Pendugaan Hasil Produksi Jernang Rotan Daemonorops Didymophylla Becc. Berdasarkan Karakteristik Morfometrik

PENDUGAAN HASIL PRODUKSI JERNANG ROTAN
Daemonorops didymophylla Becc. BERDASARKAN
KARAKTERISTIK MORFOMETRIK

RINA WULAN SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Hasil
Produksi Jernang Rotan Daemonorops didymophylla Becc. Berdasarkan
Karakteristik Morfometrik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Rina Wulan Sari
NIM E351130021

RINGKASAN
RINA WULAN SARI. Pendugaan Hasil Produksi Jernang Rotan Daemonorops
didymophylla Becc. Berdasarkan Karakteristik Morfometrik. Dibimbing oleh
AGUS HIKMAT dan YANTO SANTOSA.
Jernang merupakan resin yang terdapat pada permukaan kulit buah rotan
(Daemonorops didymophylla Becc.). Jernang memiliki banyak manfaat
diantaranya digunakan sebagai pewarna vernis, keramik, alat-alat dari batu, kayu,
rotan, kertas, cat, dan bahan obat-obatan. Sejauh ini metode inventarisasi rotan
baru dilakukan pada potensi batang rotan sementara di masyarakat terdapat
pemanfaatan lain dari rotan yaitu pemanenan buah untuk diambil resinnya.
Parameter morfometrik digunakan sebagai alat untuk mengukur potensi rotan
yang ada dalam suatu kawasan dengan melakukan pengukuran pada bagian
diameter batang, panjang batang rotan, jumlah malai dan berat buah dalam setiap

batang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menentukan variabel
morfometrik yang berkorelasi dengan produksi jernang dan merumuskan model
pendugaan produksi jernang dari variabel morfometrik yang berkorelasi.
Data parameter morfometrik yang dikumpulkan berupa: jumlah batang
dalam setiap rumpun, diameter batang, panjang batang, jumlah malai tiap batang,
rata-rata panjang malai, berat buah tiap batang, dan berat serbuk jernang tiap
batang. Uji regresi liniar dengan metode stepwise menggunakan SPSS 16.0
digunakan untuk mengetahui hubungan antara parameter morfometrik rotan
terhadap produksi jernang. Variabel bebas (x) meliputi diameter batang (cm),
panjang batang (cm), jumlah malai tiap batang, panjang malai (cm). Sedangkan
berat buah dan berat jernang merupakan variabel terikat (Y) dengan selang
kepercayaan 95%. Persamaan yang digunakan
Y = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 +
b4x4 + ε.
Sebanyak 35 rumpun D. didymophylla dengan rata-rata 4.48 batang per
rumpun telah diukur parameter morfometriknya. Sebesar 20% sampel terdiri dari
tiga batang per rumpun dan hanya 2.85% diantaranya yang terdiri dari enam dan
sepuluh batang per rumpun. Setiap rumpun kebanyakan hanya memiliki satu
batang dewasa atau batang induk saja yang menghasilkan buah dan hanya 4
rumpun saja yang memiliki lebih dari satu batang dewasa. Ukuran diameter

terkecil yang di peroleh berukuran 0.4 cm dan diameter terbesar yaitu 1.9 cm.
Terdapat tiga batang rotan yang memiliki tinggi lebih dari 15 m. Masing – masing
secara berurutan memiliki panjang 25.8 m, 20.3 m dan 17.5 m. Panjang minimum
batang rotan yang diperoleh di lapangan yaitu 0.65 m. 30.23% batang rotan yang
memiliki jumlah malai sebanyak 3 buah. Panjang malai yang memiliki rata-rata
paling panjang yaitu sebesar 51.3 cm dan yang terpendek yaitu 12 cm.
Penimbangan berat buah minimum yaitu 10 g dan maksimum 500 g. Berat
minimum serbuk murni 0.59 g dan berat maksimum 4.11 g.
Panjang batang berkorelasi negatif terhadap diameter dan nilai korelasinya
tidak signifikan. Nilai korelasi antara panjang batang dengan diameter pada taraf
signifikan 0.05 adalah -0.457. Jumlah malai memiliki korelasi positif dengan
panjang malai dan berat buah. Nilai korelasi pada taraf signifikan 0.01 untuk dua
parameter tersebut sama besar yaitu 0.765. Besar kecilnya ukuran diameter batang
rotan tidak berpengaruh terhadap banyaknya jumlah malai yang dihasilkan dalam

satu batang. Dari hasil analisis regresi dengan metode stepwise yang telah
dilakukan diperoleh model matematika untuk berat buah yaitu Y = -61.318 +
5.743x4 (x4 adalah panjang malai), nilai koefisien korelasinya sebesar 98.4% yang
berarti bahwa panjang malai memengaruhi produksi buah sebesar 98.4% dan
sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.

Model matematika yang dihasilkan untuk berat serbuk murni yaitu Y = -0.251 +
0.087x4 (x4 merupakan panjang malai) dengan koefisien korelasi sebesar 87.3%.
Nilai koefisien regresi berat buah menghasilkan nilai t hitung 22.131 dan t hitung
berat serbuk murni 11.100. Karena nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel dapat
disimpukan bahwa H0 ditolak yang berarti bahwa nilai dugaan Y tidak melalui
sumbu x (0.0).
Kata kunci: jernang, model produksi, parameter morfometrik

SUMMARY
RINA WULAN SARI. Estimation of dragon’s blood production of rattan
Daemonorops didymophylla Becc. based on morphometric characteristics.
Supervised by AGUS HIKMAT and YANTO SANTOSA.
Dragon’s blood is a resin contained in the surface of the skin fruit of rattan
(Daemonorops didymophylla Becc.). Dragon’s blood has many benefits including
use as a dye lacquerware, ceramics, tools of stone, wood, rattan, paper, paints, and
pharmaceuticals. So far the new method of inventory conducted on the potential
rattan cane stalks while in society there are other uses of rattan that is harvesting
the fruit to be picked resin. Morphometric parameters are used as a tool to
measure the potential of rattan that exist within an area by performing
measurements on the trunk diameter, long rattan sticks, panicle number and

weight of fruit in each bar. The goal of this research is to determine the
morphometric variables were correlated with production dragon’s blood and
formulate prediction model dragon’s blood production of morphometric variables
are correlated.
Data collected morphometric parameters such as: the number of stems in
each clump, stem diameter, stem length, number of bunches per stem, fruit weight
of each bar, and the weight of each bar dragon’s blood powder. Linear regression
using stepwise method using SPSS 16.0 is used to determine the relationship
between morphometric parameters of the production dragon’s blood rattan. The
independent variable (x) includes a trunk diameter (cm), stem length (cm),
number of panicle per stem, average length of panicle (cm). While the heavy
weight of the fruit and dragon’s blood is the dependent variable (Y) with 95%
confidence interval. The equation used is Y = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + ε.
A total of 35 clumps D. didymophylla with an average of 4.48 clumps per
rod was measured morfometriknya parameters. 20% sample consisted of 3 stems
per clump and only 2.85% of which consists of 6 and 10 stems per clump. Each
clump mostly has only one adult stem or trunk mains are bearing fruit and only 4
clump who has more than one adult stems. The size of the smallest diameter was
obtained measuring 0.4 cm and the largest diameter is 1.9 cm. There are 3 stems
of rattan which has a height of more than 15 m. Each in sequence has a length of

