Manajemen Penunasan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi, Kalimantan Tengah

MANAJEMEN PENUNASAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DI SUNGAI BAHAUR ESTATE,
PT WINDU NABATINDO ABADI, KALIMANTAN TENGAH

HABIB AULIA RAHMAN ELGANI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen
Penunasan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate,
PT Windu Nabatindo Abadi, Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Habib Aulia Rahman Elgani
NIM A24090120

ABSTRAK
HABIB AULIA RAHMAN ELGANI. Manajemen Penunasan Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi,
Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh AHMAD JUNAEDI.
Magang ini dilakukan di Divisi 3 Sungai Bahaur Estate (SBHE), PT
Windu Nabatindo Abadi, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah dari bulan
Februari hingga Juni 2013. Penulis berstatus sebagai karyawan harian lepas
selama satu bulan, sebagai pendamping mandor selama satu bulan dan sebagai
pendamping asisten divisi selama dua bulan. Kegiatan ini bertujuan memperluas
pengetahuan dan keterampilan penulis tentang aspek teknis dan manajerial di
perkebunan kelapa sawit terutama dalam kegiatan penunasan. Pengamatan yang

dilakukan meliputi sistem penunasan, teknik penunasan, jumlah pelepah yang
dipertahankan, jumlah bunga jantan, bunga betina dan tandan buah per tanaman.
Sistem penunasan yang diterapkan yaitu penunasan korektif. Teknik penunasan
yang diterapkan belum sepenuhnya mengacu pada standar operasional prosedur
perusahaan disebabkan kurang disiplinnya pemanen serta terdapat variasi songgo
didalam satu blok. Secara umum, kegiatan penunasan atau pengaturan jumlah
pelepah di SBHE sudah berjalan dengan baik, namun masih terdapat beberapa
kendala diantaranya: kekurangan tenaga tunas/pemanen, ketidakmerataan
pembagian hanca dan besaran upah.
Kata kunci: kelapa sawit, pengaturan jumlah pelepah, penunasan

ABSTRACT
HABIB AULIA RAHMAN ELGANI. Pruning Management of Oil Palm (Elaeis
guineensis Jacq.) at Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi, Central
Borneo. Supervised by AHMAD JUNAEDI.
The apprentice was conducted at Division 3 of Sungai Bahaur Estate
(SBHE), PT Windu Nabatindo Abadi, Kotawaringin Timur, in Central Borneo
Province from February untill June 2013. The assignment composed as field
worker for one month, as accompanied foreman for one month and as
accompanied of division’s assistant for two months. This apprentice was aimed to

extend the knowledge and skill about technical and managerial aspects of oil palm
plantation especially in canopy management. The specific observation was
conducted on canopy management technique, sum of standed midrib, male and
female infloresence and fruit bunch. Management canopy system was applied by
corective pruning. The pruning system still was not done as well as standard
operasional procedure, that caused by improper work of harvester and less
uniformity of planting year in one block. Generally, pruning or canopy
management at SBHE have been performed well enough, however there were
need some improvement for overcoming less worker number, variation of
working area and incentives system.
Key words: oil palm, canopy management, pruning

MANAJEMEN PENUNASAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DI SUNGAI BAHAUR ESTATE,
PT WINDU NABATINDO ABADI, KALIMANTAN TENGAH

HABIB AULIA RAHMAN ELGANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Manajemen Penunasan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
di Sungai Bahaur Estate, PT Windu Nabatindo Abadi,
Kalimantan Tengah
Nama
: Habib Aulia Rahman Elgani
NIM
: A24090120

Disetujui oleh


Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga magang dan penyusunan skripsi yang berjudul Manajemen
Penunasan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Sungai Bahaur Estate,
PT Windu Nabatindo Abadi, Kalimantan Tengah berhasil diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
mendukung dan membantu, baik dari segi moril maupun materil sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan. Penulis khususnya mengucapkan terima kasih pada:
1. Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dorongan, petunjuk dan nasihat selama

pelaksanaan magang dan penyusunan skripsi.
2. Prof Dr Ir Sudirman Yahya, MSc dan Dr Ir Hariyadi, MS sebagai dosen
penguji skripsi yang telah memberikan saran, masukan, dan kritik di
dalam penyempurnaan skripsi.
3. Dr. Dwi Guntoro, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis selama menjalani studi.
4. Bapak Muhammad Yusuf Hanafiah selaku asisten divisi 3 dan sebagai
pembimbing lapang selama kegiatan magang berlangsung.
5. Bapak Darlin Bin Darwis selaku Estate Manager, Bapak Mukransyah
sebagai Mandor 1 dan segenap supervisi kebun divisi 3.
6. Saut Mangasih Hutabarat, Dian Pratiwi, Aslina Putri Nunyai, Fitriyani
Noor Medina dan Anisa sebagai teman seperjuangan se lokasi magang.
7. Sri Syawaliyah yang selalu memberikan perhatian dan kasih sayangnya
terhadap penulis selama menjalani magang.
8. Orang tua serta kakak dan adik atas do’a, kasih sayang, perhatian,
nasehat dan kepercayaannya terhadap penulis.
9. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura ’46 yang telah memberikan
dukungannya.
10. Seluruh keluarga besar Sungai Bahaur Estate dan PT Bumitama
Gunajaya Agro, Kalimantan Tengah.

Semoga Allah SWT meridhoi amal saleh dan memberikan imbalan yang
setimpal dengan niat dan keikhlasan kita. Besar harapan bahwa skripsi ini akan
memberikan manfaat bagi kita semua.
Bogor, September 2013

Habib Aulia Rahman Elgani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2

TINJAUAN PUSTAKA
2
Ekofisiologi Kelapa Sawit
2
Penunasan Pelepah Kelapa Sawit
2
Teknik Penunasan Kelapa Sawit
3
METODE MAGANG
3
Tempat dan Waktu
3
Metode Pelaksanaan
3
Pengamatan dan Pengumpulan Data
4
Analisis Data dan Informasi
5
KONDISI UMUM LOKASI MAGANG
5

Letak Geografis dan Administratif
5
Keadaan Iklim dan Tanah
6
Luas Hak Guna Usaha dan Tata Guna Lahan
6
Keadaan Tanaman dan Produksi
6
Fasilitas Kebun
8
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
8
PELAKSANAAN MAGANG
10
Pelaksanaan Teknis
10
Aspek Manajerial
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
27

