe B), Costa Rica-Mexico-Puerto Rico-Amerika Serikat (esterase biotipe A), Spanyol (esterase biotipe Q), Australia (esterase biotipe AN).
Peneliti lain juga menggunakan analisis yang menghubungkan antara biotipe hasil identifikasi menggunakan pita esterase dengan pengelompokan filogeografi hasil perunutan nukleotida (mtCOI, 16S, ITS1). Antar wilayah filogeografi mempunyai runutan nukleotida khas akibat isolasi geografi yang dikenal sebagai populasi lokal (populasi asli). Runutan nukleotida tersebut dapat dilihat di gen bank salah satunya situs NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov). Diantara biotipe tersebut terdapat biotipe B dan Q yang mempunyai sifat invasif dan merupakan vektor efektif geminivirus. Wilayah geografi asal biotipe B dan Q dapat diketahui menggunakan fragmen mtCOI. Frohlich et al. (1999) melaporkan bahwa biotipe B berasal dari populasi B. tabaci di wilayah kering yaitu Timur Tengah dan Semenanjung Arab (old world) sedangkan biotipe Q berasal dari Mediterania (Spanyol, Portugal, Itali) (CDFA 2005).
Analisis menggunakan fragmen mtCOI akan menghasilkan pengelompokan kekerabatan berdasarkan geografi (filogeografi). Brown & Idris (2005) melaporkan 4 filogeografi yaitu Amerika-Karibia, Mediterania-Afrika Utara-Timur Tengah, Sub Sahara Afrika, Asia-Australia. Fragmen mtCOI dapat digunakan untuk melihat 8 genotipe B. tabaci di Uganda, diantara genotipe tersebut terdapat biotipe B dan Q (Sseruwagi et al 2005). Maruthi et al. (2004) menguraikan kompleks populasi B. tabaci di Afrika dan India menggunakan fragmen mtCOI. Berdasarkan analisis fragmen mtCOI, Rekha et al. (2005) melaporkan adanya 3 kolompok genotipe lokal India dan dijumpai populasi B. tabaci dari Cina, Malaysia, Nepal, Pakistan, Thailand yang masuk dalam kelompok lokal India tersebut. Analisis Rekha et al. (2005) ini juga menemukan biotipe B sudah masuk ke India dan populasi biotipe B ini lebih banyak dijumpai
(33)
dibandingkan populasi lokal India. Berry et al. (2004) berhasil membedakan 5 kelompok genotipe B. tabaci yang hidup pada tumbuhan inang singkong di Sub-Sahara Afrika menggunakan fragmen mtCOI. Hsieh et al. (2006) menggunakan fragmen mtCOI untuk membedakan biotipe di Asia Timur yaitu dijumpai biotipe B, Nauru dan An.
(34)
III VARIASI MORFOLOGI PUPARIUM
Bemisa tabaci
(GENNDAIUS) (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA
BERBAGAI INANG DAN KETINGGIAN TEMPAT DARI
DAERAH ENDEMIK PENYAKIT KUNING CABAI DI
INDONESIA BAGIAN BARAT
ABSTRAK
Bemisia tabaci dikenal sebagai serangga polifag, vektor geminivirus dan mempunyai variasi karakter morfologi puparium. Variasi karakter morfologi puparium belum banyak yang melaporkan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui adanya variasi tersebut dan faktor yang mempengaruhinya. Penelitian yang dilakukan meliputi: 1) pengambilan kutukebul dari daerah endemik penyakit kuning (Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan); 2) identifikasi spesies berdasarkan karakter morfologi; 3) pengamatan bentuk dan pengukuran (panjang dan lebar puparium, panjang seta kauda dan jumlah rambut dorsal); 4) analisis faktor yang mempengaruhi variasi puparium menggunakan kanonikal dan boxplot. Dua spesies kutukebul ditemukan dari daerah pengambilan sampel yaitu: B. tabaci dan
Trialeurodes vaporariorum (Westwood). Dijumpai empat kelompok variasi bentuk puparium B. tabaci yaitu: oval, oval dengan 1-2 lekukan, oval dengan >3 lekukan, bentuk seperti kerang laut. Terdapat hubungan antara jenis tanaman inang dengan bentuk, ukuran puparium, dan jumlah rambut dorsal. Permukaan daun tanaman inang akan menyebabkan variasi karakter jumlah rambut dorsal, selanjutnya variasi karakter jumlah rambut dorsal akan menyebabkan variasi bentuk dan ukuran puparium. Variasi puparium B. tabaci lebih dipengaruhi oleh jenis tanaman inang dibandingkan ketinggian tempat. Variasi puparium dapat dilihat pada rambut dorsal, panjang dan lebar puparium sedangkan karakter panjang seta kauda tidak bervariasi.