25.8 m, 20.3 m and 17.5 m. The minimum length of rattan sticks obtained in the
field is 0.65 m. 30.23% rattan rod that has a number of as much as 3 panicles.
Long panicle which have a length largest is 51.3 cm and the shortest is 12 m.
Fruit weighing a minimum of 10 g and a maximum of 500 grams. The minimum
weight of pure powder is 0.59 grams and a maximum weight 4.11 grams.
Stem length was negatively correlated with the diameter and the value not
significant. The correlation value between stem length with diameter on
significant level 0.05 is -0.457. Number of bunches have a positively correlation
with long of panicle and fruit weigh. The value of correlation on significant level
0.01 for two parameters equally with 0.765. The size of the diameter of the stem
rattan does not affect the number of panicles produced in a single stem. From the
results of regression analysis with stepwise method that has been done obtained
mathematical model for the weight of the fruit is Y = -61.318 + 5.743x4 (x4 is long

of panicle), the value of the correlation coefficient of 98.4% (r=0.992) which
means that the number of panicles affects production of fruit 98.4%. The resulting
mathematical model for the weight of pure powder that is Y = -0.251 + 0.087x4
(x4 is long of panicle) with a correlation coefficient of 87.3% (r = 0.934). Fruit
weight regression coefficient values obtained t value is 22.131 and t the weight of
pure powder is 11.100. Because the t value is greater than t table it can be

concluded that the H0 is rejected, which means that the alleged value (Y) not
through the x-axis (0.0).
Keywords: dragon’s blood, morphometric parameters, the production model

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENDUGAAN HASIL PRODUKSI JERNANG ROTAN
Daemonorops didymophylla Becc. BERDASARKAN
KARAKTERISTIK MORFOMETRIK

RINA WULAN SARI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Iwan Hilwan MS

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 – Januari
2015 dengan judul Pendugaan Hasil Produksi Jernang Rotan Daemonorops
didymophylla Becc. Berdasarkan Karakteritik Morfometrik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Hikmat MSc
F.Trop dan Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa DEA selaku pembimbing. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Siat dari kelompok pencari
jernang, Renra Irfani, Jarmis Dikki, Jatendra Togatorop mahasiswa dari Jurusan
Kehutanan Universitas Bengkulu, dan keluarga Bapak Suryono yang telah
memberi tempat tinggal selama pengumpulan data di lapangan. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adik serta seluruh keluarga, atas
segala doa, dorongan semangat dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

Rina Wulan Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

xi


DAFTAR TABEL

1 Jenis data yang diperlukan, cara pengumpulan dan analisis data
5
2 Jumlah Curah Hujan (mm) Menurut Bulan di Kecamatan Kaur Selatan Tahun
2012 – 2013
9
3 Struktur umur dari rumpun batang rotan

14

4
5
6
7
8

16
17
19

20
22

Data Parameter Morfometrik
Nilai korelasi antar variabel morfometrik rotan
Hubungan parameter morfometrik dengan produksi jernang
Hasil analisis regresi linier berganda pada model produksi buah
Hasil analisis regresi linier berganda pada model produksi serbuk

DAFTAR GAMBAR

1 Skema Kerangka Pemikiran

4

2 Morfologi bagian-bagian rotan

12

3 Sebaran jumlah batang tiap rumpun

13

4 Sebaran diameter batang rotan

14

5
6
7
8

15
16
21
22

Grafik urutan ukuran rotan terpanjang
Persentase jumlah malai
Grafik model produksi buah
Grafik model produksi serbuk

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis regresi berat buah dengan parameter morfometrik rotan
2 Hasil analisis regresi berat serbuk dengan parameter morfometrik rotan

28
32

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jernang merupakan resin yang terdapat pada permukaan kulit buah rotan
dewasa. Jernang memiliki banyak manfaat diantaranya digunakan sebagai
pewarna vernis, keramik, alat-alat dari batu, kayu, rotan, kertas, cat, dan bahan
obat-obatan (Dransfield 1974; Januminro 2000; Balitbang Kehutanan 2004).
Menurut Heyne (1987) rotan yang menghasilkan jernang berkualitas bagus hanya
ada lima spesies yaitu Daemonorops draco Blume., Daemonorops didymophilla
Becc., Daemonorops draconcellus Becc., Daemonorops microcantha (Griff)
Mart, Daemonorops matleyi. Distribusi jernang sangat terbatas hanya di bagian
barat Asia Tenggara. Rustiami et al. (2004), Dransfield (1984), dan Dransfield
dan Manokaran (1994) menyatakan bahwa distribusi jernang hanya terbatas di
Malaysia, Thailand, serta Indonesia bagian barat (Sumatera dan Kalimantan).
Lampiran Permenhut Nomor P.19/Menhut-II/2009 tentang Strategi
Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Nasional menyebutkan bahwa
permintaan jernang dunia sedikitnya 500 ton per tahun dengan pengembangan
pasar masih dikuasai oleh Cina dan Singapura (Kemenhut RI 2009). Hal tersebut
membuat nilai jual jernang di pasaran cukup tinggi. Harga jernang di tingkat
petani di pasaran lokal sebesar Rp 400.000,00 – Rp 800.000,00 per kilogram
(Matangaran dan Puspitasari 2012; Hisan 2012; Yetty et al. 2013) sedangkan di
pasar luar negeri seperti di Singapura sebesar US$ 300 per kilogram (Kemenhut
2013). Namun pada saat ini harga jernang sudah jauh lebih tinggi yaitu Rp
3.000.000,00 – Rp 4.000.000,00 per kilogramnya tergantung kemurnian dan
kualitas jernang itu sendiri.
Jernang tidak hanya memiliki manfaat secara ekonomis tetapi juga memiliki
nilai ekologis dan medis. Manfaat ekologis dari rotan jernang yaitu terjaganya
kondisi hutan karena untuk tumbuh rotan jernang mensyaratkan adanya pohon
rambatan. Pohon yang menjadi rambatan jernang antara lain meranti (Shorea sp
dan Hopea sp), kayu huru (Litsea sp), rasamala (Altingia excelsa), karet (Hevea
braziliensis) (Rachman dan Jasni 2006). Selain itu rotan jernang juga memiliki
manfaat dalam menjaga kondisi tanah di sekitar sempadan sungai sehingga rotan
jernang juga banyak ditemui di dekat aliran sungai. Menurut Purwanto et al.
(2011) kondisi lingkungan yang paling disukai adalah daerah lembah dan di
daerah sekitar limpahan air sungai. Dalam pemanfaatan medis, jernang
dimanfaatkan sebagai obat luka, obat sakit gigi, obat sehabis melahirkan (Yetty et
al. 2013).
Direktorat Inventarisasi Hutan Departemen Kehutanan telah menerbitkan
pedoman Inventarisasi Rotan berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Inventarisasi dan Tata Guna Hutan nomor 36/Kpts/VII-2/1989. Pedoman tersebut
digunakan untuk keseragaman dalam pelaksanaan inventarisasi kawasan hutan
berrotan. Inventarisasi rotan terdiri dari inventarisasi rotan secara nasional dan
inventarisasi pada kelompok hutan tertentu. Inventarisasi rotan nasional
menghasilkan data potensi rotan yang bersifat makro yang akan dipergunakan
untuk menyusun rencana tingkat nasional, seperti kemampuan suplai, jumlah
industri yang seharusnya dibangun dengan taksiran devisa. Sementara

