PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL

ACARA V PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL

Semester : Ganjil 2014

Oleh : Apriliane Briantika Louise A1L013055 C KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN BIOTEKNOLOGI PURWOKERTO 2014

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Persilangan dua DNA melalui perkawinan dua organisme akan menghasilkan individu yang bervariasi. Beberapa ciri tampak menyatu, tetapi seringkali hilang, dan muncul pada generasi berikutnya. Ada individu yang tampak sama dengan individu asal, tetapi terdapat kemungkinan individu yang sama sekali berbeda dengan individu asal. Misteri Ilmu Genetika tersebut berhasil diungkap oleh Mendel.

  Hukum Mendel pertama kali ditemukan oleh Gregor Johan Mendel, dia menggunakan tanaman kacang ercis (Pisum Sativum) untuk penelitiannya. Dia menggunakan kacang ercis karena tanaman tersebut hidupnya tidak lama, memiliki bunga sempurna, dan memiliki tujuh sifat yang jelas perbedaannya. Prinsip-prinsip yang ditemukan Mendel di terima secara umum namun peneliti- peneliti berikutnya sering menemukan perbandingan fenotipe yang aneh, seakan-akan tidak mengikuti hukum Mendel. Beberapa peneliti genetika menunjukkan adanya penyimpangan terhadap kedua hukum Mendel tersebut. Ternyata penyimpangan ini hanya merupakan penyimpangan semu karena pola dasarnya sebenarnya sama dengan Hukum Mendel.

  Persilangan dihibrid (perkawinan dua individu dengan dua tanda beda) dapat membuktikan kebenaran hukum Mendel II yaitu bahwa gen-gen yang terletak pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara bebas dan dihasilkan empat macam fenotipe dengan perbandingan 9:3:3:1. Umumnya, seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen yang bersifat homozigot letal, dan sebagainya.

  Penyimpangan semu Hukum Mendel adalah peristiwa munculnya perbandingan yang tidak sesuai dengan Hukum Mendel. Penyimpangan semu karena sebenarnya prinsip segregasi bebas tetap berlaku, tetapi karena gen-gen yang membawakan sifat memiliki ciri tertentu maka perbandingan yang dihasilkan menyimpang dari Hukum Mendel. Penyimpangan semu Hukum Mendel disebut juga dengan Hukum non-Mendel.

  Penyimpangan terjadi karena ada beberapa gen saling mempengaruhi dalam menunjukkan fenotipe. Perbandingan fenotipe dapat berubah, tetapi prinsip dasar dari cara pewarisan, tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Mendel. Beberapa cara penurunan sifat tidak mengikuti Hukum Mendel II dengan rasio klasik Filial 2 yaitu 9:3:3:1. Kedua pasang gen tersebut akan mengadakan interaksi yangmenghasilkan fenotipe baru, atau ada juga terjadi penutupan ekspresi oleh pasangan gen lain yang disebut Epistasis.

B. Tujuan

  Mengetahui penyimpangan hukum Mendel

II. TINJAUAN PUSTAKA

  Gen yang berinteraksi atau yang dipengaruhi oleh gen lain, digunakan untuk menumbuhkan karakter. Gen-gen itu mungkin terdapat pada kromosom sama (berangkai), bisa juga pada kromosom berbeda. Salah satu penemuan Mendel dan penelitian awal tentang pewarisan sifat secara bebas, diketahui bahwa tidak semua keturuan yang bersegregasi dapat dipisahkan menjadi kelas-kelas yang jelas dengan nisbah yang sederhana. Keragaman nisbah genetika Mendel ini dapat dijelaskan berdasarkan adanya interaksi gen, yaitu pengaruh satu alel terhadap alel lain pada lokus yang sama dan juga pengaruh satu gen pada satu lokus terhadap gen pada lokus lain (Crowder, 1993).