Kata kunci: B. tabaci, variasi bentuk, variasi karakter morfologi
PENDAHULUAN
Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan hama penting tanaman hortikultura baik di kawasan tropika maupun subtropika. Serangga tersebut bersifat polifag dengan inang lebih dari 500 spesies tanaman termasuk tanaman hortikultura dan tanaman hias (Perring et al. 1993, Brown et al. 1995). B. tabaci bersifat merugikan karena aktivitas makan mengambil cairan
(35)
dari floem tanaman atau akibat tidak langsung sebagai vektor virus. B. tabaci
penting diteliti karena perananan serangga tersebut sebagai vektor geminivirus dan kehilangan hasil akibat penyakit yang ditimbulkan oleh geminivirus (genus: Begomovirus, famili: Geminiviridae) cukup besar. Brown & Bird (1992) melaporkan kehilangan hasil 20 - 100% akibat aktivitas B. tabaci sebagai vektor geminivirus.
Geminivirus merupakan penyebab penyakit kuning pada tanaman cabai. Kejadian penyakit kuning pada tanaman cabai sangat tinggi yaitu mencapai 100% di Yogyakarta, Magelang (Rahayu 2004), dan di Sumatera (Sudiono et al. 2005). Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari peran B. tabaci sebagai serangga vektor.
Identifikasi spesies B. tabaci dapat dilakukan menggunakan karakter morfologi puparium. Perring (2001) menyebutkan bahwa karakter morfologi puparium B. tabaci sangat bervariasi tergantung pada tanaman inangnya. Variasi karakter morfologi inilah yang menyebabkan B. tabaci mempunyai 19 sinonim penamaan. Informasi mengenai variasi karakter morfologi B. tabaci yang ditemukan dari berbagai inang atau diambil dari ketinggian tempat yang berbeda masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mempelajari variasi karakter morfologi dan melihat faktor mana yang paling mempengaruhi adanya variasi karakter morfologi tersebut, apakah tanaman inang atau ketinggian tempat.
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mempelajari variasi bentuk dan karakter pengukuran (panjang dan lebar puparium, panjang seta kauda dan jumlah rambut dorsal) puparium B. tabaci yang diambil dari berbagai tanaman inang. Penelitian juga bertujuan untuk mengetahui faktor tanaman inang ataukah ketinggian tempat yang paling mempengaruhi variasi morfologi puparium tersebut.
(36)
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan puparium atau kantung puparium dari daun tanaman sampel, pembuatan slide permanen dan identifikasi spesies kutukebul dilakukan di Laboratorium Taksonomi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman (DPT), Fakultas Pertanian (Faperta), Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian berlangsung mulai Agustus 2007 sampai Februari 2009.
Metode Penelitian
1 Pengambilan Sampel Kutukebul dari Daerah Endemik Penyakit Kuning Cabai
Jenis sampel kutukebul yang diambil dari tanaman cabai dan pertanaman di sekitarnya adalah puparium, kantung puparium dan imago. Puparium dan kantung puparium kutukebul digunakan untuk identifikasi spesies, sedangkan imago digunakan untuk ekstraksi DNA total (BAB IV). Setelah sampai di laboratorium, puparium dan kantung puparium diambil dari daun lalu disimpan dalam alkohol 80%, sedangkan imago disimpan kering dalam -20oC. Daerah pengambilan sampel meliputi: Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Agam, Tanah Datar); Jawa Barat (Cianjur, Bogor); Jawa Tengah (Rembang, Brebes, Magelang); Daerah Istimewa Yogyakarta (Bantul); Jawa Timur (Malang, Kediri); Bali (Tabanan, Badung); dan Kalimantan Selatan (Hulu Sungai Selatan, Banjar Baru, Tanah Laut). Daerah pengambilan sampel dikelompokkan dalam 5 ketinggian yaitu: A) 0-100 mdpl meliputi: Pesisir Selatan, Brebes, Rembang, Kediri, Banjar Baru; B) 100-500 mdpl meliputi Malang, Bantul, Badung; C) 500-700 mdpl meliputi Malang; D) 700-1000 mdpl meliputi Tabanan; E) 1000-1200 mdpl meliputi: Agam, Tanah Datar, Cianjur, Malang, Tabanan.
2 Pembuatan Slide dan Identifikasi Kutukebul
Pembuatan slide permanen berdasarkan metode Martin (1999) yang dimodifikasi. Kantung puparium kutukebul diambil dari daun tanaman inang menggunakan jarum yang ujung runcingnya ditipiskan. Kantung puparium disimpan dalam alkohol 80%.