2
inventarisasi kelompok hutan menghasilkan data yang bersifat rinci tentang rotan
pada kelompok hutan yang disurvey dan digunakan untuk menyusun rencana
operasional seperti pemungutan tahunan (jatah produksi tahunan) dan penanaman
(Rachman dan Jasni 2006).
Sejauh ini metode inventarisasi rotan baru dilakukan pada potensi batang
rotan sementara di masyarakat terdapat pemanfaatan lain dari rotan yaitu
pemanenan buah untuk diambil resinnya. Menurut Matangaran dan Puspitasari
(2012) dalam satu rumpun terdapat lima batang, diperoleh 2.500 batang per ha.
Menurut masyarakat hanya 60% batang rotang yang dapat berbunga (1500 batang
siap berbunga). Dalam satu batang dapat menghasilkan lima sampai enam malai
buah, pada umumnya dalam satu kali panen hanya tiga malai yang berbuah,
sehingga dapat menghasilkan 4.500 malai buah. Dari 50 malai dapat
menghasilkan 1 kg jernang dan dari 4.500 malai dapat menghasilkan jernang
sebanyak 90 kg/ha. Penelitian terkait morfometrik rotan masih sangat terbatas.
Padahal karakter morfometrik berpengaruh terhadap produksi jernang. Hal inilah
yang menjadi alasan utama penelitian ini perlu dilakukan yaitu untuk melihat ada
tidaknya hubungan karakter morfometrik rotan terhadap produksi jernang.
Rumusan Masalah
Potensi jernang di Desa Gedung Sako Kecamatan Kaur Selatan Kabupaten
Kaur cukup melimpah. Menurut penuturan warga setempat, setiap kali musim
panen tiba, masyarakat dapat mengumpulkan sebanyak 6-9 kg per hari buah rotan
utuh penghasil jernang pada musim panen sela dan sebanyak 15-20 kg per hari
pada musim panen raya. Buah yang dipanen adalah buah yang sudah masak
dengan ciri kulit buah berwarna hitam kemerahan.
Masyarakat selama ini melakukan pemanenan rotan yang berasal dari alam.
Pemanenan yang dilakukan belum berdasar pada kuota panenan yang tersedia
sehingga dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies. Pemungutan hasil hutan
harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian antara lain perlu adanya
pengaturan pemanenan hasil hutan yang didasarkan pada riap rotan. Untuk
menentukan riap panen harus diketahui potensi rotan penghasil jernang yang ada
di alam. Sementara inventarisasi rotan untuk menduga potensi jernang di suatu
kawasan tidaklah mudah karena membutuhkan tenaga dan waktu yang banyak.
Penghitungan potensi rotan penghasil jernang berdasarkan kajian morfometrik
belum pernah dilakukan dan sampai saat ini belum ada pendekatan yang mampu
memperkirakan produksi resin jernang pada beberapa jenis rotan penghasil
jernang.
Parameter morfometrik digunakan sebagai alat untuk mengukur potensi
rotan yang ada dalam suatu kawasan dengan melakukan pengukuran pada bagian
diameter batang, panjang batang rotan, jumlah malai, rata-rata panjang malai dan
berat buah dalam setiap batang. Rotan akan mulai berbuah pada umur 2 tahun,
akan tetapi baru menghasilkan getah jernang setelah berumur 5 tahun. Produksi
jernang tergantung pada jumlah buah yang dihasilkan dalam satu batang rotan.
Semakin banyak buah yang dihasilkan dalam satu batang rotan maka produksi
jernang juga akan lebih banyak. Oleh karena itu pendekatan morfometrik tersebut
di atas diharapkan dapat menduga produksi jernang pada suatu kawasan sehingga
disusunlah beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu:

3
1. Apakah variabel morfometrik dapat digunakan untuk menduga produksi
jernang?
2. Bagaimana merumuskan model pendugaan produksi buah rotan jernang dan
berat serbuk jernang dari variabel morfometrik yang berkorelasi ?
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Menentukan variabel morfometrik yang berkorelasi dengan produksi jernang.
2. Merumuskan model pendugaan produksi jernang dari variabel morfometrik
yang berkorelasi.
Manfaat
Hasil penelitian ini dapat memberi informasi mengenai parameter
morfometrik yang paling berpengaruh terhadap hasil produktivitas jernang
sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelestarian tumbuhan rotan penghasil
jernang yang ada di habitat alaminya.

Kerangka Pikir Penelitian
Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biologi. Parameter
morfometrik memiliki kaitan yang erat dengan morfologi suatu tumbuhan yang
dapat digunakan untuk menduga potensi produksi dari tanaman. Hasil penelitian
yang dilakukan Winarni et al. (2004) menunjukkan bahwa semakin besar diameter
pohon akan menghasilkan biji yang semakin banyak dalam satuan berat (kg).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Zulnely et al. (1998) menyatakan bahwa
terdapat pengaruh nyata secara positif antara lingkaran pohon atau diameter dan
lebar torehan terhadap hasil getah jelutung. Hal tersebut disebabkan oleh semakin
lebar diameter suatu tanaman maka xylem sebagai pengangkut zat hara dan air
dari dalam tanah menjadi lebih besar sehingga zat hara dan air yang terangkut
juga semakin banyak. Hal tersebut mengakibatkan kuantitas fotosintesis semakin
tinggi yang menyebabkan pembentukan buah dan bunga semakin banyak
(Haygreen dan Bowyer 1996).
Kajian terhadap parameter morfometrik dilakukan dengan menghubungkan
antara diameter batang, panjang batang, jumlah malai buah tiap batang dan berat
buah dengan produksi jernang. Uji korelasi akan dilakukan untuk melihat
parameter mana yang memiliki hubungan dengan produksi jernang. Apabila
terdapat hubungan antara pameter morfometrik dengan produksi maka akan
dianalisis dengan regresi linier berganda untuk mendapatkan bentuk model
produksi jernang.

