Tujuan dan Manfaat Penelitian Kerangka Teori

- Sejauh manakah komik strip Wak Dul di harian Posmetro sebagai representasi reaksi terhadap keadaan dan peristiwa sosial di Indonesia khususnya ?

I. 3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis perlu membatasi masalah yang menjadi dasar analisa dalam menyusun skripsi untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, yaitu: - Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang tidak menekankan pada kuantum atau jumlah, tetapi lebih menekankan pada segi kualitas secara alamiah karena menyangkut pengertian, konsep, nilai, serta ciri-ciri yang melekat pada objek penelitian. - Penelitian terbatas hanya pada komik strip Wak Dul yang dibuat di harian Posmetro Medan pada edisi tertentu yang dipilih oleh penulis yang dicetak di bulan Juli dan Agustus sebanyak 7 edisi.

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini ialah: - Untuk mengetahui makna denotasi, dan makna konotasi, dari tanda-tanda yang terkandung dalam komik strip Wak Dul - Untuk mengetahui bagaimana simbol atau komik strip di harian Posmetro Medan merepresentasikan kondisi peristiwa sosial di Indonesia, khususnya di kota Medan. 5 Universitas Sumatera Utara

I.4.2 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan pastilah diharapkan dapat memberikan suatu manfaat. Adapun manfaat yang diharapkan peneliti dari penelitian ini adalah: 1. Secara akademis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai ilmu komunikasi khususnya studi analisis semiotika. 2. Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis mengenai peran komik strip dalam merepresentasikan kondisi sosial masyarakat kota Medan khususnya dan Indonesia pada umumnya. 3. Secara Praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang berkompeten dan bagi para peneliti lain yang ingin melakukan penelitian analisa sejenis.

I.5 Kerangka Teori

Peneliti menyusun kerangka teori dalam melakukan penelitian sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana masalah diteliti dan untuk mendukung pemecahan masalah yang ada secara sistematis. Menurut Singarimbun 1987:37 kerangka teori adalah sebagai serangkaian asumsi, konsep, konstruk, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Fungsi dari teori yang dimaksud adalah untuk menerangkan, meramalkan, memprediksi dan menemukan keterpautan fakta-fakta yang ada secara sistematis Effendy, 2003.224. 6 Universitas Sumatera Utara

I.5.1 Komunikasi Massa dan Media Massa

Defenisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bitter Elvinaro, 2004:3 adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang mass communication is messages communicated through a mass medium to large number of people. Dari defenisi tersebut, dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Dalam defenisi Meletzke Elvinaro, 2004:4, komunikasi massa diartikan sebagai setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyeberan teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar. Ciri-ciri komunikasi massa Elvinaro, 2004: 7-13 yaitu, pertama; komunikator pada komunikasi massa berlembaga. Kedua, pesan yang disampaikan bersifat umum, karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Ketiga; keunikannya anonim dan heterogen. Keempat; media komunikasi massa menimbulkan keserempakan. Kelima; komunikasi bersifat satu arah. Dalam studi media, terdapat tiga pendekatan untuk menjelaskan media, pertama; pendekatan politik ekonomi media. Pendekatan politik ekonomi media berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media. Kedua; pendekatan organisasi. Dalam pendekatan organisasi, kekuatan eksternal di luar konteks pengelola media yang menentukan apa yang seharusnya diberitakan. Ketiga; pendekatan kulturalis. Pendekatan kuluturalis merupakan gabungan pendekatan antara pendekatan ekonomi politik media dan pedekatan organisasi. 7 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pendekatan media yang dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa media bukan pihak yang netral dalam menyampaikan kenyataan yang ada di lapangan. Semua yang muncul di dalam media disesuaikan berdasarkan kepentingan media masing-masing.

