Data Tabulasi Kejadian Longsor dan Korban Serta Kerusakannya di Indonesia per Provinsi Tahun 2010
Data Tabulasi Kejadian Longsor dan Korban Serta Kerusakannya di Indonesia per Provinsi Tahun 2010
PROVINSI
Kejadian MD
Jawa Barat
39 12 238.7 1026 210 Jawa Tengah
- - - Jawa Timur
22 8 2 93 33 52 5 1 43 - - Banten
- - - DI. Yogyakarta
- 350 - Sumatera Barat
50 - Sumatera Selatan
- - - Sumatera Utara
- - - Kalimantan Timur
- - - Bali
3 - - NTT
- - - Sulawesi Tenggara
- - - Sulawesi Barat
- - - Sulawesi Tengah
- - - Sulawesi Selatan
75 - Sulawesi Utara
- - - Jambi
- - - Lampung
- - - Bengkulu
- - - Maluku
- - - Maluku Utara
- - - Papua Barat
MD = orang meninggal dunia; LL = orang luka-luka; RR = Rumah rusak; RH = rumah hilang; RT = rumah terancam; BLR = bangunan lainnya rusak; BLH = bangunan lainnya hancur; LPR = lahan pertanian rusak (hektar0 ; JLN = jalan rusak (m); SIP = saluran irigasi terputus (m). Sumber: Badan Geologi, Februari 2011 (laporan internal)
KOKOMES UNTUK MENCEGAH LONGSOR
land clearing dan kegiatan penggalian yang Longsor bisa terjadi apabila kegiatan-kegiatan menyebabkan peningkatan erosi dan longsor
mengolah alam tidak dirancang dan dikelola dengan yang berlanjut terjadinya sedimentasi, penurunan baik, terutama pada kegiatan penambangan kualitas air, penurunan kuantitas air bawah tanah, yang sering menimbulkan kesan selalu merusak biota akuatik, dan kesuburan tanah. Oleh karena lingkungan, terutama kegiatan penambangan itu, pelaksanaan reklamasi tidak harus menunggu yang tidak melakukan reklamasi bekas tambang. sampai seluruh kegiatan penambangan berakhir, Kerusakan lahan akibat bekas tambang dibiarkan terutama pada kawasan pertambangan besar yang tanpa reklamasi sehingga erosi dan longsor dapat terbagai ke dalam blok-blok penambangan. menelan korban, seperti yang pernah terjadi
Salah satu kegiatan reklamasi dan pencegahan di lokasi penambangan Mangan di Kecamatan lahan rawan longsor adalah dengan pemanfaatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya.
jaring sabut kelapa atau kokomes. Istilah kokomes Dampak negatif lainnya yang terjadi sebagai berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Inggris,
akibat kegiatan penambangan adalah degradasi yaitu cocomesh (dalam tulisan ini selanjutnya, akan lahan yang berawal dari hilangnya vegetasi akibat digunakan istilah kokomes).
60 GEO MAGZ Maret 2011
Seorang Ibu sedang menggali tanah untuk mendapatkan butir-butir mangan yang menyebabkan kerusakan lahan. Sumber: Oki Oktariadi
Gulungan kokomes (kiri), tebing yang sudah dipasangi kokomes (tengah), dan tanaman yang sudah mulai tumbuh pada jaring- jaring kokomes yang dipasang pada sebuah dinding tebing reklamasi (kanan). Sumber: http://rumahsabut.blogspot.com/2009/07/cocomesh-jaring-sabut-kelapa.html
Saat ini kita mengenal sabut kelapa hanya dibuat atau pengurangan risiko bencana longsor. Kawasan- kesed , kerajinan dan produk sederhana lainnya yang kawasan yang sudah diketahui sebagai langganan pangsa pasarnya masih sangat kecil. Namun, karena longsor dapat ditingkatkan kestabilan lerengnya perkembangan kreativitas dan teknologi, kini telah melalui penggunaan kokomes. muncul berbagai produk turunan dari sabut kelapa,
Pengolahan sabut kelapa menjadi kokomes seperti kasur, bantal, matras (sebutret) dan produk banyak dilakukan secara swadaya maupun pabrikan.
unggulan saat ini, yaitu kokomes atau jaring sabut Secara swadaya umumnya melibatkan puluhan ibu- kelapa. Menurut Arif Nugroho (2010), kokomes ibu dan pengangguran di desa- desa yang memiliki telah menjadi primadona dalam membantu proses kebun kelapa. Kemampuan secara swadaya mampu reklamasi tambang, pantai, atau hutan. Sifatnya yang secara biologi dapat didaur-ulang (biodegradable) berproduksi dan bersaing dengan industri pabrikan dan kuat, membantu mempermudah tumbuhnya dengan kualitas yang hampir sama. Ukuran standar tanaman baru pada bidang lahan yang dialasi oleh
1 rol kokomes dapat berukuran: 2 x 20 m 2 , 2 x 25 m 2 , kokomes yang diletakkan di tanah bekas tambang.