4

Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran

2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Bukit Mangkekal Desa Gedung Sako Kecamatan
Kaur Selatan Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu yang merupakan habitat alami
D.didymophylla Becc. pada bulan Desember 2014 – Januari 2015.
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meteran, tali tambang,
plastik kecil, alat tulis, kaliper, label, kamera, timbangan manual, timbangan
digital, ayakan jarring rapat, plastik, software SPSS 16. Bahan yang digunakan
adalah 35 rumpun jernang.

5
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa peubah yang diamati, metode, dan
analisis data secara ringkas tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data yang diperlukan, cara pengumpulan dan analisis data
Tujuan
Peubah yang
Metode
Analisis
penelitian
diamati
data
Menentukan
- Panjang batang
- Mengukur panjang
- Analisis
parameter
rotan pada setiap
rotan dari pangkal
korelasi
morfometrik
rumpun
hingga bebas pelepah
yang
- berat buah yang
dengan menggunakan
berkorelasi
dihasilkan pada
tali tambang yang
dengan
setiap batang
sudah diberi ukuran
produksi buah
rotan
- Menimbang seluruh
rotan dan berat - Diameter batang
buah yang dihasilkan
serbuk jernang
setinggi 1,5 m
dalam satu batang
pada bagian
rotan
pangkal batang
- Mengukur diameter
- Jumlah malai
batang setinggi 1,5 m
yang sudah
pada bagian pangkal
berbuah dalam
batang
setiap batang
- Menghitung jumlah
- Panjang malai
malai yang sudah
dalam setiap
berbuah dalam setiap
batang
batang.
- Berat serbuk
- Mengukur panjang
pada setiap
malai yang ada pada
batang
setiap batang
- Menimbang berat
serbuk yang dihasilkan
pada setiap batang
Merumuskan
- Panjang batang
- Memilih variabel
- Analisis
model
- Diameter batang
morfometrik rotan
regresi
pendugaan
- Jumlah malai
yang berkorelasi
linier
produksi buah - Panjang malai
berganda
rotan dan berat - Berat buah
dengan
serbuk jernang
metode
dari
variabel
stepwise
morfometrik
yang
berkorelasi

Kegiatan Pra Penelitian
Studi pendahuluan berupa survei awal yang dilakukan untuk mengetahui
gambaran lokasi penelitian dan penyebaran spesies. Untuk mengetahui bentuk

6
morfologi jernang dilakukan studi literatur dan studi koleksi rotan jernang di
Kebun Raya Bogor.
Kegiatan survei dan pengamatan di lapangan dilakukan dengan metode
eksplorasi. Metode eksplorasi dilakukan untuk mengetahui lingkungan tempat
tumbuh jernang dan jenis-jenis pohon yang menjadi rambatan jernang. Jalur yang
digunakan adalah jalur setapak di sepanjang pinggir sungai Mangkekal.
Metode Pengumpulan Data
Metode pemilihan sampel dilakukan secara sengaja berdasarkan rumpun
yang dipanen oleh masyarakat terhadap ukuran morfologi rotan yaitu ukuran
diameter dan ukuran panjang. Data parameter morfometrik yang dikumpulkan
berupa: jumlah batang dalam setiap rumpun, diameter batang, panjang batang,
jumlah malai tiap batang, panjang malai tiap batang, berat buah tiap batang, dan
berat serbuk jernang tiap batang. Teknik pengukuran parameter morfometrik rotan
adalah sebagai berikut:
 Menghitung jumlah batang pada setiap rumpun
 Diameter batang (dalam cm) diukur 1,5 m dari pangkal batang (BPKH
Denpasar 2014).
 Panjang batang (dalam m) diukur dengan menggunakan tali yang disejajarkan
dengan batang rotan dimulai dari pangkal batang sampai bebas pelepah (BPKH
Denpasar 2014) kemudian diukur panjangnya dengan menggunakan meteran.
 Menghitung jumlah malai buah yang terdapat pada setiap batang rotan.
 Mengukur panjang malai yang terdapat pada tiap batang, kemudian
menjumlahkan semua panjang malai dan membagi dengan jumlah malai dalam
satu batang untuk mendapatkan rata- rata panjang malai dalam satu batang.
Setelah pengambilan data lapangan berupa diameter batang, panjang
batang, dan jumlah malai, selanjutnya dilakukan penimbangan pada berat buah
per batang yang sebelumnya sudah dipisahkan dari tangkainya dan penimbangan
serbuk murni atau jernang (dalam g) setelah dilakukan pengekstrakan dari kulit
buah. Pengumpulan data morfometrik dilakukan secara langsung di lokasi
penelitian dengan cara mengukur dan menimbang tiap parameter yang diamati
Analisis Data
Hubungan produksi jernang dengan parameter morfometrik rotan
Penentuan korelasi antar produksi jernang dengan (Y) dengan parameter
morfometrik rotan (x) dilakukan dengan menggunakan uji korelasi pearson.
Pengujian dilakukan dengan bantuan software SPSS 16. Pengujian dilakukan
terhadap 35 sampel rumpun rotan yang terdiri dari 43 batang rotan. Variable
produksi jernang yang diuji adalah Y1 dengan 4 parameter morfometrik yaitu x1,
x2, x3 dan x4 sedangkan Y2 dengan 5 parameter morfometrik yaitu x1, x2, x3, x4,
dan x5 Hipotesa yang dibangun untuk produksi buah:
H0 = Y1 tidak berkorelasi dengan x1/x2/x3/x4
H1 = Y1 berkorelasi dengan x1/x2/x3/x4
Hipotesa yang dibangun untuk produksi serbuk:
H0 = Y2 tidak berkorelasi dengan x1/x2/x3/x4/x5
H1 = Y2 berkorelasi dengan x1/x2/x3/x4/x5

7
Keterangan:
Y1 = produksi buah; Y2 = produksi serbuk; x1 = diameter batang; x2 = panjang
batang; x3 = jumlah malai; x4 = panjang malai; x5 = berat buah
Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan probabilitas (asymptotic
significance) sebagai berikut:
1. Jika probabilitas > 0.05, maka H0 diterima
2. Jika probabilitas < 0.05, maka H0 ditolak atau terima H1
Parameter yang menunjukkan adanya korelasi kemudian dipilih sebagai
variabel produksi buah dan produksi serbuk yang selanjutnya telah dianalisis
menggunakan regresi linier berganda.
Model penduga produksi
Penentuan faktor dominan penentu produksi jernang dianalisis
menggunakan regresi linier berganda dengan metode stepwise yang diolah dengan
bantuan SPSS versi 16 sehingga akan menghasilkan model pendugaan produksi.
Model pendugaan produksi dilihat dari produksi buah dan produksi serbuk.
Parameter morfometrik yang digunakan dalam persamaan regresi yaitu parameter
morfometrik yang memiliki korelasi dengan produksi jernang berdasarkan hasil
uji korelasi pearson.
Persamaan yang digunakan adalah:
Model produksi buah: Y1= b0 + b1x1 + b2x2 +b3x3 + b4x4 + ε
Model produksi serbuk: Y2= b0 + b1x1 + b2x2 +b3x3 + b4x4 + b5x5 +ε
Keterangan:
Y1 = produksi buah; Y2 = produksi serbuk; x1 = diameter batang; x2 = panjang
batang; x3 = jumlah malai; x4 = panjang malai; x5 = berat buah
Model yang telah didapatkan, kemudian akan dilakukan pengujian secara statistik
denga cara:
1. Uji keandalan
Uji keragaman digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman
yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu melihat
seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan
model tersebut (Iriawan dan Astuti 2006). Rumus untuk menghitung R2 adalah:

Keterangan:
JKT = jumlah kuadrat total
JKG = jumlah kuadrat galat
2. Uji statistik t
Uji statistik t adalah uji untuk mengetahui masing – masing variabel bebas
yang berpengaruh terhadap variabel terikatnya. Prosedur pengujian uji statistik t
(Ramanathan 1997) adalah:
H0: βi = 0 atau variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
terikat

8
H1: βi ≠ 0 atau variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat

Jika thit(n-k) < tα/2 maka H0 diterima, artinya variabel bebas (xi) tidak
berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika thit(n-k) > tα/2 maka H1 diterima artinya
variabel bebas (xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).
3. Uji statistik F
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
bersama – sama terhadap viaribel terikat. Prosedur pengujian menurut
Ramanathan (1997) adalah:

Keterangan:
JKK = jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom
JKG = jumlah kuadrat galat
n
= jumlah sampel
k
= jumlah peubah
Hipotesis yang digunakan yaitu:
H0 = β1 = β2 = β3 =…β= 0
H1 = β1 = β2 = β3 =…β ≠ 0
Jika Fhit < Ftabel maka terima H0 yang artinya secara serentak variabel (xi)
tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Jika Fhit > Ftabel maka terima H1 yang
artinya variabel (xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y).
4. Uji asumsi regresi klasik. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah
model yang didapatkan layak atau valid untuk digunakan. Kelayakan model
tersebut dilihat dari:
 Uji normalitas data yaitu dengan menggunakan uji KolmogorovSmirnov
 Uji multikolinearitas dengan menggunakan nilai tolerance dan VIF
 Uji heterokedastisitas dengan menggunakan metode scatter plot
 Uji autokolinearitas dengan menggunakan metode durbin-watson.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Kaur Selatan secara geografis terletak pada 4°36’1.2” - 4° 48’
21.4” Lintang Selatan dan 103°19’2.7” - 103°29’3.8” Bujur Timur. Memiliki
iklim tropis. Jarak dari ibu kota Provinsi Bengkulu ke Kecamatan Kaur Selatan

9
sekitar 260 km dengan luas daratan 92.75 km2 terbagi menjadi 19 desa. Wilayah
Kecamatan Kaur Selatan sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kecamatan
Muara Sahung, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Tetap, dan sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Maje.
Berdasarkan topografinya wilayah Kecamatan Kaur Selatan terletak pada
ketinggian 6 mdpl sampai 42 mdpl. Topografi Kecamatan Kaur Selatan dapat
dibedakan dalam 4 unit topografi yaitu dataran rendah, berbukit – bukit, tepi
pantai atau pesisir, aliran sungai. Kabupaten Kaur memiliki 14 Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang terdiri dari 3 DAS Nasional dan 11 DAS lokal. Ada 2 DAS
lokal yang melewati Kecamatan Kaur Selatan yaitu DAS Tetap dan DAS Sambat.
Berdasarkan banyaknya curah hujan yang terjadi pada tiap tahunnya,
Kecamatan Kaur memiliki iklim tropis. Data curah hujan dapat dilihat seperti
tabel berikut.
Tabel 2 Jumlah Curah Hujan (mm) Menurut Bulan di Kecamatan Kaur
Selatan Tahun 2012 -2013
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Rata – rata

Curah Hujan (mm)
2013
2012
283
139
341
244
132
351
298
194
243
342
106
217
301
95
140
88
191
121
149
31
408
272
294
36
188.83
237.5

Sumber: Kantor Badan Penyuluh Pertanian Kabupaten Kaur (2014)

Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa bulan kering yang terjadi di
Kecamatan Kaur Selatan lebih sedikit bila dibandingkan jumlah bulan basah.
Dalam kurun waktu 1 tahun (tahun 2012) hanya terdapat 2 bulan kering dan 2
bulan lembab, namun pada tahun 2013 tidak terdapat bulan kering atau bulan
lembab sama sekali. Mohr membagi tiga derajat kelembaban yaitu bulan basah (>
100 mm), bulan lembab (60 mm – 100 mm), dan bulan kering (< 60 mm)
(Tjasyono 2004). Hal ini berarti bahwa sepanjang tahun 2013 selalu terjadi hujan
sehingga menyebabkan kelembaban udara juga menjadi tinggi. Kelembaban udara
di Kecamatan Kaur Selatan menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2014 adalah 84.08%.
Masa panen buah rotan penghasil jernang adalah bulan Juni dan Desember
yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Menurut penuturan warga yang