Sistem Penunasan
27
Jumlah Pelepah yang Dipertahankan
28
Teknik Penunasan
29
Persentase Under Pruning dan Over Pruning
31
Kondisi Seks Rasio dan Jumlah Tandan Buah pada Berbagai Jumlah Pelepah 31
KESIMPULAN DAN SARAN
34
Kesimpulan
34
Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
36
RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Luas HGU dan tata guna lahan di SBHE
Produksi TBS kelapa sawit di SBHE tahun 2008-2012
Komposisi jumlah tenaga kerja SBHE
Pedoman aplikasi herbisida
Rekomendasi pemupukan TM kelapa sawit Divisi 3 SBHE tahun 2013
Kriteria tingkat kematangan buah
Hasil taksasi harian dan hasil aktual panen
Pembagian seksi, basis tandan dan rupiah per tandan
Jumlah pelepah yang harus dipertahankan dan teknik penunasan
per umur tanaman
Persentase jumlah pelepah yang dipertahankan pada Blok A-008 (tahun
tanam 1998)
Persentase jumlah pelepah yang dipertahankan pada Blok B-009 (tahun
tanam 2003)
Persentase jumlah pelepah yang dipertahankan pada Blok A-011 (tahun
tanam 2008)
Hasil pengamatan teknik songgo oleh pemanen di Kebun SBHE
Persentase kondisi penunasan di Kebun SBHE
Pengaruh jumlah pelepah terhadap seks rasio dan jumlah tandan
per pokok tanaman di Blok A-008 (tahun tanam 1998)
Pengaruh jumlah pelepah terhadap seks rasio dan jumlah tandan
per pokok tanaman di Blok B-009 (tahun tanam 2003)
Pengaruh jumlah pelepah terhadap seks rasio dan jumlah tandan
per pokok tanaman di Blok A-011 (tahun tanam 2008)
Rataan bunga jantan, bunga betina dan tandan buah per pokok tanaman
di Kebun SBHE
Perbandingan rata-rata jumlah pelepah dan berat tandan rata-rata

7
7
9
13
18
20
22
23
28
28
29
29
30
31
32
32
32
33
33

DAFTAR GAMBAR
1 Fasilitas kebun SBHE
2 Pokok yang mati dililit Mucuna bracteata dan pokok yang dililit
Mucuna bracteata
3 Susunan pelepah pada areal datar-bergelombang
4 Buah hermafrodit

8
11
15
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Peta SBHE dan peta jenis tanah SBHE
Data curah hujan SBHE tahun 2006-2012
Peta tahun tanam SBHE
Struktur organisasi SBHE
Jurnal harian magang sebagai karyawan harian lepas
Jurnal harian magang sebagai pendamping mandor
Jurnal harian magang sebagai pendamping asisten

36
37
38
39
41
41
42

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit telah menjadi komoditas yang berpengaruh besar di dalam
perdagangan ekspor Indonesia. Hasan (2013) menyatakan prospek jalan bagi
olahan kelapa sawit masih menjanjikan di Indonesia karena permintaan dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar. Ekspor minyak sawit
Indonesia dan produk turunannya terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 2011
jumlah ekspor minyak sawit dan produk turunannya mencapai 14.6 juta ton dan
meningkat pada tahun 2012 menjadi 14.7 juta ton (BPS 2012).
Indonesia telah berhasil menjadi produsen crude palm oil (CPO) terbesar
di dunia sejak Oktober 2007, bahkan pada bulan Mei 2009, Indonesia telah
mampu memproduksi 19 juta ton CPO dari luasan areal 7.52 juta ha. Pada tahun
2007, ekspor CPO dan berbagai produk turunannya mencapai 11.9 juta ton, setara
dengan penerimaan USD 7.9 milyar. Perkebunan kelapa sawit memberikan
pekerjaan kepada lebih dari 3.3 juta pekerja, baik di lahan maupun di pabrik dan
berbagai sektor jasa yang terkait. Menteri Perindustrian Republik Indonesia
mengharapkan bahwa Indonesia akan mampu menghasilkan 50 juta ton CPO pada
tahun 2020 (Sa’id 2009).
Permasalahan yang dapat menyebabkan fluktuasi produktivitas kelapa
sawit adalah kurang baiknya pemeliharaan dan pengelolaan kelapa sawit serta
kurang efektifnya pelaksanaan panen dan pengangkutan hasil panen. Hal ini
berhubungan dengan studi kelayakan yang tidak sesuai untuk pembuatan kebun
kelapa sawit, infrastruktur yang tidak memenuhi standar seperti jalan,
keterbatasan pasokan pupuk dan fluktuasi harga crude palm oil (CPO). Salah satu
kegiatan pemeliharaan yang mempengaruhi tingkat produktivitas kelapa sawit
yaitu penunasan (PPKS 2008).
Pahan (2008) menyatakan bahwa kapasitas produksi kelapa sawit
ditentukan oleh ukuran tajuk atau luas daun sebagai permukaan fotosintesis.
Pengelolaan tajuk secara tepat diperlukan untuk meningkatkan kapasitas produksi
kelapa sawit. Luas daun akan meningkat secara progresif pada umur 8-10 tahun
setelah tanam. Hal tersebut dikarenakan adanya pertambahan anak daun dan ratarata ukurannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan tajuk antara lain
genetik bahan tanaman, jarak tanam, tunas pokok, hama dan penyakit, status hara
daun dan pemanenan. Pohon kelapa sawit normal yang dibudidayakan memiliki
40-50 pelepah daun pada satu pohon. Apabila tidak dilakukan penunasan, maka
jumlah pelepah daun dapat melebihi 60 pelepah (Setyamidjaja 2006).
Penunasan yang tepat adalah penunasan yang dapat menjaga produksi
maksimum dan memperkecil kehilangan produksi. Jumlah pelepah yang optimum
untuk mendapatkan produksi yang maksimum yaitu 48-56 pelepah pada tanaman
kelapa sawit muda dan 40-48 pelepah pada tanaman kelapa sawit tua (Pahan
2008). Magang merupakan salah satu pilihan tugas akhir untuk penyusunan
skripsi Departemen Agronomi dan Hortikultura. Melalui magang ini penulis
selain mengikuti kegiatan umum sesuai jadwal kerja di perkebunan, secara khusus
mengikuti dan mengamati kegiatan penunasan.

2

Tujuan
Kegiatan magang ini mempunyai tujuan umum menambah pengalaman,
meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial di perkebunan kelapa sawit,
serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami proses kerja secara
nyata. Tujuan khusus dalam kegiatan magang ini adalah mempelajari teknik dan
manajemen penunasan yang tepat di dalam mempertahankan jumlah optimum
pelepah yang sesuai dengan umur tanaman kelapa sawit.

TINJAUAN PUSTAKA
Ekofisiologi Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara 27 ºC
dengan suhu maksimum 33 ºC dan suhu minimum 22 ºC sepanjang tahun. Curah
hujan rata-rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan adalah
1250-3000 mm yang merata sepanjang tahun (dengan jumlah bulan kering kurang
dari 3 bulan). Curah hujan optimal berkisar 1750-2500 mm. Kelapa sawit lebih
toleran dengan curah hujan yang tinggi dibandingkan dengan jenis tanaman
lainnya, meskipun demikian dalam kriteria klasifikasi kesesuaian lahan nilai
tersebut menjadi faktor pembatas ringan. Jumlah bulan kering lebih dari 3 bulan
merupakan faktor pembatas bobot. Adanya bulan kering yang panjang dan curah
hujan yang rendah akan menyebabkan terjadinya defisit air (PPKS 2007).
Lama penyinaran matahari yang optimal adalah 6 jam per hari dengan
kelembaban nisbi pada kisaran 50-90 % (optimal pada 80 %). Aspek iklim lainnya
yang juga berpengaruh pada budidaya kelapa sawit adalah ketinggian tempat dari
permukaan laut atau elevasi. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada
ketinggian 0-400 m di atas permukaan laut. Bentuk wilayah merupakan faktor
penentu produktivitas yang mempengaruhi kemudahan panen, pengawetan tanah
dan air, pembuatan jaringan jalan, dan keefektivitasan pemupukan. Pertumbuhan
kelepa sawit di pengaruhi kondisi di sekitar tanaman seperti keadaan iklim,
pemeliharaan, keraparan tanaman dan umum tanaman (Setyamidjaja 2006).

