METODOLOGI PENELITIAN “Komik Strip Wak Dul di harian Posmetro Medan” sebagai refleksi peristiwa sosial di masyarakat-sebuah analisis semiotika.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Deskripsi Subjek Penelitian III.1.1 Profil Surat Kabar Harian Posmetro Jawa Pos Grup merupakan salah satu ikon kerajaan media terbesar di Indonesia. Perusahaan media yang dimiliki oleh pengusaha Dahlan Iskan sekarang menjadi direktur utama PT. PLN ini memiliki lebih dari 70-an media di seluruh Indonesia. Perusahaan ini terus menerus melakukan ekspansi pasar, termasuk di Sumatera Utara dengan menerbitkan media lokal. Sekitar tahun 1998, Jawa Pos mulai melirik potensi pasar di Sumatera Utara. Di tahun itu mereka menerbitkan Surat kabar Radar Medan. Selanjutnya, Jawa Pos Grup menerbitkan lagi surat kabar dengan format yang sama. Surat kabar itu diberi nama Radar Nauli. Surat kabar ini lebih ditujukan ke daerah-daerah atau kota yang jauh dari Medan, seperti Labuhan Batu dan Tapanuli. Karena itu mereka mencetak lebih awal daripada Radar Medan. Kehadiran Posmetro Medan tidak dapat dilepaskan dari nama Medan Ekspress, Radar Medan serta Radar Nauli. Meski sudah tidak eksis lagi, namun ketiganya adalah cikal bakal Posmetro Medan. Kesemuanya adalah bagian dari strategi bisnis yang dilakukan Jawa Pos Grup untuk menaklukkan pasar pembaca surat kabar di Sumatera Utara yang selama ini dikuasai oleh beberapa surat kabar yang sudah ada sebelumnya. Kru yang mengasuh Posmetro Medan juga merupakan kelanjutan dari kru yang ada di ketiga media tersebut. 50 Universitas Sumatera Utara Sehari-hari, Radar Nauli dan Radar Medan berada dalam kantor yang sama. Percetakannya juga sama. Kru yang bekerja di kedua surat kabar itu merupakan pecahan dari yang ada di Radar Medan. Artinya kru yang ada dibagi menjadi dua. Dan dilakukan penambahan jika terjadi kekurangan jumlah sumber daya. Tanggal 30 September 2001, Surat Kabar Radar dan Radar Nauli ditutup. Sebagai gantinya, Jawa Pos Grup meluncurkan dua surat kabar yang baru yaitu Posmetro Medan dan Sumut Pos. kru yang bekerja di sana juga dipilih dan dipecah dari Radar dan Radar Nauli. Tanggal 2 Oktober 2001 Posmetro Medan terbit pertama sekali sehari setelah edisi perdana Sumut Pos. Posmetro yang mengusung motto: “Criminal News Leader” konsisten menyajikan berita kriminal, seks, supranatural dan olahraga. Surat kabar Posmetro Medan membidik para pembaca dari kalangan menengah ke bawah. Para pembaca utama adalah karyawan kantor, pedagang, mahasiswa, dan kaum profesi yang memiliki pendapatan menengah ke bawah. Posmetro Medan terbit dengan periode tujuh kali seminggu. non stop. Disajikan setiap pagi dengan berita-berita utama seputar kriminal, seksual, dan supranatural. Selain itu Posmetro Medan mengusung isu-isu seputar politik nasional, olahraga, dan hiburan. Dengan target penjualan Posmetro Medan utamanya dipasarkan ke seluruh pelosok kota Medan serta beberapa daerah di Sumatera Utara: Binjai, Langkat, dan Deli Serdang. Bahkan sekarang ini Posmetro sedang memperluas ekspansi pasar ke beberapa daerah lain seperti kota Pematang Siantar dan sekitarnya. 51 Universitas Sumatera Utara Posmetro merupakan pelopor dan ikon dari berita-berita kriminal, dimana sebelumnya belum ada koran atau surat kabar yang memuat berita kriminal dengan sangat spesifik dan lengkap. Sejak kehadiran Posmetro di kota Medan, banyak koran atau surat kabar dengan tema yang sama bermunculan. Tapi hal tersebut tidak mengurangi omzet dari penjualan surat kabar ini. Seiring dengan perkembangan harian ini yang cukup pesat, redaksi dari Posmetro meningkatkan jumlah halamannya dari cuma 10 halaman dengan harga Rp.1000,- sekarang menjadi 16 halaman dengan penambahan-penambahan rubrik-rubrik tertentu dengan harga menjadi Rp.2500,-. Harian Posmetro kemudian menambah komposisinya, yang sekarang ini harian ini menerbitkan rubrik Pro Keadilan, Kabar Lakalantas, iklan dengan halaman lebih khusus, Metro bisnis, Oto Tips, dan Metro Sport. Dengan penambahan komposisi, harian ini semakin komplit. Sehingga sajian berita yang begitu lengkap menjadikan surat kabar ini menjadi lebih “berwarna” dan