I.5.2 Paradigma Konstrutivistik

Paradigma sangat penting perannya dalam mempengaruhi teori, analisis maupun tindak perilaku seseorang. Secara tegas boleh dikatakan bahwa pada dasarnya tidak ada suatu pandangan atau teori pun yang bersifat netral dan objektif, melainkan salah satu di antaranya sangat tergantung pada paradigma yang digunakan. Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk menggunakan paradigm konstruktivisme atau juga disebut paradigma konstrutivistik dibandingkan paradigma komunikasi yang lainnya, karena lebih sesuai dengan tema yang diangkat penulis. Paradigma konstruktivis dalam ilmu sosial merupakan sebagai kritik terhadap paradigma positivistik. Menurut paradigma ini, yang menyatakan bahwa realita sosial memiliki bentuk yang bermacam-macam merupakan konstruksi mental, berdasarkan pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik dan tergantung pada orang yang melakukan. Realitas sosial yang diamati seseorang tidak dapat diseragamkan pada semua orang. Dalam sebuah blog yang ditulis oleh Zainuddin Maliki http:halimsani.wordpress.com, disebutkan bahwa Konstruktivistik dapat ditelusuri dari pemikiran Weber yang menjadi ciri khas bahwa prilaku manusia secara fundamental berbeda dengan prilaku alam. Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realias social. Cara konstruksi yang 8 Universitas Sumatera Utara dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh Karena itu tugas ilmu sosial dalam hal ini mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas. Makna berupa partisipan agen melakukan konstruk melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis mereka ingin keluar motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah struktural. Aliran konstruktivis merupakan respon terhadap positivistik dan memiliki sifat yang sama dengan positivistik, sedangkan yang membedakan objek kajiannya sebagai star awal dalam memandang realitas sosial. Positivistik berangkan dari sistem dan struktur sosial sedangkan konstruktivis berangkat dari subjek yang bermakna dan memberikan makna dalam realitas sosial

I.5.3 Analisis Semiotika

Analisis semiotika sebagai model memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut tanda. Dengan demikian, semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Umberto Eco menyebut tanda sebagai kebohongan, dalam tanda ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri. Sedangkan Saussure berpendapat, persepsi dan pandangan realitas, dikonstruksi oleh kata-kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Studi tentang tanda dan cara kerjanya dinamakan semiotika atau semiologi. Menurut Fiske terdapat tiga bidang studi utama tentang semiotika yaitu tanda itu sendiri, kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda dan kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Karena itu, semiotika memfokuskan perhatiannya, pertama, pada teks. Model-model proses yang linear tidak banyak memberi perhatian terhadap teks 9 Universitas Sumatera Utara karena memperhatikan juga tahapan lain dalam proses komunikasi. Bahkan, beberapa modelnya mengabaikan teks tanpa komentar apapun. Kedua, pada status penerima. Dalam semiotika, penerima atau pembaca, dipandang memainkan peran yang lebih aktif dibandingkan dalam kebanyakan model proses komunikasi. Semiotika lebih suka memilih istilah “pembaca” bahkan untuk foto sebuah lukisan untuk “penerima” karena hal tersebut secara tak langsung menunjukkan derajat aktivitas yang lebih besar, juga pembacaan merupakan sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya. Karena itu pembacaan tersebut ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya. Pembaca membantu menciptakan makna teks dengan membawa pengalaman, sikap dan emosinya terhadap teks tersebut.