(37)
Berikut ini adalah proses pembuatan slide permanen dari kantung puparium. Kantung puparium direndam dalam alkohol 95% selama 10 menit kemudian dicuci dengan akuades 1 kali. Kantung puparium selanjutnya direndam dalam asam asetik glasial selama 10 menit kemudian dicuci dengan akuades 1 kali. Tahap berikutnya adalah merendam kantung puparium dalam campuran asam asetik glasial dan asam fuhsin dengan perbandingan 1:1 selama 30 menit. Kantung puparium kemudian berturut-turut direndam dalam alkohol 80% 10 menit, alkohol absolut 10 menit dan minyak cengkeh 10 menit. Kantung puparium diatur posisinya dalam gelas objek, sisa minyak cengkeh diserap dengan tisu, ditetesi kanada balsam kemudian ditutup dengan gelas penutup. Slide diatur dalam loyang kemudian dimasukkan dalam kotak pengering selama minimal 2 minggu. Kutukebul kemudian diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi kutukebul (Martin 1987) dibawah mikroskop fase kontras.
3 Pengamatan Variasi Bentuk Puparium Pada Berbagai Tanaman Inang Pengamatan variasi bentuk puparium yang ditemukan dari berbagai tanaman inang dilakukan terhadap puparium B. tabaci yang sudah dikeringkan kurang-lebih 2 minggu.
4. Pengukuran Kantung Puparium B. tabaci dan Analisis Data
Selain pengamatan variasi bentuk puparium B. tabaci juga dilakukan pengukuran panjang dan lebar puparium, panjang seta kauda dan jumlah rambut dorsal. Hasil pengukuran kemudian digunakan untuk analisis korelasi kanonikal dan boxplot. Variabel dependen (y) dan variabel indipenden (x) yang digunakan dalam analisis kanonikal adalah y1= jumlah rambut dorsal, y2= panjang puparium, y3= lebar puparium, y4= panjang seta kauda, x1= ketinggian tempat dan x2= tanaman inang. Korelasi dilambangkan dengan huruf r yang menggambarkan hubungan linier antara 2 variabel. Nilai r = -1 ≤ r ≤ 1, r ≈ 1 menunjukkan hubungan linier antar variabel sangat kuat dan searah; r ≈ -1 menunjukkan hubungan linier antar variabel sangat kuat dan tidak searah; r ≈ 0 menunjukkan tidak ada hubungan linier antar variabel.
(38)
Hal-hal yang diperhatikan dalam analisis kanonikal adalah: 1) hubungan diantara panjang dan lebar puparium, panjang seta kauda, dan jumlah rambut dorsal; 2) hubungan jenis tanaman inang terhadap panjang dan lebar puparium, panjang seta kauda dan jumlah rambut dorsal; 3) hubungan ketinggian tempat terhadap panjang dan lebar puparium, panjang seta kauda, dan jumlah rambut dorsal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Pengambilan Sampel Kutukebul di Daerah Endemik Penyakit Kuning Cabai
Kutukebul diambil dari 7 propinsi, 16 kabupaten dan 14 jenis tanaman (Tabel 3.2). Spesies kutukebul yang ditemukan ada 2 macam yaitu B. tabaci dan
Trialeurodes vaporariorum, keduanya merupakan ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae. Karakter morfologi yang membedakan spesies B. tabaci dan T. vaporariorum adalah submargin, rambut dorsal, pinggiran trakea, basal tungkai tengah dan belakang, abdomen ruas VII, lingula (Tabel 3.1 dan Gambar 3.1)
Tabel 3.1 Perbandingan karakter morfologi puparium spesies Bemisia tabaci dan
Trialeurodes vaporariorum
Karakter B. tabaci T. vaporariorum Submargin (d) tanpa barisan papila dengan barisan papila Rambut dorsal (e) 7 pasang memanjang tidak ada
Pinggiran trakea (f) seperti sisir tidak seperti sisir Basal tungkai tengah dan belakang (g) tanpa seta terdapat seta
Lingula (j) Memanjang Membulat (cuping)
B. tabaci ditemukan pada ketinggian 1-1200 mdpl sedangkan T. vaporariorum mulai dijumpai pada ketinggian 550-1200 mdpl (Tabel 3.2). Pada pengambilan sampel kutukebul di daerah > 550 mdpl, populasi yang lebih mudah ditemukan adalah T. vaporarium, tetapi kadangkala dalam satu tanaman ditemukan T. vaporariorum dan B. tabaci. Xie et al. (2006) menjelaskan bahwa
T. vaporariorum memiliki kemampuan beradaptasi pada suhu dingin pada semua fase perkembangan lebih besar dibandingkan B. tabaci sehingga hal tersebut
(39)
diduga mempengaruhi pola distribusi kedua spesies tersebut. Baik B. tabaci
maupun T. vaporariorum merupakan kutukebul polifagus dan kosmopolitan (Martin 1999) sehingga kedua serangga tersebut dapat diperoleh dari daerah pengambilan sampel dengan keragaman jenis tanaman inang yang luas.
