BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang
terlihat dan ada yang tidak terlihat, ada yang cepat dan ada yang lambat, dan perubahan-perubahan itu ada yang menyangkut hal yang fundamental dalam
kehidupan masyarakat, hal ini disebabkan manusia tidak hanya merupakan kumpulan sejarah manusia melainkan tersusun dalam berbagai kelompok dan
pelembagaan, sehingga kepentingan masyarakat menjadi tidak sama dan jika ada kepentingan yang sama maka mendorong timbulnya pengelompokan diantara
mereka, maka dibentuklah peraturan hukum untuk mengatur kepentingan manusia.
1
Dari segi terbentuknya maka hukum dapat berupa hukum tertulis dan hukum tidak tertulis, dan di Indonesia hukum tidak tertulis dikenal dengan Hukum
Adat
2
yang tumbuh dari cita-cita dan alam pikiran masyarakat Indonesia, dan menurut Soepomo bahwa corak atau pola-pola tertentu dalam hukum adat yang
merupakan perwujudan dari struktur kejiwaan dan cara berfikir yang tertentu
adalah:
3
1.
Mempunyai sifat kebersamaan yang kuat artinya manusia menurut hukum adat merupakan bentuk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat rasa
kebersamaan.
2.
Mempunyai corak magis religius yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia.
1
Abdul Manan, “Aspek-Aspek Pengubah Hukum”, Jakarta: Kencana Prenada Meda Group, 2005, hal 71
2
Ibid hal. 19
3
R. Soepomo. “Sistem Hukum Di Indonesia, Sebelum Perang Dunia Kedua”, Jakarta: Prandya Paramita, Cet. 15, 1997, hal 140-141
3.
Sistem hukum itu diliputi oleh pikiran serba konkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan-
hubungan hidup yang konkrit tadi dalam mengatur pergaulan hidup.
4.
Hukum adat mempunyai sifat visual artinya hubungan-hubungan hukum hanya terjadi oleh karena ditetapkannya dengan suatu ikatan yang dapat
dilihat. Bangsa Indonesia yang menganut berbagai macam agama yang berbeda-
beda mempunyai bentuk-bentuk kekerabatan dengan sistem keturunan yang berbeda-beda.
4
Secara teoritis sistem keturunan itu berhubungan dengan pembagian harta warisan yang ada pada masyarakat adat di Indonesia. Adapun
sistem kekerabatan masyarakat adat di Indonesia dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:
5
1. Susunan kekerabatan Patrilineal, yaitu yang menarik garis keturunan dari
pihak laki-laki bapak dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan.
2. Susunan kekerabatan Matrilineal, yaitu yang menarik garis keturunan dari
pihak perempuan ibu dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria dalam pewarisan.
3. Susunan kekerabatan Parental, yaitu dimana garis keturunan pada
masyarakat ini dapat ditarik dari pihak kerabat bapak maupun dari kerabat ibu, dimana kedudukan pria maupun kedudukan wanita tidak dibedakan di
dalam pewarisan.
4
Hilman Hadikusuma, “Hukum Waris Adat”, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hal 23
5
Soerojo Wignjodipoero, “Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat”, Jakarta: Haji Masagung, 1987, hal 129-130
Hukum Waris Adat itu meliputi aturan-aturan hukum yang bertalian dengan penerusan dan peralihan kekayaan material dan immaterial dari keturunan
ke keturunan.
6
Hukum Waris Adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan pada masyarakat bersangkutan yang berpengaruh terhadap penetapan
ahli waris pembagian maupun bagian harta peninggalan yang diwariskan. Adapun sistem pewarisan yang dikenal dalam hukum adat yaitu :
7
1. Sistem Pewarisan Individual, yaitu sistem pewarisan yang menentukan
bahwa para ahli waris mewarisi secara perorangan. 2.
Sistem Pewarisan Kolektif, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa ahli waris mewaris harta peninggalan secara bersama-sama
kolektif, sebab harta peninggalan yang diwarisi itu tidak dapat dibagi- bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris.
3. Sistem Pewarisan Mayorat, yaitu sistem pewarisan dimana penerusan dan
pengalihan hak penguasaan atas harta warisan itu dialihkan dalam keadaan tidak terbagi-bagi dari pewaris kepada anak tertua laki-laki mayorat laki-
laki atau anak tertua perempuan mayorat perempuan yang merupakan pewaris tunggal dari pewaris.
Salah satu sifat hukum adat termasuk hukum waris adat adalah dinamis artinya selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan pewarisan
pada masyarakat sebagai suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Istilah ini dipakai untuk menyatakan perbuatan meneruskan harta
6
Ter Haar, “Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat”, Jakarta: Pradnya Paramita, 1991, hal 202
7
Eman Suparman, “Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW”, Bandung: Aditama, 2005, hal 43
kekayaan yang akan ditinggalkan pewaris atau perbuatan melakukan pembagian harta warisan kepada para warisnya, jadi ketika pewaris masih hidup, pewarisan
berarti penerusan atau penunjukan dan setelah pewaris wafat pewarisan berarti pembagian harta warisan.
8
B. Rumusan Masalah