10
melakukan pencarian buah rotan penghasil jernang pada saat curah hujan tinggi
buah rotan yang mereka dapatkan cukup banyak. Hal ini dapat disebabkan karena
pada saat musim hujan tinggi tanah menjadi basah dan lembab sehingga dapat
mempercepat proses pembusukan seresah yang berada di atas tanah untuk
diuraikan oleh organisme pengurai. Seresah yang sudah terurai inilah yang
menjadikan tanah di sekitar tempat tumbuh rotan menjadi subur dan menghasilkan
banyak buah rotan.
Mata pencaharian masyarakat yang tinggal di desa ini adalah bertani dan
berkebun. Dari sektor pertanian tanaman pangan, komoditi yang banyak
dihasilkan adalah padi sawah (luas panen dan produksi: 446 Ha dan 1832.70 ton).
Tanaman palawija yang ada di Kecamatan Kaur Selatan didominasi oleh tanaman
ubi kayu (243 ton), jagung (97 ton), ubi jalar (34 ton), kacang tanah (10 ton) dan
kedelai (2 ton). Produksi tanaman sayuran tertinggi yaitu terung dengan jumlah
produksi sebanyak 3.7 ton sedangkan produksi sayuran lainnya yaitu kangkung
(2.6 ton), cabe (2.5 ton), kacang panjang (2 ton). Sementara dari sektor
perkebunan, kelapa sawit masih merupakan produk unggulan di Kecamatan Kaur
Selatan dengan jumlah produksi 545.20 ton. Selain kelapa sawit daerah ini juga
memiliki hasil perkebunan lain seperti kopi (334 ton), kelapa (291.71 ton) dan
karet (3.75 ton). Jernang belum menjadi produk unggulan di desa ini karena
hasilnya yang masih sedikit (masih mengandalkan persediaan dari alam) bila
dibandingkan dengan hasil produksi tanaman lain. Pada sektor peternakan tercatat
populasi sapi potong 1169 ekor, kerbau 180 ekor, kambing 362 ekor, dan ayam
kampong 8532 ekor (BPS 2014)
Kondisi Bioekologi Rotan Penghasil Jernang
Rotan dapat berbatang tunggal ataupun berumpun. Rumpun terbentuk oleh
berkembangnya tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian
bawah batang. Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek
yang kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield dan
Manokaran 1994). Batang rotan dari genus Daemonorops ditutupi oleh selubung
berduri padat. Diameter batang dengan sarung daun dapat bervariasi dari
milimeter (mm) sampai lebih dari 10 cm (Rustiami 2011). Akar tanaman rotan
memiliki sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuningkuningan atau kehitam-hitaman. Bentuk batang rotan umumnya silindris dan
terdiri dari ruas-ruas yang panjangnya berkisar antara 10 sampai 50 cm. Diameter
rotan berkisar antara 6 sampai 50 mm, bergantung pada spesiesnya. Ruas yang
satu dengan yang lainnya dibatasi oleh buku, tetapi buku ini hanya ada di bagian
luar batang, tidak membentuk sekat seperti pada bambu (Rachman dan Jasni
2006).
Rotan yang digolongkan ke dalam subdivisi Angiospermae kelas
Monocotyledons, sel-selnya seluruhnya diproduksi oleh meristem apikal. Oleh
karena itu pertumbuhan primer oleh meristem apikal pada pucuk dipandang
sebagai aktivitas pertambahan panjang batang dan sekaligus pertambahan
diameter batang. Pertambahan diameter batang terjadi tepat di bawah pucuk,
tetapi pertambahan ini bukan karena pertumbuhan pada kambium vaskuler
melainkan karena bertambah besarnya ukuran sel yang sudah terbentuk di pucuk
(Rachman dan Jasni 2006). Rotan Daemonorops termasuk dalam tipe tumbuhan

11
polikarpik, yaitu tumbuhan yang terus tumbuh dan berbunga sampai terjadi
kerusakan atau mati baik karena penyakit maupun umur tumbuhan yang sudah tua
(Dransfield dan Manokaran 1994).
Rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada buku menutupi
permukaan ruas batang. Pelepah dan tangkai daun melekat pada buku-buku
tersebut. Daun rotan ditumbuhi duri. Daun terdiri dari basis selubung tubular,
selubung daun, yang muncul dari node pada batang. Rotan termasuk tumbuhan
berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Bunga jantan dan bungan
betina terpisah. Malai buah atau tangkai buah muncul dari bagian batang rotan.
Malai ini memiliki bunga yang akan menjadi calon bakal buah bila terjadi
penyerbukan oleh bunga jantan. Setiap batang rotan memiliki lebih dari satu
malai. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan bentuk
rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro 2000)
Rotan jernang yang ada di lokasi penelitian adalah rotan jernang dari spesies
D.didymophylla Becc. Rotan jenis ini merupakan rotan yang berumpun dengan
panjang batang mencapai 15 m. Diameter batang dengan pelepah sebesar 2.5 cm
sedangkan diameter tanpa pelepah mencapai 1.25 cm, panjang ruas 30 cm.
Pelepah daun hijau tua, berduri mengelompok, kadang-kadang merata, duri
berwarna abu-abu sampai hitam, panjang antara 0.4–2.5 cm, bagian pangkalnya
kuning. Lutut tampak jelas. Pembungaan pendek sampai 20 cm, perbungaan
jantan dan betina biasanya sama, pada percabangan pertama segera luruh pada
saat antesis. Tangkai perbungaan dan cabang pertama berduri dengan sebagian
membentuk kelopak, duri sampai 0.5 cm, rakila dan bunga tertutup oleh bulu-bulu
halus yang berwarna merah kecoklatan. Buah ovoid, ukuran sampai 2.5 x 2 cm
(Dransfield 1984, Dransfield dan Manokaran 1994).
Dransfield (1984) menyatakan bahwa di Sabah dan beberapa tempat lain
rotan jenis D.didymophylla Becc. ditemukan pada ketinggial 1000 mdpl (diatas
permukaan laut), cenderung mendukung lereng dan lembah yang lebih rendah,
dan menjadi karakteristik lembah kecil bagian bawah di hutan bukit
Dipterocarpaceae. Namun pada penelitian ini rotan tersebut justru sudah dapat
ditemui mulai pada ketinggian 215 m diatas permukaan laut dengan kondisi
kelerengan antara 20° - 40°. Titik–titik tempat tumbuh rotan yang menjadi lokasi
penelitian memiliki kelembaban antara 60% - 75% dan suhu udara 22°C – 27°C.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Jasni dan Rachman (2006), Purwanto et al.
(2011) dan Soemarna (2009).
Menurut Rachman dan Jasni (2006), pada sistem agroforestri tumbuhan
yang biasanya berada di sekitar rotan jernang meliputi rasamala (Altingia excelsa),
durian (Durio zibetinus), karet (Hevea braziliensis), cengkeh (Syzygium
aromaticum), duku (Lansium domesticum). Hasil pengamatan di lapangan yang
merupakan hutan sekunder, jenis tumbuhan yang ditemui berada di sekitar tempat
tumbuh rotan penghasil jernang yaitu jenis rotan manau (Calamus manan), pulai
(Alstonia scholaris), kulit lantung (Artocarpus elasticus), bayur (Pterospermum
javanicum). Sementara pada hutan yang masih alami jernang banyak ditemui pada
kawasan hutan yang banyak ditumbuhi famili Dipterocarpaceae (Dransfield
1984).
Menurut Thin (1992); Dzung dan Cuong (1996) dalam Binh (2009) rotan
dapat ditemui di beberapa tipe hutan di Vietnam kecuali hutan mangrove. Rotan
jarang ditemukan di hutan batu kapur atau hutan conifer dan bamboo hal tersebut

12
dikarenakan habitat ini tidak cocok atau tidak menguntungkan bagi rotan. Rotan
sebagian besar dapat ditemukan pada daerah terbuka, di tepi hutan, tepi sungai
dan selain itu juga dapat di temukan di pedalaman hutan (Dzung 2000 dalam Binh
2009). Pada hutan sekunder yang sudah terjadi penebangan pohon dan memiliki
sisa tutupan hutan sebesar 40% - 50%, umumnya spesies rotan dapat tumbuh
dengan cepat dan berlimpah (Dzung dan Cuong 1996 dalam Binh 2009).
Pemanenan buah rotan yang dilakukan oleh masyarakat masih bersifat
memanfaatkan persediaan dari alam. Menurut penuturan warga yang mencari
jernang prinsip pemanenan buah rotan adalah siapa yang mendapatkannya maka
dia lah yang memanennya. Hal tersebut sama seperti yang diungkapkan oleh
Sulasmi et al. (2012), Yetty et al. (2013). Pemanenan buah rotan jernang baru
dapat dilakukan setelah tanaman jernang berumur 6-7 tahun. Pemanenan dapat
dilakukan dua kali dalam satu tahun. Panen pertama disebut musim panen agung
atau panen raya pada bulan Juni dan panen kedua disebut sebagai panen selang
pada bulan Desember. Buah yang dipanen adalah buah yang masak karena
buahnya lebih tebal dan kadar lulun (getah atau resin) lebih tinggi (Yetty et al.
2013).
Terdapat dua tipe jernang yang dihasilkan oleh masyarakat yaitu jernang
murni dan jernang campuran. Jernang murni yaitu jernang yang dihasilkan dari
proses penumbukan atau melalui proses penggosokan kulit buah rotan, sedangkan
jernang campuran yaitu jernang yang sudah dicampur dengan damar. Dammar
dipilih menjadi bahan campuran karena memiliki daya rekat yang baik. Bahan lain
yang pada umumnya ditambahkan secara bersama-sama dengan dammar yaitu biji
dan daging buah rotan itu sendiri yang sudah di haluskan sebelumnya. Serbuk
jernang yang murni akan mengeras kurang lebih satu jam setelah dimasukkan
kedalam kantong plastik (Matangaran dan Puspitasari 2012).

Gambar 2 Morfologi bagian-bagian rotan A. batang dengan pelepah, B. batang tanpa
pelepah, C. buah, D. akar, dan E. anakan

13
Karakteristik Morfometrik Rotan Penghasil Jernang
Sebanyak 35 rumpun D.didymophylla dengan rata-rata 4.48 batang per
rumpun telah diukur parameter morfometriknya. Gambar 3 merupakan sebaran
jumlah batang rotan pada tiap – tiap rumpun.
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa tiap rumpun memiliki jumlah batang
yang berbeda-beda, sebesar 20% sampel terdiri dari tiga batang per rumpun dan
hanya 2.85% diantaranya yang terdiri dari enam dan sepuluh batang per rumpun.
Hasil penelitian Sulasmi et al. (2012) jumlah individu dalam satu rumpun rotan
betina berjumlah antara 5 – 20 individu, sedangkan jumlah individu rotan jernang
jantan dalam satu rumpun 3 – 5 individu. Perbedaan jumlah batang dalam setiap
rumpun rotan dapat dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh. rotan yang tumbuh
pada tipe vegetasi yang rapat akan memiliki sedikit jumlah individu tiap
rumpunnya bila di bandingkan rotan yang tumbuh di tipe vegetasi yang tidak
terlalu rapat. Hal ini dapat terjadi karena adanya persaingan mendapatkan unsur
hara untuk proses pertumbuhannya. Rotan Jumlah rotan betina dan rotan jantan
yang tidak seimbang, serta lokasi yang berjauhan antara rotan betina dan rotan
jantan menyebabkan terjadinya reproduksi secara alami sulit terjadi.

Gambar 3 Sebaran jumlah batang tiap rumpun
Beberapa studi telah melaporkan tingkat pertumbuhan batang rotan (Bogh
1996; Van Vankenburg 1997) ditentukan oleh panjang awal batang, tingkat
cahaya dan atau ukuran rumpun. Ukuran maksimum pertumbuhan rotan
kemungkinan terkait dengan struktur hutan. Pengaruh ukuran rumpun pada
pertumbuhan batang secara bertahap menurun dibandingkan dengan anakan,
sementara efek ketersediaan cahaya secara bertahap meningkat terhadap panjang
batang (Binh 2009).
Satu rumpun D. draco biasanya terdiri dari lima batang dan hanya ada satu
batang dewasa yang menghasilkan buah (Matangaran dan Puspitasari 2012). Sama
halnya pada penelitian ini, setiap rumpun kebanyakan hanya memiliki satu batang
dewasa atau batang induk saja yang menghasilkan buah, hanya empat rumpun saja
yang memiliki lebih dari satu batang dewasa. Dua rumpun terdiri dari dua batang
dewasa, yang terdiri dari tiga dan empat batang dewasa masing-masing satu

14
rumpun. Banyaknya batang per rumpun tidak sebanding lurus dengan banyaknya
batang dewasa. Hal ini terlihat dari jumlah batang per rumpun terbanyak yang
ditemui pada peneltian ini yaitu sepuluh batang per rumpun hanya memiliki dua
batang dewasa, sementara pada rumpun lain dengan jumlah tujuh batang per
rumpun memiliki empat batang dewasa. Bahkan terdapat satu rumpun yang terdiri
tiga batang per rumpun semuanya merupakan batang dewasa. Untuk lebih rinci
dapat dilihat seperti Tabel 3.
Tabel 3 Struktur umur dari rumpun batang rotan
Anakan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah sampel
batang dewasa

1
2
6
6
5
4
1
3
3
0
30

Jumlah batang dewasa
2
3
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
1
0
3

1

4
0
0
0
1
0
0
0
0
0

Jumlah sampel
batang dewasa
3
6
6
6
4
3
3
3
1

1

35

Hasil pengukuran diameter pada 35 sampel rumpun rotan yang terdiri dari
43 batang rotan dapat dilihat secara rinci pada Gambar 3. Ukuran diameter
terkecil yang di peroleh berukuran 0.4 cm dan diameter terbesar yaitu 1.9 cm.
Ukuran diameter yang paling banyak ditemui ada 18.60% yang berukuran 1.2 cm,
hal ini sesuai dengan pendapat Witono (2005), Dransfield (1984), Dransfield dan
Manokaran (1994), Dransfield dan Barfod (2013) bahwa ukuran diameter tanpa
pelepah genus Daemonorops adalah 1.25 cm.

Gambar 4 Sebaran diameter batang rotan

15
Hasil pengukuran di lapangan diperoleh tiga batang rotan yang memiliki
tinggi lebih dari 15 m. Masing – masing secara berurutan memiliki panjang 25.8
m, 20.3 m dan 17.5 m. Panjang batang rotan yang diukur adalah panjang dari
pangkal batang hingga batas pelepah paling bawah. Dari hasil pengukuran
dilapangan didapat data panjang maksimum yaitu 25.8 m dan panjang minimum
adalah 0.65 m. Panjang rata – rata batang rotan adalah 7.527 m dengan median 6.5
m. Umumnya rotan dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari 30 m tergantung
pada tinggi pohon rambatannya. Rotan spesies D.didymophilla Becc. ini hanya
memiliki tinggi maksimal 15 m (Witono 2005, Dransfield 1984, Dransfield dan
Manokaran 1994, Dransfield dan Barfod 2013,).
Panjang batang di pengaruhi oleh sifat genetik dan lingkungan tumbuhnya
(Nurmala 1980). Hasil pengukuran tinggi tanaman yang berbeda–beda tersebut di
duga di pengaruhi oleh aktivitas zat pengatur tumbuh pada titik tumbuh apikal
dari tumbuhan rotan. Giberalin merupakan salah satu hormon tumbuh yang tidak
terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Evans 1975).
Giberalin bekerja secara sinergis dengan hormon auksin (Gardner 1991).
Kehadiran hormon giberalin akan meningkatkan kandungan hormon auksin
(Abidin 1983). Selain dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh, batang yang tidak
terlalu tinggi dapat juga disebabkan oleh ruas batang yang pendek (Binh 2009).