2. Variasi Bentuk Puparium Pada Berbagai Tanaman Inang
Bentuk puparium B. tabaci yang berasal dari 13 jenis tanaman inang dapat dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu: oval, oval dengan 1-2 lekukan, oval dengan >3 lekukan, dan berbentuk seperti kerang laut (Tabel 3.3 dan Tabel 3.4). Puparium yang berbentuk oval yaitu puparium berbentuk oval membulat. Puparium oval dengan 1-2 lekukan yaitu puparium oval membulat dan ada satu sampai dua bagian yang berlekuk. Puparium oval dengan >3 lekuk yaitu puparium oval membulat dan ada >3 bagian yang berlekuk. Puparium berbentuk kerang laut yaitu puparium tidak berbentuk oval membulat tetapi lebih mirip dengan bentuk kerang laut.
Puparium yang berbentuk oval, secara umum banyak dijumpai pada inang yang mempunyai permukaan daun halus dan tidak berambut. Puparium yang berbentuk oval dengan 1-2 lekukan atau oval dengan >3 lekukan, secara umum banyak dijumpai pada inang yang mempunyai permukaan daun kasar dan banyak rambutnya. Bentuk kerang hanya dijumpai pada tanaman terung saja. Pada tanaman cabai dan kacang panjang yang permukaan daunnya halus dan tidak berambut ditemukan puparium oval dengan 1-2 lekukan atau oval dengan >3 lekukan tetapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan puparium yang berbentuk oval. Pada tanaman terung yang permukaan daunnya banyak rambut dijumpai puparium yang berbentuk oval tetapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan puparium yang berbentuk oval dengan 1-2 lekukan dan oval dengan >3 lekukan (Tabel 3.3).
Berbagai bentuk puparium (Tabel 3.4) ditemukan pada pengambilan sampel B. tabaci tetapi semua masih termasuk spesies yang sama, dengan memperhatikan karakter kunci spesies. Perring (2001) menyebutkan bahwa karakter morfologi puparium B. tabaci sangat bervariasi tergantung pada tanaman inang sehingga hal inilah yang memunculkan sinonim B. tabaci hingga 19 nama.
(40)
Gambar 3.1 A. Puparium Bemisia tabaci, B. Puparium Trialeurodes vaporariorum, (a) seta kauda, (b) caudal furrow, (c) vasiform orifice, (d) submargin, (e) rambut dorsal, (f) pinggiran trakea, (g) basal tungkai tengah dan belakang, (h) ruas abdomen VII, (i) operculum, (j) lingula.
0,11 mm
0,05 mm 0,77 mm A
B
a
a b
c d e f
g
b c d
f
g
0,61 mm
e
h
i
h
i j
(41)
Tabel 3.2 Daftar lokasi pengambilan sampel dan hasil identifikasi spesies
Daerah Tanaman Inang
(Jumlah lokasi) Ketinggian (mdpl) Kelompok Ketinggian Spesies Teridentifikasi Kolektor Waktu Koleksi Sumatera Barat
Pesisir Selatan Cabai (1 ) 14 A Bt1
JT4
5-6 Juni 2008 Pesisir selatan Terung ( 1) 14 A Bt JT 5-6 Juni 2008
Agam Cabai (2) 1029 E Bt JT 7 Juni 2008
Tanah Datar Buncis (1) 1128 E Bt, Tv2
JT 8 Juni 2008 Jawa Barat
Cianjur Buncis (3) 1150-1200 E Bt, Tv SR5
21-22 Mei 2008 Cianjur Terung (2) 1150-1200 E Imago SR 21-22 Mei 2008 Cianjur Tomat (2) 1150-1200 E Imago SR 21-22 Mei 2008
Cianjur Cabai (1) 1150 E Imago SR 21-22 Mei 2008
Bogor Cabai (1) 250 B Imago SR 28 Oktober 2008
Jawa Tengah
Rembang Singkong (2) 7-50 A Bt SR 5-6 September 2008
Rembang Kacang tanah (1) 7 A Bt SR 5-6 September 2008
Brebes Terung (4) 5-11 A Bt SR 10-12 Juni 2008
Brebes Kc. panjang (3) 1-11 A Bt SR 10-12 Juni 2008
Brebes Mentimun (1) 11 A Bt SR 10-12 Juni 2008
Brebes Kedelai (2) 11 A Bt SR 10-12 Juni 2008
Brebes Gambas (1) 1 A Bt SR 10-12 Juni 2008
Magelang Cabai (1) 1100 E Imago3
NA6