  Peristiwa dua gen atau lebih yang bekerjasama atau menghalang-halangi dalam memperlihatkan fenotipe, disebut interaksi gen. Interaksi gen mula-mula ditemukan oleh William Bateson (1861-1926) dan R. C. Punnet (1906) pada bentuk pial (jengger) ayam karena ada interaksi maka perbandingan fenotipe keturunan hibrid menyimpang dari penemuan Mendel, disebut juga penyimpangan Hukum Mendel. Peristiwa penyimpangan persilangan monohibrid dominan resesif menghasilkan F2 dengan perbandingan dominan : resesif = 3 : 1, sedangkan dihibrida akan menghasilkan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Misalnya, persilangan monohibrida menghasilkan perbandingan 1 : 2 :1, sedangkan persilangan dihibrida menghasilkan perbandingan 9 : 6 : 1 (Gen duplikat dengan efek kumulatif) atau 15 : 1 (Polimeri atau Epistasis dominan duplikat). Kalau Peristiwa dua gen atau lebih yang bekerjasama atau menghalang-halangi dalam memperlihatkan fenotipe, disebut interaksi gen. Interaksi gen mula-mula ditemukan oleh William Bateson (1861-1926) dan R. C. Punnet (1906) pada bentuk pial (jengger) ayam karena ada interaksi maka perbandingan fenotipe keturunan hibrid menyimpang dari penemuan Mendel, disebut juga penyimpangan Hukum Mendel. Peristiwa penyimpangan persilangan monohibrid dominan resesif menghasilkan F2 dengan perbandingan dominan : resesif = 3 : 1, sedangkan dihibrida akan menghasilkan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Misalnya, persilangan monohibrida menghasilkan perbandingan 1 : 2 :1, sedangkan persilangan dihibrida menghasilkan perbandingan 9 : 6 : 1 (Gen duplikat dengan efek kumulatif) atau 15 : 1 (Polimeri atau Epistasis dominan duplikat). Kalau

  Hukum-hukum mendel merupakan prinsip dasar genetika. Hukum Mendel terdiri atas 2 hukum, yaitu:

  1. Hukum Mendel I (Hukum Pemisahan Mendel - Prinsip Segregasi -

  Hukum pemisahan gen sealel)

  a. Dalam peristiwa pembentukan sel kelamin (gamet), pasangan-pasangan

  alel memisah secara bebas.

  b. Berlaku untuk pembastaran dengan satu sifat beda (mono hibridisasi), baik

  dominansi maupun intermediet.

  2. Hukum Mendel II (Hukum Kebebasan Mendel = Prinsip berpasang-

  pasangan secara bebas)

  a. Dalam peristiwa pembentukan gamet, alel-alel mengadakan kombinasi

  secara bebas sehingga kombinasi sifat-sifat yang muncul dalam keturunannya beraneka ragam.

  b. Berlaku untuk pembastaran dengan dua sifat beda (dihibridisasi) atau

  lebih, baik dominansi maupun intermediet (Yatim, 1986). Selain epistasis, ada beberapa peristiwa penyimpangan Hukum Mendel yang lain, yaitu:

  1. Kriptomeri

  2. Hipostasis yang merupekan lawan dari epistasis

  3. Gen komplementer

  Menentukan apakah suatu fenomena terutama yang berkaitan dengan peristiwa penyimpangan hukum Mendel yang diamati sesuai atau tidak dengan teori tertentu, perlu dilakukan suatu pengujian dengan melihat besarnya peyimpangan nilai pengamatan terhadap nilai harapan. Selanjutnya besarnya penyimpangan tersebut dibandingkan terhadap kriteria model tertentu (Suryo, 1984).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

  Bahan yang digunakan adalah kantong plastik dan kancing warna. Alat yang digunakan adalah lembar pengamatan dan alat tulis.

B. Prosedur Kerja

  1. Kantong plastik diambil satu yang berisi kancing warna, kemudian

  dikocok hingga homogen.

  2. Satu butir kancing diambil, dan dicatat hasilnya.

  3. Pengambilan kancing dilakukan 90x dan 160x, kemudian dicatat pada

  lembar pengamatan yang akan disediakan pada saat praktikum.

  4. Data dianalisa dengan menggunakan uji X².

  5. Kode kantong dicantumkan pada bagian atas.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

  Tabel 1. Uji X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel untuk 9:6:1 (90 kali)

  Karakter yang diamati

  (O) Harapan

  ×90=50,65

  ×90=33,75 1 ×90=5,

  | O-E |

  (| 140−50,625 | ) = ¿

  (| 145−33,75 | ) = 126,562 (| 15−5,625 | ) = 0,390

  (| 2 0−E | )

  E ¿ 50,625

  X 2 tabel = 5,99

  X 2 hitung = 6,018

  X 2 tabel < X 2 hitung

  5,99<6,08 Kesimpulan : hasil pengamatan tidakl signifikan artinya percobaan tidak sesuai teori.

  Tabel 2. Uji X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel 9:6:1 (160 kali)

  Karakter yang diamati

  Kuning

  Merah

  Hitam Jumlah

  Harapan (E)

  (| 2 198−90 | )

  194

  | O-E | 2 2 ( 2 ) = 64 (| 149−60 | ) = 121 (| 13−10 | ) = 9

  (| 2 0−E | )

  X 2 tabel = 5,99

  X 2 hitung = 3,627

  X 2 tabel > X 2 hitung

  Kesimpulan : hasil pengamatan signifikan artinya percobaan sesuai teori.

