Perlindungan Hukum Data Nasabah Dalam Internet Banking (Tinjauan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan)

(1)

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Ajeng Kumalasari NIM : 1110048000036

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H/2014


(2)

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh : Ajeng Kumalasari NIM : 1110048000036

Pembimbing

Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H. NIP. 195510151979031002

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1436H/2014M


(3)

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan telah tercantum sesuai dengan ketentuan yang ada pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya asli saya atau jiplakan karya orang lain, maka saya siap dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 24 April 2014


(5)

Otoritas Jasa Keuangan),Konsentrasi Hukum Bisnis,Fakultas Syariah dan Hukum,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1435 H/2014 M,x+ halaman + 2 halaman daftar pustaka + 27 halaman lampiran.

Penelitian ini merupakan suatu permasalahan yang ada di jaman sekarang dengan peraturan yang baru. Data nasabah internet banking dirasa merupakan bagian dari produk internet banking yang perlu diperhatikan karena data nasabah adalah identitas yang lazim disediakan oleh Nasabah kepada Bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan Bank terutama pada Internet Banking. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk dan upaya perlindungan data nasabah dalam internet banking. Dengan menggunakan metodologi yuridis normatif pendekatan terhadap Undang-Undang OJK dan BI, bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, teknik pengumpulan data berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber, dianalisa menggunakan pengolahan data sekunder. Berdasarkan hasil analisis, data nasabah dalam internet banking membutuhkan perlindungan hukum yang jelas dan pasti serta pengamanan data nasabah secara efektif. Karena perlindungan terhadap konsumen jasa perbankan telah berpindah dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan tidak menutup kemungkinan bahwa peraturan Bank Indonesia masih digunakan selama peraturan OJK belum ada atau tidak bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia.

Kata kunci : Perlindungan Hukum, Data Nasabah, Internet Banking Dosen Pembibing : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H.

Daftar Pustaka : 1993-2011


(6)

Dengan iringan doa dan puji syukur kepada Allah SWT karena izin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam tak lupa penulis hanturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya, karna berkat perjuangannya kita dapat memeluk agama Islam sampai saat ini. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil, juga masukan serta saran. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih Kepada Yang Terhormat :

1. Dr. H. JM Muslimin, M.A dan seluruh jajaran dekanat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Prodi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H. dan Sekertaris Prodi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Abu Tamrin S.H., M.Hum.

3. Dosen Pembimbing Penulis, Dr. Djawahir Hejazziey, S.H.,M.A.,M.H. yang dengan sabar telah membimbing penulis sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini.


(7)

bagian yang membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Keluarga tercinta yang sangat berarti terutama Bapak, Ibu tersayang dan Kakak yang selalu ada dalam keadaan senang maupun sedih dan telah memberi dukungan dalam segala hal.

6. Sahabat-sahabatku dari awal berjuang di Ilmu Hukum dari awal masuk sampai sekarang dari senang maupun duka bersama Hopsah Varah Dini (ocha ganneosha), Siti Anisah (ninis), Defi Satiatika, Ayyida Sabila (abil), Nazia Tunisa Alham (zia), Muhamad Rizky.

7. Yang telah membantu memberi masukan dan saran skripsi ini Liza Tri Kusuma dan Zikri Muliansyah terima kasih atas bimbingan kalian. Segenap mahasiswa Ilmu Hukum angkatan 2010 dan Hukum Bisnis Atiek Af’idata, Apriyanti, Nourma Andriany, Nurfika, serta kawan-kawan lainnya terima kasih banyak atas supportnya.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan skripsi ini, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan dan pengetahuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, 24 April 2014 Penulis


(8)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ... 7

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual ... 9

G. Metode Penelitian... 11

H. Sistematika penelitian ... 14

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH A. Perlindungan Hukum ... 16

B. Data Nasabah ... 23

BAB III INTERNET BANKING A. Perbankan 1. Pengertian Perbankan ... 33

2. Pengertian Nasabah ... 34


(9)

2. Fasilitas Internet Banking ... 43 3. Tipe layanan Internet Banking ... 46 BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH DALAM

INTERNET BANKING

A. Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Nasabah Internet

Banking ... 48 B. Mekanisme Perlindungan Hukum Data Nasabah Internet

Banking ... 52 C. Upaya yang Dilakukan Perbankan dalam Melindungi Data

Nasabah Pengguna Internet Banking ... 55 D. Analisa Kasus ... 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 64 B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 66


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbagai kebijakan yang ada dalam lingkup perbankan di sisi lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus mengalami perkembangan dan kemajuan bidang teknologi. Dengan kehadiran berbagai produk perbankan salah satunya yaitu electronic banking adalah layanan yang memungkinkan nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik antara lain ATM, phone banking, electronic fund transfer, internet banking, mobile phone.

Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kecepatan serta kenyamaan.1Di era yang disebut information age ini, media elektronik menjadi salah satu media andalan untuk melakukan komunikasi dan bisnis industri perbankan saat ini sudah mengandalkan kegiatan operasional berbasiskan pada teknologi informasi salah satu bentuknya berupa internet banking.2

Dengan kehadiran layanan internet banking ini merupakan suatu sarana media alternatif dalam memberikan kemudahan-kemudahan bagi nasabah oleh

1

Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law aspek hukum teknologi informasi, (Bandung: Refika Aditama, 2005), h. 84.

2

Muhamad Djumhana. Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya, 2008), h. 277.


(11)

suatu bank yang ingin menjadikan suatu solusi yang efektif untuk nasabah dalam melakukan transaksi pembayaran apapun dengan mudah, cepat, di mana saja dan kapan saja.

Karakteristik layanan internet banking untuk memfasilitasi transaksi perbankan yang berbeda dengan perbankan secara konvensional menimbulkan dampak negatif dalam hal pengaturan hukum data pribadi nasabah yang berkaitan dengan kerahasiaan bank. Hal ini terlihat bahwa dalam pelaksanaannya pemanfaatan layanan internet banking ini melibatkan banyak pihak, baik pihak perbankan, pihak internet service provider, maupun nasabah perbankan yang bersangkutan.3

Salah satu aspek yang sangat perlu diperhatikan dalam layanan internet banking, yaitu aspek keamanan (security) sehingga nasabah mempercayai layanan tersebut. Selain unsur keamanan internet banking memerlukan persyaratan lainnya yaitu meliputi aplikasi yang mudah digunakan, layanan dapat dijangkau dari mana saja, kapan saja, dan murah, serta dapat diandalkan.

Persoalan yang sering diperdebatkan seperti kerahasiaan (privasi) dan keamanan informasi, ketepatan akumulasi dan menyebarkan informasi (oleh badan medis, polisi, perpajakan dan otoritas yang serupa, bisnis dan institusi pribadi) serta akses informasi (dari catatan yang disimpan oleh otoritas) telah mendapatkan aturan-aturan baru. Efisiensi sistem hukum dan pendidikan hukum

3

Budi Agus Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 186.


(12)

telah dibantu dengan penyesuaian aturan yang mengatur bukti dan pengumpulan, penyimpanan dan pencarian materi-materi yang bersifat melalui teknologi informasi.4

Eksistensi internet banking disamping menjanjikan sejumlah harapan pada saat yang sama juga melahirkan kecemasan-kecemasan baru, antara lain, sering menjadi sasaran empuk kejahatan di dunia maya (cyber crime). Kejahatan di dunia maya yang terjadi dalam internet banking yaitu dengan mencuri data pribadi nasabah terdapat dalam komputer yang menggunakan software illegal.