15-17 Agustus 2008 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Bantul Cabai (3) 150 B Imago NA 15-17 Agustus 2008
Jawa Timur
Malang Cabai (4) 450-700 B, C Bt SR 21-25 Juni 2008
Malang Kc panjang (1) 700 C Bt SR 21-25 Juni 2008
Malang Melon (1) 550 C Bt SR 21-25 Juni 2008
Malang Buncis (2) 550-1050 C,D,E Tv SR 21-25 Juni 2008 Malang Tomat (2) 550-1050 C,D,E Tv SR 21-25 Juni 2008 Malang Terung (4) 550-700 C Bt , Tv SR 21-25 Juni 2008 Malang Labu (2) 500-1050 C,D,E Bt , Tv SR 21-25 Juni 2008
Malang Kacang merah
(1)
1050 E Bt , Tv SR 21-25 Juni 2008
Kediri Terung (1) 75 A Bt SR 24 Juni 2008
Kediri Cabai (1) 75 A Bt SR 24 Juni 2008
Bali
Badung Singkong (1) 250 B Bt SR 28-30Juni 2008
Badung Cabai (1) 250 B Bt SR 28-30 Juni 2008
Tabanan Cabai (6) 800-1200 D,E Bt, Tv SR 28-30 Juni 2008 Tabanan Buncis (4) 1050-1200 E Bt, Tv SR 28-30 Juni 2008 Tabanan Tomat (2) 1050-1200 E Bt, Tv SR 28-30 Juni 2008
Kalimantan Selatan
Hulu Sungai Selatan Terung (1) 100 A Bt NA 21-22 April 2008 Hulu Sungai Selatan Cabai (1) 100 A Imago NA 21-22 April 2008 Hulu Sungai Selatan Takokak (1) 100 A Imago NA 21-22 April 2008 Banjar Baru Mentimun(1) 150 B Imago NA 23-24 April 2008 Banjar Baru Tomat (1) 150 B Imago NA 23-24 April 2008 Banjar Baru Terung (1) 150 B Imago NA 23-24 April 2008 Banjar Baru Cabai (2) 150 B Imago NA 23-24 April 2008 Tanah Laut Tomat (2 75 A Imago NA 23-24 April 2008 Tanah Laut Mentimun (1) 75 A Imago NA 23-24 April 2008 Tanah Laut Terung (1) 75 A Imago NA 23-24 April 2008
1)
Bt = Bemisia tabaci
2)Tv = Trialeurodes vaporariorum; 3)
Imago tidak diidentifikasi, identifikasi spesies dilakukan menggunakan karakter morfologi puparium atau kantung puparium;
4)
JT = Junsu Trisno 5)
SR = Sat Rahayuwati 6) NA = Noor Aidawati
(42)
Tabel 3.3 Berbagai bentuk puparium B. tabaci yang diamati dari 13 jenis tanaman inang
No Tanaman Inang Tekstur
Daun
Jumlah Individu
(n)
Bentuk ( rata-rata dalam persen) Oval Oval 1-2
lekukan
Oval > 3 lekukan
Kerang Laut
1 Kacang Tanah (Fabaceae) Halus 7 100 0 0 0
2 Singkong (Euphorbiaceae) Halus 20 95 5 0 0
3 Cabai (Solanaceae) Halus 224 63,4 27,2 9,4 0
4 Kacang Panjang (Fabaceae) Halus 58 62,1 27,6 10,3 0
5 Kedelai (Fabaceae) Kasar 31 100 0 0 0
6 Mentimun (Cucurbitaceae) Kasar 18 44,5 22,2 33,3 0
7 Gambas (Cucurbitaceae) Kasar 5 0 80 20 0
8 Kacang Merah (Fabaceae) Kasar 2 0 0 100 0
9 Buncis (Fabaceae) Berambut 10 0 40 60 0
10 Tomat (Solanaceae) Berambut 3 0 66,7 33,3 0
11 Labu (Cucurbitaceae) Berambut 8 0 37,5 62,5 0
12 Melon (Cucurbitaceae) Berambut 15 0 0 100 0
13 Terung (Solanaceae) Berambut 154 37,7 15,6 42,2 4,5
Martin (1999) menyebutkan bahwa bentuk puparium B. tabaci mempunyai berbagai variasi fenotipe tergantung pada karakter fisik permukaan daun seperti lapisan lilin dan bulu-bulu pada permukaan daun. Secara umum Gill (2006) menyebutkan kutukebul yang masuk dalam Subfamili Aleyrodinae dapat mengalami perubahan bentuk morfologi puparium yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
3. Hubungan Antara Jumlah Rambut dorsal, Panjang dan Lebar Puparium, dan Panjang Seta Kauda.
Rambut dorsal selalu dijumpai pada permukaan dorsal puparium B. tabaci
yang berjumlah 7 pasang. Rambut dorsal ini ada yang pendek dan ada yang memanjang. Puparium B. tabaci bisa mempunyai rambut dorsal yang memanjang berjumlah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, atau 7 pasang.