I.5.4 Pendekatan Roland Barthes

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Sausure. Sausure hanya tertarik pada cara kompleks pembentukan teks dan cara bentuk-bentuk teks menentukan makna. Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan penggunaannya. Gagasan Barthes dikenal dengan order of signification. Tataran pertanda order of signification terdiri dari denotasi dan konotasi. Denotasi diartikan sebagai deskripsi dasar. Makna kamus dari sebuah kata atau terminologi atau objek literal meaning of a term or object. Konotasi merupakan makna-maka cultural yang melekat pada sebuah terminologi the cultural meanings that become attached to a termi. 10 Universitas Sumatera Utara Barthes mengembangkan semiotika dengan idenya tentang mitos. Mitos merupakan kegunaan sosial dari bahasa . Keberadaan mitos dikendalikan secara cultural dan merupakan cerminan yang terbalik, ia membalikkan sesuatu yang sebetulnya bersifat kultural atau historis menjadi sesuatu yang alamiah. Mitos ditandai oleh hadirnya tataran kewacanaan yang disebut sistem semiologis tingkat kedua. Pada tataran tingkat pertama, penanda berhubungan dengan petanda yang menghasilkan tanda. Hubungan ini disebut signifikasi. Tanda pada tataran pertama akan menjadi penanda yang berhubungan dengan petanda tataran kedua Mitos adalah wacana konotasi, wacana yang memasuki lapisan konotasi dalam proses signifikasinya. Proses signifikasi berlapis dapat dijelaskan melalui perangkat konseptual yang lebih familiar yakni denotasi dan konotasi. Semua wacana yang ada dalam foto, lukisan, gambar, musik dan lainnya dianggap sebagai mitos.

I.5.5 Komik-kartun Aplikasi Semiotika Komunikasi

Kartun mempunyai sisi menarik yang memiliki keunggulan lebih dibandingkan dengan media komunikasi yang lain. Dalam www.tsabit.blog.friendster.com, dipaparkan ketertarikan seseorang terhadap kartun menurut penelitian Priyanto Sunarto yang berjudul Metafora Visual Kartun Editorial pada Surat Kabar Jakarta 1950-1957 disebabkan dalam mengungkapkan komentar, kartun menampilkan masalah tidak secara harfiah tetapi melalui metafora agar terungkap makna yang tersirat di balik peristiwa. Penggabungan dua makna kata situasi menimbulkan konflik antara persamaan dan perbedaan, hingga terjadi perluasan makna menjadi makna baru. 11 Universitas Sumatera Utara Dalam tulisan yang sama dalam situs di atas, Ahda Imran dalam tulisannya berjudul Sebuah Kritik Sosial Bernama Kartun, menyatakan bahwa kartun bermain diantara hal-hal yang serius dan tidak serius. Kartun memindahkan suatu peristiwa aktual menjadi sebuah gambar yang ganjil dengan kejenakaannya yang khas. Kejenakaannya selalu mengandalkan hal-hal yang paradoks maka demikian pula dengan identitas yang dimilikinya. Dengan perkataan lain, kartun itu sendiri berawal dari suatu keadaan yang paradoks. Ia bisa lahir dan selalu muncul dari peristiwa-peristiwa politik yang paling menentukan nasib suatu bangsa. Namun, justru ia melukiskannnya dengan sangat ringan seraya bergurau dan memperoloknya. Inilah yang menjadi kekuatan komunikasi dari sebuah kritik kartun. Ketertarikan seseorang terhadap kartun dibandingkan dengan media yang lain juga dikarenakan simbol-simbol tertentu dalam kartun yang menyebabkan kelucuan, selain itu isi kartun di media massa menceritakan kehidupan sehari-hari. Kartun menurut tujuannya dapat dibedakan menjadi dua besar, yaitu kartun yang semata-mata sebagai hiburan dan kartun yang bertujuan menyampaikan pesan kepada para penikmatnya, baik pesan politik, sosial, ataupun pendidikan. Kartun yang semata-mata bertujuan sebagai hiburan adalah gag cartoon dan komik. Sedangkan kartun yang bertujuan menyampaikan pesan misalnya adalah kartun yang ada disurat kabar, khususnya kartun editorial, karikatur dan beberapa komik strip. Kartun yang ada disurat kabar atau terbitan lainnya merupakan salah satu bentuk kartun yang memiliki karakteristik sebagai media yang tidak hanya menghibur, tetapi juga cerdas dan aktual. 12 Universitas Sumatera Utara

I.5.6 Kartun-Komik Strip

Pramono menyatakan baghwa kartun adalah media yang fleksibel, ia bisa menjadi media kritik, penanda yang berisi petuah-petuah, serta dapat digunakan sebagai media pendidikan agama, politik, kependudukan, kebersihan dan lain sebagainya. Dengan demikian kartun itu bisa memberi motivasi, juga memberi semangat pada orang lain untuk hidup sehat, teratur, tertib dan sebagainya. Komik adalah gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang berdekatan dalam urutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya Mcloud, 2001: 9. Komik bertujuan utama menghibur pembaca dengan bacaan ringan, cerita rekaan yang dilukiskan relatif panjang dan tidak selamanya mengangkat masalah hangat meskipun menyampaikan moral tertentu. Bahasa komik adalah bahasa gambar dan bahasa teks. Dalam situs wikipedia.id.org, komik strip diartikan sebuah gambar atau rangkaian gambar yang berisi cerita. Komik strip ditulis dan digambar oleh seorang kartunis dan diterbitkan secara teratur biasanya harian atau mingguan di surat kabar dan di internet. Dilihat dari cara pembuatannya, ada dua cara pembuatan komik, komik yang dibuat secara sederhana dan komik yang membutuhkan keahlian khusus. Komik sederhana biasanya terdapat dalam surat kabar atau majalah. Jenis ini diberi nama komik strip. Komik ini panjangnya dari yang hanya satu baris gambar di surat kabar dan biasanya 4 kolom, ceritanya sendiri biasanya ringan. Kebanyakan berupa humor yang ada di sekitar kehidupan kita, namun isinya kadang menggelitik yang berisi kritik sosial terhadap masalah sosial yang ada. 13 Universitas Sumatera Utara Bentuknya bisa berupa komik bersambung atau sekali selesai. Pengarang dan penggambar dapat membuat komik semacam ini secara bebas, tanpa harus memikirkan dari segi bisnisnya. Komik-komik ini biasanya jarang yang berwarna dan tidak memerlukan teknik yang rumit, biayanya yang murah dan pembuatannya yang relatif singkat. Tipe komik yang lainnya adalah pembuatannya yang lebih rumit. Komik- komik seperti ini biasanya dipasarkan oleh para penggambar itu sendiri dengan berbentuk buku dan mempunyai alur cerita yang panjang dan rumit. Segi bisnis sangat diperhatikan dalam pembuatan komik-komik seperti ini, sehingga memerlukan orang yang benar-benar ahli dalam pembuatan komik ini dan sering dibuat lebih dari 1 orang. Pada dasarnya, kartunis memiliki tips sendiri dalam menghasilkan sebuah karya. Menurut Soeherman 2007:3, terdapat beberapa langkah membuat komik diantaranya: 1. Mencari ide utama. 2. Membuat narasi cerita. 3. Mendeskripsikan detail tokoh, setting waktu dan tempat. 4. Membuat sketsa tokoh dan environtment. 5. Perwarnaan dan finishing tokoh environtment. 6. Mulai membuat sketsa komik, menentukan kedekatan persamaan dan percakapan. 7. Perwarnaan dan finishing. 14 Universitas Sumatera Utara

BAB II URAIAN TEORITIS

II.1 Komunikasi Massa dan Media Massa

Komunikasi massa mass communication adalah komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa mass media communication Effendy, 2001:20. Para ahli komunikasi membatasi pengertian komunikasi massa pada komunikasi dengan menggunakan media massa, misalnya surat kabar, majalah, radio, televise, atau film. Mass comuunication merupakan proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas, Menurut Gebner Effendy 2005: 22-25, komunikasi missal adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkelanjutan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Joseph A. Devito Effendy 2005: 21 dalam bukunya Communicology: An Introduction to the Study of Communication mengemukakan defenisi komunikasi dalam dua pengertian. Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang dipancarkan melalui pemancar- pemancar baik secara audio maupun visual. Adapun karakteristik komunikasi massa Elvinaro, 204:7-13, pertama, berlangsung satu arah, dimana komunikator tidak mengetahui tanggapan khalayak yang jadi sasarannya. Tidak mengetahui, maksudnya tidak mengetahui waktu proses komunikasi itu berlangsung. Kedua, komunikator pada komunikasi 15 Universitas Sumatera Utara