  Tabel 3. X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel untuk 13:3 (90 kali)

  Karakter Yanag diamati

  2 2 |O-E| 2 (|79- 73,125|)-0,5) (|11-16,875|)-0,5)

  X 2 hitung = 2,107

  X 2 tabel = 3,84

  Kesimpulan: X 2 hitung < X 2 tabel maka pengamatan signifikan atau sesuai dengan

  perbandingan.

  Tabel 4.X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel untuk 13:3 (160kali)

  Karakter Yanag diamati

  2 (|120-130|)-0,5) 2 (|40-30|)-0,5)

  2 Kesimpulan: X 2 hitung < X tabel maka pengamatan signifikan atau sesuai dengan perbandingan.

  X 2 hitung = 3,702

  X 2 tabel = 3,84

  Tabel 5. Uji X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel 12:3:1 (90 kali)

  Karakter Yanag diamati

  2 2 |O-E| 2 (|72- 67,5|) (|13- (|5-5,625|)

  X 2 hitung = 1,258

  X 2 tabel = 5,99

  Kesimpulan: X 2 hitung < X 2 tabel maka pengamatan signifikan atau sesuai dengan

  perbandingan.

  Tabel 6. Uji X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel 12:3:1 (160 kali)

  Karakter Yanag diamati

  (|124-120|) 2 (|26-30|) 2 (|10-10|) 2

  X 2 hitung = 0, 66

  X 2 tabel = 5,99

  Kesimpulan: X 2 hitung < X 2 tabel maka pengamatan signifikan atau sesuai dengan

  perbandingan.

Hasil observasi pelemparan 90 x

  Kuning = 72 Hijau =13 Merah = 5

Hasil observasi pelamparan 160 x

  Coklat = 124 Kuning = 26 Hijau = 10

  Tabel 7. Uji X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel untuk 15:1 (90 kali)

  Karakter yang diamati

  Observasi (O)

  Harapan (E)

  | 6−5,625 | ( −

  | 84−84,375 | −

  ( | O-E | − ) 2 2 1 2 1 0,032

  2 0,375−

  ( | O−E | − ) 2 = 0,0002

  X 2 tabel = 3,84

  X 2 hitung = 0,0032

  X 2 tabel > X 2 hitung

  Kesimpulan : hasil pengamatan signifikan (sesuai) dengan pembanding.

  Tabel 8 .Uji X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel untuk 15:1 (160 kali)

  Karakter yang diamati

  Observasi (O)

  Harapan (E)

  ( | O-E | − ) 2 (

  1 | 138−150 | −

  | 22−10 | −

  ( | O−E | − ) 2 = 0,882

  X 2 tabel = 3,84

  X 2 hitung = 14,107

  2 X 2 tabel < X hitung Kesimpulan : hasil pengamatan tidak signifikan (tidak sesuai) dengan

  pembanding.

  Tabel 9. Uji X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel untuk 9:3:4 (90 kali)

  Karakter Yanag diamati

  (|15-16,875|) 2 (|25-22,5|) 2

  Kesimpulan: X 2 hitung

  perbandingan.

  X 2 hitung = 0, 494

  X 2 tabel = 5,49

  Tabel 10. Uji X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel untuk 9:3:4 (160 kali)

  Karakter Yanag diamati

  |O-E| 2 (|98-90|) 2 (|34-30|) 2 (|28-40|) 2

  2 Kesimpulan: X 2 hitung < X tabel maka pengamatan signifikan atau sesuai dengan perbandingan.

  X 2 hitung = 0, 494

  X 2 tabel = 5,49

Hasil observasi pelamparan 160 x

  Kuning = 98 Hijau = 34 Merah = 28

Hasil observasi pelemparan 90 x

  Hitam = 50 Kuning = 15 Pink = 25

  Tabel 11. Uji X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel untuk epistasis resesif duplikat 9 : 7 (90 kali)

  Perlakuan

  Karakteristik yang diamati

  Jumlah total

  (O) Harapan

  | 58−50,625 | − = 47,20 | 32−39,375 | − = ( 62,015 109,22

  (|O – E|)

  ¿ 2 O−E∨ ¿

  X 2 tabel = 3,84. X hitung 2,506

  2 Kesimpulan : X 2 hitung < X tabel, signifikan. Artinya percobaan sesuai dengan

  teori.