dan lainnya. Kemampuan produksi tersebut dapat terus meningkat apabila sabut kelapa secara masal
Kokomes memberikan perlindungan, dan dengan dimanfaatkan untuk kegiatan reklamasi baik di sektor sifatnya yang sangat elastis, pemanfaatannya pada kegiatan reklamasi lahan bekas tambang telah pertambangan maupun pada daerah pembangunan
terbukti mampu menghijaukan areal bekas tambang, infrastruktur seperti pada bekas pemotongan lereng atau hutan gundul. Kokomes juga digunakan pembangunan jalan, permukiman, dan bendungan
sebagai media pencegah erosi dan longsor. Selain air. itu, kokomes juga dapat digunakan sebagai lapisan
Beberapa perusahaan pertambangan telah ber- alas yang pertama untuk dudukan jalan sebelum di hasil dalam melakukan reklamasi dan pencegahan aspal, agar aspal atau jalan tidak pecah dan tidak longsor dengan aplikasi kokomes, antara lain; Chev- mengalami retak-retak. Ke depan, penggunaan ron Geothermal (Garut), Freeport (Papua), Martabe kokomes dapat ditingkatkan untuk upaya mitigasi AccessRoad (Sumut), dan Berau Coal (Kaltim).
Pembuatan kokomes yang dilakukan secara swadaya masyarakat di kawasan perkebunan kelapa. Sumber: http://keuangan.kontan.co.id/v2/read/peluang%20usaha/46769/Cocomesh-tingkatkan-nilai-jual-sabut-kelapa
62 GEO MAGZ Maret 2011
Coconet yang ada di kawasan bekas tambang Freeport, mampu mengurangi tingkat erosi dan longsor. Sumber: http:// produkkelapa.wordpress.com/2009/07/28/aplikasi-cocomesh- untuk-reklamasi-tambang/
Coconet yang dimanfaatkan untuk tebing jalan sebagai pengendali longsor dan erosi di Kawasan Panas Bumi Chevron Kabupaten Garut. Sumber: http://produkkelapa. wordpress.com/2009/07/28/aplikasi-cocomesh-untuk- reklamasi-tambang/
PENCEGAHAN LONGSOR BERBASIS
Sejauh ini, kasus longsor lebih banyak dilihat dari MASYARAKAT DAN PENINGKATAN EKONOMI sudut pandang pemerintah. Dalam mensosialisasikan
PERDESAAN
pencegahan dan penanganan bencana longsor, Penanganan daerah rawan bencana longsor pemerintah atau pemda jarang melihat bencana dilakukan dengan dua langkah. Pertama, dengan longsor dari perspektif masyarakat, dari nilai-nilai mengurangi faktor bahaya longsor, dan kedua, tradisi dan adaptasi masyarakat terhadap nilai-nilai dengan mengurangi kerentanan terhadap dari luar. Masyarakat hanya diharapkan menerima longsor. Mengurangi bahaya dilakukan dengan apa saja yang dianggap baik oleh pemerintah/ memperhatikan (monitoring) secara rutin atas faktor- pemda. Masyarakat pun tidak pernah belajar untuk faktor penyebab longsor, seperti kondisi kestabilan berpartisipasi aktif karena kemandiriannya tidak lereng, kondisi tutupan lahan apakah di atas dijaga. Akhirnya, masyarakat selalu menjadi sosok lereng tersebut hijau oleh tumbuhan atau gundul; yang pasif dan tidak kreatif karena tidak pernah hujan, terutama hujan besar atau hujan yang terus dilibatkan untuk memecahkan setiap masalah yang menerus, kegiatan-kegiatan manusia yang dapat dihadapinya. menyebabkan longsor. Setelah monitoring kemudian dilakukan usaha-usaha mengurangi atau mencegah
Kesadaran masyarakat akan timbul, jika faktor-faktor bahaya longsor tersebut, salah satunya mereka merasakan manfaatnya dan mempunyai melalui penggunaan kokomes.
rasa memiliki. Artinya, setiap pemberdayaan Upaya mengurangi kerentanan terhadap longsor,
masyarakat harus didasarkan pada nilai-nilai dasar misalnya dengan tidak melakukan kegiatan yang yang tumbuh di dalam masyarakat tersebut. Oleh
dapat menurunkan kestabilan lereng, meningkatkan sebab itu, setiap bentuk sosialisasi pencegahan dan penghijauan pada kawasan lereng yang gundul dan penanganan bencana longsor harus melibatkan lainnya. Langkah-langkah mengurangi bahaya dan sistem pengetahuan lokal. Di sini berbagai bentuk kerentanan terhadap longsor tersebut sebenarnya pengetahuan lokal perlu dipahami, dihargai, dapat dilakukan oleh masyarakat setempat dengan dan dijadikan pedoman utama dalam kehidupan inisiatif sendiri. Pemerintah atau pemerintah masyarakat. Tanpa memahami sistem pengetahuan daerah (pemda) dalam hal ini berkewajiban untuk masyarakat lokal terhadap bencana longsor, memfasilitasi upaya pencegahan longsor atas sosialisasi pencegahan dan penanganan bencana inisiatif dan dilaksanakan oleh masyarakat setempat. tersebut tidak akan efektif.
