PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY PADA SISWA SMKN 1 SIMPANG KIRI KOTA SUBULUSSALAM.
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERDASARKAN
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN SELF EFFICACY
SISWA SMKN 1 SIMPANG KIRI KOTA SUBULUSSALAM
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
RAHMI
NIM : 8146171068
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
(2)
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul
“Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self-efficacy pada Siswa SMKN 1 Simpang Kiri Kota Subulussalam”.
Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga Allah Swt memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak
Dr. Kms. M. Amin Fauzi, M.Pd,
selaku Pembimbing I danIbu Dr. Izwita
Dewi, M.Pd
selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini2. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Dr. Asrin Lubis, M.Pd, dan Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd dan selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Mulyono, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED, serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika
(3)
iv
4. Direktur, Asisten Direktur I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini
5. Kepala SMKN 1 Simpang Kiri yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.
6. Ayahanda Alm. Sulaiman Adamy , Ibunda Nurhayati, Suami Ridho P.S, anak- anak, abang dan adik yang telah memberikan rasa kasih sayang, perhatian doa, dan dukungan moril maupun materil sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahan hingga menyelesaikan pendidikan ini
7. Sahabat-sahabat tercinta dikmat A-1.
8. Semua pihak serta rekan-rekan satu angkatan dari Program Studi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Medan, November 2016 Penulis,
Rahmi
(4)
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 14
1.3 Batasan Masalah... 14
1.4 Rumusan Masalah ... 15
1.5 Tujuan Penelitian ... 15
1.6 Manfaat Penelitian ... 16
1.7 Definisi Operasional... 17
BAB II . KAJIAN PUSTAKA ... 21
2.1 Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 21
2.1.1 Komunikasi Matematis ... 21
2.1.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 22
2.2 Self-Efficacy ... 28
2.3 Pembelajaran Berbasis Masalah ... 31
2.3.1 Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah ... 33
2.3.2 Keunggulan dan Kelemahan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35
2.3.3 Langkah
–
Langkah Model Pembelajaran
Berbasis Masalah ... 36
2.4 Pengembangan Perangkat Pembelajaran... 38
2.4.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 41
2.4.2 Buku Siswa ... 42
2.4.3 Lembar Kegiatan Siswa ... 42
2.4.4 Tes Komunikasi Matematis... 43
2.5 Respon Siswa ... 43
2.6 Kriteria Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 44
2.6.1 Validitas ... 45
2.6.2 Kepraktisan ... 47
2.6.3 Keefektifan ... 48
2. 7 Model Pengembangan Perangkat Pembalajaran ... 49
2.8 Teori Belajar Pendukung ... 66
2.8.1 Teori Piaget ... 68
2.8.2 Teori Vygotsky ... 70
2.8.3 Teori Ausubel ... 72
(5)
vi
2.9 Penelitian Yang Relevan ... 74
2.10 Kerangka Konseptual ... 77
BAB III METODE PENELITIAN ... 82
3.1 Jenis Penelitian ... 82
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 82
3.3 Subjek Penelitian dan Objek Penelitian ... 82
3.4 Prosudur dan Rancangan Penelitian ... 82
3.4.1 Prosudur Penelitian ... 82
3.4.2 Rancangan Penelitian ... 91
3.5. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 92
3.5.1 Lembar Validasi ... 92
3.5.2 Instrumen Tes Komunikasi Matematis ... 95
3.5.3 Instrumen Skala Self
–
Efficacy ... 99
3.5.4 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 100
3.6 Teknik Analisis Data ... 123
A. Kualitas Produk ... 101
1. Analisis Data Validasi Perangkat Pembelajaran ... 102
2. Analisis Data Keefektifan Perangkat Pembelajaran ... 102
a. Analisis Pencapaian Ketuntasan Belajar Siswa Klasikal ... 102
b. Analisis Data Aktifitas Siswa ... 104
B. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 106
C. Peningkatan Self-Efficacy Siswa ... 107
D. Indikator Keberhasilan Perangkat pembelajaran berbasis masalah .. 108
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 109
4.1.1 Deskripsi Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 110
4.1.1.1 Deskripsi Tahap Pendifinisian ... 110
4.1.1.2 Deskripsi Tahapan Perancangan ... 116
4.1.1.3 Hasil Tahap pengembangan... 123
4.1.1.4 Hasil Tahap Penyebaran ... 146
4.1.2 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Dengan Perangkat Berbasis Masalah ... 150
4.1.3 Peningkatan Self-Efficacy Siswa Dengan Perangkat
Berbasis Masalah ... 152
4.1.4 Aktivitas Siswa dengan Perangkat yang dikembangkan
berbasis masalah ... 154
4.2 Temuan Penelitian ... 154
4.2.1 Temuan dalam Kegiatan pembelajaran ... 155
4.2.2 Temuan Mengenai Kelebihan dan Kelemahan
Pengembangan Perbasis Masalah ... 155
4.2.3 Temuan mengenai penyelesaian soal komunikasi matematis ... 156
4.3 Pembahasan Hasil Penelian... 157
(6)
vii
4.3.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 159
4.3.3 Self-Efficasy ... 161
4.3.4 Aktifitas Siswa ... 161
BAB V
5.1 Kesimpulan ... 163
5.2 Saran ... 165
DAFTAR PUSTAKA ... 166
(7)
viii
DAFTAR TABEL
2.1 Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah ...
