TINJAUAN PUSTAKA Analisis Keuntungan Usahaternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahaternak Sapi Perah Keberhasilan usahaternak sapi perah tergantung beberapa faktor, yaitu sebagai berikut : 1 sumberdaya manusia, bahwa efisiensi usahaternak tergantung dari peternak yang erat kaitannya dengan penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan teknologi pengelolaan secaraa efisien, 2 sumberdaya alam, bahwa pengadaan bahan makanan berupa hijauan dan penguat memerlukan sumberdaya alam yang memadai, ternak memerlukan pakan hijauan dalam jumlah yang cukup banyak. Oleh sebab itu tersedianya lahan sebagai sumber pakan hijauan sangat diperlukan, 3 sarana penunjang, seperti dukungan dari pihak pemerintah dan swasta. Nuraeni, 2006 Sudono 1999 menyatakan bahwa umumnya para peternak sapi perah di Indonesia cara beternaknya masih berdasarkan atas pengalaman orangtuanya dari generasi ke generasi. Keadaan ini sering dijumpai pada peternak yang sudah bertahun-tahun menjalani usaha ternak sapi perah yang belum mengerti teknik beternak yang baik. Faktor penting untuk sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternaknya sendiri, peternak harus mengetahui bagaimana dan kapan menanamkan modal untuk usaha peternakannya serta dapat menentukan besarnya keuntungan yang didapat dari tiap investasi yang ditanamkan. Pengembangan usaha ternak ini sangat berdampak pada penciptaan lapangan lapangan kerja dan menjanjikan pendapatan tunai, sehingga dapat memotivasi peternak untuk berperan aktif dalam kegiatan agribisnis. Dilihat dari pola pemeliharaannya peternakan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok : 1 Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional. Keterampilan sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu yang relatif terbatas. Ternak pemakan rumput digembalakan di padang umum, di pinggir jalan dan sawah, di pinggir sungai atau di tegalan sendiri. Kalau siang hari diberi minumdan dimandikan seperlunya sebelum dimasukkan ke dalam kandang. Pemeliharaan dengan cara ini dilakukan setiap hari dan dikerjakan oleh anggota kelompok peternak. Pada umunya biaya yang dikeluarkan hanya untuk membeli bibit, pembuatan kandang dan peralatan-peralatan lain. 8 Tujuan utamanya ialah sebagai hewan kerja dalam membajak sawahtegalan, hewan penarik gerobak atau pengangkut beban, sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk. Biasanya hewan yang sudah berumur 4-5 tahun dijual dan jarang sekali ternak besar yang dipotong untuk konsumsi keluarga, kecuali untuk pesat- pesta tertentu. 2 Petenakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersil. Keterampilan yang dimiliki sudah lebih baik. Penggunaan bibit unggul, obat- obatan dan makanan penguat cenderung meningkat. Jumlah ternak yang dimiliki 2-5 ekor ternak besar. Bahan makanan berupa hasil ikutan panenseperti bekatul, jagung, jerami dan rumput-rumputan yang dikumpulkan oleh tenaga dari keluarga sendiri. Tujuan utama memelihara ternak untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri. 3 Peternak komersial. Usaha ini dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai kemampuan dalam segi modal dan sarana produksi dengan teknologi yang mulai maju. Semua tenaga kerja dibayardan makanan ternak terutama dibeli dari luar dalam jumlah yang besar. Tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya. Biaya produksi ditekan serendah mungkin agar dapat menguasai pasar Mubyarto , 1989. Siahaan 2002, menyatakan bahwa peternak memiliki usaha peternakan sapi perah sebagai mata pencaharian utama terdorong oleh alasan sifat ternak sapi perah yang dapat menjamin kontinuitas pendapatan dan tidak bersifat musiman. Hal ini mendorong peternak untuk menjadikan usaha ternak sebagai mata pencarian utama karena adanya kemudahan berupa paket kredit sapi, pasokan pakan, dan penampungan susu seara kolektif oleh koperasi susu. 2.2 Keuntungan Usahaternak Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran. Penerimaan tersebut bersumber dari hasil pemasaran atau penjualan hasil usaha sedangkan pengeluaran merupakan biaya total yang digunakan selama proses produksi Kadarsan, 1995. Keberhasilan usahaternak dapat dilihat dengan cara melakukan analisis pendapatan usahaternak. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan yaitu : a menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan b menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan Hernanto, 1996. 9 Menurut Mastuti 2011 Penerimaan usaha ternak sapi berasal dari beberapa komponen diantaranya adalah penjualan produk utama yaitu susu dan produk sampingan yaitu penjualan ternak pedet jantan dan ternak afkir, kenaikan nilai ternak apabila ternak terseebut tidak dijual. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap biaya penyusutan kandang dan peralatan, tenaga kerja tetap, pajak, sewa tanah, bunga pinjaman dan biaya variabel biaya pakan, tenaga kerja lepas, IB, obat, vitamin, transport, listrik, dan perbaikan sarana Pengeluaran usahaternak adalah semua biaya operasional tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahaternak dan nilai kerja pengelola usahaternak. Pengeluaran ini meliputi : 1 pengeluaran tunai, 2 penyusutan benda fisik, 3 pengeluaran nilai inventaris, dan 4 nilai tenaga kerja yang tidak dibayar. Untuk keperluan analisa pendapatan petani diperlukan empat unsur, yaitu : 1 rata-rata inventaris, 2 penerimaan usahaternak, 3 pengeluaran usahaternak dan 4 penerimaan dari berbagai sumber Hermanto, 1995. Boediono 1990 mengatakan bahwa biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktifitas-aktifitas yang bertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan biaya dibedakan atas beaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap fixed cost adalah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu, sedangkan biaya variabel variable cost adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Komponen biaya tetap meliputi sewa, penyusutan, pajak, dan sebagainya. Biaya ini selamanya sama atau tidak pernah berubah dalam hubungannya dengan jumlah satuan yang diproduksikan. Komponen biaya variabel meliputi biaya-biaya seperti bahan baku dan tenaga kerja langsung. Biaya ini jumlahnya bertambah sesuai dengan bertambahnya volume pruduksi sehingga biaya-biaya per satuannya cenderung berubah juga. Jenis sapi perah yang banyak diternakkan di Indonesia yaitu jenis Friesien Holstein FH. Sapi FH berasal dari provinsi Friesiend, Belanda. Sapi FH memiliki ciri-ciri yaitu warna kulit belang hitam dan putih, memiliki ujung ekor berwarna putih, bentuk kepala yang panjang, dahi seperti cawan, moncong luas, ambing yang besar serta simetris. Sapi FH memiliki berat 675 kg dengan rata-rata 10 produksi susu 5.759 sampai 6.250 kg per tahun. Karakteristik lainnya yaitu memiliki temperamen tenang, kemampuan merumputnya sedang dan waktu masak kelaminnya yang lambat. Kadar lemak susu sapi FH umumnya 3,5 - 3,7 dengan warna lemak kuning membentuk butiran-butiran atau globula Blakely dan Blade, 1994. Pada umunya lama masa laktasi adalah 10 bulan atau 305 hari pada sapi- sapi yang mempunyai selang beranak 12 bulan. Produksi susu total setiap laktasi bervariasi, tetapi pada umumnya puncak produksi dicapai pada umur 6 dan 7 tahun atau pada laktasi ke-3 dan ke-4. Kurva produksi susu dalam satu masa laktasi dapat dilihat pada Gambar 2. Sumber : Blakely dan Blade 1994 Gambar 1. Kurva Produksi Susu Mulai laktasi pertama, produksi susu akan meningkat sampai umur dewasa namun setelah laktasi ke-5 dan seterusnya produksi susu perlahan menurun. Produksi susu pada laktasi pertama adalah 70, laktasi kedua adalah 80, laktasi ketiga 90 dan laktasi keempat 95 dari produksi susu pada umur dewasa dengan selang beranak 12 bulan dan beranak pertama pada umur dua tahun Tyler dan Ensminger, 2006 11 2.3 Penelitian Terdahulu Suherni 2007 meneliti tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat usahaternak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, yang termasuk kedalam faktor pendukung diantaranya sumber daya peternak, populasi sapi kategori laktasi, pemasaran susu, penyediaan bibit sapi perah, dan potensi pasar konsumsi susu. Sedangkan yang termasuk kedalam faktor penghambat diantaranya iklim, keterbatasan lahan, dan limbah ternak. Sumber daya peternak di Kelurahan Kebon Pedes rata-rata sudah 17,9 tahun menjalankan usaha ternaknya. Populasi ternak sapi perah memiliki persentase sapi laktasi sebesar 68,91 . Besar rata-rata pendapatan usahaternak di Kelurahan Kebon Pedes yaitu Rp.30.465.334,16 peternaktahun dengan nilai RC 1,93. Sanjaya 2010 meneliti tentang manfaat ekonomi limbah usahaternak sapi perah Kelompok Ternak Mekar Jaya di Kecamatan Megamendung Bogor. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan pendapatan rata-rata tahunan usahaternak antara peternak yang memanfaatkan limbah kotoran dengan yang tidak memanfaatkan limbah. Nilai limbah usahaternak yang dihasilkan oleh peternak yang memanfaatkan limbah adalah sebesar Rp.2,5 jutatahun. Total pendapatan usahaternak yang memanfaatkan limbah adalah sebesar Rp.10.394.777,00 dengan RC Rasio sebesar 1,36. Sementara total pendapatan usahaternak yang tidak memanfaatkan limbah adalah sebesar Rp.7.815.444 dengan RC Rasio sebesar 1,27. Priska et al. 2013 meneliti tentang Break Even Point BEP usaha ternak sapi perah di kelurahan Pinaras kota Tomohon. BEP dapat dicapai pada penerimaan atau hasil penjualan susu sebanyak 1767, 52 liter per bulan atau pada saat jumlah sapi laktasi sebanyak 10,16 ekor. Ruth et al. 2013 meneliti tentang profitabilitas peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Semarang. Rata-rata keuntungan usaha sapi perah rakyat di Kabupaten Semarang sebesar Rp.9.207.255,00 per tahun atau Rp.767.271,00 per bulan. Rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp.21.181.695, 00 per tahun atau sebesar Rp.1.765.141,00 per bulan, sehingga diperoleh nilai profitabilitas usaha sapi perah sebesar 43,46. 12 13

III. KERANGKA PEMIKIRAN