  Tabel 12. Uji X 2 pembuktian penyimpangan hukum Mendel untuk epistasis resesif duplikat 9 : 7 (160 kali)

  Perlakuan

  Karakteristik yang diamati

  (O) Harapan

  (|O – E|) 2 | 86−90 | − = 20,25

  | 74−70 | − = 0,175

  ¿ 2 O−E∨ ¿

  X 2 tabel = 3,84. X hitung 0,410

  Kesimpulan : X 2 hitung < X 2 tabel, signifikan. Artinya percobaan sesuai dengan

  teori.

B. Pembahasan

  Penyimpangan semu hukum mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotif yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendell. Rasio fenotif yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotif hukum Mendel semula. Penyimpangan semu Hukum Mendel adalah peristiwa munculnya perbandingan yang tidak sesuai dengan Hukum Mendel. Penyimpangan ini dikatakan semu karena prinsip segregasi bebas tetap berlaku, tetapi karena gen-gen yang membawakan sifat memiliki ciri tertentu maka perbandingan yangdihasilkan menyimpang dari Hukum Mendel. Penyimpangan semu Hukum Mendel disebut juga dengan Hukum non-Mendel. Penyimpangan terjadi karena ada beberapa gen saling mempengaruhidalam menunjukkan fenotipe. Perbandingan fenotipe dapat berubah, tetapi prinsipdasar dari cara pewarisan, tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Mendel. Beberapa cara penurunan sifat tidak mengikuti Hukum Mendel II dengan rasio klasik Filial2 yaitu 9:3:3:1. Macam penyimpangan hukum Mendell adalah sebagai berikut:

  1. Polimeri

  Polimeri adalah suatu gejala dimana terdapat banyak gen bukan alel tetapi mempengaruhi karaktersifat yang sama. Polimeri memiliki ciri: makin banyak gen dominan, maka sifat karakternya makin kuat. Contoh: persilangan antara gandum berkulit merah dengan gandum berkulit putih

  P : gandum berkulit merah x gandum berkulit putih M1M1M2M2 m1m1m2m2 F1 : M1m1M2m2 = merah muda P2 : M1m1M2m2 x M1m1M2m2 F2 : 9 M1- M2 – : merah – merah tua sekali

  3 M1- m2m2 : merah muda – merah tua

  3 m1m1M2 – : merah muda – merah tua

  1 m1m1m2m2 : putih

  a. Dari contoh di atas diketahui bahwa gen M1 dan M2 bukan alel,

  tetapi sama-sama berpengaruh terhadap warna merah gandum.

  b. Semakin banyak gen dominan, maka semakin merah warna gandum.

  4M = merah tua sekali 3M = merah tua 2M = merah M = merah muda m = putih

  Bila disama ratakan antara yang berwarna merah dengan yang berwarna putih, diperoleh: Rasio fenotif F2 merah : putih = 15 : 1

  2. Kriptomeri

  Kriptomeri merupakan suatu peristiwa dimana suatu faktor tidak tampak pengaruhnya bila berdiri sendiri, tetapi baru tampak pengaruhnya bila ada faktor lain yang menyertainya. Kriptomeri memiliki ciri khas: ada karakter baru muncul bila ada 2 gen dominan bukan alel berada bersama. Contoh: persilangan Linaria maroccana.

  A : ada anthosianin B : protoplasma basa

  a : tak ada anthosianin b : protoplasma tidak basa P : merah x putih Ab aB F1 : AaBb = ungu-warna ungu muncul karena A dan Beberada

  bersama P2 : AaBb x AaBb F2 : 9 A-B- : ungu

  3 A-bb : merah

  3 aaB- : putih

  1 ab : putih Rasio fenotif F2 ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4

  3. Epistasis-Hipostasis

  Epistasis-hipostasis merupakan suatu peristiwa dimana suatu gen dominan menutupi pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Gen yang menutupi disebut epistasis, dan yang ditutupi disebut hipostasis.

  Contoh: persilangan antara jagung berkulit hitam dengan jagung berkulit kuning.

  P : hitam x kuning Hk hK F1 : HhKh = hitam Perhatikan bahwa H dan K berada bersama dan keduanya dominan.

  Tetapi karakter yang muncul adalah hitam. Ini berarti hitam epistasis (menutupi) terhadap kuningkuning hipostasis (ditutupi) terhadap hitam

  P2 : HhKk x HhKk F2 : 9 H-K- : hitam

  3 H-kk : hitam

  3 hhK- : kuning

  1 hk : putih Rasio fenotif F2 hitam : kuning : putih = 12 : 3 : 1

  4. Komplementer

  Komplementer merupakan bentuk kerjasama dua gen dominan yang saling melengkapi untuk memunculkan suatu karakter.

