Hasil Tanaman Produksi Gabah Kering per Plot kg Sifat Kimia dan Biokimia Tanah

PTTmodifikasi budidaya lokal 10.35abc 9.36a 10.49b-e 17.07 PTT 17.09g 14.10f 16.91g 16.03 Budidaya Lokal 9.91ab 10.37a-d 10.35abc 10.21 Rerata O 12.45 11.28 12.58 Keterangan : Angka diikuti notasi huruf dan pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 menurut uji DMRT. Dari tabel 15 terlihat bahwa jumlah anakan produktif tanaman pada sistem tanam PTT modifikasi budidaya lokal dengan pemberian jerami tidak berbeda nyata dengan pemberian jerami pada sistem budidaya lokal. Jumlah anakan produktif pada aplikasi jerami dengan sistem tanam PTT nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan modifikasi budidaya lokal dan budidaya lokal. Selanjutnya pada sistem tanam PTT jumlah anakan produktif akibat perlakuan abu jerami tidak berbeda nyata dengan bokasi jerami namun jumlah anakan produktif pada aplikasi abu jerami dan bokasi jerami nyata lebih tinggi dibandingkan jumlah anakan produktif pada aplikasi jerami segar.

4. Hasil Tanaman Produksi Gabah Kering per Plot kg

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 27. Hasil uji beda rerata diperoleh perlakuan sistem tanam P berinteraksi dengan pemberian jerami O sangat nyata terhadap hasil ubinan per plot tanaman Tabel 16. Tabel 16. Hasil Produksi Gabah Kering per Plot pada Interaksi Perlakuan Sistem Tanam dan Bentuk Jerami yang Berbeda Universitas Sumatera Utara Sistem Tanam Bentuk jerami Rerata P Abu Jerami Bokasi ---------------------------kg---------------------------------- PTT modifikasi budidaya lokal 4.14bc 3.90ab 3.72b 3.92 PTT 9.04d 8.68d 9.10d 8.94 Budidaya Lokal 2.72ab 3.39ab 1.90a 2.67 Rerata O 5.30 5.32 4.91 Keterangan : Angka diikuti notasi huruf dan pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 menurut uji DMRT. Dari Tabel 16 terlihat bahwa hasil per plot tanaman akibat aplikasi abu jerami, jerami segar, dan bokasi jerami pada sistem tanam PTT nyata lebih tinggi dibandingkan hasil per plot tanaman akibat aplikasi abu jerami, jerami segar, dan bokasi jerami pada PTT modifikasi budidaya lokal dan budidaya lokal. Hasil per plot tanaman pada sistem tanam PTT dengan pemberian abu jerami tidak berbeda nyata dengan jerami segar dan bokasi jerami, namun pemberian bokasi jerami menunjukkan hasil per plot tanaman terbanyak. Sementara itu pemberian jerami pada sistem tanam PTT modifikasi budidaya lokal tidak berbeda nyata dengan pemberian jerami pada sistem tanam budidaya lokal, kecuali hasil per plot akibat pemberian bokasi jerami pada sistem PTT modifikasi budidaya lokal nyata lebih tinggi dibandingkan hasil per plot akibat pemberian bokasi jerami pada sistem tanam budidaya lokal. Universitas Sumatera Utara PEMBAHASAN A. Respon Sifat Kimia, Biokimia Tanah Sawah, Serapan Hara, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi pada Sistem Tanam