37
2.2 Model-model Pengembangan Perangkat Pembelajaran ...
50
3.1 Rancangan Uji Coba ...
91
3.2 Kisi- Kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis ...
96
3.3 Rubrik Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis ...
97
3.4 Kisi- Kisi Instrument Self Efficacy ...
99
3.5 Skor Alternatif Jawaban Skala Self-Effikasi ...
99
3.6 Katogori Penilaian Angket Self-Efficacy ... 100
3.7 Nilai Ketuntasan Kompetensi Pengetahuan dan Keterampilan ... 104
3.8 Kriteria Pencapaian Waktu Ideal Aktivitas Siswa ... 106
3.9 Kategorisasi Self-Efficacy siswa ... 107
4.1 Revisi RPP Berdasarkan Hasil Validitas ... 124
4.2 Revisi Buku Siswa Berdasarkan Hasil Validasi ... 126
4.3 Revisi LKS Berdasarkan Hasil Validasi ... 127
4.4 Revisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 128
4.5 Revisi Angket Self-Efficacy dari Validator ... 129
4.6 Persentase Aktifitas Siswa Pada Uji Coba I ... 130
4.7 Hasil Analisis Data Validitas Kemampuan Komunikasi Matematis .. 134
4.8 Rerata Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa UJi Coba 1
Ditinjau Dari Indikator ... 135
4.9 Ketuntasan Pretes tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Uji Coba 1 ... 136
4.10 Posttes tes Kemampuan Komunikasi Matematis siswa
Uji Coba 1 ditinjau dari indikator ... 136
4.11 Ketuntasan Postes tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Uji Coba 1 ... 137
4.12 Rangkuman Hasil Validasi Butir Angket Self- Efficacy ... 138
4.13 Rerata Self-Efficacy siswa uji coba 1 ... 139
4.14 Rerata Porsentase waktu Aktifitas Siswa Ujicoba 2 ... 142
4.15 Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Ujicoba 2
Ditinjau Dari Indikator ... 145
4.16 Hasil Posttes Kemampuan Komunikasi Matematis Ujicoba 2 ... 147
4.17 Kemampuan Komunikasi Matematis Ujicoba 2
Ditinjau Dari Indikator ... 147
4.18 Rerata Self-Efficacy Siswa Ujicoba 2 ... 148
4.19 Hasil Analisis Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematis Pada Ujicoba 1 ... 151
4.20 Hasil Analisis Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematis Pada Ujicoba 2 ... 152
4,21 Hasil Analisis Peningkatan Self-Efficacy Pada Ujicoba 1
dan uji coba 2 ... 153
(8)
ix
DAFTAR GAMBAR
1.1 Proses Jawaban Tes Komunikasi Matematika Siswa...
4
3.1 Modifikasi Bagan Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Model 4D ... 84
4.1 Peta Konsep Statistik ... 115
4.2 Cover Buku Siswa ... 121
4.3 Peta Konsep Statistik ... 122
4.4 Persentase Aktivitas Siswa Pada Ujicoba I ... 133
4.5 Klasifikasi Ketuntasan Pretes Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis Uji coba 1 ... 135
4.6 Klasifikasi Ketuntasan Postes Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis Uji coba 1 ... 136
4.7 Rata-rata self-efficacy Siswa pada Uji Coba 1 ... 140
4.8 Perbaikan pada buku siswa ... 142
4.9 Diagram Prosentase Waktu Aktivitas Siswa Uji Coba 2 ... 143
4.10 Klasifikasi Ketuntasan pretest Kemampuan Komunikasi
Matematis Uji coba 2 ... 144
4.11 Rata-rata Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
pada Uji Coba 2 ... 145
4.12 Rata
–
rata posttes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
pada Uji Coba 2 ... 147
4.13 Rata-rata Self-efficacy Siswa pada Uji Coba 2 ... 149
4,14 Diagram Prosentase Waktu Aktivitas Siswa pada
Uji Coba 1 dan 2 ... 154
(9)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan
yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
yang mampu bersaing di era global. Sumber Daya Manusia yang bermutu
merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi saat ini.
Pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia yang bermutu
lebih penting dari pada sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia
yang bermutu adalah sumber daya manusia yang mampu menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi guna memenuhi kebutuhannya dan menjawab berbagai
tantangan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat yang dinamis. Hal ini
didukumg oleh teori sumber daya manusia oleh Barnadip ( dalam Rahayu dan
Nurata, 2013:7) menjelaskan “pandangan teori sumber daya manusia tentang
peserta didik dan guru berpangkal pada anggapan bahwa manusia adalah mahluk
yang mampu mengadakan adaptasi (penyesuaian) terhadap lingkungannya”.
Penyesuaian teerutama sekali dibantu oleh kecerdasan serta potensi jiwa yang lain.
Pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan salah satunya pendidikan matematika,
baik melalui peningkatan kualitas guru matematika melalui penataran-penataran,
diklat dan MGMP. Salah satu yang harus disiapkan guru sebelum melaksanakan
pembelajaran adalah Perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran menjadi
pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas,
(10)
2
laboratorium atau di luar kelas. Dalam KBBI (2007: 17) “ perangkat adalah alat
atau perlengkapan, sedangkan pembelajaran adalah proses atau cara menjadikan
orang belajar”. Dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa “penyusunan perangkat
pembelajaran merupakan bagian dari perencanaan pembelajaran. Perencanaan
pembelajaran dirancang dalam bentuk silabus dan RPP yang mengacu pada
standar isi”. Selain itu, dalam perencanaan pembelajaran juga dilakukan
penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian, dan skenario
pembelajaran. Dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20 diisyaratkan bahwa “guru
diharapkan mengembangkan materi pembelajaran”, yang kemudian dipertegas
malalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41 tahun
2007 tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan
proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan
untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu
elemen dalam RPP adalah sumber belajar. Dengan demikian, guru diharapkan
untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.
Guru membutuhkan perangkat pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis dan
self efficacy
siswa. Setiap guru wajib
membuat perangkat pembelajaran guna membantu guru menghadapi pembelajaran
dikelas. Banyak guru yang mampu membuat perangkat pembelajaran untuk
pembelajaran dikelas, tetapi perangkat pembelajaran yang dibuat belum dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan
self efficacy siswa. Guru
tersebut belum mampu meningkatkan kemampuan komunikasi siswa agar
(11)
3
cendrung memiliki sikap yang positif terhadap permasalahan disekitarnya, begitu
juga terhadap permasalahan matematika, sehigga seseorang itu akan berusaha
menalar dan mencari strategi penyelesaian masalah. Marlina, dkk (2014:43)
menyatakan “pembelajaran pendekatan diskursif memiliki pengaruh terhadap
kemampuan komunikasi matematis siswa. Aktivitas siswa selama pembelajaran
dengan pendekatan diskursif dapat memberdayakan kemampuan kognitif siswa
secara optimal, menumbuhkan keberanian dan kepercayaan diri sehingga
meningkatkan kemampuan diri siswa”.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis dan self efficacy
siswa juga
terjadi di SMKN 1 Simpang Kiri Kota Subulussalam yang akan menjadi tempat
penelitian berlangsung. Berdasarkan fakta dari studi pendahuluan yang dilakukan
oleh peneliti di SMKN 1 Simpang Kiri Kota Subulussalam kelas XI Sekretaris
(3-4 November 2015), diperoleh informasi bahwa hasil tes komunikasi matematis
siswa terhadap 30 orang siswa, yang dilakukan oleh peneliti masih tergolong
rendah. Nilai rata-rata tes komunikasi matematis siswa hanya 60 kalau dalam
skala 0-100, nilai ini dalam kategori kurang. Oleh karena itu, kemampuan
komunikasi matematis siswa tingkat SMK masih belum memuaskan, di mana
diberikan soal komunikasi matematis pada materi program linier sebagai berikut :
1. Seorang atlet diwajibkan makan dua jenis tablet setiap hari. Tablet pertama
mengandung 4 unit vitamin A dan 3 unit vitamin B, sedangkan tablet kedua
mengandung 6 unit vitamin A dan 6 unit vitamin B. Dalam satu hari, atlet itu
memerlukan 12 unit vitamin A dan 16 unit vitamin B. Harga tiap-tiap 1 tablet,
(12)
4
Rp 500,00 dan Rp 1000,00. Modelkan masalah di atas dan tentukan daerah
penyelesaiannya.
2. Dengan persediaan kain polos 15 meter dan kain bergaris 16 meter, seorang
penjahit akan membuat 2 model pakaian jadi. Model I memerlukan 1 meter
kain polos dan 2 meter kain bergaris. Model II memerlukan 5 meter kain polos
dan 8 meter kain bergaris. Bila pakaian tersebut dijual, setiap model I
memperoleh untung Rp15.000,00 dan model II memperoleh untung
Rp10.000,00. Nyatakan masalah di atas dalam model matematika dan tentukan
daerah penyelesaiannya.
Dari penelitian awal yang dilakukan peneliti, hanya 1 dari 30 siswa yang
mampu membuat gambar atau diagram dari masalah matematika secara lengkap
dan jelas. Permasalahan mengenai kurangnya kemampuan komunikasi matematis
siswa pada soal di atas dapat dilihat dari salah satu hasil jawaban siswa berikut :
(13)
5
Dari hasil yang diperoleh, gambar 1.1 menunjukkan bahwa siswa belum
mampu membuat gambar atau diagram dari masalah matematika secara lengkap
dan jelas. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa
SMKN 1 Simpang Kiri masih rendah.
Kemampuan komunikasi matematis meningkat jika aspek keaktifan siswa
yaitu
self-efficacy siswa
tinggi. (Rini, 2013: 32) menyebutkan “kepercayaan
terhadap kemampuan seseorang untuk menjalankan tugas disebut dengan
self-efficacy”. Selanjutnya (Rini, 2013: 33) mengatakan “ Semakin tinggi self-efficacy
yang dimiliki siswa, maka mereka semakin memiliki keyakinan bahwa mereka
mampu menghadapi keadaan yang tertekan dalam menghadapi masalah”.
Bandura (2006:24) mendefinisikan “ Self-efficacy sebagai keyakinan orang
tentang kemampuan mereka untuk menghasilkan tingkat kinerja yang ditunjuk
sebagai latihan atas peristiwa yang mempengaruhi kehidupan mereka”.
