Potensi Antikanker dan Identifikasi Fraksi Drakorodin Jernang Daemonorops draco

POTENSI ANTIKANKER DAN IDENTIFIKASI FRAKSI
DRAKORODIN JERNANG Daemonorops draco

FANINDRA HARDI WILASTRA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Antikanker dan
Identifikasi Fraksi Drakorodin Jernang adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Juni 2013

Fanindra Hardi Wilastra
NIM G44070090

ABSTRAK
FANINDRA HARDI WILASTRA. Potensi Antikanker dan Identifikasi Fraksi
Drakorodin Jernang Daemonorops draco. Dibimbing oleh GUSTINI
SYAHBIRIN dan BUDI ARIFIN.
Pemanfaatan jernang Daemonorops sp. di Indonesia hanya sebagai obatobatan tradisional dan bahan pewarna alami, tetapi jernang (Dracaena sp. dan
Croton sp.) dari beberapa negara lain telah ditemukan potensi lainnya di bidang
farmakologi, antara lain sebagai antikanker. Penelitian ini bertujuan menentukan
daya sitotoksik ekstrak jernang terkait potensinya sebagai antikanker dan
mengidentifikasi fraksi drakorodin sebagai salah satu senyawa antosianin utama
penciri jernang. Penelitian ini meliputi ekstraksi, partisi, fraksionasi, dan uji
toksisitas terhadap larva udang. Nilai LC 50 ekstrak metanol dan etil asetat adalah
70 dan 570 ppm. Fraksionasi ekstrak metanol dengan kromotografi kolom dengan
elusi bergradien n-heksana dan etil asetat menghasilkan 6 fraksi. Spektrum
spektrofotometer ultraviolet-tampak menunjukkan serapan maksimum fraksi 6

pada panjang gelombang 467 nm, yang masih terdapat dalam rentang panjang
gelombang serapan maksimum senyawa antosianin. Identifikasi fraksi ini dengan
kromatografi gas-spektrometer massa membuktikan keberadaan senyawa yang
diduga sebagai drakorodin pada waktu retensi 22.45 menit dengan kelimpahan
4.30%.
Kata kunci: antikanker, Daemonorops sp., drakorodin, jernang

ABSTRACT
FANINDRA HARDI WILASTRA. Anticancer Potency and Identification of
Dracorhodin Fraction in Dragon’s Blood of Daemonorops draco. Supervised by
GUSTINI SYAHBIRIN and BUDI ARIFIN.
Dragon’s blood Daemonorops sp. has been used as traditional medicines
and natural dyes. However, dragon’s bloods of Dracaena sp. and Croton sp. are
well-known to have many pharmacological activities in some other countries,
including anticancer. This research aimed to determine the toxicity of the extract
related to its potential as anticancer and to determine dracorhodin fraction as the
main anthocyanin compound in dragon’s blood. The experiment involved
extraction, partition, fractionation, and brine shrimp lethality test. The LC 50 value
of methanol and ethyl acetate extracts were 70 and 570 ppm, respectively.
Fractionation of the methanol extract by using column chromatography with

gradient elution with n-hexane and ethyl acetate provided 6 fractions. Ultravioletvisible spectrum of the fraction 6 showed a maximum absorbance at 467 nm,
lying in the range of anthocyanin maximum wavelength. Identification by using
gas chromatograph-mass spectrometer proved that the presumed dracorhodin
existed in this fraction, at 22.45 minutes retention time and with 4.30%
abundance.
Key words: anticancer, Daemonorops sp., dracorhodin, dragon’s blood

Judul Skripsi : Potensi Antikanker dan Identifikasi Fraksi Drakorodin Jernang
Daemonorops draco
Nama
: Fanindra Hardi Wilastra
NIM
: G44070090

Disetujui oleh

Dr Gustini Syahbirin, MS
Pembimbing I

Budi Arifin, SSi, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal lulus:

POTENSI ANTIKANKER DAN IDENTIFIKASI FRAKSI
DRAKORODIN JERNANG Daemonorops draco

FANINDRA HARDI WILASTRA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul “Potensi Antikanker dari Identifikasi Fraksi Drakorodin
Jernang Daemonorops draco”. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian
yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Desember 2012 di Laboratorium
Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Gustini Syahbirin,
MS dan Bapak Budi Arifin, MSi selaku pembimbing yang senantiasa memberikan
arahan, dorongan semangat, dan doa kepada penulis selama melaksanakan
penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf
Laboratorium Kimia Organik, Bapak Sabur atas bantuan serta masukan selama
penelitian berlangsung. Terima kasih takterhingga penulis ucapkan kepada
keluarga (Bapak, Ibu, Frici, dan Flandi) dan Liska atas doa, kasih sayang,

motivasi, serta segala dukungan yang telah kalian berikan. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Organik dan
Wisma Cemara, serta keluarga besar Kimia.
Atas segala khilaf dan kekurangan, semoga dapat dibukakan pintu maaf
yang sebesar-besarnya. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak juga perkembangan ilmu pengetahuan.

Juni 2013

Fanindra Hardi Wilastra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Lingkup Kerja
Penentuan Kadar Air

Ekstraksi Jernang
Partisi Ekstrak Jernang
Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang
Fraksionasi Ekstrak Teraktif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Rendemen
Toksisitas In Vitro terhadap Larva Udang
Fraksi Ekstrak Teraktif
Identitas Fraksi Drakorodin Jernang
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

VII
VII
VII
2

2
2
2
3
3
3
4
4
4
4
4
5
7
8
8
8
8
10
16


2

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Buah rotan yang masih diselimuti jernang
Struktur drakorodin
KLT ekstrak metanol jernang dengan eluen terbaik
Fraksi hasil kromatografi kolom ekstrak metanol
Spektrum serapan UV-tampak fraksi 6
Kromatogram GCMS fraksi 6

1
2
6

7
7
8

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7

Diagram alir penelitian
Data kadar air dan rendemen jernang Rambai
Hasil uji toksisitas BSLT ekstrak metanol
Hasil uji toksisitas BSLT ekstrak etil aetat
Nilai probit
Kromatogram lapis tipis pencarian eluen terbaik

Senyawa-senyawa dalam fraksi 6

11
12
13
14
15
15
16

1

PENDAHULUAN
Jernang atau dikenal pula dengan nama dragon’s blood atau darah naga
merujuk warnanya yang merah pekat seperti darah, merupakan resin hasil sekresi
buah rotan jernang (Gambar 1). Jernang menempel pada kulit buah sehingga
memerlukan pemisahan untuk mendapatkan serbuk jernang (Waluyo 2008).
Pemisahan yang lazim dilakukan masih tradisional, yaitu dengan cara menumbuk
dan mengayak. Sumadiwangsa (1973) mengelompokkan jernang sebagai resin
keras, yaitu padatan yang mengilat, berwarna merah, amorf, mudah terbakar
dengan mengeluarkan bau yang khas, serta memiliki bobot jenis 1.18–1.20,
bilangan asam rendah, dan titik cair sekitar 120 °C. Tanaman penghasil jernang di
Indonesia adalah rotan dari kelompok Daemonorops sp.

Gambar 1 Buah rotan yang masih diselimuti jernang
Jernang umumnya dimanfaatkan sebagai bahan pewarna dan obat-obatan.
Penemuan berbagai manfaat lain jernang mengakibatkan permintaan jernang di
pasaran selalu tinggi. Harga jual jernang akhir-akhir ini mencapai Rp1 juta per
kilogram dan menjadi salah satu komoditas ekspor Indonesia. Dalam Lampiran
Permenhut Nomor P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil
Hutan Bukan Kayu Nasional, disebutkan bahwa permintaan jernang dunia
sedikitnya 500 ton/tahun dengan pengembangan pasar masih dikuasai oleh Cina
dan Singapura (Kemenhut RI 2009).
Selain kelompok Daemonorops sp. di Indonesia, dikenal pula jenis jernang
lain yang dihasilkan di luar negeri seperti Dracaena sp. dan Croton sp. yang
memiliki potensi tinggi di bidang farmasi. Gong dan Guo (2008) serta Bayor et al.
(2009) melaporkan bahwa kedua jernang tersebut mengandung senyawa
antimikrob. Selain itu, kedua jernang ini juga memiliki aktivitas antidiare
(Gutierrez et al. 2007) dan antioksidan (Carlsen et al. 2010). Salatino et al. (2007)
mengungkapkan kandungan trans-dehidrokrotonin pada jernang Croton yang
memiliki aktivitas antikanker. Senyawa golongan antosianin yang setelah diuji
secara in vitro mampu menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel kanker
tanpa merusak sel imun.
Jernang Daemonorops sendiri memiliki komponen kimia utama berupa resin
ester dan drakoresino tanol (57–82%). Resin yang berwarna merah mengandung
senyawa-senyawa seperti drakoresena (14%), drakoalban (hingga 2.5%), resin
taklarut (0.3%), residu (18.4%), asam benzoilasetat, dan beberapa pigmen
terutama drakorodin dan nordrakorodin (Purwanto et al. 2005).
Menurut Shi et al. (2009), drakorodin merupakan komponen jernang utama