Penunasan Pelepah Kelapa Sawit
Risza (2010) menyatakan bahwa penunasan kelapa sawit merupakan
pemangkasan daun sesuai umur tanaman serta pemotongan pelepah yang tidak
produktif (pelepah sengkleh, pelepah kering, dan pelepah terserang hama dan
penyakit) untuk menjaga luasan permukaan daun (leaf area) yang optimum agar
mendapat produksi yang maksimum. Tujuan penunasan yaitu memudahkan
pemanenan, melancarkan terjadinya proses penyerbukan secara alami,
memudahkan pengamatan buah yang matang panen, menghindari brondolan
tersangkut di ketiak pelepah dan mengurangi kelembaban yang dapat
menimbulkan serangan hama Tirathaba dan cendawan Marasmius.
Menurut Pahan (2008), Pengelolaan tajuk yang sesuai merupakan kunci
maksimalisasi produksi tandan buah kelapa sawit. Efisiensi tajuk dapat mengubah

3

radiasi sinar matahari menjadi karbohidrat. Kegiatan pengelolaan tajuk yang tepat
dapat dilakukan melalui penunasan. Penunasan dapat dilakukan bersamaan
dengan kegitatan panen (potong) buah atau pada waktu lain secara periodik.
Pemanen melakukan penunasan terhadap pelepah yang menjepit buah guna
memudahkan potong buah, terutama pada pokok yang buah sudah tinggi (dengan
alat panen egrek). Panen tanpa penunasan (curi buah) umumnya dapat dilakukan
pada tanaman yang buahnya masih rendah (dengan alat panen dodos).

Teknik Penunasan Kelapa Sawit
Teknik penunasan pada tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM) disebut
dengan istilah songgo, yaitu penunasan yang hanya meyisakan beberapa pelepah
dari tandan buah yang paling bawah. Terdapat songgo satu, songgo dua dan
songgo tiga tetapi yang paling sering digunakan di perkebunan kelapa sawit yakni
teknik songgo dua yaitu hanya menyisakan dua lingkar pelepah dari tandan buah
yang paling bawah. Teknik songggo ini disesuaikan dengan umur TM kelapa
sawit yang akan dilakukan penunasan (Risza 2010).
Teknik songgo tiga dilakukan pada TM yang berumur 4-7 tahun yakni
dengan menyisakan tiga lingkar pelepah dari tandan buah paling bawah, teknik
songgo dua dilakukan pada TM berumur 8-14 tahun sedangkan teknik songgo
satu dilakukan pada TM yang berumur di atas 15 tahun (Pahan, 2008). Pada
prakteknya teknik songgo dua sering dilakukan untuk mendapatkan ILD (Indeks
Luas Daun) yang optimum yang sebesar 5-7. ILD merupakan rasio luas daun
terhadap luas lahan. Nilai ILD dipengaruhi oleh waktu penyinaran, temperatur
udara, kelembaban tanah, dan karakteristik genetik tanaman. ILD akan optimum
jika penutupan tajuk optimum dan penutupan tajuk dianggap optimum jika lebih
dari 80 % cahaya matahari yang datang dapat diserap oleh tanaman (Pahan 2008).

METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang ini dilaksanakan di Divisi 3 Sungai Bahaur Estate
(SBHE), PT Windu Nabatindo Abadi, Bumitama Gunajaya Agro Group, Wilayah
VI Metro Cempaga, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Pelaksanaan
magang berlangsung selama 4 bulan, dari tanggal 11 Februari hingga 10 Juni
2013.

Metode Pelaksanaan
Kegiatan magang ini merupakan suatu kegiatan praktek teknis di lapangan
dan kegiatan manajerial di perkebunan. Selama satu bulan pertama, penulis
berstatus sebagai karyawan harian lepas (KHL). Pekerjaan yang dilakukan
meliputi pengendalian gulma secara manual (pembersihan piringan, pembersihan
gawangan dan dongkel anak kayu), pengendalian gulma secara kimiawi (semprot
gulma di piringan dan gawangan serta oles anak kayu), pemupukan, kastrasi,

4

manajemen kanopi (tunas pokok dan sanitasi pelepah sengkleh), pengambilan
LSU (Leaf Sampling Unit), sensus bobot tandan rata-rata dan kegiatan panen.
Satu bulan selanjutnya penulis berstatus sebagai pendamping mandor.
Tugasnya adalah mendampingi mandor atau ditugaskan sebagai mandor dengan
kegiatan memberi pengarahan pekerjaan pada saat apel pagi, mengawasi
pekerjaan karyawan dan membuat Laporan Harian Mandor (LHM). Kemandoran
yang diikuti meliputi kemandoran panen, kemandoran perawatan, kemandoran
pemupukan, kemandoran chemist, dan kerani panen. Penulis juga beberapa kali
ditugaskan sebagai mandor untuk menggantikan mandor yang sedang cuti atau
berhalangan hadir, status mandor yang pernah dijalani yaitu mandor panen,
mandor perawatan manual, mandor chemist, kerani panen dan mandor
pengambilan LSU (Leaf Sampling Unit).
Kegiatan selama dua bulan selanjutnya yaitu sebagai pendamping asisten
divisi. Kegiatan–kegiatan yang dilakukan antara lain: membantu administrasi
divisi dengan membuat monitoring pekerjaan harian mandor, membantu
menyusun rencana dan anggaran biaya divisi, melakukan pemeriksaan mutu hanca
panen, chemist dan pupuk kemudian melaporkan hasil pemeriksaan tersebut
kepada asisten kebun dan melakukan kunjungan ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

Pengamatan dan Pengumpulan Data
Metode pengambilan data dilakukan secara langsung (data primer) dan
tidak langsung (data sekunder). Data primer adalah informasi yang didapatkan
secara langsung melalui pengamatan di lapangan maupun diskusi dengan KHL,
mandor dan asisten kebun, sedangkan data sekunder digunakan untuk melengkapi
informasi di lapang dan diperoleh dari arsip laporan manajemen di kantor
administrasi kebun maupun studi pustaka.
Data primer yang dikumpulkan antara lain:
a. Sistem penunasan
Sistem penunasan yang diamati berupa realisasi penerapan sistem
penunasan di lapangan, rotasi penunasan serta sistem pembayaran
penunasan. Data diambil melalui wawancara terhadap mandor panen,
asisten kebun dan karyawan penunasan.
b. Jumlah pelepah yang dipertahankan
Data diperoleh bersamaan dengan pengamatan teknik penunasan. Jumlah
pelepah yang diamati kemudian dikategorikan menjadi 6 interval dan
dibandingkan dengan SOP (Standart Operational Procedure) perusahaan
tentang jumlah pelepah yang harus dipertahankan berdasarkan umur
tanaman.
c. Teknik penunasan
Data ini diperoleh melalui pengamatan hasil tunas pokok di tiga jalan pikul
dengan tiga orang pemanen berbeda yang diambil secara acak.
Pengamatannya dilakukan pada 3 blok dengan umur tanaman yang
berbeda, yaitu tahun 1998, 2003, dan 2008. Data tersebut kemudian
dibandingkan dengan ketentuan teknik penunasan perusahaan yang
menerapkan songgo satu, songgo dua, atau songgo tiga.