Kemampuan tersebut diukur berdasarkan
level
(tingkat kesulitan masalah),
strength (ketahanan) dalam menyelesaikan masalah, generality (keluasaan) bidang
masalah yang diberikan. Individu dengan
self-efficacy
tinggi memiliki komitmen
dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan
bahwa strategi yang dilakukan itu tidak berhasil. Menurut Bandura (1997:131)
“individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam
menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki
kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa individu dengan
self-efficacy
tinggi berarti juga memiliki kemampuan
komunikasi”.
(14)
6
Ungkapan diatas diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan Pajares
(1997:11) melaporkan bahwa:
Dengan
self-efficacy
yang tinggi, maka pada umumnya se orang
`siswa akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan
matematika yang diberikan kepadanya, sehingga hasil akhir dari
pembelajaran tersebut yang tercermin dalam prestasi akademiknya
juga cenderung akan lebih tinggi dibandingkan siswa yang
memiliki self-efficacy rendah.
Self-efficacy yang tinggi juga akan menumbuhkan kemampuan komunikasi
siswa, sebab rasa kepercayaan yang penuh dalam menyelesaikan masalah dan
cepat menghadapi masalah salah satu cara menumbuhkan kemampuan
komunikasi siswa. Selain itu menurut Pajares (2002:12) “self-efficacy
juga dapat
membuat seseorang lebih mudah dan lebih merasa mampu untuk mengerjakan
soal-soal matematika yang dihadapinya, bahkan soal matematika yang lebih rumit
atau spesifik sekalipun”.
Pajares (2002:13) mengungkapkan “gambaran lain mengenai peranan
self-efficacy
bagi seorang siswa misalnya, akibat metode mengajar dengan hanya
berpatok pada teori dan pembelajaran di kelas, tidak jarang membuat siswa
merasa cepat bosan ketika diberikan materi pelajaran”. Akibatnya motivasi untuk
lebih mengerti dan menguasai materi matematika itu sendiri otomatis akan
menurun. Matematika hanya dianggap sebagai sebuah kewajiban untuk dipelajari
karena tercantum dalam kurikulum akademik, tanpa ada pemaknaan lebih dalam
lagi tentang matematika itu sendiri serta manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain kurangnya motivasi dari dalam diri siswa, pengalaman-pengalaman
terdahulu yang kurang menyenangkan dari proses pembelajaran matematika yaitu
kurangnya dorongan kepada siswa untuk memunculkan ide-ide baru atau
(15)
7
menumbuhkan kemampuan komunikasi matematis, baik dialami oleh siswa secara
langsung maupun tidak langsung, juga mempengaruhi persepsi siswa tentang
pelajaran matematika. Jika siswa berpendapat tidak menyenangi matematika,
maka siswa akan menjadi enggan untuk mempelajari matematika lebih giat dan
memiliki prestasi yang lebih tinggi.
Mengingat pentingnya
self-efficacy
siswa, maka hendaknya
self-efficacy
ini ditumbuhkembangkan pada diri siswa. Ketercapaian
self-efficacy
matematika
siswa dapat diketahui dengan melakukan observasi proses pembelajaran
matematika dan skala
self-efficacy, di sini peneliti melihat ketercapaian
self-efficacy
siswa dengan skala
self-efficacy.
Self-efficacy
siswa dalam penelitian ini
diartikan sebagai kepercayaan diri siswa terhadap kemampuannya dalam
merepresentasikan dan memecahkan suatu masalah matematika. Artinya ketika
siswa diberikan suatu masalah matematika ia dapat menyatakan/meyakini dirinya
tentang kemampuannya dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Dari pernyataan di atas, maka dugaan sementara bahwa rendahnya tingkat
kemampuan komunikasi matematisdan kurangnya
self-efficacy
siswa, tidak
terlepas dari dan bagaimana guru mengajar serta minat dan respon siswa terhadap
matematika itu sendiri. Dari hasil wawancara peneliti terhadap siswa SMKN 1
Simpang Kiri (26 November 2014), baik selama proses pembelajaran maupun
perbincangan di luar kelas, diketahui bahwa siswa menganggap mata pelajaran
matematika merupakan mata pelajaran yang kurang disenangi siswa, matematika
merupakan pelajaran yang sulit dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Siswa memberikan alasan bahwa
(16)
8
soal-soal tersebut tidak sama yang diajarkan guru saat belajar di kelas, sehingga
siswa kurang berminat dan termotivasi untuk belajar matematika.
Hasil pengamatan awal peneliti terhadap aktivitas belajar siswa di kelas XI
Sekretaris SMKN 1 Simpang Kiri (26 November 2015), terlihat siswa hanya
menjadi pendengar saja, sedikit tanya jawab, mencatat dari papan tulis,
mengerjakan latihan yang diberikan guru dan hasilnya ditulis di papan tulis serta
jawaban siswa yang benar diterima saja tanpa ada penjelasan terhadap hasil yang
diperoleh kepada teman lain. Pengamatan (26 November 2015) juga dilakukan
terhadap guru SMKN 1 Simpang Kiri (Marsini, S.Pd) dalam melakukan proses
pembelajaran, terlihat bahwa guru menyampaikan materi yang ada dalam buku
paket, memberikan informasi pengertian konsep secara langsung dengan cara
mendiktekan kepada siswa, memberikan contoh penerapan rumus-rumus
matematika, mengerjakan latihan-latihan dan langkah-langkah penyelesaian soal
serta kurang mengaitkan fakta real dalam kehidupan nyata dengan persoalan
kehidupan nyata dengan persoalan matematika. Pembelajaran yang terjadi di kelas
cenderung berpusat pada guru (teacher oriented) dan tidak berorientasi pada
membangun konsep matematika dari siswa sendiri serta tidak melatih siswa untuk
memecahkan masalah matematika secara matematis.
