BAB II PENGATURAN INTERNET BANKING DI INDONESIA
A. Pengaturan Internet Banking Dalam Peraturan Hukum Indonesia
Pengaturan internet banking tentu saja tidak terlepas dari Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 beserta undang-undang perubahannya yakni
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Di dalam peraturan hukum Indonesia, belum ada pengaturan yang khusus dan
jelas mengenai internet banking. Namun, perbincangan tentang perlunya aturan- aturan yang jelas mengatur masalah internet banking sudah marak dikaji dan
dibahas. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik kini cuku mampu mengatur permasalahan-permasalahan hukum dari
sistem internet banking sebagai salah satu layanan perbankan yang merupakan wujud perkembangan teknologi informasi.
Adanya sutu aturan hukum yang khusus mengatur tentang internet banking khususnya tentang perlindungan hukum bagi nasabah pengguna layanan internet
banking tetap diperlukan. Formulasi aturan yang dibutuhkan bukan lagi pada tingkat peraturan dan keputusan, tetapi apabila melihat kompleksitas pokok permasalahannya
antara lain adalah keabsahan transaksi dan kekuatan pembuktian, Sanksi hukum terhadap para pelanggar, sistem keamanan dalam transaksi, yurisdiksi hukum, dan
penyelesaian sengketa. Dimana dibalik keuntungan dari internet banking, ada juga beberapa risiko dari kehandalan teknologi internet banking. Yang paling perlu
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan dalam hal ini adalah tingkat perlindungan hukum bagaimana yang dapat diberikan untuk mencegah dan menanggulangi akibat dari penyelenggaraan internet
banking.
25
Penafsiran hukum ialah suatu upaya yang pada dasarnya menerangkan, menjelaskan, menegaskan baik dalam arti memperluas ataupun membatasi atau
mempersempit pengertian hukum yang ada dalam rangka penggunaannya untuk memecahkan masalah atau persoalan yang sedang dihadapi. Macam-macam
penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum: Meskipun tidak ada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur
tentang internet banking di Indonesia, khususnya tentang perlindungan nasabah pengguna layanan internet banking, kita dapat menemukan peraturan yang berkaitan
dengan internet banking dengan cara menafsirkan peraturan-peraturan tersebut ke dalam pemahaman tentang internet banking, atau mengaitkan peraturan yang satu
dengan peraturan lainnya.
26
a. Penafsiran tata bahasa gramatika
Penafsiran tata bahasa adalah cara penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang, dengan berpedoman pada arti perkataan-perkataan dalam
hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh undang- undang, yang dianut ialah semat-mata arti perkataan menurut tata bahasa atau
kebiasaan, yakni arti dalam pemakaian sehari-hari. b.
Penafsiran sahih resmi, autentik
25
Ibid
26
http:www.bppk.depkeu.go.idwebpajakindex.phpdownload-areacat_view43-diklat-teknis47- dtsd-pajak-ii, diakses tanggal 5 Mei 2010
Universitas Sumatera Utara
Penafsiran sahih adalah penafsiran yang pasti terhadap kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh pembentuk Undangundang. Misalnya arti “malam” dalam
Pasal 98 KUHP yang berarti waktu antara matahari terbenam dari matahari terbit. c.
Penafsiran histories 1
Sejarah hukumannya, yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut.
2 Sejarah undang-undangnya, yang diselidiki maksud pembentuk undang-
undang pada waktu membuat undang-undang itu. d.
Penafsiran sistematis dogmatis Penafsiran sistematis adalah penafsiran memiliki susunan yang berhubungan
dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu maupun dengan undang-undang yang lain.
e. Penafsiran sosiologi
Penafsiran sosiologi adalah penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-undang itu dibuat.
f. Penafsiran ekstensip.
Penafsiran ekstensip ialah penafsiran dengan memperluas arti, kata-kata dalam peraturan itu sehingga sesuatu peristiwa dapat dimaksudkan dalam ketentuan itu.
Misalnya, aliran listrik termasuk benda. g.
Penafsiran restriktif. Penafsiran restriktif ialah penafsiran dengan mempersempit arti kata-kata dalam
suatu undang-undang, misalnya .kerugian. tidak termasuk kerugian yang tidak berwujud seperti sakit, cacat dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
h. Penafsiran analogis
Penafsiran analogis ialah penafsiran pada suatu hukum dengan memberi ibarat kiyas pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu
peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan, kemudian dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.
i. Penafsiran a contrario.
Penafsiran a contrario ialah suatu cara penafsiran undang-undang yang didasarkan pada lawan dari ketentuan tersebut. Contoh: Pasal 34 BW yang menyatakan
bahwa “seorang perempuan tidak diperkenankan menikah lagi sebelum lewat 300 hari setelah perkawinannya terdahulu diputuskan”. Bagaimana dengan laki-laki?
Tidak berlaku karena kata laki-laki tidak disebutkan. Peraturan perundangan tersebut yang dapat dikaitkan dengan internet banking
misalnya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Di dalam Undang-undang ini bahkan tidak ada pasal yang
jelas-jelas mengatur tentang internet banking. Akan tetapi, ada pasal yang mengatur tentang transaksi dengan media internet. Dengan dilakukan penafsiran terhadap
Undang-Undang ini, maka apabila ada pihak-pihak tertentu yang menyalahgunakan media internet dalam transaksi perbankan, maka apabila terjadi permasalahan ataupun
sengketa berkaitan dengan internet banking dan diatur dalam undang-undang ini, maka dapat diselesaikan atau diproses dengan berdasarkan pada ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang ini.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan lainnya yang juga di dalamnya terdapat ketentuan mengenai internet banking adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 915PBI2007 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Internet banking disini disebutkan dengan istilah electronic banking.