1

yang memberikan warna dan merupakan turunan senyawa flavonoid
antosianin. Kerangka drakorodin terdiri atas 2 cincin aromatik yang dihubungkan
oleh 3 atom karbon yang juga membentuk cincin ketiga dengan atom oksigen
(Gambar 2). Warna drakorodin yang menyolok disebabkan oleh adanya sistem
ikatan rangkap yang sangat terkonjugasi dan umumnya memiliki aktivitas
antioksidan. Amin dan Moussa (2007) mengemukakan bahwa senyawa golongan
antosianin cenderung memiliki aktivitas antikanker. Radikal bebas sebagai salah
satu faktor penyebab kanker mampu ditangkap oleh sistem ikatan rangkap
terkonjugasi pada antosianin. Sifat antiaoksidan ini menyebabkan antosianin juga
memiliki kemampuan mencegah kanker. Netzel et al. (2005) telah melaporkan
bahwa antosianin dari daun Rosela, yaitu antosianidin-3-glikosida memiliki
aktivitas antikanker.

O

O

O

Gambar 2 Struktur drakorodin
(5-metoksi-6-metil-2-fenil-7H-1-benzopiran-7-on)
Daya sitotoksik jernang Daemonorops draco (jernang Rambai) sebagai
potensi antikanker belum diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
menentukan daya sitotoksik ekstrak jernang tersebut terkait potensinya sebagai
antikanker serta mengidentifikasi fraksi penyusun jernang. Metode metode uji
letalitas larva udang (BSLT) dengan hewan uji Artemia salina Leach hasilnya
telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksik senyawa antikanker.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain alat-alat kaca di laboratorium,
mikropipet, neraca analitik, oven, penguap putar, pengering beku,
spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR), serta kromatograf gas
GC-17A (Shimadzu) yang ditandem dengan spektrometer massa MS QP 5050A
dengan kondisi kerja alat GCMS sebagai berikut: kolom kapiler DB-5 ms (J&W)
(silika 30 m × 250 µm × 0.25 µm); suhu kolom awal 50 °C dinaikkan ke 290 °C
dengan laju 15 °C/menit; gas pembawa helium pada tekanan tetap 7.6411 psi, dan
pangkalan data yang digunakan adalah Wiley 9N tahun 2010.
Bahan-bahan yang digunakan selama penelitian ini di antaranya adalah buah
jernang D. draco dari hutan Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi, dimetil
sulfoksida (DMSO), metanol 80%, etil asetat, kloroform, n-heksana, pelat

2

3

kromatografi lapis tipis (KLT) dengan gel silika G 60 F 254 , gel silika G 60 untuk
kromatografi kolom, dan larva udang A. salina Leach.

Lingkup Kerja
Metode penelitian dilakukan mengikuti diagram alir pada Lampiran 1.
Tahapannya meliputi penyiapan sampel serbuk jernang, penentuan kadar air,
ekstraksi jernang, partisi dan fraksionasi ekstrak jernang, pengujian toksisitas,
serta pencirian senyawa bioaktif.

Penentuan Kadar Air (AOAC 2005)
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 °C selama 60
menit. Selanjutnya cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan
ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 3 g serbuk jernang dimasukkan ke dalam
cawan dan dikeringkan di dalam oven selama 24 jam pada suhu 105 °C. Setelah
didinginkan dalam eksikator sekitar 30 menit, cawan beserta isinya ditimbang.
Kadar air ditentukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo).
Kadar air (%) =

A− B
× 100%
A

Keterangan:
A = bobot bahan sebelum dikeringkan (g)
B = bobot bahan setelah dikeringkan (g)