Selain fenomena-fenomena di atas, peneliti juga mendapati bahwa ada
guru yang mengajar matematika di sekolah tersebut belum membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), siswa tidak mempunyai buku siswa, guru tidak
memberikan LKS akibatnya proses pembelajaran tidak berjalan sebagaimana
mestinya.
(17)
9
Kemampuan guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran dan
mengimplementasikannya perlu ditingkatkan demi perubahan yang lebih baik
terhadap hasil ataupun prestasi belajar siswa. Salah satu alternatif model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan
Self-efficacy siswa adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM). Dalam PBM
siswa dituntut untuk bertanya dan mengemukakan pendapat, menemukan
informasi yang relevan dari sumber yang tersembunyi, mencari berbagai cara
(alternatif) untuk mendapatkan solusi, dan menemukan cara yang paling efektif
untuk menyelesaikan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Arends (Samiadji
2012: 1) yang menyatakan bahwa:
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan suatu model
pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang
autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir kritis,
mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.
Trianto (2009: 94) menyatakan bahwa “pembelajaran berdasarkan masalah
(problem-based instruction) memiliki tujuan: 1) membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah,
2) belajar peranan orang dewasa yang otentik, dan 3) menjadi pelajar yang
mandiri”.
Berdasarkan ke dua pendapat di atas, jelaslah bahwa dalam pembelajaran
berbasis masalah siswa mampu mengembangkan keterampilan berpikir dan
memecahkan masalah, sehingga siswa itu dengan sendirinya dapat menemukan
bagaimana konsep itu terbentuk, dan pada akhirnya siswa dapat menggunakan
dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Menurut Nur M. (2008:54)
(18)
10
“Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berpikir kritis dan kreatif, keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”. Berarti
apabila siswa menggunakan model PBM pada proses belajar mengajar salah satu
karakteristiknya adalah masalah ditemukan terlebih dahulu.
Hal ini didukung oleh teori Bruner berpendapat dalam Nur M. (2000:30)
bahwa “seorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang
dipelajari. Murid membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan
ciri-ciri persamaan dan perbedaan”. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada
merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan
kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan. Hal ini berbeda
dengan proses belajar mengajar yang biasa dilakukan pada umumnya yaitu
masalah disajikan setelah pemahaman konsep, prinsip dan keterampilan.
Penggunaan masalah-masalah kontekstual dalam model pembelajaran
berbasis masalah menjadikan pembelajaran tersebut lebih bermakna. Ibrahim dan
Nur M. (2008:30) menyampaikan bahwa :
Dalam pembelajaran berbasis masalah merupakan model belajar
yang mengorgansisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan dan
masalah, melalui pengajuan situasi kehidupan nyata yang otentik
dan bermakna, yang mendorong siswa untuk melakukan
penyelidikan dan inkuiri, dengan menghindari jawaban sederhana,
serta memungkinkan adanya berbagai macam solusi dari situasi
tersebut.
Dalam penerapan model PBM ini, siswa tidak hanya melakukan kegiatan
kognitif saja tapi secara bersama-sama mereka mengembangkan kemampuan
(19)
11
afektif dan psikomotornya. Jadi dengan menerapkan Model PBM, siswa akan
lebih bebas dalam menuangkan ide-idenya tanpa ada ketakutan akan kesalahan
dari apa yang dibuat. Selain itu, dari sintaks model PBM yang dikemukakan
Ibrahim dan Nur (2000:13) yaitu “proses orientasi, mengorganisasi, membimbing
penyelidikan, mengembangkan dan menyajikan hasil, menganalisis dan
mengevaluasi”. Terlihat bahwa dari sintaks model PBM berkaitan dengan
indikator kemampuan komunikasi matematis yang ingin dicapai berupa:
mengidentifikasi, menggeneralisasi, menganalisis dan memecahkan masalah .
Sehingga jelas bahwa model PBM dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis.
Dapat disimpulkan bahwa, salah satu sumber belajar yang dibutuhkan
adalah buku pelajaran yang mendukung peningkatan prestasi matematika siswa.
Khususnya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan
self-efficacy
siswa diperlukan perangkat pembelajaran melalui model pembelajaran
berbasis masalah. Walaupun buku ajar ini dibutuhkan tetapi pada kenyataannya
perangkat pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis dan self-efficacy siswa masih sedikit dan jarang ditemukan.