Terdapat hubungan erat antara jumlah rambut dorsal yang memanjang dengan ukuran puparium. Bila jumlah rambut dorsal yang memanjang semakin banyak maka ukuran puparium mengecil dan demikian sebaliknya. Hubungan
(43)
berlawanan arah tersebut ditunjukkan oleh nilai negatif. Nilai hubungan linier berdasarkan analisis kanonikal antara rambut dorsal dan panjang puparium adalah -0,5966 sedangkan nilai hubungan linier antara rambut dorsal dan lebar puparium adalah -0,5612.
Apabila panjang puparium memanjang maka lebar puparium juga melebar. Nilai hubungan linier berdasarkan analisis kanonikal antara panjang dan lebar puparium adalah 0,7999. Nilai hubungan linier sebesar 0,7999 menunjukkan nilai yang tinggi untuk menunjukkan suatu hubungan linier dan arah hubungan ini bersifat searah (Lampiran 1).
Variasi karakter puparium dapat dilihat pada jumlah rambut dorsal yang memanjang, panjang dan lebar puparium sedangkan panjang seta kauda tidak bervariasi. Variasi karakter yang dapat diamati pada jumlah rambut dorsal yang memanjang adalah ditemukannya berbagai jumlah rambut dorsal yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 pasang. Variasi karakter yang dapat diamati pada panjang dan lebar puparium yaitu ditemukan berbagai macam ukuran panjang dan lebar puparium sedangkan ukuran panjang seta kauda cenderung seragam (Lampiran 8). Hasil pengujian menggunakan analisis kanonikal menunjukkan bahwa karakter jumlah rambut dorsal yang memanjang paling bervariasi karena memiliki nilai fungsi kanonik mendekati satu (-0,9064) sedangkan panjang seta kauda tidak bervariasi karena nilai fungsi kanonik mendekati nol (0,0511) (Lampiran 2).
(1)
600 Tabanan D(700-1000) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.72727 0.52727 0.10000
602 Badung B(100-500) Singkong B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.80000 0.45455 0.10000
603 Badung B(100-500) Singkong B. tabaci oval 0 + 0.80000 0.57273 0.10000
605 Badung B(100-500) Singkong B. tabaci oval 0 + 0.77273 0.62727 0.09091
606 Badung B(100-500) Singkong B. tabaci oval 0 + 0.67273 0.51818 0.08182
607 Badung B(100-500) Singkong B. tabaci oval 0 + 0.79091 0.56364 0.10000
609 Badung B(100-500) Singkong B. tabaci oval 0 + 0.60909 0.39091 0.06364
610 Badung B(100-500) Singkong B. tabaci oval 1 + 0.75455 0.53636 0.09091
611 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 4 0.63636 0.40000 0.04545
612 Tabanan E(1000-1200) Tomat B. tabaci lekuk 7 + 0.59091 0.38182 0.09091
614 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 4 0.60000 0.36364 #
615 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 2 0.63636 0.40000 0.05455
616 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 3 0.60909 0.34545 0.04545
617 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 1 0.65455 0.38182 0.06364
618 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 1 0.69091 0.45455 0.04545
619 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 1 0.57273 0.40000 0.05455
621 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 1 0.68182 0.40909 0.06364
622 Tabanan E(1000-1200) Tomat B. tabaci lekuk 7 + 0.63636 0.47273 0.10000
623 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci kerang 7 + 0.63636 0.50000 0.09091
624 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci kerang 7 + 0.59091 0.48182 0.10909
625 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.64545 0.48182 0.10909
626 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.68182 0.51818 0.10000
627 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.68182 0.51818 0.10909
628 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci lekuk 7 + 0.70000 0.48182 0.10909
629 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.65455 0.52727 0.09091
630 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.66364 0.49091 0.10000
631 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.70000 0.52727 0.10909
632 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.69091 0.51818 0.10000
633 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci sedikit lekuk 3 + 0.77273 0.57273 0.10000
634 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci sedikit lekuk 7 + 0.58182 0.43636 0.10000
635 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.69091 0.50909 0.10000
636 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci lekuk 5 + 0.60000 0.44545 0.08182
637 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 3 + 0.56364 0.45455 0.09091
638 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 5 + 0.58182 0.43636 #
639 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci kerang 7 + 0.61818 0.49091 0.08182
- karakter rambut dorsal tidak ada
+ karakter papile subdorsalis tidak ada
* puparium bagian lebar pada
slide terlipat
(2)
640 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.68182 0.49091 0.10000
641 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci lekuk 6 + 0.71818 0.53636 0.10909
642 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci sedikit lekuk 5 + 0.61818 0.43636 0.08182
643 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.68182 0.49091 0.10909
644 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci sedikit lekuk 7 + 0.65455 0.48182 0.09091
645 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci kerang 7 + 0.60909 0.51818 0.10909
646 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.66364 0.50000 0.10000
647 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.70909 0.53636 0.10000
671 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci kerang 7 + 0.62727 0.50000 0.10000
672 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.70000 0.48182 0.10909
673 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci kerang 7 + 0.63636 0.50000 0.10909
674 Brebes A(0-100) Terung B. tabaci kerang 7 + 0.62727 0.51818 0.11818
648 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.66364 0.50000 0.05455
649 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.66364 0.47273 0.09091
650 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.74545 0.55455 0.10000
651 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.75455 0.56364 0.09091
652 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci lekuk 0 + 0.74545 0.58182 0.09091
653 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.80000 0.59091 0.10000