Ekstraksi Jernang
Sebanyak ±100 g sampel serbuk jernang dimaserasi dalam campuran
metanol-etil asetat 1:1 selama 3×24 jam. Nisbah sampel dengan pelarut 1:3 (b/v).
Ekstrak yang diperoleh disaring dengan kertas saring lalu dipekatkan dengan
penguap putar. Ekstrak pekat ditimbang dan dihitung rendemennya dengan
persamaan sebagai berikut:
Rendemen ekstrak =

a
×100%
(1–kadar air)b

Keterangan:
a = bobot ekstrak (g)
b = bobot contoh awal (g)

Partisi Ekstrak Jernang
Ekstrak pekat dilarutkan dalam 100 mL air lalu dipartisi dengan etil asetat
dengan nisbah 1:3 sehingga diperoleh lapisan air (1) dan lapisan etil asetat.
Setelah dipekatkan dengan penguap putar, lapisan etil asetat dipartisi dengan

43

campuran 1:1 metanol 50% dan n-heksana. Lapisan n-heksana dipekatkan dengan
penguap putar, sedangkan lapisan metanol 50% dipartisi kembali dengan
campuran 1:3 air dan etil asetat. Lapisan etil asetat dipekatkan dengan penguap
putar, sementara lapisan air (2) yang baru saja diperoleh digabungkan dengan
lapisan air (1) dan dipekatkan dengan pengering beku. Masing-masing tahapan
partisi dilakukan 3 kali ulangan. Ekstrak air pekat dimaserasi dengan metanol, lalu
dipekatkan dengan penguap putar.

Toksisitas Ekstrak terhadap Larva Udang
Penetasan Telur A. salina
Telur A. salina yang sudah siap ditetaskan ditimbang sebanyak 0.5 g
kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi air laut yang sudah disaring dan
diaerasi. Telur dibiarkan selama 48 jam di bawah cahaya lampu agar menetas
sempurna. Telur yang telah menetas menjadi larva digunakan untuk uji toksisitas.
Uji Toksisitas terhadap A. salina
Larutan stok ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat dibuat dalam konsentrasi
5000 ppm kemudian diencerkan menjadi 10, 50, 100, dan 500 ppm. Apabila
ekstrak tidak larut, ditambahkan DMSO. Ke dalam multiwell dimasukkan 400 μL
air laut, 10 ekor larva udang dalam 600 μL air laut, dan 1 mL ekstrak. Pengujian
dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Multiwell ditutup dengan kertas aluminium
dan diinkubasi selama 24 jam. Nilai konsentrasi mematikan 50% (LC 50 )
ditentukan dari kurva hubungan antara konsentrasi ekstrak (sumbu x) dan rerata
persen kematian larva udang (sumbu y).
Fraksionasi Ekstrak Teraktif
Pencarian Eluen Terbaik untuk KLT
Ekstrak teraktif jernang ditotolkan pada pelat KLT aluminium dengan fase
diam gel silika G 60 F 254 . Setelah kering, pelat segera dielusi dalam bejana
kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Elusi tahap
pertama dilakukan dengan menggunakan eluen tunggal metanol, aseton, etil
asetat, kloroform, dan n-heksana. Noda hasil elusi masing-masing diamati di
bawah lampu ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 254 nm. Eluen terbaik
ialah yang menghasilkan noda terbanyak dan terpisah dengan baik. Jika terdapat
lebih dari 1 kandidat eluen, maka eluen-eluen tersebut dicampurkan dengan
nisbah tertentu hingga diperoleh campuran eluen terbaik.
Pemisahan dengan Kromatografi Kolom
Kolom kaca dengan panjang 40 cm dan diameter 2.5 cm dikemas dengan gel
silika G 60 . Ekstrak teraktif dimasukkan ke dalam kolom dan dielusi secara gradien
dengan peningkatan polaritas eluen dimulai dari eluen yang paling tidak polar
pada komposisi eluen terbaik. Eluat yang keluar ditampung dalam tabung reaksi
setiap ±3 mL. Eluat dalam setiap tabung kemudian dielusi pada pelat KLT dengan
eluen terbaik untuk mendapatkan pola pemisahan noda. Tabung-tabung dengan