Oleh karena itu, guru yang profesional harus mampu meramu, merancang
dan menemukan perangkat pembelajaran yang memudahkan siswanya dalam
proses belajar. “Misalnya dengan penggunaan media gambar dalam
mendeskripsikan konsep matematika, di samping akan mengkonkritkan materi
matematika yang bersifat abstrak, juga dapat menambah daya penguatan
(inforcement) serta dapat membangkitkan keinginan dan minat baru serta
(20)
12
rangsangan belajar” (Hamalik,2003:43). Suhadi (2007:24) mengemukakan bahwa
“Perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan
pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran”. Dari uraian tersebut
dapatlah dikemukanan bahwa perangkat pembelajaran merupakan sekumpulan
media atau sarana yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses
pembelajaran di kelas. Adapun serangkaian perangkat pembelajaran yang harus
dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi pembelajaran di kelas berupa :
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS) dan Lembar Kerja
Siswa (LKS). Perangkat pembelajaran itu harus lengkap dan bagus dimiliki
seorang guru sehingga dalam melakukan proses pembelajaran, diharapkan proses
pembelajaran akan berjalan secara maksimal.
Selanjutnya Suhadi (2007:25) mengemukakan bahwa “pembelajaran
matematika yang menggunakan perangkat pembelajaran yang menarik akan
membantu siswa dalam mengerjakan atau menganalisa persoalan yang ada”.
Selama itu, kita ketahui bahwa dalam pembelajaran matematika di kelas bersifat
konvesional. Kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh guru, tetapi dengan
menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dirancang dengan menarik,
siswa dapat mengembangkan cara belajarnya menjadi lebih baik.
Pernyataan ini diperkuat oleh Hamalik (2003:77), ia mengemukakan
bahwa “pemakaian perangkat pembelajaran yang menarik dalam proses belajar
mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa”. Penggunaan media pembelajaran pada tahap
(21)
13
orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran
dan penyampaian pesan dan pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan
motivasi dan minat siswa, perangkat pembelajaran juga dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa, menyajikan data dengan menarik dan
terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan mendapatkan informasi yang lebih
banyak. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti mencoba mengembangkan
perangkat pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis dan self-efficacy.
Sehingga untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa, pada
penelitian ini dikembangkan perangkat pembelajaran berbasis masalah pada
materi statistika untuk siswa kelas XII SMK, yang meliputi Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS), Lembar Kerja Siswa (LKS) dan soal tes
kemampuan komunikasi matematis dan self-efficacy.
Hal ini yang membangkitkan semangat penulis untuk melakukan penelitian
tersebut, yaitu untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan
self-efficacy
siswa. Dengan mengembangkan perangkat pembelajaran matematika
yang sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang ada serta tuntutan era
globalisasi dan kurikulum, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul
“
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan
Self-Efficacy
Pada
(22)
14
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat
diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.
Hasil tes komunikasi matematis di SMKN 1 Simpang Kiri masih
tergolong rendah. Hal ini terlihat dari siswa belum mampu membuat
gambar atau diagram dari masalah matematika.
2.
Guru belum mampu meramu, merancang dan menemukan perangkat
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis dan self-efficacy siswa
3.
Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah yang
membutuhkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
1.3.
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah.
1. Penelitian ini dibatasi pada siswa SMKN 1 Simpang Kiri, dengan subyek
penelitian adalah siswa kelas XII semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017.
2. Perangkat yang dikembangkan berupa Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Buku Siswa (BS), dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
3. Model Pembelajaran berbasis masalah (PBM)
4. Kemampuan komunikasi matematis pada siswa SMKN 1 Simpang Kiri.
5. Kemampuan Self-efficacy pada siswa SMKN 1 Simpang Kiri.
(23)
15
1.4.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah yang
dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana kualitas produk pengembangan perangkat pembelajaran
berbasis masalah (validitas, praktis dan keeffektifan) untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa ?
2.
Bagaimana peningkatan komunikasi siswa yang belajar menggunakan
perangkat pembelajaran berbasis masalah?
3.
Bagaimana peningkatan
self-efficacy siswa yang belajar menggunakan
perangkat pembelajaran berbasis masalah?
1.5.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
pengembangan perangkat pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis dan
self-efficacy
siswa SMKN 1 Simpang
Kiri. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk.
1.
Tujuan umum
Mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis masalah yang
valid, praktis dan effektif.
2.
Tujuan khusus
Mengetahui
kualitas
produk
pengembangan
perangkat
pembelajaran berbasis masalah (validitas, praktis dan keeffektifan)
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
(24)
16
Mengetahui peningkatan komunikasi siswa yang belajar
menggunakan perangkat pembelajaran berbasis masalah.
Mengetahui peningkatan
self-efficacy siswa yang belajar
menggunakan perangkat pembelajaran berbasis masalah.
1.6.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan yang
menjadi masukan berarti bagi pembaharuan kegiatan pembelajaran khususnya
dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan
Self-efficacy siswa,
selain itu penelitian diharapkan juga dapat memberikan sumbangan sebagai
berikut :
1.
Manfaat bagi Kepala Sekolah
Memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya mengefektifkan
pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
matematika.
2.
Manfaat bagi guru
Memberikan informasi tentang dukungan model Pembelajaran Berbasis
Masalah dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan
self-efficacy siswa dalam proses pembelajaran matematika
3.
Manfaat bagi siswa
Diharapkan dapat memperluas wawasan siswa tentang cara belajar
matematika untuk meningkatkan kemampuan matematisnya, sehingga
(25)
17
siswa berperan aktif dalam belajar matematika dibawah bimbingan guru
sebagai fasilitator.