Ketentuan pasal yang mengatur secara khusus tentang electronic banking dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 915PBI2007 tersebut adalah Pasal 22 dan Pasal
23. Pasal 22 :
1 Bank yang menyelenggarakan kegiatan Electronic Banking wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
2 Bank harus memberikan edukasi kepada nasabah mengenai produk Electronic Banking dan pengamanannya secara berkesinambungan.
Pasal 23 : 1 Setiap rencana penerbitan produk Electronic Banking baru harus dimuat dalam
Rencana Bisnis Bank. 2 Setiap rencana penerbitan produk Electronic Banking yang bersifat
transaksional wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 dua bulan sebelum produk tersebut diterbitkan.
3 Pelaporan rencana produk Electronic Banking sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak berlaku bagi produk Electronic Banking sepanjang terdapat ketentuan
Bank Indonesia yang secara khusus mengatur persyaratan persetujuan produk tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4 Laporan rencana penerbitan produk sebagaimana dimaksud pada ayat 2 wajib dilengkapi dengan hal-hal sebagai berikut:
a. bukti-bukti kesiapan untuk menyelenggarakan Electronic Banking yang
paling kurang memuat: 1
struktur organisasi yang mendukung termasuk pengawasan dari pihak manajemen;
2 kebijakan, sistem, prosedur dan kewenangan dalam penerbitan produk
Electronic Banking; 3
kesiapan infrastruktur Teknologi Informasi untuk mendukung produk Electronic Banking;
4 hasil analisis dan identifikasi risiko terhadap risiko yang melekat pada
produk Electronic Banking; 5
kesiapan penerapan manajemen risiko khususnya pengendalian pengamanan security control untuk memastikan terpenuhinya prinsip
kerahasiaan confidentiality, integritas integrity, keaslian authentication, non repudiation dan ketersediaan availability;
6 hasil analisis aspek hukum;
7 uraian sistem informasi akuntansi;
8 program perlindungan dan edukasi nasabah.
b. hasil analisis bisnis mengenai proyeksi produk baru 1 satu tahun kedepan.
5 Penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus dilengkapi dengan hasil pemeriksaan dari pihak independen untuk memberikan
pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem Teknologi
Universitas Sumatera Utara
Informasi terkait produk serta kepatuhan terhadap ketentuan dan atau praktek- praktek yang berlaku di dunia internasional.
6 Dalam hal Teknologi Informasi yang digunakan dalam menyelenggarakan kegiatan Electronic Banking dilakukan oleh pihak penyedia jasa maka berlaku
pula ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab IV mengenai penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa Teknologi Informasi.
7 Realisasi rencana penerbitan produk Electronic Banking wajib dilaporkan paling lambat 1 satu bulan sejak rencana dilaksanakan dengan menggunakan format
Laporan Perubahan Mendasar Teknologi Informasi. Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi juga dapat
dikaitkan dengan internet banking, mengingat bahwa penyelenggaraan internet banking pada dasarnya tidak terlepas dari penggunaan jasa telekomunikasi
Dalam rangka memberikan perlindungan kepada nasabah dalam penggunaan layanan internet banking, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen juga dapat dikaitkan dengan penyelenggaraan internet banking. Dalam hal ini, perusahaan yang dimaksud adalah bank, dan konsumen yang
dimaksud adalah nasabah. Dalam prakteknya, ada dua aturan yang digunakan dalam penyelenggaraan
internet banking, yaitu self-regulation dan government regulation. Self regulation merupakan aturan yang biasanya dibentuk oleh para pihak untuk mengantisipasi
terjadinya kekosongan hukum vacuum of law dalam rangka perlindungan nasabah dan bank dalam penggunaan internet banking, sedangkan government regulation
Universitas Sumatera Utara
merupakan aturan yang biasanya dibentuk oleh pemerintah untuk melindungi nasabah dan bank dalam penggunaan internet banking.
Khusus mengenai aturan self-regulation meliputi aturan-aturan substantif yang maksudnya untuk menjamin bahwa konsumen dalam hal ini adalah nasabah
mengetahui bahwa perusahaan bank memenuhi persyaratan yang dibutuhkan oleh konsumen.
27
Meskipun ada aturan self-regulation yang sudah banyak diciptakan oleh masing-masing bank yang menyelenggarakan layanan internet banking, namun
aturan government regulation yang benar-benar mengatur secara khusus mengenai internet banking sangatlah diperlukan. Apalagi dengan adanya aturan self regulation,
maka aturan yang dibuat oleh bank yang satu akan berbeda dengan aturan yang dibuat oleh bank yang lain. Peraturan perundangan yang akan dibentuk itu sebaiknya
memuat aturan-aturan yang jelas mengenai internet banking, khususnya mengenai perlindungan nasabah dalam penggunaan internet banking. Dengan dibuatnya
peraturan perundangan yang jelas dan mengatur secara khusus mengenai internet Pada praktek Perbankan di Indonesia pada umumnya, khususnya dalam hal
internet banking, yang paling sering digunakan adalah self-regulation. Hal ini disebabkan karena Indonesia belum memiliki peraturan yang secara khusus mengatur
internet banking guna melindungi kepentingan nasabah, sehingga bank membuat aturan-aturannya sendiri yang dirasa adil dalam melindungi kepentingan, baik
kepentingan nasabah maupun kepentingan bank.
27
Paula Bruening, “Elements of effetive Self-Regulation for Protection of Privacy”, dikutip dari http:www.ntia.doc.govreportsprivacydraft198dftprin.htm, diakses tanggal 13 Maret 2010
Universitas Sumatera Utara
banking, diharapkan dapat melindungi kepentingan nasabah dan kepentingan bank secara seimbang.
B. Aspek Hukum Internet Banking