4

nilai R f yang sama digabungkan menjadi 1 fraksi dan dipekatkan dengan penguap
putar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Rendemen
Serbuk jernang memiliki kadar air 5.76% (Lampiran 2). Penentuan kadar air
berguna untuk menentukan cara penyimpanan sampel yang tepat agar terhindar
dari pengaruh aktivitas mikrob. Menurut Winarno (1995), sampel dapat disimpan
dalam jangka waktu lama apabila kadar airnya kurang dari 10%. Oleh karena itu,
serbuk jernang dapat disimpan cukup lama tanpa tercemari oleh mikrob. Kadar air
juga digunakan sebagai faktor koreksi dalam perhitungan rendemen ekstrak
(Harborne 1987). Ekstraksi secara maserasi menghasilkan rendemen ekstrak kasar
60.5% (57.7 g dari 101.21 g sampel).
Partisi bertujuan memisahkan ekstrak berdasarkan tingkat kepolarannya
sehingga memudahkan proses pemurnian selanjutnya dengan kromatografi kolom.
Senyawa polar akan larut dalam lapisan metanol, senyawa semipolar dalam
lapisan etil asetat, dan senyawa nonpolar dalam lapisan n-heksana. Ekstrak
metanol, etil asetat, dan n-heksana diperoleh dengan rendemen berturut-turut
30.19%; 6.23%; dan 0.72% (Lampiran 3). Rendemen ekstrak metanol yang tinggi
menunjukkan tingginya kandungan senyawa polar dan polifenol pada jernang.

Toksisitas In Vitro terhadap Larva Udang
Uji toksisitas dengan metode BSLT digunakan untuk memantau senyawa
bioaktif yang baru dari bahan alam (Mukhtar et al. 2007). Ekstrak metanol
memiliki nilai LC 50 70 ppm (Lampiran 4), sedangkan ekstrak etil asetat 570 ppm
(Lampiran 5). Nilai LC 50 tersebut dihitung dengan metode analisis probit, yaitu
pengubahan nilai rerata konsentrasi dari 3 kali ulangan menjadi nilai tertentu pada
tabel nilai probit (Lampiran 6) untuk kemudian ditentukan regresi linearnya.
Menurut Colegate dan Molyneux (2008), suatu ekstrak dikatakan memiliki
potensi antikanker apabila nilai LC 50 -nya di bawah 1000 ppm. Oleh karena itu,
ekstrak metanol dan etil asetat dapat dikategorikan memiliki potensi antikanker.
Toksisitas ekstrak metanol yang jauh lebih baik dibandingkan dengan ekstrak etil
asetat menunjukkan potensi antikanker yang juga lebih baik. Sifat toksik yang
tinggi dari suatu bahan diperkirakan akan mampu menghambat pertumbuhan,
bahkan membunuh sel-sel kanker (Mukhtar et al. 2007).

Fraksi Ekstrak Teraktif
Ekstrak metanol hasil partisi masih mengandung banyak senyawa kimia
penyusun jernang karena proses pemisahan hanya dilakukan berdasarkan tingkat
kepolaran. Pemurnian lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan kromatografi
kolom. Penentuan eluen terbaik dilakukan dengan memantau noda KLT yang

65

dihasilkan dengan beberapa eluen tunggal dan eluen campuran (Lampiran 7).
Elusi ekstrak dengan menggunakan eluen terbaik n-heksana:etil asetat 8:2 dan
dideteksi di bawah lampu UV 254 nm memunculkan 6 noda (Gambar 3). Eluen
terbaik ini menghasilkan jumlah noda paling banyak dan terpisah dengan baik.
Rf
1
0.94
2
0.80
3
4

0.66
0.36

5

0.24

6

0.06

Gambar 3 KLT ekstrak metanol jernang dengan eluen terbaik
Fraksionasi dengan kromatografi kolom dilakukan dengan elusi gradien
seiring dengan meningkatnya kepolaran dari n-heksana hingga etil asetat.
Komposisi eluen campuran n-heksana-etil asetat yang digunakan berturut-turut
ialah 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 1:1, 4:6, 3:7, 2:8, dan 1:9. Dihasilkan 6 fraksi (Gambar 4),
masing-masing memiliki noda tunggal dengan R f sesuai dengan profil
kromatogram ekstrak metanol (Gambar 3). Setiap fraksi ditampung di dalam botol
vial dan dihitung rendemennya (Tabel 1).