4.
Manfaat bagi peneliti
Sebagai sarana pembelajaran bagi peneliti dalam membuat karya ilmiah.
1.7 Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap beberapa variabel yang
digunakan, berikut ini akan dijelaskan pengertian dari variabel-variabel tersebut.
1.
Kualitas produk perangkat pembelajaran dilihat dari segi validitas,
kepraktisan dan keeffektifan.
2.
Produk perangkat pembelajaran yang dimaksud berupa : Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa, dan Lembar Kegiatan
Siswa (LKS).
3.
Model pengembangan sistem instruksional yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Model 4D.
4.
Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pengajaran yang
menggunakan masalah otentik dalam mengkonstruksi berbagai konsep dan
prinsip matematika, yang diawali dengan penyajian suatu masalah yang
nyata dan bermakna kepada siswa sehingga siswa dapat melakukan
penyelidikan autentik, kerjasama dan menemukan penyelesaian masalah
oleh mereka sendiri. Sintaks pembelajaran berbasis masalah yaitu :
(a) Orientasi siswa kepada masalah; (b) Mengorganisasi siswa untuk
belajar; (c) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok;
(26)
18
(d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (e) Menganalisis dan
meng evaluasi proses pemecahan masalah.
5.
Komunikasi matematis adalah suatu proses untuk menyatakan dan
mengilustrasikan ide matematika ke dalam model matematika (yang dapat
berupa persamaan, notasi, gambar ataupun grafik). Indikator kemampuan
komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(1) Menyatakan masalah sehari-hari ke dalam bahasa atau simbol
matematik; (2) Mengiterpretasikan gambar atau diagram kedalam model
matematika; (3) Membuat gambar atau diagram dari masalah matematika;
(4) Mengiterpretasikan model atau situasi matematik dengan simbol
matematik atau gambar.
6.
Kemampuan self-efficacy yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah Indikator dari kemampuan
self-efficacy
adalah
(1) Penghakiman dari kemampuan pribadi; (2) Mengukur penguasaan dan
keterampilan; (3) Disiplin diri; (4) Mencapai prestasi; (5) Prediksi usaha
dan motivasi; (6) Hasil pemikiran; (7) Menghasilkan prestasi.
7.
Aktivitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa selama proses
pembelajaran, meliputi: mendengarkan/ memperhatikan guru / teman,
membaca/ memahami masalah, menyelasaikan masalah/ menemukan cara
dalam menjawab masalah, berkomunikasi dengan guru/ teman.
(27)
19
8.
Kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan memenuhi:
a.
Penilaian ahli/praktisi perangkat pembelajaran yang dikembangkan
tersebut dinyatakan dapat digunakan dengan sedikit revisi atau tanpa
revisi; dan
b.
Hasil pengamatan keterlaksanaan perangkat pembelajaran di kelas
termasuk dalam kategori tinggi
) atau sangat tinggi
. Instrumen dikatakan baik jika mempunyai koefisien
reliabilitas
0,75 atau
75%.
9.
Efektifitas perangkat pembelajaran dilihat apabila tujuan pembelajaran
tercapai. Tujuan akan tercapai jika siswa aktif membangun pengetahuannya
dalam pembelajaran. Dalam menentukan keefektifan dilihat dari empat
aspek yaitu ketuntasan belajar siswa secara klasikal, kemampuan guru
mengelola pembelajaran, respon siswa dan waktu pembelajaran. Perangkat
Pembelajaran matematika dikatakan efektif jika dua dari empat aspek
keefektifan tercapai. Aspek keefektifan tersebut diantaranya (1) ketuntasan
belajar siswa secara klasikal dengan kategori minimal B
-(2,51-2,84),
(2) respon siswa dengan kategori minimal kuat (60% < NSR<80%),
(3) persentase waktu ideal aktivitas siswa dan guru dengan criteria ideal 3
dari 5 aspek kategori dipenuhi dan aspek kategori c, d harus dipenuhi
(tabel 3.12) , dan (4) kemampuan guru mengelola pembelajaran dengan
katogori minimal baik (3,50-4,49).
(28)
20
10.
Kevalidan perangkat pembelajaran dilihat dari pemeriksaan (penilaian)
oleh validator. Perangkat pembelajaran dikatakan valid jika 3 dari 5
validator mengatakan valid. Validator yang diambil adalah 3 dosen
UNIMED dan 2 orang dari guru SMKN 1 Simpang Kiri.
(1)
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas produk pengembangan perangkat pembelajaran
berbasis masalah (validitas, praktis dan keeffektifan) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa ?
2. Bagaimana peningkatan komunikasi siswa yang belajar menggunakan
perangkat pembelajaran berbasis masalah?
3. Bagaimana peningkatan self-efficacy siswa yang belajar menggunakan
perangkat pembelajaran berbasis masalah?
1.5.Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengembangan perangkat pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis dan self-efficacy siswa SMKN 1 Simpang
Kiri. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk.
1. Tujuan umum
Mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis masalah yang
valid, praktis dan effektif.