1. Sifat Kimia dan Biokimia Tanah

Perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi kandungan C-organik tanah. Hal ini dikarenakan pada sistem tanam yang diuji tidak ada aplikasi bahan organik atau diduga aktivitas dekomposisi oleh mikroba tanah belum nyata dalam menghasilkan C-organik tanah, dimana hasil pengamatan terhadap jumlah mikroba juga tidak berbeda diantara ketiga sistem yang diuji. Perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi pH-tanah, namun rerata hasil pengamatan pH-tanah meningkat bila dibandingkan dengan pH-tanah awal yaitu 4,95 sebelum perlakuan Lampiran 9. Hal ini disebabkan karena dalam jangka waktu beberapa minggu setelah penggenangan pada tanah masam pH akan meningkat. Dalam keadaan tergenang hara seperti Fe berada dalam bentuk tereduksi. Proses reduksi merupakan proses yang mengkonsumsi elektron terjadi penurunan Eh dan menghasilkan ion OH - Fe OH dan besi fero sehingga pH meningkat, dengan reaksi sebagai berikut Yoshida, 1981 : 3 + e - FeOH 2 + OH - Eh= 130 mV Pada sistem tanam budidaya lokal, sistem tanam PTT dan PTT modifikasi budidaya lokal dengan pengairan berselang meningkatkan pH tanah, namun pH Universitas Sumatera Utara tanah pada perlakuan PTT lebih rendah dari perlakuan lainnya. Hal ini karena suasana aerob dan anaerob yang bergantian menyebabkan reduksi feri menjadi fero yang menghasilkan OH - Perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi Kapasitas Tukar kation KTK tanah secara statistik. Namun rerata hasil pengamatan KTK tanah pada plot perlakuan meningkat bila dibandingkan dengan KTK tanah awal sebelum perlakuan yaitu 27,5 Cmol tidak semaksimal pada perlakuan budidaya lokal dan PTT modifikasi budidaya lokal. + kg -1 Perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi populasi mikroba namun populasi mikroba cenderung meningkat dari populasi sebelum perlakuan 20 x 10 Lampiran 9. 3 menjadi 30 x 10 3 Aktivitas enzim mikroba selulotik dapat dilihat bahwa perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi aktivitas enzim mikroba meskipun terdapat peningkatan rata-rata aktivitas enzim dibandingkan sebelum perlakuan yaitu dari 47,22 menjadi 55,73 µmL menit CFU Tabel 6. -1 Tabel 7. Rerata aktivitas enzim tertinggi terdapat pada perlakuan sistem tanam PTT 62,95 µmL menit -1 meskipun pada sistem tanam PTT jumlah populasi mikroba lebih rendah yaitu 27 x 10 3 Sistem tanam PTT dengan pengairan berselang mengkondisikan suasana aerob lebih sering dibandingkan daripada sistem budidaya lokal yang selalu tergenang dan dalam keadaan anaerob. Hal ini menyebabkan aktivitas enzim dan CFU. Hal ini dikarenakan bahwa aktivitas enzim berhubungan erat dengan substrat dan kondisi lingkungan mikroba berada. Universitas Sumatera Utara dekomposisi terjadi lebih baik pada sistem tanam PTT dibandingkan pada modifikasi budidaya lokal dan budidaya lokal. Pada suasana aerob dan pH yang optimal aktivitas mikroba melakukan dekomposisi terhadap substrat lebih aktif. Sebahagian besar substrat berasal dari bahan organik merupakan selulosa yang didekomposisi oleh mikroba tanah. Menurut Akhtar, 1998 dalam Susanti 2011 bahwa di alam sebagian besar selulosa 90-96 didegradasi secara aerob dan hanya sebagian kecil didegradasi secara anaerob. Perlakuan sistem tanam tidak mempengaruhi sifat kimia dan biokimia tanah, hal ini diduga perlakuan sistem tanam dengan pengelolaan jarak tanam legowo tegel, umur dan jumlah bibit perlubang tanam, pemupukan BWD-PUTS rekomendasi, pengairan berselang terus menerus non intermitten dilakukan pada lahan dengan kandungan unsur hara utama N, P, dan K pada kriteria sedang Lampiran 9 sehingga kurang respon terhadap pengelolaan tersebut di atas. Selanjutnya tanah dengan tekstur liat memiliki daya sangga yang besar terhadap tindakan perubahan dari luar. Tekstur tanah menentukan kapasitas adsorbsi dan besarnya daya penyangga buffering capacity dari tanah Foth, 1988. Makin halus tanah semakin besar luas permukaan dan daya penyangga sehingga semakin sukar untuk mengalami perubahan.

2. Serapan Hara N, P, K Tanaman S