1

2

3

4

5

6

Gambar 4 Fraksi hasil kromatografi kolom ekstrak metanol jernang
Tabel 1 Rendemen fraksi ekstrak metanol jernang
Fraksi Rendemen (%)
1
1.970
2
9.302
3
2.873
4
1.647
5
7.108
6
2.793

6

7

Identitas Fraksi Drakorodin Jernang
Spektrum UV-tampak fraksi 6 memiliki serapan maksimum pada panjang
gelombang di sekitar 467 nm (Gambar 5). Markham (1988) menyatakan bahwa
serapan maksimum senyawa antosianin biasanya berada pada rentang panjang
gelombang 465–560 nm. Berdasarkan hasil ini, fraksi 6 diduga mengandung
senyawa drakorodin dan diidentifikasi lebih lanjut dengan instrumen GCMS.

Gambar 5 Spektrum serapan UV-tampak fraksi 6
Kromatogram GCMS fraksi 6 menunjukkan kandungan senyawa yang
diduga sebagai drakorodin dengan tingkat kemiripan 90% berdasarkan pola
fragmentasi senyawa pada pangkalan data MS. Drakorodin ditunjukkan oleh
puncak pada waktu retensi 22.45 menit dengan kelimpahan 4.30% (Gambar 6).
Namun, masih terdapat banyak puncak lain dengan intensitas tinggi yang
menunjukkan bahwa pemisahan fraksi 6 belum cukup baik. Selain drakorodin,
ditemukan senyawa 3,4-dihidro-5-metoksi-6-metil-2-fenil-2H-1-benzopiran-7-ol
yang juga merupakan salah satu senyawa penciri jernang. Senyawa ini
ditunjukkan oleh puncak pada waktu retensi 23.06 menit dengan kelimpahan
0.98%. Lampiran 8 memuat beberapa senyawa dalam fraksi 6 yang memiliki
puncak dengan intensitas tinggi atau tingkat kemiripan yang baik.
Kelimpahan

Waktu retensi

Gambar 6 Kromatogram GCMS fraksi 6

7

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak jernang mengandung senyawa yang bersifat toksik berdasarkan
metode BSLT. Ekstrak metanol (LC 50 = 70 ppm) lebih toksik dibandingkan
dengan ekstrak etil asetat (LC 50 = 570 ppm). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
jernang memiliki potensi yang cukup baik sebagai antikanker. Pemisahan ekstrak
metanol dengan kromatografi kolom menghasilkan 6 fraksi. Identifikasi fraksi 6
dengan GCMS menunjukkan kandungan drakorodin pada waktu retensi 22.45
menit dengan kelimpahan 4.30%.

Saran
Perlu dilakukan pemisahan lebih lanjut untuk menentukan senyawa tertentu
yang bersifat sitotoksik dan memiliki potensi antikanker. Selain itu, perlu
dilakukan uji antikanker yang lebih spesifik untuk mengukur aktivitas antikanker
sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of
Analysis. Ed ke-18. Arlington: AOAC.
Amin A, Mousa M. 2007. Merits of anticancer plants from the Arabian Gulf
region. Cancer Ther. 5:55-66.
Bayor MT, Gbdema SY, Annan K. 2009. The antimicrobial activity of Croton
membranaceus, a species used in formulations for measles in Ghana. J
Pharmacognosy & Phytother. 1:47-51.
Carlsen MH, Halvorsen BL, Holte K, Bohn SK, Dragland S, Sampson L, Willey
C, Seno H, Umezono Y, Sanada C et al. 2010. The total antioxidant content
of more than 3100 foods, beverages, spices, herbs, and supplements used
worldwide. Nutr J. 9:1-3.
Colegate SM, Molyneux RJ. 2008. Bioactive Natural Products: Detection,
Isolation, and Structural Determination. California (US): CRC Pr.
Gong LJ, Guo SX. 2008. Endophytic fungi from Dracaena cambodiana and
Aquilaria sinensis and their antimicrobial activity. African J Biotechnol.
8:731-736.
Gutierrez SP, Sanchez MAZ, Gonzalez CP, Garcia LA. 2007. Antidiarrheal
activity of different plants used in traditional medicine. African J
Biotechnol. 6:2988-2994.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor.
Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.
[Kemhut RI] Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. 2009. Nomor
P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi Pengembangan Hasil Hutan Bukan
Kayu Nasional. Jakarta (ID): Kemhut RI.

9

8

Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K,
penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari:
Technique of Flavonoid Identification.
Mukhtar MH, Adnan AZ, Pitra MW. 2007. Uji sitotoksisitas minyak atsiri daun
kamanggi (Ocimum basilicum L) dengan metode brine shrimp lethality test
bioassay. J Sains Tek Farm. 12:1-4.
Netzel M, Jansen M, Stras G, Kler A, Kriesl E, Bitsch I, Frank T. 2005.
Pharmacokinetics of anthocyanidin-3-glycosides following consumption of
Hibiscus sabdariffa L. extract. J Clin Pharmacol. 45:203-210.
Purwanto Y, Polosakan R, Susiarti S, Walujo EB. 2005. Ekstraktivisme Jernang
(Daemonorops spp.) dan Kemungkinan Pengembangannya: Studi Kasus di
Jambi, Sumatra, Indonesia. Bogor (ID): LIPI.
Salatino A, Salatino ML, Negri G. 2007. Traditional uses, chemistry and
pharmacology of Croton species (Euphorbiaceae). J Braz Chem Soc. 18:1133.
Shi J, Hu R, Lu Y, Sun C, Wu T. 2009. Single-step purification of dracorhodin
from dragon’s blood resin of Daemonorops draco using high-speed countercurrent chromatography combined with pH modulation. J Sep Sci. 32:40404047.
Sumadiwangsa S. 1973. Klasifikasi dan Sifat Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu.
Laporan No. 28 Departemen Pertanian. Bogor (ID): Direktorat Jenderal
Kehutanan.
Waluyo TK. 2008. Teknik ekstraksi tradisional dan analisis sifat-sifat jernang asal
Jambi. J Lit Hasil Hutan. 26(1):30-40.
Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.

10

Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Penentuan kadar air

Serbuk jernang

Maserasi dengan metanol-etil asetat (1:1)

Ekstrak kasar
Partisi dengan H2O-etil asetat (1:3)

Lapisan etil asetat

Lapisan air (1)

Partisi dengan metanol 50%-n-heksana (1:1)

Ekstrak n-heksana

Lapisan metanol 50%
Partisi dengan H2O-etil asetat (1:3)

Ekstrak etil asetat

Dipekatkan dengan
pengering beku

Lapisan air (2)

Maserasi dengan metanol

Ekstrak metanol

Uji toksisitas BSLT
Ekstrak teraktif
Fraksionasi dengan kromatografi kolom
Fraksi

Spektro UV-Vis

GCMS

10

11

Lampiran 2 Data kadar air dan rendemen jernang Rambai
Kadar air jernang Rambai
Bobot (g)
Awal (A)
Akhir (B)
3.021
2.850
3.007
2.844
3.019
2.832
Rerata

Ulangan
1
2
3

Kadar
air (%)
5.66
5.41
6.21
5.76

Contoh perhitungan:
Kadar air (%) =

A–B

×100% =


= 5.76%

3.021 – 2.850
3.021

× 100%

Rendemen partisi ekstrak jernang Rambai
Ekstrak
Bobot (g)
Rendemen (%)
Metanol
31.91
30.19
Etil asetat
6.58
6.23
n-heksana
0.76
0.72

11
12

Lampiran 3 Hasil uji toksisitas BSLT ekstrak metanol
Jumlah larva
awal (ekor)
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Konsentrasi
0

10

50

100

500

750

Jumlah larva
mati (ekor)
0
0
0
0
1
0
3
3
5
6
4
5
10
10
9
10
10
10

Rerata

% kematian

Nilai probit

0

0

-

0.33

3.33

3.12

3.67

36.7

4.67

4.67

46.7

4.92

9.67

96.7

6.88

10

100

8.09

Contoh perhitungan LC 50 :
�=2.507� + 0.380
5 = 2.507� – 0.380
� = 1.843
LC 50 = 101.843
LC 50 = 69.66 ppm

Nilai probit

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

y = 2.507x + 0.380
R² = 0.961

0

0,5

1

1,5

2

2,5
log konsentrasi

3

3,5

12

13

Lampiran 4 Hasil uji toksisitas BSLT ekstrak etil asetat
Jumlah larva
awal (ekor)
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Konsentrasi
0

10

50

100

500

750

Jumlah larva
mati (ekor)
0
0
0
0
0
0
0
2
0
1
4
2
3
3
4
7
6
6

Rerata

% kematian

Nilai probit

0

0

-

0

0

-

0.67

6.7

3.52

2.33

23.3

4.26

3.67

36.7

4.67

6.33

63.

5.33

Contoh perhitungan LC 50 :
� = 1.284� – 1.464
5 = 1.284� – 1.464
� = 2.754
LC 50 = 102.754
LC 50 = 570.16 ppm

6

Nilai probit

5
4
3

y = 1.284x + 1.464
R² = 0.904

2
1
0

0

0,5

1

1,5

2

2,5
log konsentrasi

3

3,5

13
14

Lampiran 5 Nilai probit
%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
90

0
3.72
4.16
4.48
4.75
5.00
5.25
5.52
5.84
6.28
0.00
7.33

1
2.67
3.77
4.19
4.50
4.77
5.03
5.28
5.55
5.88
6.34
0.10
7.37

2
2.95
3.82
4.23
4.53
4.80
5.05
5.31
5.58
5.92
6.41
0.20
7.41

3
3.12
3.87
4.26
4.56
4.82
5.08
5.33
5.61
5.95
6.48
0.30
7.46

4
3.36
3.92
4.29
4.69
4.85
5.10
5.36
5.64
5.99
6.55
0.40
7.51

5
3.36
3.96
4.33
4.61
4.87
5.13
5.39
5.67
6.04
6.64
0.50
7.58

6
3.45
4.01
4.36
4.64
4.90
5.15
5.41
5.71
6.08
6.75
0.60
7.75

7
3.52
4.05
4.39
4.67
4.92
5.18
5.44
5.74
6.13
6.88
0.70
7.75

8
3.59
4.08
4.42
4.69
4.95
5.20
5.47
5.77
6.18
7.05
0.80
7.88

9
3.66
4.12
4.45
4.72
4.97
5.23
5.50
5.81
6.23
7.33
0.90
8.09

Lampiran 6 KLT pencarian eluen terbaik untuk ekstrak metanol

Eluen tunggal
(dari kiri ke kanan: etil asetat, metanol, kloroform, n-heksana, dan aseton)

Eluen campuran nisbah 1:1
(dari kiri ke kanan: metanol-klorofom, kloroform-n-heksana, etil asetat-n-heksana,
kloroform-n-heksana, etil asetat-kloroform, aseton-etil asetat, aseton-kloroform)

14

15

Lampiran 7 Senyawa-senyawa dalam fraksi 6
Waktu
retensi
Senyawa
(menit)
10.74
Asam benzoat
2,6-Di(t-butil)-4-hidroksi-4-metil-2,513.62
sikloheksadiena-1-on
2,5-Sikloheksadiena-1,4-dion, 2,613.69
bis(dimetiletil)
14.29
2(3H)-Furanon, dihidro-5-fenil
15.69
Benzena, 1-metoksi-4-(1-metilpropil)
15.97
Fenol, 4-(1,1,3,3-tetrametilbutil)
17.33
Asam heksadekanoat
Metil oktahidro-5,5-dimetil-1-oksopentalenol
18.31
(1,2-c) furan-3b (1H)-karboksilat
19.03
Asam oktadekanoat
22.45
Drakorodin
2H-1-Benzopiran-7-ol, 3,4-dihidro-5-metoksi-623.06
metil-2-fenil
1,2-Asam benzenadikarboksilat (2-etilheksil)24.01
ester
24.42
Eikosil trifluoroasetat
24.66
1H-Indena, 1-etil, 2,3-dihidro
Fenol, 2-[5-(3-metoksifenil)-(1,3,4)oksadiazol]25.17
2-il

Kelimpahan
(%)

Kemiripan
(%)

1.89

95

0.11

93

0.38

98

0.45
4.01
7.29
5.42

76
72
78
99

1.84

95

2.28
4.30

99
90

0.98

91

1.06

62

1.27
2.01

70
64

1.05

91

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tanggal 7
Oktober 1989 dari pasangan Totok Kartono Waluyo dan Winarlin. Penulis
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Pada tahun 2007 penulis berhasil
menyelesaikan studi di SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten Praktikum
Kimia Organik pada tahun ajaran 2010/2011. Penulis juga pernah aktif sebagai
staf Departemen Pengembangan Kimia dan Seni (PKS) Imasika IPB periode
2009/20010. Bulan Juli–Agustus 2010 penulis berkesempatan melaksanakan
praktik lapangan di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia Balai Lingkungan
Pertanian (Balingtan) Bogor.