2. Tujuan khusus
Mengetahui kualitas produk pengembangan perangkat
pembelajaran berbasis masalah (validitas, praktis dan keeffektifan) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
(2)
Mengetahui peningkatan komunikasi siswa yang belajar menggunakan perangkat pembelajaran berbasis masalah.
Mengetahui peningkatan self-efficacy siswa yang belajar
menggunakan perangkat pembelajaran berbasis masalah.
1.6.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan yang menjadi masukan berarti bagi pembaharuan kegiatan pembelajaran khususnya
dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan Self-efficacy siswa,
selain itu penelitian diharapkan juga dapat memberikan sumbangan sebagai berikut :
1. Manfaat bagi Kepala Sekolah
Memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya mengefektifkan pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
2. Manfaat bagi guru
Memberikan informasi tentang dukungan model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan self-efficacy siswa dalam proses pembelajaran matematika
3. Manfaat bagi siswa
Diharapkan dapat memperluas wawasan siswa tentang cara belajar matematika untuk meningkatkan kemampuan matematisnya, sehingga
(3)
siswa berperan aktif dalam belajar matematika dibawah bimbingan guru sebagai fasilitator.
4. Manfaat bagi peneliti
Sebagai sarana pembelajaran bagi peneliti dalam membuat karya ilmiah.
1.7 Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap beberapa variabel yang digunakan, berikut ini akan dijelaskan pengertian dari variabel-variabel tersebut.
1. Kualitas produk perangkat pembelajaran dilihat dari segi validitas,
kepraktisan dan keeffektifan.
2. Produk perangkat pembelajaran yang dimaksud berupa : Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa, dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
3. Model pengembangan sistem instruksional yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Model 4D.
4. Model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pengajaran yang
menggunakan masalah otentik dalam mengkonstruksi berbagai konsep dan prinsip matematika, yang diawali dengan penyajian suatu masalah yang nyata dan bermakna kepada siswa sehingga siswa dapat melakukan penyelidikan autentik, kerjasama dan menemukan penyelesaian masalah oleh mereka sendiri. Sintaks pembelajaran berbasis masalah yaitu : (a) Orientasi siswa kepada masalah; (b) Mengorganisasi siswa untuk belajar; (c) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok;
(4)
(d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (e) Menganalisis dan meng evaluasi proses pemecahan masalah.
5. Komunikasi matematis adalah suatu proses untuk menyatakan dan
mengilustrasikan ide matematika ke dalam model matematika (yang dapat berupa persamaan, notasi, gambar ataupun grafik). Indikator kemampuan
komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Menyatakan masalah sehari-hari ke dalam bahasa atau simbol
matematik; (2) Mengiterpretasikan gambar atau diagram kedalam model matematika; (3) Membuat gambar atau diagram dari masalah matematika; (4) Mengiterpretasikan model atau situasi matematik dengan simbol matematik atau gambar.
6. Kemampuan self-efficacy yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah Indikator dari kemampuan self-efficacy adalah
(1) Penghakiman dari kemampuan pribadi; (2) Mengukur penguasaan dan keterampilan; (3) Disiplin diri; (4) Mencapai prestasi; (5) Prediksi usaha dan motivasi; (6) Hasil pemikiran; (7) Menghasilkan prestasi.
7. Aktivitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa selama proses
pembelajaran, meliputi: mendengarkan/ memperhatikan guru / teman, membaca/ memahami masalah, menyelasaikan masalah/ menemukan cara dalam menjawab masalah, berkomunikasi dengan guru/ teman.
(5)
8. Kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan memenuhi:
a. Penilaian ahli/praktisi perangkat pembelajaran yang dikembangkan
tersebut dinyatakan dapat digunakan dengan sedikit revisi atau tanpa revisi; dan
b. Hasil pengamatan keterlaksanaan perangkat pembelajaran di kelas
termasuk dalam kategori tinggi ) atau sangat tinggi
. Instrumen dikatakan baik jika mempunyai koefisien
reliabilitas 0,75 atau 75%.
9. Efektifitas perangkat pembelajaran dilihat apabila tujuan pembelajaran
tercapai. Tujuan akan tercapai jika siswa aktif membangun pengetahuannya dalam pembelajaran. Dalam menentukan keefektifan dilihat dari empat aspek yaitu ketuntasan belajar siswa secara klasikal, kemampuan guru mengelola pembelajaran, respon siswa dan waktu pembelajaran. Perangkat Pembelajaran matematika dikatakan efektif jika dua dari empat aspek keefektifan tercapai. Aspek keefektifan tersebut diantaranya (1) ketuntasan
belajar siswa secara klasikal dengan kategori minimal B-(2,51-2,84),
(2) respon siswa dengan kategori minimal kuat (60% < NSR<80%), (3) persentase waktu ideal aktivitas siswa dan guru dengan criteria ideal 3 dari 5 aspek kategori dipenuhi dan aspek kategori c, d harus dipenuhi (tabel 3.12) , dan (4) kemampuan guru mengelola pembelajaran dengan katogori minimal baik (3,50-4,49).
(6)
10. Kevalidan perangkat pembelajaran dilihat dari pemeriksaan (penilaian) oleh validator. Perangkat pembelajaran dikatakan valid jika 3 dari 5 validator mengatakan valid. Validator yang diambil adalah 3 dosen UNIMED dan 2 orang dari guru SMKN 1 Simpang Kiri.