5

d. Jumlah bunga jantan, bunga betina dan tandan buah
Data tersebut diperoleh bersamaan dengan pengamatan teknik penunasan.
Data ini kemudian dianalisis kaitannya dengan banyaknya jumlah pelepah
yang dipertahankan.
Data sekunder yang dikumpulkan antara lain meliputi: (1) kondisi kebun,
yang terdiri dari: peta areal, letak geografis, topografi lahan, jenis tanah, produksi
dan produktivitas, iklim dan curah hujan, luas areal, tata guna lahan, jenis
varietas, umur tanaman, komposisi dan populasi tanaman; (2) standar dan target
kebun yang meliputi: pemeliharaan, pemanenan, produksi dan tenaga kerja; (3)
organisasi dan manajemen yang meliputi: struktur organisasi, jumlah dan status
karyawan; (4) sarana dan prasarana kebun.

Analisis Data dan Informasi
Analisis dilakukan terhadap seluruh data yang diperoleh. Adapun metode
analisis yang digunakan berupa uji t –student (Riyono 2011), analisis kuantitatif
dengan statistik, analisis kualitatif dan analisis deskriptif sesuai dengan
karakteristik data yang diperoleh. Data hasil tersebut dibandingkan dengan
pustaka dan standar yang berlaku di perusahaan.

KONDISI UMUM LOKASI MAGANG
PT Windu Nabatindo Abadi (WNA) merupakan perusahaan agribisnis
kelapa sawit yang tergabung dalam Bumitama Gunajaya Agro Grup (BGA).
Perusahaan ini terletak di wilayah 4 manajemen BGA yang bertempat di
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. BGA menempatkan dua
perusahaan di daerah tersebut selain PT WNA yaitu PT Windu Nabatindo Lestari
(WNL). PT WNA memiliki tiga manajemen kebun kelapa sawit, yaitu Sungai
Bahaur Estate (SBHE), Sungai Cempaga Estate (SCME) dan Bangun Koling
Estate (BKLE). PT WNA juga memiliki satu unit pabrik kelapa sawit yaitu
Selucing Agro Mill (SAGM). Penulis tergabung di dalam manajemen Kebun
SBHE. Sungai Bahaur Estate (SBHE) merupakan kebun take over yang berasal
dari PT Surya Barokah dengan luas areal 3 987 ha.

Letak Geografis dan Administratif
Sungai Bahaur Estate secara geografis berada antara 113.01 o-113.07o BT
dan 1.80o-1.86o LS yang terletak di Desa Pundu, Kecamatan Cempaga Hulu,
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. SBHE berbatasan dengan
Sungai Cempaga Estate (SCME) di sebelah Utara dan dengan PT Bisma Darma
Kencana di sebelah Timur. Peta Kebun SBHE dapat dilihat pada Lampiran 1.

6

Keadaan Iklim dan Tanah
Keadaan iklim di SBHE menurut klasifikasi Schmidth-Ferguson termasuk
tipe iklim A (sangat basah). Curah hujan selama 4 tahun terakhir (2009-2012) di
SBHE yaitu sebesar 3 543 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 137 hari/tahun.
Suhu rata-rata Kebun SBHE adalah 27oC dengan kisaran suhu 23-33oC. keadaan
curah hujan di SBHE tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kondisi lahan di SBHE mayoritas adalah relatif datar dengan tingkat
kemiringan 0-8 % dan sedikit bergelombang dengan tingkat kemiringan 9-15 %.
Jenis tanah di SBHE terdiri atas tanah inceptisol sebesar 60.28 %, kaolin sebesar
19.86 %, ultisol sebesar 17.73 % dan tanah entisol sebesar 0.71 %. Peta jenis
tanah di SBHE dapat dilihat pada Lampiran 1. Tanah yang paling dominan di
SBHE adalah tanah inceptisol. Menurut Resman et al (2006) tanah inceptisol
adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang
lebih remah dibandingkan dengan tanah yang matang. Jenis tanah ini juga
memiliki warna yang beraneka ragam tergantung dari jenis bahan induknya.
Warna kelabu menunjukkan bahan induknya berasal dari endapan sungai, warna
coklat kemerahan terbentuk karena mengalami proses reduksi dan warna hitam
mengandung bahan organik yang tinggi.
Kesesuaian lahan di SBHE termasuk kedalam lahan kelas S3 (sesuai
marjinal) dengan faktor pembatas utama adalah tekstur tanah pasir berlempung.
Pemanfaatan lahan dengan kelas kesesuaian S3 harus diimbangi dengan upaya
peningkatan kesuburan tanah. Upaya yang telah dilakukan SBHE di dalam
meningkatkan kesuburan tanah, diantaranya penanaman LCC (Legum Cover
Crop), pemupukan anorganik yang efektif dan efisien dan pengaplikasian bahan
organik dengan menggunakan JJK (Tandan Kosong) dan pelepah.

Luas Hak Guna Usaha dan Tata Guna Lahan
Luas Hak Guna Usaha (HGU) PT Windu Nabatindo Abadi adalah 9 589
ha yang terbagi kedalam tiga kebun, yaitu Sungai Bahaur Estate (SBHE) 4 283.5
ha, Bangun Koling Estate (BKLE) 2 505 ha dan Sungai Cempaga Estate (SCME)
3 097 ha. SBHE mengelola 5 divisi dengan perincian areal kerjanya sebagai
berikut: Divisi 1 memiliki 24 blok dengan luas areal 764.2 ha, Divisi 2 memiliki
31 blok dengan luas 735.4 ha, Divisi 3 memiliki 24 blok dengan luas 689.9 ha,
Divisi 4 terdiri dari 32 blok dengan luas 1199.2 ha. dan Divisi 5 memiliki 30 blok
dengan luas areal 894.9 ha. Luas areal dan tata guna lahan di SBHE dapat dilihat
pada Tabel 1.

Keadaan Tanaman dan Produksi
Tanaman kelapa sawit yang diusahakan di SBHE merupakan varietas
Marihat yang dihasilkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Jarak
tanam yang digunakan adalah 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m dengan populasi rata-rata
perhektarnya adalah 136 pohon. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa Stand
Per Ha (SPH) atau populasi tanaman per hektar beragam. Hal ini dikarenakan
SBHE merupakan kebun take over dengan menerima kebun yang kurang terawat

7

dari kebun sebelumnya dan juga jarak tanam antar pohon yang beragam. Kebun
yang diterima SBHE kemudian dilakukan konsolidasi dan ditambah dengan
menanam tanaman sisipan pada pokok yang kerdil, abnormal, tidak produktif dan
mati. Kondisi ini menyebabkan SBHE memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi,
yaitu dalam satu blok memiliki beberapa tahun tanam dengan SPH yang beragam.
Tabel 1 Luas HGU dan tata guna lahan di SBHE
Uraian
I. Areal diusahakan
A. Areal yang ditanam
Tanaman Menghasilkan (TM)
Total areal ditanam
B. Areal prasarana
Emplasemen/bangunan lainnya
Jalan dan jembatan
Total areal prasarana
II. Areal mungkin bisa ditanam/perluasan
C. Okupasi
Total areal mungkin bisa diusahakan
D. Bukit, sungai, lembah, rawa, tanah tandus
Total areal tidak bisa diusahakan
Grand total

Luas (ha)

3 987.5
3 987.5
42.0
139.0
181.0
45.0
45.0
70.0
70.0
4 283.5

Sumber: Data Kebun SBHE (2013).