Salah satu kewajiban bank adalah menjamin kerahasiaan data pribadi nasabah, munculnya pemanfaatan layanan internet banking dalam dunia perbankan semakin mempersulit terjaminnya kerahasiaan data pribadi nasabah tersebut. Berbicara data pribadi nasabah dalam pemanfaatan layanan internet banking dapat meliputi dua aspek yaitu data privacy dan information privacy. Data pribadi didefinisikan sebagai setiap informasi yang berhubungan untuk mengidentifikasikan atau dapat mengidentifikasikan seseorang.5

Keamanan atas data pribadi nasabah merupakan unsur terpenting dalam perbankan karena nasabah memilih bank tertentu untuk melakukan transaksi keuangannya atas dasar kepercayaan pada bank yang telah dipilih oleh nasabah.

4

Assafa Endeshaw. Hukum E-Commerce dan internet, dengan fokus di Asia Pasifik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 28.

5

Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Cet. II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 152


(13)

Dimana perlu adanya jaminan keamanan data pribadi nasabah bisa juga diartikan perlu adanya payung hukum untuk mengatur hal tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, bahwa teknologi komputer diakui telah meningkatkan kecemasan masyarakat dengan kemampuannya dalam hal mengolah informasi. Kemampuan komputer tersebut dapat saja disalahgunakan sehingga dirasakan kebutuhan akan suatu sistem checks and balances untuk mencegah penyalahgunaan kemampuan tersebut. Dengan semakin meningkatnya penggunaan internet banking sekarang ini, perhatian akan perlunya perlindungan terhadap data nasabah. Oleh sebab itu, dapat penelitian ini dipilih judul

“PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH DALAM INTERNET BANKING (Tinjauan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang

Otoritas Jasa Keuangan).”

B. Identifikasi Masalah

1. Masalah perlindungan hukum nasabah internet banking

2. Masalah pengawas perbankan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam melindungi nasabah internet banking

3. Masalah mekanisme Otoritas Jasa Keuangan dalam penyelesaian masalah kerahasian data nasabah dalam transaksi internet banking

4. Masalah upaya perbankan untuk melindungi data nasabah dalam internet banking


(14)

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan mengenai data nasabah dalam internet banking maka penelitian ini hanya mengkaji bagaimana perlindungan data nasabah dalam internet banking berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran dan batasan masalah diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum data nasabah dalam Internet Banking ?

b. Bagaimana mekanisme perlindungan hukum data nasabah internet banking ?

c. Upaya apa saja yang dilakukan Perbankan dalam melindungi nasabah dalam internet banking ?


(15)

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu dari hasil penelitian, penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan data nasabah pengguna internet banking menurut Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Perbankan, Perlindungan Konsumen dan Informasi Teknologi Elektronik. b. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana mekanisme pelaksanaan

perlindungan hukum terhadap data nasabah internet banking.

c. Untuk mengetahui dan memahami upaya apa saja yang dilakukan perbankan dalam melindungi data nasabah internet banking.

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai :

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai perlindungan data nasabah internet banking beserta penggunaan internet banking dengan baik.

b. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan : 1) Bagi Akademis

Dapat menambah pengetahuan mengenai perbankan beserta peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia khususnya dalam


(16)

internet banking dan juga dapat sebagai suatu bentuk penambahan literatur perbankan.

2) Bagi Masyarakat Umum

Dapat menjadi masukan bagi masyarakat apabila ingin melakukan transaksi perbankan dengan menggunakan internet banking agar lebih berhati-hati dan waspada terhadap penggunaan internet banking dimana saja.

3) Bagi Pemerintah

Dapat memberi masukan kepada pemerintah untuk memperjelas peraturan mengenai perlindungan data nasabah pengguna jasa internet banking.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dahulu pernah ada penelitian dengan internet banking yang ditulis oleh Siti Nurjanah, Prodi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah, 2010 yang berjudul “Respon Nasabah Bank BNI Syariah Terhadap Transaksi Melalui Layanan Internet Banking (Studi kasus PT. BNI Syariah Cabang Jakarta Timur)”. Penelitian tersebut menggunakan penelitian lapangan dan berupa data kuantitatif yang berisi kuosioner dan wawancara dan di penelitian ini hanya membahas terhadap hasil kepuasan terhadap layanan internet banking.Sedangkan yang membedakan skripsi ini yaitu disini peneliti membahas peraturan yang mengatur perlindungan data nasabah


(17)

internet banking dilihat dari segi hukumnya dan peneliti disini menggunakan metode yuridis normatif yang menganalisis peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia.

Skripsi Arief Hannany, Prodi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum,Uin Syarif Hidayatullah,2013 yang berjudul

“Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan (Studi

Komparatif Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Bank Indonesia)”.

Penelitian tersebut lebih menjelaskan tentang kewenangan Otoritas Jasa Keuangan terhadap perlindungan konsumen perbankan secara menyeluruh oleh Bank Indonesia yang terkait tugasnya memberikan kredit atau pembiayaan bagi bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek. Yang membedakan dengan skripsi ini yaitu disini lebih spesifik terhadap masalah perbankan dalam perlindungan hukum data nasabah internet banking dari sisi Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia

Penulisan skripsi ini penulis juga telah review buku yang terkait dengan penelitian seperti “Aspek Hukum Internet Banking” yang ditulis oleh Budi Agus Riswandi yang diterbitkan oleh PT RajaGrafindo Persada, yang membedakan buku tersebut dengan skripsi ini adalah buku tersebut lebih meninjau dari sudut hukum perbankan.


(18)

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teori

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 1 Ayat (1), Perbankan merupakan segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Menghimpun dana dan menyalurkan dana seperti yang sudah diketahui masyarakat yang menjadi fungsi utama bank. Sedangkan dalam memberikan jasa bank lainnya tergantung pada kebijakan bank yang akan membantu mempermudah masyarakat untuk kelancaran sistem perbayaran.

Berbagai macam jasa layanan perbankan serta berkembangnya teknologi, tingkat keamanan terhadap nasabah merupakan bagian dari pelayanan jasa perbankan yang perlu diperhatikan. Karena atas dasar kepercayaan nasabah kepada bank untuk menggunakan jasa layanan yang membantu mempermudah membutuhkan pelayanan yang aman, cepat dan teliti.


(19)

2. Kerangka Konseptual

Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.6

Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa Bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer).

Data Pribadi Nasabah menurut Peraturan Bank Indonesia adalah identitas yang lazim disediakan oleh Nasabah kepada Bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan Bank. Data pribadi nasabah merupakan bagian dari perbankan yang harus dijamin kerahasiannya bank terhadap nasabah terutama nasabah internet banking.

Produk bank adalah produk dan atau jasa perbankan termasuk produk atau jasa lembaga keuangan bukan bank yang dipasarkan oleh bank sebagai pemasaran.

Layanan perbankan melalui media elektronik adalah layanan yang memungkinkan nasabah bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melaikan transaksi perbankan melalui media elektronik

6


(20)

antara lain ATM, phone banking, electronic fund transfer, internet banking, mobile banking.

Teknologi Informasi adalah teknologi terkait sarana komputer, telekomunikasi dan sarana elektronis lainnya yang digunakan dalam pengolahan data keuangan dan atau pelayanan jasa perbankan.

Cyber crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh sesorang atau

kelompok orang dengan pemanfaatan jasa computer atau internet.7

Internet Banking adalah jasa-jasa yang juga diberikan melalui perbankan tradisional, seperti pembukaan rekening, tagihan pembayaran elektronis yang memungkinkan nasabah untuk menerima dan melakukan pembayaran melalui internet banking.8

G. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Pada penelitian hukum normatif yang sepenuhnya mempergunakan data sekunder, maka penyusunan kerangka

7

Abdul Manan, aspek-aspek pengubah hukum, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 176. 8

Budi Agus Riswandi,Aspek Hukum Internet Banking, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 20.


(21)

teoritis yang bersifat tentatif dapat ditinggalkan. Penyusunan kerangka konsepsionil mutlak diperlukan. Di dalam menyusun kerangka konsepsionil, maka dipergunakan perumusan-perumusan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar penelitian.9

2. Pendekatan masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan terkait perlindungan hukum data nasabah dan internet banking. Pendekatan konsep dilakukan untuk memahami konsep perlindungan hukum data pribadi nasabah. Pendekatan kasus yaitu kasus kejahatan dalam internet banking yang setelah itu penulis analisis dengan undang-undang yang terkait dengan kasus.