Gambar 5 Grafik urutan ukuran rotan terpanjang
Jumlah malai pada tiap individu yang diamati juga berbeda-beda. Terdapat
empat batang rotan yang hanya memiliki satu malai buah dan ada satu batang
rotan yang memiliki sembilan malai buah (Gambar 6). Berdasarkan Matangaran
(2012), satu batang dapat menghasilkan lima sampai enam malai buah dan pada
musim panen umumnya hanya ada tiga malai buah saja. Perbedaan jumlah malai
tersebut dapat disebabkan karena faktor genetik dan faktor lingkungan (Ahmad
2008).

16

Gambar 6 Persentase jumlah malai
Tiap-tiap malai buah yang ada pada setiap batang rotan kemudian
dilakukan pengukuran panjang malai. Dari pengukuran yang telah dilakukan
diperoleh data malai terpanjang dan malai terpendek. Terdapat satu batang rotan
yang memiliki malai terpanjang sebesar 51.8 cm dan yang terpendek yaitu 12 cm.
Panjang pendeknya malai dapat dipengaruhi dari banyaknya unsur hara yang
diperoleh dari tiap-tiap individu dimana tumbuhan tersebut tumbuh. Panjang
malai rotan jenis D. didymophylla umumnya 20 cm namun terkadang dapat
mencapai 50 cm (Dransfield 1984).
Hasil penimbangan buah utuh tanpa malai terdapat empat batang yang
memiliki berat terendahnya (10 gr) menghasilkan berat serbuk murni yang
berbeda-beda yaitu 0.59 g, 0.63 g, 0.76 g, 0.96 g. Hal tersebut dapat disebabkan
dari variasi ukuran buah yang ada pada setiap malai dalam satu batang rotan.
Berat serbuk murni tertinggi 4.11 g berasal dari buah dengan berat 295 g. Serbuk
murni yang dihasilkan dari setiap batang rotan akan maksimal bila buah yang
dipanen sudah tua namun tidak terlalu masak. Hal tersebut seperti yang
diungkapkan oleh Matangaran dan Puspitasari (2012) bahwa bila buah rotan yang
dipetik sudah terlalu masak maka serbuk resin yang terdapat pada kulit buah rotan
akan berkurang. Rata-rata berat buah yang teramati yaitu sebesar 79.744 g dan
rata-rata berat serbuk murni sebesar 1.615 g. Uraian secara jelas dapat dilihat
seperti Tabel 4.
Tabel 4 Data parameter morfometrik
Variabel yang diamati
Mean Nilai maximum Nilai minimum
Panjang (m)
7.527
25.8
0.65
Diameter (cm)
0.919
1.9
0.4
Jumlah tandan (buah)
3.349
9
1
Panjang tandan (cm)
28.397
51.8
12
Berat buah (g/batang)
79.744
500
10
Berat serbuk murni (g/batang)
1.615
4.11
0.59

17
Hubungan antar Parameter Morfometrik
Data yang digunakan dalam analisis korelasi hanya berjumlah 20 sampel
dari 43 sampel yang ada. Sebanyak 23 data yang lainnya merupakan data pencilan
sehingga tidak dapat dipakai. Berdasarkan Tabel 5 panjang batang berkorelasi
negatif terhadap diameter dan nilai korelasinya tidak signifikan. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Selvia et al. (2014). Apabila
terjadi pertambahan ukuran diameter maka panjang batang tidak akan mengalami
pertambahan ukuran panjang karena menurut Rosniawati et al. (2005) diameter
batang yang besar belum tentu didukung oleh tinggi tanaman. Pertumbuhan
panjang pada tumbuhan rotan sangat di pengaruhi oleh hormon auksin dan
hormon tumbuh auksin sangat di pengaruhi oleh sinar matahari yang diterima oleh
tumbuhan (Rosniawati et al. 2005). Intensitas cahaya matahari yang terlalu rendah
atau terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan tinggi tanaman (Sastrawinata
1984).
Tabel 5 Nilai korelasi antar parameter morfometrik rotan

Diameter

Panjang

Jumlah
malai

Panjang
malai

Berat buah

Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

Diameter
(x1)

Panjang
batang
(x2)

Jumlah
malai
(x3)

Panjang
malai
(x4)

Berat
buah
(x5)

1
.
20

- 0.457*
0.043
20

- 0.227
0.336
20

- 0.177
0.456
20

- 0.183
0.440
20

- 0.457*
.043
20

1
.
20

0.185
0.435
20

0.325
0.162
20

0.335
0.148
20

- 0.227
.336
20

0.185
0.435
20

1
.
20

0.765**
0.000
20

0.765**
0.000
20

- 0.177
.456
20

0.325
.162
20

0.765**
0.001
20

1
.
20

1.000**
.000
20

- 0.183
0.440
20

0.335
0.148
20

0.765**
0.001
20

1.000**
0.001
20

1
.
20

*. Korelasi signifikan pada taraf 0.05
**.korelasi signifikan pada taraf 0.01

Panjang batang berkorelasi positif terhadap jumlah malai dengan begitu
semakin panjang batang rotan maka jumlah malai yang dihasilkan juga akan
semakin banyak. Perbedaan panjang batang rotan dapat dipengaruhi oleh
ketersediaan unsur hara. Rotan yang tumbuh pada daerah yang lebih tinggi akan
lambat dalam pertumbuhannya dan sedikitnya produksi buah yang dihasilkan. Hal
ini dimungkinkan karena ketersediaan unsur hara ikut tercuci menuruni bukit pada
saat turun hujan, sehingga rotan yang tumbuh pada bagian lembah akan lebih

18
banyak menerima unsur hara yang akibatnya produksi buah meningkat dan terjadi
pertambahan panjang batang.
Diameter tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan jumlah malai
(P=0.336). Besar kecilnya ukuran diameter batang rotan tidak berpengaruh
terhadap banyaknya jumlah malai yang dihasilkan dalam satu batang rotan karena
pertambahan ukuran besar diameter batang rotan terjadi akibat adanya
pembelaham sel meristem sementara banyaknya jumlah malai dipengaruhi oleh
banyaknya