Saat ini SBHE hanya mengelola Tanaman Menghasilkan (TM) kelapa
sawit yang terdiri dari kebun inti dan kebun plasma. Kebun inti terletak di divisi 4
dan 5 dengan luas 2 069.1 ha sedangkan kebun plasma terletak di Divisi 1, 2 dan 3
dengan luas 2 214.4 ha. terdapat 12 tahun tanaman yang berbeda, yaitu tahun
1998, 1999, 2000, 2002, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, dan 2010.
Setiap divisi SBHE memiliki tahun tanam yang berbeda. Peta tahun tanam di
SBHE dapat dilihat pada Lampiran 3. Produksi TBS di SBHE selama 5 tahun
terakhir (2008-2012) yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Produksi TBS kelapa sawit di SBHE tahun 2008-2012
Produksi TBS
No

Tahun

1
2
3
4
5

2008
2009
2010
2011
2012

Jumlah tandan
(buah)
3 355 822
4 372 208
4 958 546
7 109 951
7 093 901

Produksi (ton)
32 828.72
45 781.83
54 834.73
71 756.88
83 620.37

BTR
(kg tandan-1)
9.78
10.47
11.06
10.10
11.80

Sumber: Data Kebun SBHE

Dari data di atas terlihat bahwa produksi TBS meningkat setiap tahunnya.
Data tersebut menunjukkan peningkatan produksi dari 71 756 ton TBS pada tahun
2011 menjadi 83 620 ton TBS di tahun 2012. Peningkatan produksi ini
disebabkan beberapa faktor, antara lain: peningkatan luas areal TM kelapa sawit,
perawatan yang intensif, curah hujan yang cukup dan pemupukan yang efektif.

8

Fasilitas Kebun
Fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh SBHE, yaitu: kantor kebun, kantor
divisi, poliklinik, Tempat Penitipan Anak (TPA), kantor Block Manuring System
(BMS), rumah Intenal Training Mandor (ITM), gudang dan alat-alat kebun,
tempat ibadah seperti mesjid dan gereja, perumahan dan beberapa fasilitas
olahraga seperti lapangan bola, badminton dan voli. Fasilitas yang disediakan
bertujuan meningkatkan kinerja karyawan dan staf kebun agar lebih produktif
dengan output kerja yang tinggi dan mampu memenuhi standar yang diharapkan
kebun. Perumahan induk atau emplasmen utama terletak di sekitar kantor kebun
yang dihuni oleh para staff kebun dan para supir truk. Perumahan karyawan
harian tetap, karyawan harian lepas dan para supervisi kebun (mandor, mantri
tanam dan kerani buah) terletak di divisi masing-masing. Semua perumahan di
SBHE telah dilengkapi oleh listrik dan air dan juga disediakan bus sekolah untuk
antar-jemput semua putra-putri karyawan SBHE. Beberapa fasilitas yang tersedia
di SBHE dapat dilihat pada Gambar 1.

a

b

c

d

e

f

g

h

i

Gambar 1. Fasilitas Kebun SBHE (a.kantor kebun; b. kantor divisi; c. gudang pupuk;
d. poliklinik; e. rumah ITM; f. kantor BMS; g. perumahan karyawan; h. TPA;
i. mesjid)

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
PT Windu Nabatindo Abadi dipimpin oleh seorang kepala wilayah yang
bertanggung jawab kepada GMP (General Manager Plantation). Seorang kepala
wilayah dibantu oleh admin wilayah, departemen support, staf GIS (Geographic
Information System), estate manager, mill manager, kepala tata usaha dan kepala
traksi wilayah dalam melaksanakan kegiatan perusahaan.

9

Kebun SBHE dipimpin oleh seorang Estate Manager (EM) yang memiliki
atasan langsung kepala wilayah dan bawahan langsung seorang Kepala
Administrasi Estate (Kasie), asisten kepala kebun dan asisten divisi. Seorang
asisten divisi dibantu oleh mandor I, kerani divisi, mandor panen, mandor
perawatan, kerani divisi, kerani transport, mandor pupuk dan mandor chemist.
Struktur organisasi SBHE dapat dilihat pada Lampiran 4.
Estate manager bertugas mengendalikan semua kegiatan di kebun dalam
rangka mencapai produksi dan mutu yang maksimal. Rincian tugas seorang estate
manager adalah sebagai berikut: 1) melakukan monitoring pelaksanaan pekerjaan
operasional berdasarkan laporan dari divisi atau bagian dari unit kebun serta
melaporkannya secara komprehensif kepada kepala wilayah, 2) menyusun
anggaran tahunan dan bulanan meliputi aspek area statement, produksi, kapital,
sumber daya manusia dan biaya, 3) mengadakan rapat kerja intern dengan asisten
divisi dan kasie beserta jajaran di bawahnya secara periodik (minimal seminggu
sekali) dalam upaya peningkatan/perbaikan kinerja. Asisten kepala bertugas
membantu dan bertanggung jawab kepada manager dalam pengelolaan seluruh
pekerjaan agronomi dan bertugas melakukan kunjungan secara periodik ke setiap
divisi.
Asisten divisi memiliki tugas di dalam perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan teknis di lapangan pada divisi masing-masing, meningkatkan
produktivitas melalui pengembangan kompetensi dan karier sumber daya manusia
di divisi. Tugas lainnya yaitu memonitoring semua kegiatan di lapangan dan
bertanggung jawab langsung kepada estate manager, dan dalam melaksanakan
tugasnya asisten divisi dibantu oleh para supervisi kebun yang terdiri dari
mandor I, mandor panen, mandor perawatan, mandor pupuk, mandor chemist,
kerani panen dan kerani transport.
Tenaga kerja di SBHE terdiri dari karyawan staf dan non-staf. Tenaga
kerja staf terdiri dari estate manager, asisten divisi dan kasie. Karyawan non-staf
terdiri dari karyawam bulanan, Karyawan Harian Tetap (KHT) dan Karyawan
Harian Lepas (KHL). KHL yang bekerja di SBHE berjumlah 196 orang, KHT
berjumlah 443 orang dan karyawan bulanan berjumlah 53 orang. Sehingga jumlah
total tenaga kerja di Kebun SBHE berjumlah 700 orang. Rasio pekerja per ha di
Kebun SBHE adalah 0.17 HK/ha dan hal tersebut bisa dikatakan baik karena
norma ITK untuk perkebunan kelapa sawit adalah 0.2 HK/ha. Komposisi jumlah
tenaga kerja di SBHE dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi jumlah tenaga kerja SBHE
No
1
2
3
4

Status Pegawai
Staf
Bulanan
Karyawan Harian Tetap (KHT)
Karyawan Harian Lepas (KHL)
Indeks Tenaga Kerja (ITK)