3. Metode Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan menggunakan bahan-bahan pustaka hukum yang mendukung. Sumber data diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yakni: norma atau kaidah dasar, yaitu pembukaan UUD 1945, peraturan dasar Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Perlindungan Konsumen<

9


(22)

Informasi Transaksi Elektronik. Serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan internet banking.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan UU, hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan sebagainya.

c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup: bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia. Dan di luar bidang hukum seperti ekonomi, sosiologi.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber non-hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya. 5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data dalam hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.10 Pengklasifikasian dengan pengolahan bahan hukum secara deduktif yaitu dengan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang bersifat konkret. Metode analisis

10

Bambang Sunggono. Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), h. 186


(23)

data yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif karena penyajian dan pengolahan data secara sekunder dengan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Perlindungan Konsumen, dan Informasi Transaksi Elektronik.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012” dengan

sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:

BAB I : Bab ini merupakan bagian pendahuluan penulisan, memuat latar belakang, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, kerangka teori dan kerangka konseptual, hipotesis, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini memuat tentang tinjauan umum perlindungan hukum data nasabah, pengertian perlindungan hukum beserta teori-teori hukum, pengertian data nasabah, perlindungan hukum terhadap data nasabah dan unsur-unsur data nasabah.


(24)

BAB III : Bab ini memuat tentang tinjauan umum internet banking, yaitu pengertian perbankan, jenis-jenis dan kegiatan usaha perbankan serta pengawasan dan pengaturan Perbankan, pengertian internet

banking, fasilitas yang ada dalam internet banking, tipe layanan.

BAB IV : Bab ini menganalisa peran perlindungan data nasabah dalam

internet banking ditinjau dari Undang-Undang Otoritas Jasa

Keuangan, Peraturan Bank Indonesia, Perlindungan Konsumen, Informasi Transaksi Elektronik serta analisa penulis serta ayat yang terkait dengan skripsi ini.

BAB V : Bab ini merupakan bab penutup dari skripsi ini. Untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis memberikan saran yang dianggap perlu.


(25)

A. Perlindungan Hukum

Manusia merupakan makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, tiap anggota masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain.1 Sebagai makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen). 2

Perbuatan hukum (rechtshandeling) diartikan sebagai setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja/atas kehendaknya untuk menimbulkan hak dan kewajiban yang akibatnya diatur oleh hukum. Perbuatan hukum terdiri dari perbuatan hukum sepihak seperti pembuatan surat wasiat atau hibah, dan perbuatan hukum dua pihak seperti jual-beli, perjanjian kerja dan lain-lain.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud dengan Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Sedangkan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau dapat yang berlaku bagi semua orang dalam masyarakat (Negara). Perlindungan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka melindungi masyarakat.

Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) diartikan sebagai hubungan antara dua atau lebih subyek hukum, hubungan mana terdiri atas ikatan antara individu

1

Uti, Ilmu Royen, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/ Buruh Outsourcing, (Tesis S2 Fakulas Hukum, Universias Diponegoro Semarang, 2009), h. 46

2


(26)

dengan individu, antara individu dengan masyarakat atau antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Dalam hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.3

Hubungan hukum tercermin pada hak dan kewajiban yang diberikan dan dijamin oleh hukum. Hak dan kewajiban timbul karena adanya peristiwa menurut van Apeldorn 4“peristiwa hukum adalah peristiwa yang berdasarkan hukum

menimbulkan atau menghapuskan hak”. Berdasarkan peristiwa hukum maka

hubungan hukum dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

1. Hubungan hukum yang bersegi satu (eenzijdigerechtsbetrekkingen), dimana hanya terdapat satu pihak yang berwenang memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata) sedangkan pihak yang lain hanya memiliki kewajiban.

2. Hubungan hukum bersegi dua (tweezijdige rechtsbetrekkingen), yaitu hubungan hukum dua pihak yang disertai adanya hak dan kewajiban pada masing-masing pihak, kedua belah pihak masing-masing berwenang/berhak untuk meminta sesuatu dari pihak lain, sebaliknya masing-masing pihak juga berkewajiban memberi sesuatu kepada pihak lainnya, misalnya hubungan bank dengan nasabah.

3. Hubungan antara satu subyek hukum dengan semua subyek hukum lainnya, hubungan ini terdapat dalam hal hak milik (eigendomrecht).

3

Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum Cetakan kedelapan, h. 269 4


(27)

Logemann sebagaimana dikutip Soeroso berpendapat, bahwa dalam tiap hubungan hukum terdapat pihak yang berwenang/berhak meminta prestasi yang

disebut dengan “prestatie subject” dan pihak yang wajib melakukan prestasi yang

disebut “plicht subject”.5 Dengan demikian setiap hubungan hukum mempunyai dua segi yaitu kekuasaan/wewenang atau hak (bevoegdheid) dan kewajiban

(plicht). Kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum

dinamakan “Hak”, yaitu kekuasaan/kewenangan untuk berbuat sesuatu atau

menuntut sesuatu yang diwajibkan oleh hak itu.

Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi ketegangan dan konflik maka ada hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum.

Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum, ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu, yaitu dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke dalam sebuah hak hukum.6 Dalam ilmu hukum “Hak” disebut juga hukum subyektif, Hukum subyektif merupakan segi aktif dari pada hubungan hukum yang diberikan oleh hukum obyektif (norma-norma, kaidah, recht).

5

Soeroso, Pengatar Ilmu Hukum Cetakan Kedelapan, h. 270 6


(28)

Perlindungan hukum selalu terkait dengan peran dan fungsi hukum sebagai pengatur dan pelindung kepentingan masyarakat, Bronislaw Malinowski dalam bukunya berjudul Crime and Custom in Savage, mengatakan “bahwa hukum tidak hanya berperan di dalam keadaan-keadaan yang penuh kekerasan dan pertentangan, akan tetapi bahwa hukum juga berperan pada aktivitas

sehari-hari”.

Hukum menentukan kepentingan-kepentingan masyarakat yang dapat ditingkatkan menjadi hak-hak hukum yang dapat dipaksakan pemenuhannya. Hak diberikan kepada pendukung hak yang sering dikenal dengan entitas hukum (legal entities, rechtspersoon) yang dapat berupa orang-perorangan secara kodrati

(naturlijke) dan dapat juga entitas hukum nir kodrati yaitu entitas hukum atas

hasil rekaan hukum.7

Pendukung hak (entitas hukum) memiliki kepentingan terhadap objek dari hak yang dapat berupa benda (ius ad rem) atau kepada entitas hukum orang secara kodrati (ius in persona). Pemberian hak kepada entitas hukum, karena adanya kepentingan dari entitas tersebut kepada obyek hak tertentu.

Menurut Roscoe Pound dalam teori mengenai kepentingan (Theory of

interest), terdapat 3 (tiga) penggolongan kepentingan yang harus dilindungi oleh

hukum, yaitu pertama; menyangkut kepentingan pribadi (individual interest),

7

Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa, (Jakarta: Penerbit Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), h. 377.


(29)

kedua; yang menyangkut kepentingan masyarakat (social interest), dan ketiga; menyangkut kepentingan umum (public interest).

Kepentingan individu (individu interest) ini terdiri dari kepentingan pribadi, sedangkan kepentingan kemasyarakatan (social interest) terdiri dari keamanan sosial, keamanan atas lembaga-lembaga sosial, kesusilaan umum, perlindungan atas sumber-sumber sosial dari kepunahan, perkembangan sosial, dan kehidupan manusia. Adapun kepentingan publik (public interest) berupa kepentingan negara dalam bertindak sebagai representasi dari kepentingan masyarakat.

Selanjutnya Bohannan mengatakan “lembaga hukum memberikan

ketentuan-ketentuan tentang cara-cara menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang timbul di dalam hubungannya dengan tugas-tugas lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya”. Cara-cara menyelesaikan perselisihan yang timbul inilah yang kemudian dinamakan upaya hukum. Upaya hukum diperlukan agar kepentingan-kepentingan yang telah menjadi hak benar-benar dapat terjaga dari gangguan pihak lain.

Upaya hukum dikenal dalam dua jenis, yaitu upaya hukum non yudisial (di luar peradilan) dan upaya hukum yudisial (peradilan). Upaya hukum non-yudisial bersifat pencegahan sebelum pelanggaran terjadi (preventif) yang berupa tindakan-tindakan seperti peringatan, teguran, somasi, keberatan, dan pengaduan. Sedangkan upaya hukum yudisial bersifat represif/korektif artinya telah memasuki proses penegakan hukum (law enforcement), upaya ini dilakukan


(30)

setelah pelanggaran terjadi dengan maksud untuk mengembalikan atau memulihkan keadaan. “Muara dari upaya hukum adalah agar hak yang dimiliki seseorang terhindar dari gangguan atau apabila hak tersebut telah dilanggar maka hak tersebut akan dapat dipulihkan kembali. Namun demikian, tidaklah dapat diartikan bahwa dengan adanya upaya hukum maka keadaan dapat dikembalikan

sepenuhnya”.

Keberadaan hukum dalam masyarakat sangatlah penting, dalam kehidupan dimana hukum dibangun dengan dijiwai oleh moral konstitusionalisme, yaitu menjamin kebebasan dan hak warga, maka mentaati hukum dan konstitusi pada hakekatnya mentaati imperatif yang terkandung sebagai subtansi maknawi didalamnya imperatif. Hak-hak asasi warga harus dihormati dan ditegakkan oleh pengembang kekuasaan negara dimanapun dan kapanpun, ataupun juga ketika warga menggunakan kebebasannya untuk ikut serta atau untuk mengetahui jalannya proses pembuatan kebijakan publik.8

Kebijakan publik didasarkan pada apa yang dibutuhkan dan diperlukan oleh masyarakat seperti perlindungan hukum karena Indonesia menganut atas dasar Negara yang menjunjung tinggi hukum maka dalam aspek apapun khususnya dalam aspek perbankan masyarakat membutuhkan perlindungan hukum terhadap produk perbankan.

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif

8


(31)

maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum., yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.9

Perlindungan Hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.10

Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan konsep rechtstaat atau konsep Rule of Law karena lahirnya konsep-konsep tersebut tidak lepas dari keinginan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, konsep rechtsct muncul di abad ke-19 yang pertama kali dicetuskan oleh Julius Stahl. Pada saatnya hampir bersamaan muncul pula konsep negara hukum (rule of Law) yang dipelopori oleh A.V.Dicey.

Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip negara hukum, yaitu :

1. Perlindungan hukum yang preventif Perlindungan hukum kepada rakyat yang diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah menjadi bentuk yang menjadi definitif.

9

http//www.artikata.com/artiperlindunganhukum.htmlm, diunduh 15 maret 2014 10


(32)

2. Perlindungan hukum yang represif Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Kedua bentuk perlindungan hukum diatas bertumpu dan bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia serta berlandaskan pada prinsip Negara hukum.

Oleh karena itu terhadap lembaga perbankan perlu diberikan landasan gerak yang kokoh dan mampu menampung tuntutan perkembangan jasa perbankan lebih mampu melaksanakan fungsinya secara efisien, sehat, dan wajar.11

B. Data Nasabah

Perlindungan hukum terhadap nasabah bank atas kerusakan elektronik banking dihubungkan dengan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.12

Dengan disahkannya UUPK tersebut pada tanggal 20 April 1999, masalah perlindungan konsumen telah dijadikan sebagai hal yang penting, artinya kehadiran Undang-Undang tersebut tidak saja memberikan posisi tawar yang kuat pada konsumen untuk menegakkan hak-haknya, melainkan juga agar dapat tercipta aturan main yang lebih fair bagi semua pihak. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa piranti hukum yang melindungi

11

Direktorat Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Penelitian Hukum Tentang Aspek Hukum Pertanggung jawaban Bank Terhadap Nasabah (Jakarta : Direktorat Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1995), h. 21.

12

Ronny Prasetya, Pembobolan Atm Tinjauan Hukum Perlindungan Nasabah Korban Kejahatan Perbankan (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010), h. 58


(33)

konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, perlindungan konsumen akan dapat mendorong iklim berusaha yang sehat serta lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/ atau jasa yang berkualitas.

Konsumen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia; 1. pemakai barang hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dsb): kepentingan pun harus diperhatikan; 2. penerima pesan iklan; 3. pemakai jasa (pelanggan dsb). Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) No. 8 Tahun 1998. UUPK menyatakan, bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.13

Hal ini kemudian diakomodasi dalam Pasal 1 angka 2 UUPK, yaitu konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Jadi, konsumen dalam pengertian ini merupakan pemakai akhir, dan bukan konsumen antara. Konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli. Artinya,

13

Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 4.


(34)

dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu dilandasi

privity of contract (hubungan kontraktual).

Namun demikian, posisi konsumen pada umumnya lemah dibandingkan pelaku usaha. Hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat kesadaran akan haknya, kemampuan finansial, dan daya tawar (bargaining position) yang rendah, padahal tata hukum tidak bisa mengandung kesenjangan. Tata hukum harus memosisikan pada tempat yang adil, di mana hubungan konsumen dengan pelaku usaha berada pada kedudukan yang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi satu dengan yang lain.

Terhadap posisi konsumen tersebut, ia harus dilindungi oleh hukum karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah berikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Perlindungan kepada masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen.

Implikasi hukum terhadap pemahaman mengenai aspek perlindungan konsumen dalam sistem hukum Indonesia menempatkan posisi hukum perlindungan konsumen sebagai bagian dari bidang hukum publik, terutama bidang hukum pidana dan hukum administrasi Negara. Sebelumnya pandangan hukum perlindungan konsumen hanya berkaitan dengan bidang hukum perdata (dalam arti luas). Hal ini dipengaruhi oleh pemahaman mengenai hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha yang bersifat kontraktual saja.


(35)

Dasar hubungan hukum antara bank dengan para nasabah adalah hubungan kontraktual. Begitu seorang nasabah menjalin kontraktual dengan bank, maka perikatan yang timbul adalah perikatan atas dasar kontrak (perjanjian).

Hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah merupakan suatu kontrak campuran, yang menampakkan ciri-ciri perjanjian pemberian kuasa

(lastgeving) sebagaimana diatur oleh Pasal 1792, dan juga dalam bentuk

perjanjian penitipan barang Pasal 1694.14

Perkembangan ilmu teknologi yang semakin maju kemudian membawa perubahan juga terhadap arah perlindungan konsumen. Talcott Parsons, sebagaimana diuraikan oleh Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa“… penemuan di bidang teknologi merupakan penggerak perubahan sosial sebab penemuan yang demikian itu menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang

berantai sifatnya.” Pemahaman terhdap hukum pun akan berubah. Hukum tidak

sekedar pasif menunggu adanya perubahan namun aktif menciptakan perubahan di mana peranan hukum dalam pembangunan adalah justru untuk mendirikan insfrastruktur bagi tercapainya perubahan politik, perubahan ekonomi, dan perubahan sosial di dalam masyarakat.

Dalam pasal 2 UUPK, dinyatakan bahwa perlindungan hukum bagi konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) prinsip dalam pembangunan nasional, yaitu:

14

Marulak Pardede, Likuidasi Bank Perlindungan Nasabah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, Cet. Pertama), h. 59.