tentunya meningkatkan jumlah penjualan setiap tahunnya sejak awal terbit. Jika pada awalnya hanya halaman headlinenya yang full color sekarang ini hampir 80 harian ini berwarna yang menjadikan harian ini semakin diminati di Kota Medan dan sekitarnya. III.1.2 Profil Wak Dul Wak Dul pertama kali hadir tepat pada bulan Februari 2010. Komik strip Wak Dul hadir untuk menggantikan komik strip Sebelumnya yang berkarakterkan anak-anak bernama Cimot. Namun atas tuntutan perusahaan, tokoh Cimot yang berkarakterkan anak-anak akhirnya digantikan dengan tokoh 52 Universitas Sumatera Utara Wak Dul yang berkarakter dewasa dan dianggap lebih dekat dengan karakter kebanyakan pembaca. Wak Dul selalu hadir di halaman dua dan dicetak hitam putih dan merupakan sebagai hiburan dan refleksi dari berita-berita yang sedang hangat. Komik Wak Dul hadir setiap hari yang digambar oleh kartunis Bonnique Suhendar Wasya. Bonnique Suhendar Wasya atau yang biasa akrab disapa dengan Boniq, memiliki ketertarikan terhadap kartun sejak era komik yang mulai membludak di pasaran dan mulai digemari oleh kaum muda. Sejak saat itu Boniq senang menggambar hasil dari imajinasi beliau, yang terinspirasi dari komik- komik Jepang yang banyak beredar. Boniq juga merupakan alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, jurusan Ilmu Komunikasi, dimana tempat penulis juga sedang menyelesaikan kuliah saat ini. Menurut Boniq, melalui kartun dapat melakukan kritik, protes, serta kontrol sosial lewat gambar-gambar yang menggelitik, walaupun tidak setajam tulisan wartawan. Ketertarikannya bekerja sebagai kartunis karena bisa sesuai dengan hobi yang ditekuni selama ini. Penggunaan nama Wak Dul sendiri dimaksudkan untuk menghadirkan tokoh kartun yang mempunyai kedekatan dan ikatan emosional dengan masyarakat Medan dan sekitarnya. Wak Dul mempunyai ciri khas bertopi “kupluk” berwarna hitam dan selalu menghisap sebatang rokok di mulutnya. Di dalam komik strip Wak Dul juga terdapat beberapa karakter yang lain seperti, bapak berperut “buncit”, anak-anak dan beberapa karakter tambahan yang mendukung dari tema yang diangkat. 53 Universitas Sumatera Utara Sosok dan karakter Wak Dul digambarkan sebagai seorang laki-laki paruh baya pengangguran, yang selalu berpenampilan sederhana, dan bertingkah konyol dan menyusahkan orang disekitarnya. Proses pembuatan komik strip Wak Dul menggunakan tehnik komputerisasi yang rumit. komik ini dibuat menggunakan software Corel Draw 12, dimana prosesnya lebih praktis dan efisien. Seni grafis dalam komik Wak Dul terlihat sangat menonjol. III.2 Kerangka Konsep Konsep merupakan penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial Singarimbun, 1987: 34. Pembatasan konsep dalam penelitian ini tidak saja untuk menghindari salah maksud dalam memahami konsep penelitian dalam membatasi penelitian, tetapi batasan konsep diperlukan untuk penjabaran penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Bungin, 2005: 92. Kerangka konsep merupakan kemampuan peneliti dalam menyusun konsep operasional yang bertitik tolak pada kerangka teori dan tujuan penelitian. C.S. Morris menjelaskan tiga dimensi dalam analisis semiotika, yaitu dimensi sintaksis, semantik, dan pragmatik Piliang dalam Semiotika Budaya, 2004: 89. Sintaksis berkaitan dengan studi mengenai tanda itu sendiri secara individual atau pun kombinasinya, khususnya analisis ayang bersifat deskriptif mengenai tanda dan kombinasinya. Semantuk adalah studi mengenai relasi antara tanda dan maknanya. Sedangkan pragmatic adalah studi mengenai relasi antara tanda dan 54 Universitas Sumatera Utara penggunanya interpreter, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan tanda secara konkret dalam berbagai peristiwa discourse serta efek atau dampaknya terhadap pengguna. Penelitian ini akan dilakukan pada tingkat semantik yang meneliti pada makna tanda, dimana elemen yang diteliti meliputi struktural, kontekstual, denotasi, konotasi, dan mitos ideologi. Dalam pendekatan ini yang menjadi kerangka acuan adalah pendekatan Roland Barthes dengan signifikasi dua tahap two order of significations. Dimana pada tahap pertama