Sumber: Data Kebun SBHE

Jumlah (orang)
8
14
199
180
0.17

10

PELAKSANAAN MAGANG
Pelaksanaan Teknis
Kegiatan magang yang dilakukan selama di kebun SBHE yaitu menjadi
karyawan harian lepas selama satu bulan, kemudian berstatus pendamping mandor
atau berperan menggantikan mandor yang berhalangan masuk kerja selama satu
bulan berikutnya, dan menjadi pendamping asisten divisi dan melakukan kegiatan
manajerial serta administrasi dikantor kebun selama dua bulan terakhir. Kegiatan
yang dilakukan selama menjadi karyawan harian lepas diantaranya: pengendalian
gulma secara manual (perawatan piringan, gawangan dan dongkel anak kayu),
pengendalian gulma secara kimiawi (penyemprotan piringan, gawangan dan spot
lalang), penunasan, pengambilan LSU (Leaf Sampling Unit), pemupukan dan
pemanenan.
Pelaksanaan kegiatan di lapangan selalu diawali dengan kegiatan apel
pagi. Apel pagi bertujuan untuk mengabsensi karyawan oleh mandor, menjelaskan
pekerjaan yang akan dilakukan dihari tersebut dan juga sebagai sarana mengecek
kesiapan karyawan sebelum bekerja. Pelaksanaan teknis dilakukan di Divisi 3
SBHE. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan penulis dapat dilihat pada jurnal harian
magang pada Lampiran 5, 6 dan 7.
Pengendalian Gulma
Gulma di perkebunan kelapa sawit merupakan vegetasi yang tumbuh
secara alami dan menjadi pesaing bagi tanaman utama yaitu kelapa sawit sehingga
keberadaannya merugikan pertumbuhan dan produksi kelapa sawit serta
mengganggu aktivitas di lapangan. Pengendalian gulma di SBHE difokuskan pada
areal piringan dan gawangan. Tujuan pengendalian gulma di piringan, yaitu:
a) pada TBM dapat mengurangi kompetisi unsur hara dan meningkatkan
pertumbuhan akar dikarenakan akar halus tanaman masih berada disekitar
piringan/pokok, b) pada TBM dan TM dapat mempermudah kontrol pemupukan,
c) pada TM dapat mengurangi kompetisi unsur hara dan memudahkan pengutipan
brondolan. Tujuan pengendalian gulma di gawangan, yaitu: a) mengurangi
kompetisi hara, pertumbuhan akar, air dan sinar matahari, b) mempermudah
kontrol pekerjaan dari satu gawangan ke gawangan lain, c) menekan populasi
hama (terutama pada TBM). Perusahaan menerapkan konsep pengelolaan gulma
terpadu (integrated weed management) dengan memberdayakan seluruh
komponen pengendalian yang meliputi: kultur teknis dan tindakan preventif,
biologis, manual dan kimiawi. Gulma-gulma yang dimanfaatkan di Kebun SBHE
antara lain Calopogonium mucunoides (kacangan penutup tanah), Mucuna
bracteata (kacangan penutup tanah), Turnera ulmifolia, Cuscuta compressi (tali
putri), Nephrolepis bisserata, Ageratum conyzoides (babadotan), Vertiveria
zizanioides, dan lain-lain. Pengendalian gulma di SBHE ada dua yaitu
pengendalian gulma secara manual dan kimia. Gulma-gulma yang ditemukan di
lapang terdiri dari gulma berdaun lebar dan berdaun sempit. Tetapi, gulma yang
paling dominan adalah gulma dari golongan berdaun lebar.
Pengendalian Gulma Secara Manual. Pengendalian gulma secara
manual difokuskan pada dua tempat yaitu, piringan dan gawangan. Jenis

11

pekerjaan yang dilakukan antara lain: garuk piringan manual, tarik goloran di
pokok sawit (gulma yang merambat termasuk tanaman kacangan) dan dongkel
anak kayu atau tumbuhan pengganggu di gawangan. Pengendalian gulma secara
manual yang sering dilakukan yaitu pembabatan gulma berkayu dengan
menggunakan parang. Pembabatan gulma lebih efektif dilakukan pada areal
dengan kondisi pertumbuhan gulma yang berat. Pembabatan manual difokuskan
pada tanaman berkayu dari pada semak dengan metode penebasan batang pohon
setinggi ± 20 cm dari permukaan tanah.
Divisi 3 SBHE memiliki areal pertanaman yang berbentuk datar dan
bergelombang. Pada kondisi pertumbuhan gulma yang berat output karyawan
ditetapkan sebesar 0.5 ha/HK. Sedangkan dalam kondisi ringan karyawan dapat
mencapai output sebesar 2 ha/HK. Pengendalian gulma secara manual dikoordinir
oleh seorang mandor yang memiliki 10 orang karyawan. Berdasarkan pengamatan
di lapangan, pada Blok C-013 yang memiliki kondisi pertumbuhan gulma yang
sangat lebat, karyawan hanya dapat mencaai output sebesar 0.25 ha/HK. Hal ini
tidak mencapai target output per HK yang sebesar 0.5 ha. berdasarkan hal
tersebut, terlihat bahwa besarnya output karyawan pengendalian manual
tergantung pada kondisi pertumbuhan gulma.
Kacang-kacangan Mucuna bracteata (MB) berguna di dalam menekan
pertumbuhan gulma. Kerugian yang disebabkan kacang-kacangan jenis ini yaitu
memiliki pertumbuhan yang sangat cepat sehingga pengendalian pertumbuhan
harus sering dilakukan dan berimbas pada tingginya biaya pengendalian MB.
Penulis mengamati pertumbuhan MB di Blok D-009 dan D-008, dan melihat
bahwa pada kedua blok tersebut pengendalian MB tidak dilakukan secara efektif
sehingga akhirnya MB melilit pokok dan mengganggu pertumbuhan tanaman
utama. MB yang melilit tanaman kelapa sawit dapat menyebabkan tanaman
tumbuh kerdil bahkan mati yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pokok yang mati dililit Mucuna bracteata (kiri) dan pokok yang dililit
Mucuna bracteata (kanan)

Dongkel Anak Kayu (DAK) merupakan kegiatan pengendalian gulma
secara manual selektif dengan cara mencabut semua jenis gulma berkayu yang
berada pada piringan, gawangan maupun jalan pikul, kemudian gulma tersebut
dibuang ke gawangan mati. Alat yang digunakan yaitu cados (cangkul kecil
dengan lebar ± 14 cm). Standar yang digunakan dalam DAK adalah 0.5 ha/HK.
Pengendalian Gulma Secara Kimiawi. Pengendalian gulma secara
kimiawi merupakan kegiatan pengendalian gulma dengan mengunakan herbisida
yang umumnya diaplikasikan dengan cara penyemprotan langsung pada gulma.