(36)

1. Prinsip manfaat. Dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaran perlindungan hukum bagi konsumen harus memberi manfaat sebesarnya-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;

2. Prinsip keadilan. Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;

3. Prinsip Keseimbangan. Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah;

4. Prinsip Keamanan dan keselamatan konsumen. Dimaksudkan untuk memberi jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan / atau jasa yang digunakan;

5. Prinsip Kepastian Hukum. Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen, di mana negara dalam hal ini turut menjamin adanya kepastian hukum tersebut.

Dalam praktiknya saat ini perlindungan hukum atas privasi data/ informasi pribadi dalam transaksi online di internet dapat diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, yaitu misalnya Undang-Undang Perlindungan Data atau Undang-Undang lainnya yang mengatur pula mengenai perlindungan


(37)

privasi data pribadi. Selain itu, perlindungan hukum atau juga dapat diperoleh berdasarkan peraturan yang dibuat oleh situs misalnya kebijakan privasi (privacy

policy), privacy notice, privasi statement maupun ketentuan-ketentuan pelayanan

situs.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi tersebut diatur mengenai siapa yang dimaksud dengan subjek data, pengguna data, hak dan kewajiban para pihak, lembaga pengawas pelaksanaan dan penyelesaian sengketa mengenai perlindungan data, prinsip-prinsip perlindungan data dan lain-lain.

Prinsip-prinsip tersebut jika mengacu pada Data Protection Act Inggris 1998 yaitu sebagai berikut.

1. Data pribadi harus diperoleh secara jujur dan sah.

2. Data pribadi harus dimiliki hanya satu tujuan atau lebih yang spesifik dan sah, dan tidak boleh diproses lebih lanjut dengan cara yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan tersebut.

3. Data pribadi harus layak, relevan, dan tidak terlalu luas dalam hubungannya dengan tujuan atau tujuan-tujuan pengolahannya.

4. Data pribadi harus akurat dan jika perlu selau up-to-date.

5. Data pribadi harus diproses sesuai dengan tujuannya dan tidak boleh dikuasai lebih lama dari waktu yang diperlukan untuk kepentingan tujuan atau tujuan-tujuan tersebut.


(38)

6. Data pribadi harus diproses sesuai dengan hak-hak dari subjek data sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang ini.

7. Tindakan-tindakan pengamanan yang memadai harus diambil untuk menghadapi kegiatan pemrosessan data pribadi yang tidak sah serta atas kerugian yang tidak terduga atau kerusakan dari data pribadi.

8. Data pribadi tidak boleh dikirim ke Negara atau wilayah lain di luar Wilayah Ekonomi Eropa kecuali jika Negara atau wilayah tersebut menjamin dengan suatu tingkat perlindungan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan subjek data sehubungan dengan pemrosesan data pribadi.15

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 juga menjelaskan pengertian Data Pribadi Nasabah yaitu identitas yang lazim disediakan oleh Nasabah kepada Bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan Bank.

Perlindungan hukum terhadap nasabah dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu:

a. Perlindungan secara implisit (implicit deposit protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan olrh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui:

(1) Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan,

15

Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 187.


(39)

(2) Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia,

(3) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya,

(4) Memelihara tingkat kesehatan bank,

(5) Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian,

(6) Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan

(7) Menyediakan informasi resiko pada nasabah.16

Perlindungan ini adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya resiko kerugian dari kegiatan yang dilakukan oleh bank. Perlindungan langsung terdapat dalam ketentuan sebagai berikut:

a. Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection), yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.

16


(40)

2. Sistem Perlindungan Nasabah Penyimpan (deposit protection system).

Di seluruh dunia, industri perbankan adalah salah satu cabang industri yang paling banyak diatur oleh Pemerintah karena stabilitas sistem perbankan dan keuangan merupakan prasyarat mutlak bagi pertumbuhan dan stabilitas perekonomian secara keseluruhan. Alasan intervensi Pemerintah tersebut adalah;

Pertama, menjaga keamanan dan kesehatan lembaga perbankan maupun

sistem keuangan secara keseluruhan. Tanpa adanya lembaga perbankan dan sistem keuangan yang terpercaya tidak mungkin masyarakat bersedia menerima uang sebagai alat tukar, sebagai ukuran nilai, sebagai alat penyimpan kekayaan, maupun sebagai alat penyelesaian hubungan utang piutang di kemudian hari (deferred payments).

Kedua, untuk dapat mengontrol jumlah uang beredar dalam menjaga

stabilitas tingkat harga. Semakin maju suatu perekonomian, semakin kecil peranan uang kertas dan uang logam yang beredar karena semakin besar peranan surat utang yang dikeluarkan oleh lembaga perbankan sebagai pengganti uang kertas dan logam.

Ketiga, industri perbankan dianggap sebagai industri yang sangat strategis

dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi untuk mewujudkan berbagai sasaran pembangunan. Dengan perkataan lain, lembaga keuangan seolah-olah dianggap sebagai semi perusahaan negara yang dapat digunakan oleh Pemerintah sebagai instrumen untuk mewujudkan sasaran kebijaksanaannya.


(41)

Keempat, untuk memelihara persaingan yang sehat dalam industri keuangan. Melalui persaingan yang sehat, lembaga keuangan berlomba untuk memobilisir dana masyarakat, berlomba untuk menurunkan biaya intermediasi, dan lomba menurunkan piutang ragu-ragu karena adanya kredit macet.17

Untuk mencapai hal-hal diatas, kepada nasabah bank juga perlu diberikan perlindungan. Dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap nasabah bank tersebut setidaknya terdapat enam pilihan kebijakan yang dapat dilakukan yaitu:

a. Secara tegas menyatakan, bahwa pemerintah tidak memberikan perlindungan terhadap simpanan nasabah;

b. Simpanan nasabah tidak diberikan perlindungan akan tetapi nasabah penyimpan diberi hak prioritas dalam proses likuidasi bank;

c. Cakupan jaminan yang tidak tegas; d. Jaminan terselubung;

e. Jaminan terbatas yang dinyatakan secara eksplisit; f. Jaminan menyeluruh yang dinyatakan secara tegas.18

17

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, (Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2002), h. 140.

18


(42)

A. Perbankan

1. Pengertian Perbankan

Perbankan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia segala sesuatu mengenai Bank. Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh bankir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi bank.

Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain. 1

Sedangkan Munir Fuady merumuskan hukum perbankan adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya,hak , kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh

1

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya bakti, 1996), h. 1.


(43)

dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan.2

Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perbankan.

2. Pengertian Nasabah

Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in costumer).

Di dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimuat tentang jenis dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa penegertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni:

1. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

2. Nasabah Debitur, yakni nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

2

Munir Fuadi, Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), h. 14


(44)

3. Jenis Bank dan Kegiatan Usaha Perbankan a. Jenis - Jenis Bank

Mengenai jenis-jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan yang membagi bank dalam dua jenis, yaitu Bank Umum dan Bank perkreditan Rakyat.3

Yang dimaksud dengan bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.4

b. Kegiatan Usaha Perbankan

Usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat Dalam pasal 6 Undang-Undang Perbankan No 10 Tahun 1998 yang diubah disebutkan bahwa usaha-usaha yang dapat dijalankan oleh Bank Umum Meliputi: a. Menghimpun dana dari masyarakat

Bank Umum menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan , dan /

3

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 20-21 4


(45)

atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. b. Memberikan kredit

c. Menerbitkan surat pengakuan utang

Bank Umum dapat menerbitkan surat pengakuan utang baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Surat pengakuan utang yang berjangka pendek adalah sebagaimana dimaksud dalam pasal 100 sampai pasal 229 Kitab Undang-undang Hukum Dagang, yang dalam pasar uang dikenal sebagai Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), yaitu promes dan wesel maupun jenis lain yang mungkin dikembangkan di masa yang akan datang. Surat pengakuan utang berjangka panjang dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit.

d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

2. Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; 4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);


(46)

6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; 7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai

dengan 1 (satu) tahun.

Usaha Bank Umum sebagaimana dimaksud di atas mencakup kegiatan membeli, menjual atau menjamin surat-surat berharga seperti surat pengakuan utang dan surat-surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia.

e. Memindahkan uang

Bank Umum menjalankan usaha memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun nasabah.

f. Menempatkan atau meminjamkan dana

Bank Umum menjalankan usaha menempatkan dana pada, meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau saran lainnya.5

g. Menerima pembayaran

Bank umum menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga. Kegiatan ini mencakup antara lain inkaso dan kliring.

5

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 209


(47)

h. Menyediakan tempat penyimpanan

Bank umum menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. Penyedian tempat di sini adalah kegiatan bank yang semata-mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh bank.

i. Melakukan kegiatan penitipan

Bank umum melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak. Kegiatan penitipan dapat dilakukan baik dengan menerima titipan harta penitip maupun mengadministrasikannya secara terpisah dari kekayaan bank.

j. Penempatan dari dalam bentuk surat berharga

Bank umum melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercantum dalam bursa efek.

k. Kegiatan anjak piutang, kartu kredit dan wali amanat

Bank umum melakukan penempatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat. Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri, yang dilakukan dengan pengambilalihkan atau pembelian piutang tersebut.


(48)

l. Menyediakan pembiayaan

Bank umum menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

m. Menyediakan kegiatan lain

Bank umum dapat melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perudang-undangan yang berlaku.

Ketatnya persaingan di bidang perbankan dan pengaruh global saat ini membuat pengelola usaha perbankan berupaya secara maksimal agar setiap kegiatan dilakukan secara efisien dan efektif, sehingga tidak dapat dihindarkan adanya pemakaian alat-alat elektronik seperti:

- Telephone Bill Payment (pembayaran dengan telepon)-TBP

-Automatic Teller Machine (mesin kasir otomatis)- ATM

-Electronic Fund Transfer (pemindahan dana secara elektronik) – EFT

-Transfer Kawat

-Komputer

-Clearing house inter bank payment/CHIBP (lembaga kliring/

pembayaran antarbank).6

6


(49)

4. Pengawasan dan Pengaturan Perbankan a. Pengawasan Perbankan

Kebijakan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap perbankan bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat pemilik dan serta menjaga kelangsungan usaha bank sebagai kepercayaan dan sebagai lembaga intermediasi. Pengawasan tersebut dilaksanakan baik secara tidak langsung (off-site supervisory) maupun secara langsung (

on-site examination).

Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan meneliti, menganalisis serta mengevaluasi laporan-laporan yang disampaikan oleh suatu bank dengan tujuan untuk mengetahui apakah bank telah melaksanakan ketentuan perbankan sekaligus untuk menilai kinerja perbankan.

Sementara itu, yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah pengawasan dalam bentuk pemeriksaan langsung yang diikuti dengan tindakan-tindakan perbaikan. Sebagaimana diatur dalam undang-undang, seluruh bank wajib memberikan kesempatan kepada pemeriksa bank untuk memeriksa buku-buku serta berkas-berkas yang ada pada bank. Selain itu, bank juga wajib membantu apabila diperlukan dalam rangka


(50)

memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.7

b. Pengaturan Perbankan

Kebijakan pengaturan bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan mengeluarkan berbagai ketentuan kehati-hatian tentang perbankan dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pokok-pokok ketentuan atau peraturan perbankan yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia secara garis besar memuat: (1) perizinan bank; (2) kelembagaan bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan; (3) kegiatan usaha bank pada umumnya; (4) kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah; (5) merger, konsolidasi dan akuisisi bank; (6) sistem informasi antarbank; (7) tata cara pengawasan bank; (8) sistem pelaporan bank kepada Bank Indonesia; (9) penyehatan bank; (10) pencabutan izin usaha, likuidasi dan pembubaran bentuk hukum bank; dan (11) lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan.8

7

Suseno Piter Abdullah, Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2003) h. 33-34

8

Suseno Piter Abdullah, Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2003) h. 32


(51)

B. Internet Banking

1. Pengertian Internet Banking

Internet merupakan sekumpulan jaringan yang terhubung satu dengan lainnya, di mana jaringan menyediakan sambungan menuju global informasi.9

Secara konseptual, lembaga keuangan bank dalam menawarkan layanan internet banking dilakukan melalui dua jalan, yaitu pertama, melalui bank konvensional (an existing bank) dengan representasi kantor secara fisik menetapkan suatu website dan menawarkan layanan internet banking pada nasabahnya dan dalam hal ini merupakan penyerahan secara tradisional. Kedua, suatu bank mungkin mendirikan suatu “virtual”, “cabang”, atau

„internet” bank. Virtual bank dapat menawarkan kepada nasabahnya kemampuan untuk penyimpanan deposito dan tagihan dana pada ATM atau bentuk lainnya yang dimiliki.

Internet banking merupakan salah satu pelayanan perbankan tanpa

cabang, yaitu berupa fasilitas yang akan memudahkan nasabah untuk melakukan transaksi perbankan tanpa perlu datang ke kantor cabang. Layanan yang diberikan internet banking kepada nasabah berupa transaksi pembayaran tagihan informasi rekening, pemindahbukuan antar rekening, informasi terbaru mengenai suku bunga dan nilai tukar valuta asing, administrasi mengenai perubahan Personal Indentification Number (PIN), alamat rekening

9

Budi Sutedjo Dharma Oetomo, Pengantar Teknologi Informasi Internet: Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007), h. 117.


(52)

atau kartu, data pribadi dan lain-lain, terkecuali pengambilan uang atau penyetoran uang. Karena untuk pengambilan uang masih memerlukan layanan atm dan penyetoran uang masih memerlukan bantuan bank cabang.

Pengertian internet banking menurut Karen Furst adalah sebagai berikut. Internet banking is the use of the internet as remote delivery channel for banking services, including traditional services, such as opening a deposit account or transferring funds among different account, as well as new banking services, such as electronic bill present and payment, which allow customers to receive and pay bill over bank’s website.10 Dari pengertian ini, dapat didefinisikan secara sederhana bahwa internet banking merupakan suatu bentuk pemanfaatan media internet oleh bank untuk mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara online, baik dari produk yang sifatnya konvensional maupun yang baru.

2. Fasilitas Internet Banking

Pemanfaatan teknologi informasi bagi industri perbankan dalam inovasi produk jasa bank juga dibayang-bayangi oleh potensi risiko kegagalan sistem dan / atau risiko kejahatan elektronik yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Dalam memberikan pelayanan internet

banking, bank dapat menyediakan layanan yang bersifat informational,

communicative dan/ atau transactional. Penyediaan layanan tersebut memperhatikan prinsip prudential banking, prinsip pengamanan dan

10


(53)

terinteregrasinya sistem TI, cost effectiveness, perlindungan nasabah yang memadai serta searah dengan strategi bisnis. Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehatian-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Harus disadari bahwa cyber crime merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas dunia internasional. Volodymyr Golubev seperti disitir barada nawawi arief, meyebutkan new form of anti social behavior. Beberapa sebutan lainnya yang cukup keren diberikan kepada jenis kejahatan dunia maya (cyber space/virtual

space offence), dimensi baru dari high tech crime, dimensi baru dari

transnational crime, dan dimensi baru dari white collar crime.

Hal ini juga dikarenakan bank sebagai lembaga kepercayaan sehingga dalam menjalankan kegiatan internet banking harus pula diselenggarakan dengan memperhatikan penyelenggaraan internet banking khususnya risiko reputasi dan risiko hukum.

Dalam praktik internet banking terdapat berbagai macam serangan atau ancaman bagi pihak pengguna dan penyedia layanan internet banking. Contohnya serangan seperti Man In The Middle Attack dan Trojan horses dapat menggangu keamanan layanan. Gambaran umum dari aktifitas yang sering disebut Man In The Middle Attack yaitu penyerang membuat sebuah website dan membuat nasabah pengguna layanan internet banking atau user


(54)

masuk ke website tersebut. Agar berhasil mengelabui user, website tersebut harus dibuat semirip mungkin dengan website bank yang sebenarnya. Kemudian user memasukkan passwordnya, dan penyerang kemudian menggunakan informasi ini untuk mengakses website bank yang sebenarnya. Untuk mengecoh token, penyerang dapat mengirimkan challenge-response kepada user sebelum melakukan transaksi illegal. Sedangkan Trojan horses adalah program palsu dengan tujuan jahat, yang disusupkan kepada sebuah program yang umum dipakai. Disini para penyerang menginstall Trojan kepada computer user. Ketika user mulai login ke website banknya, penyerang menumpangi sesi tersebut melalui Trojan untuk melakukan transaksi yang diinginkannya. Untuk mencegah serangan-serangan tersebut, bank penyedia layanan internet banking perlu melakukan sosialisasi aktif dan intensif kepada para nasabahnya mengenai penggunaan layanan jasa internent

banking yang baik dan aman. Selain itu, diperlukan suatu ketentuan yang

mengatur perbankan nasional yang memiliki pusat penyimpanan, melakukan proses data atau informasi dan transaksi perbankan. serta perlu dibentuk sebuah unit kerja khusus atau divisi pengamanan dan pencegahan kejahatan perbankan di dalam struktur bank tersebut dan Bank Indonesia yang fungsinya untuk melakukan penerapan kebijakan pengamanan sistem, melakukan penelitian untuk pencegahan terhadap ancaman atau kejahatan yang sudah ada maupun yang mungkin terjadi dan melalukan tindakan pemulihan serta pemantauan transaksi perbankan selama 24 jam.


(55)

3. Tipe layanan internet banking

Bank Indonesia dalam surat edarannnya No.6/18/DPNP menggolongkan layanan internet banking menjadi beberapa tipe layanan, yaitu:

1. informational internet banking

Yaitu layanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi (

execution transaction).

2. communicative internet banking

Yaitu pelayanan jasa bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interaksi dengan bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution

transaction).

3. transactional internet banking

Yaitu pelayanan jasa bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan bank penyedia layanana internet banking dan melakukan eksekusi transaksi (execution transactional).

Adapun jenis layanan pada internet banking yang umumnya diselenggarakan di indonesia adalah sebagai berikut:

1. transfer antar rekening sesama bank penyelenggara layanan internet


(56)

2. pembayaran, seperti untuk telepon, kartu kredit, internet, listrik, dan lain sebagainya;

3. pembelian, seperti untuk pulsa telepon berbasis teknologi GSM ataupun CDMA;

4. penempatan deposito, untuk Automatic Roll Over (ARO) atau Non-ARO; 5. informasi rekening dan kartu kredit;


(57)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM DATA NASABAH DALAM INTERNET BANKING

A. Bentuk Perlindungan Hukum Data Nasabah dalam Internet Banking

Bentuk perlindungan hukum terhadap data nasabah internet banking di wujudkan dengan di terbitkan beberapa peraturan perundang-undangan yang didalamnya mengatur tentang perlindungan terhadap nasabah internet banking, seperti:

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang dibentuk dalam rangka menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk perbankan dengan memasuki era globalisasi dan telah diratifikasi beberapa perjanjian Internasional di bidang perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian khususnya sektor perbankan.

Pada Pasal 40 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.


(58)

Prinsip kerahasiaan bank pada ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan secara optimal terhadap perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dalam penyelenggaraan layanan internet banking. Hal ini dikarenakan perlindungan hukum atas data pribadi nasabah yang ada pada ketentuan tersebut terbatas hanya pada data yang disimpan dan dikumpulkan oleh bank, padahal data nasabah di dalam penyelenggaraan layanan internet banking tidak hanya data yang disimpan dan dikumpulkan, tetapi termasuk data yang ditransfer oleh pihak nasabah dari tempat komputer dimana nasabah melakukan transaksi.

Pasal ini menjelaskan bahwa dalam perbankan yang salah satunya mengandung prinsip kerahasian harus diterapkan dalam sistem perbankan yang berhubungan dengan data nasabah yang sangat penting dalam produk internet banking.

Ada pula pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum yang termasuk dalam bentuk perlindungan hukum data nasabah internet banking. Bahwa perkembangan Teknologi Informasi memungkinkan bank memanfaatkannya untuk meningkatkan efisiensi kegiatan operasional dan mutu pelayanan bank kepada nasabah, bahwa penggunaan Teknologi Informasi dalam kegiatan operasional bank juga dapat meningkatkan risiko yang dihadapi bank, dengan meningkatnya risiko yang dihadapi, bank perlu menerapkan manajemen risiko secara


(59)

efektif, bahwa Teknologi Informasi merupakan aset yang berharga bagi Bank sehingga pengelolaannya bukan hanya merupakan tanggung jawab unit kerja penyelenggara Teknologi Informasi namun juga seluruh pihak yang menggunakannya.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen di dalam Pasal 3 pada huruf a,b,d,f Perlindungan Konsumen bertujuan:

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Lalu Dalam Pasal 4 huruf a Hak konsumen adalah:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;


(60)

Bahwa dapat disadari dalam peraturan perlindungan konsumen, konsumen mendapatkan perlindungan dari adanya kepastian hukum dan keterbukaan informasi yang dimana dalam internet banking dibutuhkan suatu aturan yang pasti untuk melindungi data nasabah beserta keterbukaan informasi dalam mengakses internet banking agar terhindar dari kejahatan teknologi. Dan disebutkan di dalam Pasal 4 konsumen memiliki hak atas keamanan dalam megkonsumsi barang.

Lalu menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi Elektronik pada Pasal 16 huruf b dan d:

(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:

b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau symbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.

Kerahasian sebuah informasi merupakan bukan hanya diatur dalam sistem perbankan untuk menjaga informasi atas data nasabah tetapi di dalam


(61)

UU ITE sebagaimana yang diatur untuk melindungi suatu kerahasiaan yang menyangkut data nasabah yang dilakukan oleh penyelenggara elektronik.

Sementara itu yang penulis analisa Pada Undang-Undang OJK terdapat pada Pasal 7 huruf c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:

1. manajemen risiko; 2. tata kelola bank;

3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan;

Disini penulis mengkaitkan dalam Pasal ini dalam Manajemen risiko dengan prinsip kehati-hatian bisa dikatakan bahwa disini OJK telah mengikuti peraturan yang sudah ada yang diatur sebelumnya pada UU Perbankan, manajemen resiko terkait dalam UU Perlindungan Konsumen yang mana dapat menjamin keamanan suatu produk yaitu internet banking, serta berkaitan dengan UU ITE yang dapat melindungi kerahasian informasi data nasabah.

B. Mekanisme Perlindungan Hukum Data Nasabah Dalam Internet Banking

Mekanisme merupakan tata cara pelaksaaan menurut undang-undang yang berlaku terdapat pada:

Pada peraturan UU ITE Pasal 16 huruf e lanjutan pada bagian yang sebelumnya telah dijabarkan bahwa:


(62)

Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum.

e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

Dapat diketahui bahwa mekanisme yang baik dalam perlindungan data nasabah internet banking dibutuhkan kebaruan-kebaruan terhadap informasi atau data nasabah agar terhindar dari suatu perbuatan yang diluar dugaan nasabah.

Sedangkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 Proses Manajemen Risiko Terkait Teknologi Informasi Pasal 10 dan 14 yaitu: Pasal 10

(1) Bank wajib melakukan proses manajemen risiko yang mencakup

identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian atas risiko terkait penggunaan Teknologi Informasi.

