Tinjauan Pustaka

1) Demam Dengue

Demam akut dengan dua atau lebih dari kriteria berikut:

a) sakit kepala

b) Nyeri retro-orbital

c) mialgia

d) arthralgia

e) ruam

f) manifestasi perdarahan

g) leukopenia (lekosit

h) trombositopenia (jumlah trombosit <150 000 sel/mm3)

i) kenaikan hematokrit (5 - 10%);

dan setidaknya salah satu dari kriteria berikut:

a) Hasil tes serologi yang mendukung: titer

test Penghambatan Hemaglutinasi, titer IgG yang comparable dengan

enzyme-linked immunosorbent assay , atau tasting positive pada test antibodi IgM enzyme-linked immunosorbent assay , atau tasting positive pada test antibodi IgM

Untuk mengkonfirmasi diagnosis harus memenuhi kriteria yang telah disebutkan di atas, dengan setidaknya salah satu dari berikut:

a) isolasi virus dengue dari serum, CSF atau sampel otopsi.

b) peningkatan empat kali lipat atau lebih kenaikan serum IgG (dengan uji inhibisi Hemaglutinasi) atau peningkatan IgM antibodi spesifik untuk virus dengue.

c) deteksi virus dengue atau antigen dalam jaringan, serum atau cairan

imunohistokimia, imunofluoresensi atau enzyme-linked immunosorbent assay.

d) deteksi urutan genom virus dengue dengan reverse transcription-

polymerase chain reaction (WHO, 2011).

2) Demam Berdarah Dengue

Terdapat semua dari kriteria berikut:

a) Onset akut demam 2-7 hari.

b) Manifestasi perdarahan, yang ditunjukkan oleh salah satu dari berikut: tourniquet tes positif, petechiae, ekimosis atau purpura, atau perdarahan dari mukosa, saluran pencernaan, situs injeksi, atau lokasi lainnya.

d) Bukti objektif kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang ditunjukkan oleh salah satu kriteria berikut: Meningkatnya hematokrit asites atau hipoproteinemia/hipoalbuminemia (WHO, 2011).

3) Dengue Shock Syndrome

Memenuhi kriteria untuk demam berdarah dengue seperti yang tercantum sebelumnya, dengan tanda-tanda shock berikut:

a) Takikardia, ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler melambat, nadi lemah, lesu atau gelisah, yang mungkin

merupakan tanda perfusi otak berkurang.

b) Tekanan nadi

Hg dengan tekanan diastolik yang

meningkat.

c) Hipotensi berdasarkan usia, yang didefinisikan sebagai tekanan sistolik < 80 mm Hg bagi anak berusia <5 tahun, dan 80-90 mm Hg untuk anak yang lebih tua dan orang dewasa (WHO, 2011).

Konfirmasi laboratorium lain yang dapat dlakukan untuk infeksi dengue adalah dengan melalui isolasi virus, deteksi asam nukleat virus, deteksi antigen virus, test imunologis (IgM dan IgG), dan analisis parameter hematologis (Mandal, et al., 2008)

Klasifikasi infeksi dengue menurut WHO tahun 2011 terbagi dalam Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD), di mana Demam Berdarah Dengue terbagi dalam empat derajat menurut tigkat keparahannya. DBD derajat III dan IV sudah masuk ke dalam keadaan Dengue Shock Syndrome (DSS).

Tabel 2.2. Klasifikasi Infeksi Dengue dan Derajat Keparahan DBD

DD/DBD Derajat

Tanda dan Gejala

Laboratorium

DD Demam dengan dua

Leukopenia (leukosit

dari gejala berikut:

5000 sel/mm3)

Sakit kepala

Trombositopenia

Nyeri retro-orbital

Meningkatnya

Mialgia

hematokrit (5% - 10%)

Arthtralgia

Tidak ada bukti

Ruam

kehilangan plasma

Manifestasi perdarahan Tidak ada bukti kebocoran plasma

DBD

I Demam

Trombositopenia

Manifestasi perdarahan

(<100000 sel/mm3)

(test torniquet positif)

Kenaikan hematokrit

Adanya bukti kebocoran plasma

DBD

II Seperti derajat I

Trombositopenia

ditambah perdarahan

(<100000 sel/mm3)

spontan

Kenaikan hematokrit

DBD

III

Seperti derajat I atau II

Trombositopenia

ditambah kegagalan

(<100000 sel/mm3)

peredarah darah (nadi

Kenaikan hematokrit

lemah, tekanan nadi

gelisah)

DBD

IV Seperti derajat III

Trombositopenia

ditambah syok berat

(<100000 sel/mm3)

dengan tekanan darah

Kenaikan hematokrit Kenaikan hematokrit

(WHO, 2011).

g. Penularan

Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopticus betina. Nyamuk tersebut dapat secara langsung menularkan virus dengue kepada manusia, yaitu setelah menggigit orang yang mengalami viremia, atau secara tidak langsung setelah mengalami masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari.

Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuhnya. Pada nyamuk, sekali virus masuk ke dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut dapat menularkan virus seumur hidupnya. Penularan dari manusia ke nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalam i viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai lima hari setelah demam timbul (Depkes RI, 2001).

h. Pencegahan Penyakit Dengue

Pencegahan penyakit dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:

1) Pencegahan Primer

Pada tahap ini dilakukan upaya menghilangkan kemungkinan terjadinya penyakit yang akan terjadi. Tingkatan ini terdiri dari:

Promosi kesehatan dilakukan dengan cara penyuluhan kesehatan yaitu memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai apa itu DBD, apa tanda-tandanya, apa penyebabnya, dan bagaimana cara penularannya; bila terjadi serangan apa yang harus dilakukan.

b) Perlindungan khusus

Karena penyakit ini tidak terdapat vaksinnya, dan penularan terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes yang mengandung virus dengue, masyarakat diminta untuk menghindari gigitan nyamuk (Farouk, 2004)

2) Pencegahan Sekunder

Pada tahap ini dilakukan upaya untuk menghambat perjalanan penyakit dan mencegah komplikasi. Upaya ini meliputi melakukan

diagnosis seawal mungkin terhadap kasus penyakit dengue dan memberikan pengobatan yang tepat. Begitu didapatkan kasus dengan gejala panas segera dilakukan pemeriksaan fisik dengan cermat untuk menetapkan apakah kasus dengue atau bukan dan bila telah didiagnosis dilakukan pengobatan yang tepat terutama untuk mencegah terjadinya perdarahan dan syok (Farouk, 2004)

3) Pencegahan Tersier 3) Pencegahan Tersier

a) Menghindakan dari kecacatan. Bila kasus menjadi berat dilakukan perawatan rumah sakit untuk menghindari perdarahan hebat dan kematian.

b) Rehabilitasi. Bila ada tanda-tanda penyembuhan, dilakukan pemulihan kesehatan dengan cara pemberian makanan yang bergizi serta vitamin. (Farouk, 2004)

Langkah pencegahan DBD yang paling baik adalah dengan mengeliminasi nyamuk Aedes dengan cara mengeliminasi tempat berbiaknya (Wijaya, 2007). Pemberantasan vektor tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu:

1) Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk trsebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, menyingkirkan tempat perkembangbiakan nyamuk, dan perbaikan desain rumah

2) Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang), tanaman pencegah nyamuk, dan bakteri

Pengendalian kim iawi antara lain dengan pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion, berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Dapat juga dilakukan dengan memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air, seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. Bubuk abate 1% diberikan dengan dosis 1ppm (part per-million) yaitu 10 gram untuk 100 liter air diulangi dalam jangka waktu 2-3 bulan (Wijaya, 2007)

5. Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes

Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah upaya untuk memberantas nyamuk Aedes, dilakukan dengan cara:

a. Menguras dengan menggosok tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali yang bertujuan untuk merusak telur nyamuk, sehingga jentik-jentik tidak bisa menjadi nyamuk atau menutupnya rapat-rapat agar nyamuk tidak bisa bertelur di tempat penampungan air tersebut.

b. Mengganti air vas bunga, perangkap semut, air tempat minum burung seminggu sekali dengan tujuan untuk merusak telur maupun jentik nyamuk.

sampah lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk.

d. Mencegah barang-barang/pakaian-pakaian yang bergelantungan di kamar ruang yang remang-remang atau gelap yang berpotensi untuk

menjadi tempat hinggap nyamuk. (Depkes RI, 1996).

Gerakan PSN biasa disebut dengan 3M Plus, yaitu menguras, menutup, dan menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus yang bertujuan untuk mencegah gigitan nyamuk, seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kawat kasa pada ventilasi, menyemprot insektisida, menggunakan lotion anti nyamuk, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, tidak menggantung pakaian di ruang gelap, menutup pintu dan jendela saat senja, dan lain-lain sesuai dengan kondisi setempat (Wahono, 2004).

Dengan melakukan kegiatan PSN secara rutin dan dilakukan oleh semua masyarakat, maka perkembangan penyakit akibat infeksi virus

dengue di suatu wilayah tertentu dapat dicegah dan dibatasi penyebarannya, sehingga dapat menurunkan angka kejadian penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue.

a. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia memiliki perilaku karena semua itu mempunyai aktifitas masing-masing.

Perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Maka, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas seseorang, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon. Teori skiner disebut teori Stimulus-Organisme-Respon atau S-O-R. Skiner membedakan adanya dua respon, yaitu:

1) Respondent response atau reflexsive response, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu.

menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent response ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.

2) Operant response atau instrumental response, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation, karena perangsangan tersebut bersifat memperkuat respon yang telah dilakukan. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya (Notoatmodjo, 2003).

b. Bentuk Perilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Perilaku tertutup. Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, 1) Perilaku tertutup. Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

2) Perilaku terbuka. Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dan dapat diamati dalam bentuk tindakan ataupun praktek (Notoatmodjo, 2007a).

c. Determinan Perilaku

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Akan tetapi, walaupun bentuk stimulusnya sama, bentuk respon akan berbeda pada setiap setiap orang. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Faktor internal. Yaitu karakteristik seseorang yang bersangkutan yang bersifat bawaan. Misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelam in, dan sebagainya.

2) Faktor eksternal. Yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007a).

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam

arti mengetahui stimulus terlebih dahulu.

2) Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut dan sikap

terhadap objek sudah mulai timbul.

3) Evaluation (menilai) menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah

lebih baik lagi.

4) Trial (Mencoba) subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dihendaki oleh stimulus.

5) Adoption (menerima) di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila adopsi perilaku terjadi melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007a).

terhadap PSN Aedes

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan formal kepala keluarga dengan perilaku terhadap PSN Aedes. Pendidikan mempunyai tujuan untuk mengubah dan membentuk sikap, watak serta perilaku manusia ke arah yang lebih baik (Syah, 2011). Maka, diharapkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut tentang suatu hal, sehingga diharapkan berperilaku dengan mengambil tindakan yang baik, dalam hal ini termasuk juga pemberantasan sarang nyamuk yang bertujuan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit demam berdarah.

Pendidikan yang relatif rendah melatarbelakangi sulitnya penduduk untuk mengetahui konsep kejadian penyakit demam berdarah serta pencegahannya. Pendidikan akan mempengaruhi pemahaman terhadap demam berdarah dengue dan cara-cara penanggulangannya. Sedangkan kepala keluarga sendiri memiliki peran yang penting dalam sebuah keluarga. Kepala keluarga berperan sebagai role model dalam sebuah keluarga, apabila kepala keluarga berperilaku baik dan aktif dalam melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk maka dapat juga memberikan manfaat positif dan mencontohkan keluarganya untuk melakukan hal yang sama.

aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 2007b).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respons atau reaksi manusia, dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, sikap) maupun

tindakan nyata atau praktik. Sedangkan stimulus di sini terdiri dari empat unsur pokok yanki sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Para ahli pendidikan membagi perilaku ke dalam tiga domain, ketiga domain dukur dalam:

a. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

b. Sikap atau persepsi peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

c. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (Notoatmodjo, 2007b).

Perilaku kesehatan dapat diklassifikasikan menjadi 3:

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)

Perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana terjadi sakit Perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan bilamana terjadi sakit

Upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati diri sendiri sampai mencari pengobatan keluar negeri

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang maupun lingkungan, baik fisik maupun social budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat (Machfoedz, 2003).

Dapat disimpulkan bahwa perilaku tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan dari orang atau masyarakat yang

bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas yang akan mendukung terbentuknya perilaku. Tiga kategori yang

memberi kontribusi atas perilaku kesehatan merupakan hasil tahu, ini akan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa, paling besar dipengaruhi penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2003).

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang di bidang kesehatan, yaitu:

a. Latar belakang a. Latar belakang

b. Kepercayaan dan kesiapan mental

Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan juga dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dimilikinya, terutama tentang manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang akan didapatkan, kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit, dan lain-lain.

c. Sarana

Tersedia atau tidaknya sarana kesehatan yang dapat dimanfaatkan. Sebab betapapun positifnya latar belakang serta sikap mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan yang akan dimanfaatkan tidak tersedia, tentunya orang tersebut tidak akan bisa berbuat banyak, sehingga perilaku kesehatan tidak akan muncul.

d. Cetusan

Faktor pencetus seperti pengaruh media masa, tenaga kesehatan, dan lain-lain, dalam bidang kesehatan mempunyai peran yang cukup besar Faktor pencetus seperti pengaruh media masa, tenaga kesehatan, dan lain-lain, dalam bidang kesehatan mempunyai peran yang cukup besar