654 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.82727 0.60909 0.09091
655 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.61818 0.46364 0.09091
656 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.80000 0.60909 0.09091
657 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.80000 0.63636 0.09091
658 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 2 + 0.77273 0.58182 0.10909
659 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.68182 0.49091 0.07273
660 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.65455 0.49091 0.07273
661 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.76364 0.54545 0.09091
662 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.80909 0.59091 0.09091
663 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.73636 0.54545 0.09091
664 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.78182 0.59091 0.10000
665 Brebes A(0-100) Kacang Panjang B. tabaci oval 0 + 0.61818 0.45455 0.06364
666 Brebes A(0-100) Gambas B. tabaci sedikit lekuk 4 + 0.57273 0.40909 0.07273
667 Brebes A(0-100) Gambas B. tabaci sedikit lekuk 2 + 0.79091 0.56364 0.10909
668 Brebes A(0-100) Gambas B. tabaci oval 4 + 0.75455 0.54545 0.10000
669 Brebes A(0-100) Gambas B. tabaci lekuk 5 + 0.74545 0.55455 0.10909
(3)
675 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 1 + 0.81818 0.60909 0.09091
676 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 1 + 0.82727 0.60000 0.10000
677 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.67273 0.48182 0.06364
678 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.78182 0.59091 0.09091
679 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.81818 0.61818 0.10000
680 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.80000 0.56364 0.09091
681 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.70000 0.48182 0.09091
682 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.80000 0.55455 0.09091
683 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.75455 0.54545 0.08182
685 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.79091 0.58182 0.10000
686 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.68182 0.46364 0.08182
687 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.80000 0.58182 0.09091
688 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.69091 0.49091 0.09091
690 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.82727 0.60909 0.10000
691 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.70909 0.49091 0.08182
692 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.80000 0.57273 0.10000
695 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 1 0.68182 0.34545 #
696 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 4 0.63636 0.34545 0.05455
697 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 2 0.66364 0.35455 0.04545
698 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.70909 0.50909 0.04545
699 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 0 0.66364 0.38182 0.05455
700 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.76364 0.51818 0.04545
701 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum sedikit memanjang - 0 0.77273 0.51818 0.04545
702 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.69091 0.49091 0.05455
703 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.69091 0.51818 0.05455
704 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.70000 0.52727 #
705 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.68182 0.47273 #
706 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.75455 0.49091 0.05455
707 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.74545 0.45455 0.04545
708 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.73636 0.50000 #
709 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.75455 0.47273 #
710 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.70909 0.40909 #
711 Tabanan E(1000-1200) Buncis B. tabaci oval 0 + 0.74545 0.54545 0.09091
712 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum sedikit memanjang - 0 0.75455 0.49091 0.05455
713 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum sedikit memanjang - 0 0.81818 0.50000 #
- karakter rambut dorsal tidak ada
+ karakter papile subdorsalis tidak ada
* puparium bagian lebar pada
slide terlipat
(4)
714 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.74545 0.51818 #
715 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum sedikit memanjang - 0 0.81818 0.54545 #
716 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.70909 0.50909 0.04545
717 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.69091 0.50909 #
718 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum sedikit memanjang - 0 0.68182 0.46364 0.04545
719 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum sedikit memanjang - 0 0.66364 0.39091 0.04545
720 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum sedikit memanjang - 0 0.70000 0.43636 #
721 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum sedikit memanjang - 0 0.68182 0.39091 0.05455
722 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum lekuk - 0 0.72727 0.47273 0.05455
723 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.69091 0.50909 #
725 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.58182 0.30909 #
726 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.66364 0.53636 #
727 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.61818 0.47273 #
728 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.74545 0.50909 #
729 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum sedikit memanjang - 0 0.74545 0.50909 0.06364
730 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum mamanjang - 0 0.77273 0.46364 #
731 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.78182 0.51818 0.05455
732 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.61818 0.49091 0.07273
733 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.74545 0.51818 0.03636
734 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.73636 0.50909 0.06364
735 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.73636 0.51818 0.04545
736 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.76364 0.50909 0.05455
737 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.77273 0.53636 0.04545