Gambar 8. pola tanam tradisional yang telah disesuaikan dengan kondisi fisik lahan, sehingga secara tidak langsung pencegahan longsor telah dilakukan.
Salah satu potensi sumber daya lokal dan maupun bawah. Penghijauan untuk konservasi lahan pengetahuan lokal yang dapat digunakan untuk rawan longsor sebaiknya menggunakan pohon yang mencegah bencana longsor dengan pemberdayaan memiliki sistem perakaran dalam, diselingi dengan masyarakat adalah penggunaan kokomes untuk tanaman-tanaman (perdu) yang lebih pendek usaha wanatani (agroforestry). Usaha wanatani telah
dan ringan, serta bagian dasar ditanami rumput. terbukti di beberapa daerah mampu memberikan Sementara perbaikan dan pemeliharaan saluran air keuntungan, baik ekonomi maupun keuntungan (drainasenya) perlu dilakukan untuk menjauhkan lingkungan (gambar di bawah). Hal itu, karena air dari lereng untuk menghindarkan air meresap melalui wanatani, konservasi lahan dapat dijalankan ke dalam lereng, atau menguras air dalam lereng
Keberhasilan wanatani salah satu perusahaan pada lahan rawan Hasil tumpang sari berupa padi Gogo melalui pemberdayaan longsor di Desa Suka Makmur, Kecamatan Jonggol, Kabupaten
masyarakat desa di Desa Suka Makmur, Kecamatan Jonggol, Bogor
Kabupaten Bogor.
dengan baik sekaligus mempertahankan daya keluar lereng sehingga air tidak menyebabkan dukung dan fungsi lingkungan.
terganggunya kestabilan lereng. Sistem wanatani merupakan strategi yang
Karena sifat-sifatnya yang baik untuk konservasi sangat tepat untuk meningkatkan stabilitas lereng.
lingkungan, kokomes diyakini dapat menjadi media Karena dalam wanatani terdapat pepohonan yang baik digunakan dalam sistem wanatani. yang beragam, sehingga meningkatkan jaringan
Kokomes berpotensi menjadi media untuk akar-akar yang kuat baik pada lapisan tanah atas
mengurangi ancaman longsor yang dilakukan secara
64 GEO MAGZ Maret 2011
Bagan alur pengembangan pencegahan longsor berbasis masyarakat dengan penggunaan kokomes sebagai salah satu teknologi terjangkau dan peningkatan ekonomi perdesaan
mandiri oleh masyarakat. Daerah penghasil kelapa Dengan penggunaan kokomes dan wanatani, dapat bekerja sama dengan daerah-daerah potensi lahan-lahan kritis rawan longsor dapat dikelola longsor sehingga terjadi pasokan sumber bahan baku
menjadi lahan usaha tani sekaligus konservasi lahan kokomes atau produk kokomes itu sendiri ke daerah yang menguntungkan masyarakat penggarap dan rawan longsor untuk diterapkan dalam perbaikan masyarakat di sekitarnya. Dengan sistem wanatani kualitas lahan sehingga mengurangi potensi longsor pada kawasan rawan longsor, longsor akan tercegah, dan dipadukan dengan usaha wanatani. Produk sumber-sumber air alami akan terjaga, dan ekonomi sejenis kokomes mungkin pula dikembangkan masyarakat perdesaan pun meningkat. Pemerintah dari pohon jenis kelapa, seperti aren, dan lainnya. harus memfasilitasi upaya mitigasi bencana longsor Sedangkan dari usaha wanatani di daerah rawan yang dilakukan atas inisiatif masyarakat seperti usaha bencana longsor diharapkan berlangsung pasokan wanatani ini, atau kita sebut “mitigasi bencana produk-produk pertanian yang diperlukan oleh longsor berbasis masyarakat”. kawasan penghasil kokomes. Semacam subsidi silang yang difasilitasi oleh pemerintah/pemda dapat Kedua penulis bekerja di Badan Geologi. berlangsung sebagaimana dalam siklus di bawah ini.
Resensi
Buku Ketika Manusia
Menghilang dari