12

Penyemprotan dilakukan di areal gawangan, piringan, jalan pikul dan TPH
(Tempat Pengumpulan Hasil).
Jenis herbisida yang digunakan merupakan herbisida kontak dan sistemik.
Heribisida kontak bekerja secara efektif dengan mematikan jaringan tumbuhan
yang hanya terkena semprotan, sedangkan herbisida sistemik bekerja secara
efektif dengan mengalirkan racun kedalam jaringan tumbuhan sehingga
mematikan jaringan sasarannya, seperti daun, tunas, titik tumbuh sampai
perakarannya. Bahan herbisida yang diaplikasikan di kebun diantaranya:
primaxon/paraquat, metaprima dan glifosat.
Primaxon merupakan herbisida purna tumbuh yang bersifat kontak
berbentuk larutan dalam air berwarna hijau tua dan mengandung bahan aktif
paraquat diklorida 276 g/l dalam kemasan isi 20 liter yang berfungsi
mengendalikan jenis gulma berdaun lebar, berdaun sempit dan teki. Penggunaan
herbisida ini menyebabkan gulma gulma dapat cepat rusak dan mati, namun
gulma yang diaplikasian dapat dengan cepat tumbuh dan subur jika penyemprotan
tidak dengan merata mengenai seluruh bagian gulma.
Metaprima adaah herbisida purna tumbuh yang bersifat selektif berbentuk
butiran berwarna putih keabuan yang dapat dicampur dalam air dan mengandung
metil metsulfuron 20%. Herbisida ini digunakan untuk mengendalikan gulma
berdaun lebar seperti Melastoma malabatricum, Lantana camara, Chromolaena
odorata, Mikania micrantha dan lain-lain.
Kleen Up (Glifosat) adalah herbisida purna tumbuh yang bersifat sistemik
berbentuk larutan dalam air, berwarna coklat muda, digunakan untuk
mengendalikan alang-alang (Imperata cylindrica), Paspalum conjugatum,
Axonopus compressus dan lain-lain. Heribisida ini mengandung bahan aktif
isopropil amina glifosat 480 g/l. Penggunaan glifosat akan tampak hasilnya
setelah 14 hari aplikasi, minimal dalam jangka waktu 7 hari baru mulai terlihat
efeknya berupa daun yang menguning. Hal ini dikarenakan glifosat bekerja secara
sistemik sehingga gulma yang telah diaplikasikan berangsur-angsur akan mati
hingga ke akar.
Penyemprotan yang dilakukan di gawangan menggunakan primaxon/
paraquat dicampur dengan metaprima dengan dosis 0.375 lt/ha untuk primaxon
dan 25 g/ha untuk metaprima. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan
perbandingan primaxon+metaprima:air sebesar 1:1. Penyemprotan selain di
gawangan juga dilakukan di piringan dan jalan pikul. Herbisida yang digunakan
adalah glifosat dengan dosis 0.25 lt/ha, selanjutnya dilakukan pengenceran dengan
perbandingna 1:1. Gulma berdaun lebar tumbuh tidak hanya di gawangan namun
juga dapat tumbuh di piringan maupun jalan pikul sehingga dapat mengganggu
aktifitas panen dan pemupukan sehingga dalam mengatasi hal tersebut mandor
semprot melakukan pencampuran glifosat dengan metaprima dengan dosis
metaprima sebesar 18.75 g/ha.
Divisi 3 SBHE mimiliki tanaman kelapa sawit yang berumur di atas 5
tahun keatas. Pedoman aplikasi yang digunakan di dalam pengaplikasian herbisida
di SBHE dapat terlihat pada Tabel 4.
Pengendalian gulma secara kimiawi di SBHE menerapkan sistem BSS
(Block Spraying System). BSS merupakan program penyemprotan yang dilakukan
secara terintegrasi dan terorganisisr dari awal hingga akhir kegiatan
penyemprotan. Tujuan dibentuknya sistem BSS adalah untuk meningkatkan

13

output pekerja semprot, baik dari segi luasan maupun dari kualitas hasil semprot.
Alat semprot yang digunakan adalah knapsack sprayer tipe Solo dengan kapasitas
15 liter/kep. Alat ini dilengkapi dengan pengatur tekanan sehingga didapatkan
tekanan yang konstan, sehingga nozel yang paling tepat digunakan pada alat ini
yaitu nozel jenis VLV (Very Low Volume) seperti VLV 200 dan 100. Penggunaan
VLV cocok pada situasi gulma yang tergolong berat. Nozel VLV 200 digunakan
untuk aplikasi herbisida pada gawangan dengan jarak lebar semprot adalah
1.2 meter dan tingkat kebasahannya lebih merata dengan flow rate 970-1180
ml/menit. Volume semprot yang dibutuhkan dalam keadaan standar adalah
156 l/ha. Nozzle VLV 100 digunakan untuk aplikasi spot piringan dengan jarak
lebar semprot adalah 1.2 meter dan tingkat kebasahannya merata dengan flow rate
420-640 ml/menit. Volume semprot yang dibutuhkan yaitu sebesar 69 l/ha. Selain
alat semprot perlengkapan lainnya yang harus digunakan seorang penyemprot,
diantaranya: sarung tangan, masker, topi, kaca mata, apron, sepatu boot dan
bendera (merah dan kuning). Seorang mandor semprot juga harus mengkoordinir
seorang karyawan pengairan yang bertugas untuk mencampur bahan sesuai dosis
yang dianjurkan, mempersiapkan pengenceran, mengisi ulang kep dengan
memberi herbisida kepada seiap karyawan dan memantau bendera yang
menandakan posisi penyemprot. Perlengkapan yang harus digunakan oleh seorang
karyawan pengairan, yaitu: sarung tangan, masker, angkong, gelas ukur, dan
campuran herbisida.
Tabel 4 Pedoman aplikasi herbisida
Sasaran semprot
Umur
tana
man

Lokasi

Piringan
dan jalan
pikul
>5
Tahun

Gawangan

Bahan

Gulma
dominan

Nama
herbisida

Rumput +
LCC +
Mikania
Rumput +
Anak kayu

Glifosat +
Floroksipir

250 + 62.5

MHS

Kuning

Kalibrasi vol. semprot
Vol.
larutan
Konsentrasi
(Lt ha-1
(%)
pohon-1)
5 s/d 10
2.50 + 0.625

375 + 18.75

Knapsack
sprayer

Polijet
biru

75 s/d
100

0.375 +
0.0187

Rumput

Paraquat +
Metil
metsulfuron
Glifosat

250

Floroksipir

62.5

Lalang
Pakis +
Krisan +
Anak kayu
Anak
sawit
(Kentosan)
Pakis +
Krisan +
Anak kayu
Anak kayu

Glifosat
Paraquat +
Metil
metsulfuron
Paraquat +
Metil
metsulfuron
Paraquat +
Metil
metsulfuron
Paraquat +
Metil
metsulfuron

375
375 + 18.75

VLV
100
VLV
100
Kuning
Polijet
biru

15 s/d
25
15 s/d
25
5 s/d 10
75 s/d
100

1.00

Daun lebar

Knapsack
sprayer
Knapsack
sprayer
MHS
Knapsack
sprayer

375 + 25

Knapsack
sprayer

Polijet
biru

75 s/d
100

0.375 +
0.025

375 + 18.75

Knapsack
sprayer

Polijet
biru

150 s/d
200

0.2 + 0.015

375 + 25

Knapsack
sprayer

Polijet
biru

150 s/d
200

0.2 + 0.015

Dosis
(cc gr-1 ha-1
Rot-1)

Alat semprot
Jenis alat

Nozzle

0.25
3.75
0.375 +
0.0187

Sumber: Pedoman aplikasi herbisida BGA (2013)

Kegiatan penyemprotan di SBHE yang paling efektif terlihat pada divisi 2.
Divisi ini menggunakan sistem TUS (Tim Unit Semprot) yang terdiri dari 25
orang karyawan tetap penyemprot dan seorang pengairan. Standar kerja yang
digunakan yaitu 3 ha/HK untuk semprot piringan dan 2 ha/HK untuk semprot
jalan pikul. Salah satu perlengkapan utama tim semprot ini yaitu sebuah truk

14

khusus semprot (TKS) yang memiliki tangki air. Tangki di dalam truk ini
berfungsi sebagai tempat pencampuran bahan herbisida dan air dalam jumlah
besar. Kapasitas 1 tangki adalah 1900-2000 l dan mampu memenuhi 126 kep.
Rincian instruksi pekerjaan karyawan semprot, sesuai dengan ketentuan
perusahaan, yaitu:
1) Tenaga semprot memulai dari jalan pikul/ hanca yang telah ditentukan
berdasarkan nomor urut tenaga kerja atau KKP (Kelompok Kerja
Penyemprot) ditandai dengan bendera merah bernomor dan nomor alat
semprot.
2) Penyemprotan dilakukan dengan ketinggian nozel ± 40 cm dari permukaan
gulma. Tangkai sprayer tidak diperbolehkan diayun saat penyemprotan dan
diharuskan searah dengan arah angin.
3) Penyemprotan gulma dilakukan di TPH, piringan, jalan pikul, jalan tengah
dan jalan kumis dari arah Colection Road (CR) menuju barisan pokok secara
selang-seling.
4) Jika larutan di knapsack habis, kemudian dilakukan penandaan batas akhir
penyemprotan dengan menancapkan bendera kuning dan tenaga semprot
keluar menuju kendaraan TKS untuk melakukan pengisian ulang larutan.
5) Kemudian penyemprot pindah ke jalan pikul/hanca berikutnya dengan
membawa bendera merah.
Kastrasi
Kastrasi. Kastrasi merupakan kegiatan membuang semua produk
generatif, yaitu bunga jantan, betina dan buah (baik dalam kondisi segar maupun
kering). Tujuan dilakukannya kastrasi adalah: mengalihkan nutrisi untuk produksi
buah yang tidak ekonomis ke pertumbuhan vegetatif, membuat pokok kelapa
sawit yang telah dikastrasi lebih kuat dan pertumbuhannya seragam, membuat
pertumbuhan buah yang lebih besar dan seragam, dan menghambat perkembangan
hama dan penyakit (Tirathaba, Marasmius, tikus dan sebagainya).
Kastrasi dilakukan pada pokok kelapa sawit yang beralih dari TBM ke
TM. Kastrasi mulai dilaksanakan saat lebih dari 50 % pokok kelapa sawit TBM
dalam satu blok telah mengeluarkan bunga (jantan atau betina). Pada umumnya
kastrasi dilakukan saat tanaman berumur 16 bulan di lapangan. Pelaksanaan
kastrasi di SBHE difokuskan pada tanaman sisipan yang ditanam pada tahun 2011
dan 2012. Penanaman pokok sisipan dilakukan dikarenakan pokok utama telah
mati atau pertumbuhannya abnormal akibat beberapa hal, diantaranya: serangan
hama dan penyakit, kekurangan unsur hara, genetik abnormal, lilitan MB dan
sebagainya.
Manajemen Kanopi
Manajemen kanopi merupakan kegiatan pemeliharaan kelapa sawit yang
terdiri dari sanitasi dan tunas pokok (pruning). Sanitasi merupakan kegiatan
membersihkan pokok dari pelepah yang sudah kering dan menyentuh tanah, buah
yang terserang penyakit dan sampah-sampah disekitar pokok. Tujuan dilakukan
sanitasi adalah untuk mempermudah proses panen dan mendapatkan kondisi
tanaman atau buah yang sehat.

15

Tunas Pokok. Tunas pokok (pruning) adalah kegiatan memotong pelepah
untuk mendapatkan jumlah pelepah yang optimum disetiap pokok kelapa sawit
berdasarkan umur/pertumbuhan tanaman. Penunasan yang tepat harus
menghindari terjadinya tunas pelepah yang berlebihan (over pruning) atau tunas
pelepah yang lambat (under pruning). Over pruning adalah terbuangnya sejumlah
pelepah produktif secara berlebihan yang akan mengakibatkan penurunan
produksi. Penurunan produksi ini terjadi karena berkurangnya areal fotosintesis
dan pokok mengalami stres yang terlihat melalui: peningkatan gugurnya bunga
betina, penurunan seks rasio (peningkatan bunga jantan) dan penurunan BTR
(Bobot Tandan Rata-Rata). Under pruning adalah terlambatnya kegiatan
pemeliharaan sejumlah pelepah yang sudah tidak produktif sehingga
menyebabkan “pokok gondrong”. Under pruning mengakibatkan terganggunya
pelaksanaan potong buah sehingga output panen tidak maksimal dan losses
produksi meningkat.
Penunasan di Kebun SBHE menggunakan sistem tunas korektif
(Maintenance corective Pruning) yaitu kegiatan penunasan dilakukan bersamaan
dengan kegiatan panen oleh tenaga pemanen itu juga (bukan oleh tim tunas
khusus). Penunasan korektif dilakukan dikarenakan Kebun SBHE rata-rata
memiliki tanaman di atas TM-2. Penunasan dengan sistem progresive pruning
dibayar dengan harga tunasan sebesar Rp600 per tanaman. Tenaga kerja
mendapatkan upah dari hasil panen dan pruning dan akan diterima satu kali dalam
sebulan. Kegiatan pruning terdiri dari 4 seksi yaitu seksi A, B, C, dan D. Setiap
seksi harus diselesaikan dalam satu bulan dengan rata-rata luasan sebesar 150 ha.
Kebun menetapkan rotasi pruning sebanyak 3 kali dalam setahun sehingga biaya
yang dikeluarkan oleh kebun untuk kegiatan pruning 3 kali rotasi adalah Rp1 600
per tanaman.
Penyusunan Pelepah. Penyusunan pelepah setelah pruning disusun
diantara pokok dalam barisan atau di tengah gawangan mati sehingga membentuk
huruf U (U shape) dengan lebar 1.5 m. Pelepah tidak diperbolehkan disusun di
piringan, jalan pikul dan parit/sungai. Keuntungan cara penyusunan pelepah
tersebut adalah sebagai berikut: seorang pemanen tidak mudah melakukan
“curi buah” pada hanca pemanen lainnya, menekan pertumbuhan gulma di tengah
gawangan, menjaga keselamatan kerja pemanen dari duri pelepah dan sebagai
bahan pupuk organik yang dapat menambah hara tanah, menjaga struktur tanah
dari erosi dan mempertahankan kelembaban sehingga merangsang pertumbuhan
akar. Susunan pelepah di SBHE dengan areal datar-bergelombang dapat dilihat
pada Gambar 3.
Collection road

Keterangan:
= Jalan pikul
= Susunan pelepah
= Parit
= Pokok sawit

Gambar 3 Susunan pelepah pada areal datar-bergelombang

16

Pengambilan Leaf Sampling Unit
Leaf Sampling Unit (LSU) merupakan kegiatan pengambilan contoh daun
yang akan dilakukan pengujian unsur hara di dalam daun tersebut sebagai dasar
penentuan rekomendasi pemupukan untuk satu tahun yang akan datang. Kegiatan
LSU dilakukan satu tahun sekali oleh kebun yang dikoordinasi oleh Departemen
Riset BGA. Pelaksanaan LSU dilakukan pada bulan April-Juni atau sekitar 2-3
bulan setelah pemupukan semester I. Jumlah tanaman yang diambil sampel dalam
satu blok LSU adalah 10 % dari total pohon dalam blok. Pengambilan sampel
daun dilakukan oleh 2 tim dalam 1 kebun yang terdiri dari 2 orang/tim. Tugas
dalam 1 tim berbeda, satu orang bertugas sebagai pengambil daun dan
memasukkannya ke dalam plastik sedangkan satu orang lagi bertugas memot