738 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 1 0.77273 0.43636 0.03636
739 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 2 0.70909 0.51818 0.07273
740 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval ada lekuk - 0 0.77273 0.51818 0.06364
741 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 0 0.67273 0.36364 0.06364
742 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum lekuk - 0 0.65455 0.38182 0.04545
743 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum lekuk - 0 0.68182 0.43636 0.03636
744 Tabanan E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum lekuk - 0 0.77273 0.45455 0.05455
749 Malang B(100-500) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.81818 0.60000 0.09091
750 Malang B(100-500) Cabai B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.68182 0.49091 #
751 Malang B(100-500) Cabai B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.75455 0.57273 0.10000
753 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.80000 0.62727 0.09091
(5)
755 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.79091 0.56364 #
756 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 2 0.60909 0.35455 0.05455
757 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 1 0.65455 0.36364 0.05455
758 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum oval - 0 0.58182 0.41818 #
759 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 1 0.63636 0.33636 0.05455
761 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 4 0.60000 0.39091 #
762 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 4 0.61818 0.34545 0.05455
763 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 1 0.59091 0.34545 #
764 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 1 0.65455 0.37273 0.05455
765 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 4 0.59091 0.38182 0.05455
766 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 2 0.61818 0.32727 #
768 Kediri A(0-100) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.59091 0.45455 #
768' Kediri A(0-100) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.70000 * #
769 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 4 0.65455 0.46364 0.05455
770 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 2 0.70909 0.37273 0.07273
771 Tabanan E(1000-1200) Tomat B. tabaci oval 2 + 0.73636 0.56364 0.10000
772 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 2 0.59091 0.40000 0.05455
773 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 2 0.70000 0.39091 0.07273
774 Tabanan E(1000-1200) Tomat T. vaporariorum lekuk - 2 0.65455 0.37273 0.08182
775 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.79091 0.56364 0.09091
776 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.78182 0.57273 0.09091
777 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci sedikit lekuk 0 + 0.65455 0.45455 0.10000
778 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.75455 0.55455 0.10000
779 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.70000 0.49091 0.07273
780 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 3 + 0.80000 0.54545 0.09091
781 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 2 + 0.76364 0.55455 0.10000
782 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.79091 0.67273 0.10909
783 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.76364 0.56364 0.09091
784 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 0 + 0.80000 0.56364 0.09091
785 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 4 + 0.68182 0.48182 0.09091
786 Tabanan E(1000-1200) Cabai B. tabaci oval 3 + 0.74545 0.50909 0.09091
806 Kediri A(0-100) Terung B. tabaci lekuk 7 + 0.51818 0.33636 #
807 Kediri A(0-100) Terung B. tabaci oval 5 + 0.63636 0.46364 #
808 Kediri A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.49091 0.36364 #
810 Kediri A(0-100) Terung B. tabaci oval 4 + 0.51818 0.40000 #
- karakter rambut dorsal tidak ada
+ karakter papile subdorsalis tidak ada
* puparium bagian lebar pada
slide terlipat
(6)
811 Kediri A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.64545 0.43636 0.09091
812 Kediri A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.66364 0.50000 0.10000
813 Kediri A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.70000 0.42727 0.10000
814 Kediri A(0-100) Terung B. tabaci oval 7 + 0.59091 0.40909 0.09091
815 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 1 0.76364 0.53636 0.04545
816 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 1 0.73636 0.43636 #
817 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 1 0.76364 0.50000 #
818 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 0 0.73636 0.42727 0.04545
819 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 1 0.63636 0.39091 #
820 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 0 0.68182 0.40909 0.04545
821 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 1 0.73636 0.38182 0.04545
822 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 1 0.80000 0.51818 #
823 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum - 0 0.72727 0.43636 0.04545
824 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum - 0 0.72727 0.48182 #
825 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum lekuk - 0 0.73636 0.42727 #
826 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum lekuk - 0 0.68182 0.45455 #
828 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum - 0 0.70000 0.44545 #
829 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval lekuk - 0 0.74545 0.49091 #
830 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval lekuk - 1 0.65455 0.46364 #
831 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 0 0.70909 0.36364 0.04545
832 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 0 0.68182 0.39091 #
833 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 1 0.69091 0.40000 #
834 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval lekuk - 0 0.71818 0.47273 0.06364
835 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 2 0.69091 0.35455 #
836 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 1 0.72727 0.35455 #
837 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum oval - 0 0.61818 0.44545 #
838 Tanah Datar E(1000-1200) Buncis T. vaporariorum memanjang - 0 0.80000 0.43636 0.02727