  Contoh: perkawinan antara dua orang yang sama-sama bisu tuli P : bisu tuli x bisu tuli De dE F1 : DdEe = normal

  D dan E berada bersama bekerjasama memunculkan karakter normal. Bila hanya memiliki salah satu gen dominan D atau E saja, karakter yang muncul adalah bisu tuli.

  P2 : DdEe X DdEe F2 : 9 D-E- : normal

  3 D-uu : bisu tuli

  3 ppE- : bisu tuli

  1 pu : bisu tuli Rasio fenotif F2 normal : bisu tuli = 9 : 7

  5. Interaksi alel

  Interaksi alel merupakan suatu peristiwa dimana muncul suatu karakter akibat interaksi antar gen dominan maupun antar gen resesif.

  Contoh: mengenai pialjengger pada ayam R-pp : pial RosGerigi rrP- : pial PeaBiji R-P- : pial WalnutSumpel rp : pial SingleBilah P : Ros x Pea R-pp rrP- F1 : RrPp Walnut P2 : RrPp X RrPp F2 : 9 R-P- : Walnut

  3 R-pp : Ros

  3 rrP- : Pea

  1 rp : Single Pada contoh di atas ada 2 karakter baru muncul:

  a. Walnut : muncul karena interaksi 2 gen dominan

  b. Singel : muncul karena interaksi 2 gen resesif Rasio fenotif F2 Walnut : Ros : Pea : Single = 9 : 3 : 3 : 1 (Surjadi, 1989).

  Penyimpangan Hukum Mendel bermanfaat untuk mengetahui beberapa cara penurunan sifat dengan melakukan data hasil pengamatan yang menggunakan uji x² pada populasi F2. Jika bilai x²hitung lebih besar dari nilai x²tabel maka hasil Penyimpangan Hukum Mendel bermanfaat untuk mengetahui beberapa cara penurunan sifat dengan melakukan data hasil pengamatan yang menggunakan uji x² pada populasi F2. Jika bilai x²hitung lebih besar dari nilai x²tabel maka hasil

  Praktikum tentang penyimpangan hukum mendel ini, melakukan percobaan untuk menentukan suatu hipotesis diterima atau ditolak dalam suatu percobaan yaitu dengan melakukan percobaan pengambilan kancing secara acak dalam kantong plastik hitam dengan dua atau tiga fenotipe sebanyak 90 x dan 160 x dengan perbandingan warna 9 : 6 :1. Pengambilan sampel pada perlakuan 160 x didapat warna kuning 98, merah 49, dan hitam 13. Pengambilan kancing warna sebanyak 160x diperoleh data yang tidak signifikan karena didapat X² tabel < X² sehingga percobaan tidak sesuai dengan teori.

  Pengambilan sampel pada perlakuan 90 x didapat warna kuning 5, putih 45, dan hitam 40. Hasil pengamatan telah didapat data pada pengambilan kancing warna sebanyak 90x, diperoleh data yang signifikan karena di dapat X² tabel > X² hitung sehingga percobaan sesuai dengan teori. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan (Epistasis dominan, epistasis resesif, epistasis dominan resesif, epistasis resesif duplikat,epistasis dominan duplikat, dan gen duplikat dengan efek kumulatif) atau hipotisis diterima atau ditolak. Penentuan hipotesis diterima atau ditolak yaitu dengan menggunakan perhitunggan Chi Square atau X².

  V. KESIMPULAN DAN SARAN

C. Kesimpulan

  Uji chi-square (X²) digunakan untuk mengetahui apakah penyimpangan yang terjadi nyata atau tidak. Jika nilai X² hitung lebih kecil dari nilai X² tabel, maka hipotesis diterima. Tetapi jika nilai X² hitung lebih besar dari X² tabel maka hipotesis ditolak. Hasil praktikum menunjukkan adanya banyak penyimpangan. Hal ini mungkin terjadi karena kekurang telitian praktikan dalam mengambil samplekancing kurang acak atau kesalahan praktikan dalam penghitungan.

D. Saran

  Sebaiknya pada praktikum ini para praktikan lebih teliti dan serius dalam melakukan praktikum sehingga dapat memahami, mengamati praktikan betul- betul jeli dalam mengambil sample yaitu dengan cara acak, tidak asal ambil. Begitu pula dalam proses penghitungan. Karena hal ini sangat berpengaruh pada hasil penghitungan yang akan dibandingkan dengan teori yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

  Cowder. 1993. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.

  Yogyakarta. Pollet. 1994. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga.

  Jakarta. Surjadi. 1989. Pewarisan Hukum Mendel. PT Gramedia. Jakarta. Suryo. 2008. Genetika Strata 1. UGM. Yogyakarta. Yatim, Wildan.1986. Genetika. Tarsito. Bandung.

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN