Analisis Semiotika URAIAN TEORITIS

bahwa prilaku manusia secara fundamental berbeda dengan prilaku alam. Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkontruksi realitas sosial. Cara konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh Karena itu tugas ilmu sosial dalam hal ini mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas. Makna berupa partisipan agen melakukan konstruksi melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis mereka ingin keluar motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah struktural. Hasil pemikiran Weber dari tindakan sosial dan metode verstehende berkembang dibawa oleh beberapa ilmuan menjadi tradisi konstruktivisme. Tradisi ini dikembangkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman, mereka berangkat dari manusia mengkonstruksi realitas sosial dari perfektif subjektif dapat berubah menjadi objektif. Proses konstruk mulai pembiasaan tindakan yang memungkinkan aktor-aktor mengetahui tindakan itu berulang-ulang dan memberikan keteraturan. Hubungan individu dengan institusi bersifat dialektik yang berisi tiga momen yakni,”masyarakat merupakan produk manusia, masyarakat merupakan realitas objektif, manusia produk masyarakat”. Bahwa makna-makna umum dimiliki bersama dan diterima dilihat sebagai dasar dari organisasi sosial. Konstruksi sosial berusaha menyeimbangkan struktur masyarakat dengan individu.

II.3 Analisis Semiotika

Secara etimologis, istilah semitotika berasal dari kata yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefenisikan sebagai sesuatu yang atas 23 Universitas Sumatera Utara dasar konvensi sosial terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Van Zoest mengartikan semiotika sebagai ilmu tanda sign dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya; cara berfungsinya, hubungan dengan kata lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotika itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti Preminger, 2001 dalam Sobur, 2004:95-96. Menurut Barthes, yang menggunakan istilah semiologi, semiotika pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai to signify berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstruksi system terstruktur dari tanda. ada dua aliran yang mempengaruhi semiotika modern yaitu, semiotika komunikasi yang diusung Charles Sanders Pierce dan semiotika signifikasi oleh Ferdinand de Saussure. Pierce melihat tanda representament sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda interpretant. Peran subjek somebody sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pertandaan yang menjadi landasan bagi semiotika komunikasi. Sedangkan Saussure dianggap mengabaikan subjek sebagai agen perubahan sistem bahasa. 24 Universitas Sumatera Utara Peirce mengemukakan teori bsegetiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda sign, objek dan interpretan. Berikut gambar elemen makna Pierce. Sign Interpretant Object Sumber: John Fiske dalam Sobur, Analisis Teks Media, 2004, hlm. 115 Bagan 2.1: Elemen Makna Peirce Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditagkap oleh panca indera manusa dan merupakan sesuatu yang merujuk merepresentasikan hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce dari simbol tanda yang muncul dari kesepakatan, ikon tanda yang muncul dari perwakilan fisik dan indeks tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat. Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau ancuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Interpretan atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Menurut Saussure, tanda terdiri dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified atau petanda. Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakan aspek material dari sebuah tanda, yakni apa yang dikatakan dan 25 Universitas Sumatera Utara apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari signifier. Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan signification. Dengan kata lain, signification adalah upaya dalam memberi makna terhadap dunia. Berikut gambar elemen-elemen makna Saussure: Sign Composed of Signification Referent Signifier Signified External Reality Sumber: John Fiske dalam Sobur, Analisis Teks Media, 2004, hlm. 115 Bagan 2.2: Elemen Makna Peirce Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk emngirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterprestasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut sebagai referent. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretan bedanya untuk signified dan objek untuk signifier, bedanya Saussure memaknai objek sebagai referen dan menyebutkannya sebagai unsure tambahan dalam proses penandaan. Tanda bahasa mempunyai dua segi, signifier atau signified, significant atau signifie. Suatu penanda tanpa petanda tidak akan berarti apa-apa dan karena itu merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda. Menurut 26 Universitas Sumatera Utara Saussure, “signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan,n seperti dua sisi dari sehelai kertas” Sobur, 2004:46. Dalam bukunya Theory of Semiotics, Eco memastikan diri untuk menyelidiki sifat-sifat dinamis tanda. Suatu tanda bukanlah entitas semiotic yang dapat ditawar, melainkan suatu tempat pertemuan bagu unsur-unsur independen yang berasal dari dua sistem yang berbeda dari dua tingkat yang berbeda ungkapan dan isi dan bertemu atas hubungan pengkodean “semiosis tak terbatas”, ini hasil dari fakta bahwa tanda terkait dalam bahasa terkait dengan tanda lain dan suatu naskah selalu menawarkan kesempatan penafsiran yang tak terbatas lebih terkait dengan pengertian interpretan. Tanda itu tidka hanya mewakili sesuatu yang lain dengan demikian memiliki arti seperti yang tercantum dalam kamus, namun juga mesti ditafsirkan. Berkenaan dengan studi semiotika, pusat perhatian pendekatan semiotika adalah pada tanda sign. Menurut John Fiske 1990:60, terdapat tiga area penting dalam studi semiotika, yaitu: 1. Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan berbagai tanda yang berbeda, cara-cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia dengan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dengan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya. 2. Kode atau sistem yang mengorganisisr tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebetuhan suatu 27 Universitas Sumatera Utara masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi untuk mentransmisikannya. 3. Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. Semiotika adalah teori analisis berbagai tanda sign dan pemaknaan signification. Tanda merupakan representasi dari gejala yang memiliki sejumlah criteria seperti nama, peran, fungsi, tujuan, keinginan. Tanda tersebut berada pada kehidupan manusia. Apabila tanda berada pada kehidupan manusia, maka ini berarti tanda dapat pula berada pada kebudayaan manusia dan menjadi sistem tanda yang digunakan sebagai pengatur kehidupan. Oleh karena itu tanda-tanda itu yang berada pada sistem tanda sangat akrab dan melekat pada kehidupa manusia yang penuh dengan maka meaningful seperti tergambar pada bahasa, religi, seni, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Tanda terdapat dimana-mana, kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Peirce menegaskan kita hanya bisa berpikir dengan sarana tanda, tanpa tanda, kita tidak bisa berkomunikasi, Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia dengan melakukan pemilahan antara signifier penanda dan signified petanda. Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna aspek material, yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa. Kedua unsur ini seperti dua sisi dari sekeping mata uang atau selembar kertas. 28 Universitas Sumatera Utara Semua hal bisa menjadi tanda sejauh seseorang menafsirkannya sebaghai sesuatu yang menandai suatu objek meurujuk pada atau mewakili yang lain di luarnya. Kita menafsirkan sesuatu sebagai tanda umumnya secara tidak sadar dengan menghubungkannya dengan suatu sistem yang paling kita akrabi hasil konvensi. Tidak semua gerakan, suara, kata, atau aroma bisa menjadi tanda, namun hal tersebut bisa menjadi tanda ketika ia diberi makna. Tanda adalah hasil asosiasi antara signified dan signifier. Bagi Saussure, hubungan antara petanda dan penanda bersifat arbiter bebas, baik secara kebetulan dan ditetapkan. Sifat arbitaris ini berarti pula bahwa keberadaan sesuatu butir atau sesuatu aturan tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan yang logis. Hubungan signifier dan signified menurut dibagi tiga, yaitu: 1. Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali banda atau realitas yang ditandainya, misalnya foto. 2. Indeks adalah tanda yang kehadirannya menunjukkan adanya hubungan dengan yang ditandai, misalnya asap indeks dari api. 3. Simbol adalah sebuah tanda dimana hubungan antara signifier dan signified semata-mata adalah masalah konvensi, kesepakatan atau peraturan. Stewart L. Tubba dan Sylvia Moss menyatakan komunikasi merupakan proses memahami makna diantara dua orang atau lebih. Demikian pula Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengungkapkan komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna Sobur 2004:255. Brown mendefenisikan makna sebagai kecendrungan total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu 29 Universitas Sumatera Utara bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu atau kalimat. II.4 Pendekatan Roland Barthes Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang mempraktikkan model linguistic dan semiologi Saussurean. Ia berpedapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Barthes membahas sistem pemaknaan tataran keduua yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Menurut Barthes, sistem kedua ini disebut sebagai konotatif, yang secara tegas dibedakan dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama. Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertanda staggered system yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu denotasi dan konotasi Piliang, dalam Semitika Budaya 2004: 94. Denotasi adalah tingkat pertanda yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau aturan dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Makna denotasi dalam hal ini adalah makna yang tampak. Konotasi adalah tingkat petanda yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti artinya terbuka berbagai kemungkinan. Barthes menciptakan makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, dan keyakinan. Konotasi dapat menghasilkan makna lapis kedua yang bersifat implisif, tersembunyi, yang disebut konotatif. 30 Universitas Sumatera Utara Barthes juga melihat makna yang lebih dalam tingkatnya, tetapi lebih bersifat konvensional, yaitu makna-makna yang berkaitan dengan miots. Mitos dalam pemahaman semiotika Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial yang sebetulnya arbiter atau konotatif sebagai sesuatu yang dianggap alamiah. Tingkatan tanda dan makna Barthes dapat digambarkan dalam bagan berikut ini: Sumber: Yasraf Amir Piliang dalam Semiotika Budaya, 2004, hlm. 95 Bagan 2.3: Tingkatan Tanda dan Makna Barthes 1.Signifier penanda 2. Signified Petanda 3.Denotative sign tanda denotative 4. Connotative Signifier Penanda Konotatif 5. Connatative Signified Petanda Denotatif 6. Connotative Sign Tanda Konotatif Sumber: Paul Cobley dan Litza Jasnz dalam Sobur, Analisis Teks Media, 2004, hlm. 69 Bagan 2.4: Peta Tanda Roland Barthes Dari peta tanda Barthes dapat tersebut dapat terlihat bahwa tand denotative 3 terdiri atas penanda 1 dan petanda 2 namun pada saat bersamaan, tanda denotative adalah juga penanda konotatif 4. Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga Tanda Denotasi Konotasi Kode Mitos 31 Universitas Sumatera Utara mengandung kedua bagian tanda denotative yang melandasi keberadaannya. Dibukanya menda pemaknaan konotatif ini memungkinkan pembicaraan tentang metafora dan gaya kiasan lainnya yang hanya bermakna apabila dipahami pada tataran konotatif. Roland Barthes, membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Focus perhatian Barthes lebih tertuju pada gagasan tentang signifikasi dua tahap two order of significations seperti terlihat pada bagan di bawah ini: First Order Second Order Reality Sign Culture Form Content Sumber: John Fiske dalam Sobur, Analisis Teks Media, 2004, hlm. 127 Bagan 2.5: signifikasi dua tahap Roland Barthes Berdasarkan gambar di atas Barthes, seperti dikutip Fiske, signifikasi tahap pertama merupakan hubungan signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang Denotation Myth Connotatio n n Signifier signified 32 Universitas Sumatera Utara terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai- nilai kebudayannya. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap suatu objek. Sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Barthes menjelaskan tahap kedua dari signifikasinya, pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos myth. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitive misalnya, mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa dan sebagainya. Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminitas dan maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan. Lebih lanjut, menurut Barthes, mitos terletak pada sistem tanda tingkat dua penandaan. Setelah sistem tanda-penanda-petanda terbentuk, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudia memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Konstruksi penandaan pertama adalah bahasa, sedang konstruksi penandaan kedua merupakan mitos. Konstruksi penandaan tingkat kedua ini dipahami Barthes sebagai metabahasa. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideology, yang disebut sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Dalam mitos terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda dan tanda, namun sebagai sebuah sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu mata rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga 33 Universitas Sumatera Utara suatu sisetem pemaknaan tataran kedua. Didalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda. Barthes memahami ideologi sebagai kesadaran palsu yang membuat orang hidup di dunia yang imajiner dan ideal, meski realitas hidupnya yang sesungguhnya tidaklah demikian. Ideologi ada selama kebudayaan ada. Kebudayaan mewujudkan dirinya dalam teks-teks dan ideologi pun mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang merembes masuk kedalam teks dalam bentuk penanda-penanda pentingm seperti tokoh, latar, sudut pandang dan lain-lain.

II.5 Kartun-Komik Aplikasi Semiotika Komunikasi