(2) Proses manajemen risiko dilakukan terhadap aspek-aspek terkait Teknologi Informasi yang paling kurang mencakup pengembangan dan pengadaan Teknologi Informasi, operasional Teknologi Informasi, jaringan komunikasi, pengamanan informasi, Business Continuity Plan,

end usercomputing, Electronic Banking, dan penggunaan pihak penyedia


(63)

(3) Dalam hal Bank menggunakan jasa pihak lain untuk menyelenggarakan Teknologi Informasi, Bank wajib memastikan bahwa pihak penyedia jasa Teknologi Informasi menerapkan juga manajemen risiko yang paling kurang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini. Pasal 14

Bank wajib memastikan pengamanan informasi dilaksanakan secara efektif Dengan memperhatikan paling kurang hal-hal sebagai berikut:

a. pengamanan informasi ditujukan agar informasi yang dikelola terjaga kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity) dan ketersediaannya

(availability) secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan

terhadap ketentuan yang berlaku;

b. pengamanan informasi dilakukan terhadap aspek teknologi, sumber daya manusia dan proses dalam penggunaan Teknologi Informasi;

c. pengamanan informasi mencakup pengelolaan aset bank yang terkait dengan informasi, kebijakan sumber daya manusia, pengamanan fisik, pengamanan akses, pengamanan operasional, dan aspek penggunaan Teknologi Informasi lainnya;

Pasal 29

OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi:

a. menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;


(1)

63

Yakni yang tampak terlihat, seperti penampilan yang menarik, sempurnanya fisik, nikmat harta, dsb. Yakni yang tersembunyi, seperti pengetahuan, iman, nikmat agama, memperoleh manfaat dan terhindar dari bahaya dan lain-lain. Oleh karena itu, sikap yang seharusnya kamu lakukan adalah mensyukuri nikmat itu, mencintai Pemberi nikmat dan tunduk kepada-Nya, menggunakannya untuk ketaatan kepada Allah dan tidak menggunakannya untuk maksiat meskipun nikmat itu turun berturut-turut. Yakni ada orang yang tidak bersyukur, bahkan kufur kepada nikmat itu dan kufur kepada Pemberinya, dan mengingkari yang hak yang ada dalam kitab-kitab-Nya dan yang dibawa para rasul-Nya. Dia mendebat yang hak dengan yang batil untuk mengalahkannya, padahal perdebatannya tidak di atas ilmu. Dari rasul atau mengikuti orang yang mendapat petunjuk. Dengan demikian perdebatannya tidak di atas dalil „aqli (akal), dalil nakli, dan tidak mengikuti rasul dan orang -orang yang mendapat petunjuk, bahkan hanya sekedar ikut-ikutan dengan nenek moyang mereka yang tidak mendapatkan petunjuk, yang sesat lagi menyesatkan.

Kaitannya dalam skripsi ini yaitu ilmu yang bermanfaat manusia diberi ilmu untuk dimanfaatkan dengan sebaik mungkin jangan mengambil ilmu untuk memanfaatkan orang lain atau mengambil haknya orang lain.


(2)

64 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian bab-bab terdahulu penulis dapat menyimpulkan bahwa:

1. Bentuk perlindungan terhadap data nasabah dalam internet banking di Indonesia terdapat dari beberapa macam peraturan yang telah mengatur tentang internet banking yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum lalu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Teknologi Elektronik beserta Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan pada bagian perlindungan terhadap konsumen.

2. Mekanisme yang dilakukan dalam peraturan perundang-undangan yaitu mampu mengendalikan risiko yang sudah diatur dalam peraturan bank Indonesia serta Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik.

3. Untuk mencegah agar tidak terjadinya kejahatan dalam internet banking dengan mengupayakan konsumen agar selalu update terhadap pembaharuan data nasabah.

B. Saran

Bahwasannya dengan berkembangnya dan kemajuan dibidang teknologi di bidang perdagangan khususnya dibidang perbankan dibutuhkan suatu Undang-undang khusus yang mengatur tentang perlindungan Data nasabah termasuk


(3)

65

dalam Internet banking melihat dari kemajuan Negara lain yang sudah lebih dahulu membuat Undang-undang Perlindungan Data Pribadi. Maka Indonesia dengan sebagai Negara yang sudah termasuk dalam Negara teknologi maju yang sudah perlu dibentuk Undang-Undang perlindungan data nasabah agar terjaminnya para nasabah perbankan menggunakan data pribadi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa setiap individu mengetahui informasi mengenai mereka yang ada pada pihak lain, serta untuk mendorong pengumpul data (data collector) untuk lebih menjaga privasi informasi pribadi yang mereka kumpulkan tersebut.

Seberapa efektifkah Undang-Undang yang telah dibuat, menurut Lawrence Friedman dalam teori efektifitas, unsur-unsur sistem hukum itu terdiri dari struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal culture).1 Struktur hukum meliputi badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta lembaga-lembaga terkait, seperti Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, Komisi Judisial, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lain-lain. Sedangkan substansi hukum adalah mengenai norma, peraturan maupun undang-undang.

1Lawrence Friedman, “


(4)

66

DAFTAR PUSTAKA BUKU

, Pengantar Hukum Telematika, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Abdullah, Suseno Piter, Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, 2003.

Agus Riswandi, Budi, Aspek Hukum Internet Banking, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Ais, Chatamarrasjid, Hukum perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: kencana, 2005. Departemen Kehakiman, Penelitian Hukum Tentang Aspek Hukum Pertanggung

jawaban Bank Terhadap Nasabah, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1995.

DJumhana, Muhamad, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: Citra Aditya, 2008.

Endeshaw, Assafa, Hukum E-Commerce dan Internet, (Dengan Fokus di Asia Pasifik), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.

Makarim,Edmon, Kompilasi Hukum Telematika, Cet. II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Manan, Abdul, Aspek-aspek pengubah hukum, Jakarta: Kencana, 2006.

Mansur, Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom, Cyber Law aspek hukum teknologi informasi, Bandung: Refika Aditama, 2005.

Marpaung, Leden, Kejahatan Terhadap Perbankan, Jakarta: Erlangga, 1993. Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2003.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Miru, Ahmadi Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.


(5)

67

Pardede, Marulak, Likuidasi Bank Perlindungan Nasabah, Cetakan Pertama, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998.

Persada, 2005.

Prasetya, Ronny, Pembobolan Atm Tinjauan Hukum Perlindungan Nasabah Korban Kejahatan Perbankan, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010.

Raharjo, Satjipto, Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Kompas, 2003.

Sitompul, Zulkarnain, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2002.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2008.

Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

2005.

Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen


(6)

Skripsi, Tesis, atau Disertasi

Nurjanah, Siti “Respon Nasabah Bank BNI Syariah Terhadap Transaksi Melalui Layanan Internet Banking (Studi kasus PT. BNI Syariah Cabang Jakarta Timur Prodi Muamalat (Ekonomi Islam)” (Skripsi S1 Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010)

Hannany, Arief “Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan (Studi Komparatif Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Bank Indonesia)” (Skripsi S1 Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013)

Ilmu Royen, Uti “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/ Buruh Outsourcing” (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universias Diponegoro Semarang, 2009)

Internet

http://www.tempo.co/read/news/2010/02/02/064222937/Tersangka-Pencuri-Uang-Lewat-Transaksi-Internet-Ditangkap


Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Tentang Peralihan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 4 71

DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 14 44

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

Tinjauan Hukum Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Penerapan Klausula Baku Dalam Transaksi Kredit Sebagai Upaya Untuk Melindungi Nasabah Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

6 14 41

TINJAUAN YURIDIS PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTOR PASAR MODAL.

0 3 10

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH PERBANKAN DAN TINJAUAN ASAS KEADILAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.

0 0 1

KEWENANGAN BANK INDONESIA SETELAH DISAHKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.

0 0 16

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA (BERDASARKAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN).

0 0 13

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI HAK-HAK NASABAH BANK SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 2

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (“UNDANG-UNDANG OJK”)

0 0 68