merupakan hubungan antara penanda dan petanda dalam sebuah tanda terhadap relaitas eksternal yang disebut denotasi. Pada tahap kedua yaitu konotasi, yang menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan dan emosi dari pembaca serta nilai-nilai kebudayaan. III.3 Operasional Konsep a. Tanda dan Makna Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, dapat dipersepsi indra. Tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda. Bagi Saussure, tanda merupakan objek fisik sebuah makna atau untuk menggunakan istilahnya, sebuah tanda terdiri atas penanda dan petanda. Penanda adalah citra tanda seperti yang kita persepsi, petanda adalah konsep mental yang diacukan tanda. Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna, forma atau citra tanda itu sendiri, sedangkan signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari signifier, konsep yang direpresentasikan atau konsep mental. Hubungan 55 Universitas Sumatera Utara antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan signification, yaitu suatu upaya dalam pemberian makna terhadap dunia. b. Denotasi Denotasi merupakan interaksi antara signifier dan signified dalam tanda, yang antara tanda dengan referen dalam realitas eksternal. Denotasi dijelaskan sebagai makna sebuah tanda yang defenisional, jelas mudah dilihat dan dipahami atau commonsense. Menurut Berger, makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda Sobur, 2003: 263 Dalam komik Wak Dul yang menjadi makna denotasi adalah tanda-tanda yang terdapat dalam gambar. c. Konotasi Konotasi diartikan sebagai makna yang tersirat, konotasi menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperaso makna yang eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti. Konotasi adalah interaksi yang muncul ketika tanda bertem dengan perasaan dan emosi pembaca pengguna dan nilai-nilai budaya pembaca. Ini sejalan dengan pendapat Arthur Asa Berger yang menyatakan bahwa kata konotasi melibatkan symbol-simbol, historis, dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional Berger dalam Sobur, 2003: 263. Istilah konotasi merujuk pada tanda yang memiliki asosiasi sosio-kultural dan personal. Biasanya berkaitan dengan umur, jenis kelamin, etnik dan sebagainya dari yang menafsirkannya. Tanda lebih terbuka dalam penafsirannya pada konotasi daripada denotasi. Dalam penelitian ini, 56 Universitas Sumatera Utara makna konotatif akan dilihat pada makna yang disampaikan oleh si kartunis berdasarkan penafsiran peneliti. d. Mitos dan Ideologi Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas maupun alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berpikir dari suatu kebudaaan tentang sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Mitos membantu untuk memaknai pengalaman-pengalaman dalam satu konteks budaya tertentu. Bila konotasi merupakan pemaknaan tatanan kedua dari penanda, mitos merupakan kemknaan tatanan kedua dari petanda. Mitos berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu Budiman, 2001 dalam Sobur 2004: 71. Mitos bisa dikatakan sebagai ideology dominan pada waktu tertentu. Denotasi dan konotasi memiliki potensi untuk menjadi ideologi yang bisa dikategorikan sebagai third order of significationi yang oleh Barthes disebut sebagai myth mitos. Barthes berpendapat bahwa mitos melayani fungsi ideologis naturalisasi. Artinya, mitos melakukan naturalisasi budaya, dengan kata lain, mitos membuat budaya dominan nilai-nilai sejarah, kebiasaan dan 57 Universitas Sumatera Utara keyakinan yang dominan terlihat natural, normal, abadi, masuk akal, objektif dan benar secara apa adanya. Ideologi dapat ditemukan dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi yang terdapat di dalamnya. III.4 Metodologi Penelitian III.4.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika. Penelitian kualitatif dimaksud sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Selanjutnya, dipilihnya penelitian kualitatif karena kemantapan peneliti dapat memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk melakukan penafsiran terhadap fenomena sosial. Metodologi penelitian yang dipakai adalah multi metodologi, sehingga sebenarnya tidak ada metodologi yang khusus. Para periset kualitatif dapat menggunakan semiotika, narasi, isi, diskursus, arsip, analisis fonemik, bahkan statistik Salim, 2006: 98. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis semiotika. Ada tiga jenis masalah yang akan diulas dalam analisis semiotika yaitu, pertama adalah masalah makna the problem of meaning. Bagaimana orang memahami pesan? Infomrias apa yang dikandung dalam struktur sebuah pesan? Kedua, masalah tindakan the problem of action atau pengetauan tentang bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga masalah koherensi problem of coherence, yang menggambarkan bagaimana membentuk suatu pola pembicaraan masuk akal logic dan dapat dimengerti sensible. 58 Universitas Sumatera Utara III.4.2. Subjek Penelitian Secara sederhana subjek penelitian dapat diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sesungguhnya dalam sebuah penelitian. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah komik strip Wak Dul yang terbit di harian Posmetro Medan. Komik strip Wak Dul yang akan diteliti dibatasi hanya 7 edisi yang akan dipilih dari edisi-edisi yang terbit antara bulan Juli dan Agustus 2010 pada halaman dua. Pada penelitian ini peneliti mengangkat isu-isu atau peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di masyarakat, di Indonesia ataupun yang terjadi di Kota Medan khususnya. III.4.3 Unit dan Level Analisis Unit analisis merupakan sesuatu yang dapat diamati langsung. Unit analisis pada penelitian ini adalah komik-komik Wak Dul yang diterbitkan harian Posmetro Medanyang dipilih dari bulan Juli-Agustus 2010. Komik strip Wak Dul terbit setiap hari. Sedangkan yang menjadi level analisisnya adalah makna yang terkandung dalam komik-komik Wak Dul. Makna yang akan dilihat dari pemaknaan dua tahap Roland Barthes yakni makna denotasi dan makna konotasi. III.4.4 Metode Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan dayan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Studi documenter, data unit analisis diambil dengan cara mengumpulkan data dari surat kabar Posmetro Medan. 59 Universitas Sumatera Utara 2. Studi kepustakaan, dengan cara studi terhadap literature serta berbagai sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian melalui buku, interne, kliping dan sebagainya. 3. Wawancara, dengan cara melakukan wawancara langsung dengan kartunis komik Wak Dul, agar mengetahui makna dan ide yang terdapat dalam komik strip Wak Dul sehingga mengetahui latar belakang pemunculan ide dan tema yang diangkat. III.4.5 Teknik Analisis Data Analisis data menunjukkan kegiatan penyederhanaan data ke dalam susunan tertentu yang dapat lebih dibaca dan diinterprestasikan. Penelitian ini menganalisis gambar dan teks yang terdapat dalam komik strip Wak Dul. Komik strip Wak Dul akan dipilih tujuh edisi dari sekian banyak yang terbit di harian Posmetro Medan yang dibatasi dari bulan Juli dan Agustus 2010. Setelah itu lalu dianalisis dengan menggunakan kerangka teori Roland Barthes, yaitu signifikasi dua tahap two order of signification, tataran denotasi dan tataran konotasi. Pda tataran denotasi, akan dipertanyakan apa yang digambar dengan melihat pada setiap bingkai yang akan dianalisis dengan melihat tanda yang tampak pada komik strip. Makna yang hadir dalam tataran denotasi ini akan berkembang dan menghasilkan representasi tertentu pada tahap konotasi. Sedangkan pada tataran konotasi, komik strip akan dianalisis pada makna tersirat dan tersurat yang ada dibaliknya. Berdasarkan analisis Barthes, analisis akan dipusatkan pada makna konotatif yaitu bagaimana ia digambarkan, bagaimana pemilihan objek, ilustrasi, balon kata, garis gerak, latar belakang, pemilihan warna dan elemen-elemen lainnya yang terdapat dalam gambar. 60 Universitas Sumatera Utara Selanjutnya analisis akan dilakukan pada level mitos, dengan mempertanyakan apakah pilihan-pilihan dalam komik strip yang ditampilkan menyiratkan adanya pengaruh mitos cara berpikir atau ideologi tertentu berkaitan dengan cara pandang media terhadap tema yang diangkat. 61 Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASAN