1 Kategori nilai Cronbach Alpha menurut Sekaran

Tabel III.1 Kategori nilai Cronbach Alpha menurut Sekaran

Cronbach Alpha (α)

Buruk Sumber : Sekaran (2006:182)

Hair, et.al. (2006:129), menyatakan bahwa koefisien Cronbach Alpha yang reliabel umumnya memiliki nilai ≥ 0,70. Reabilitas merupakan syarat untuk tercapainya validitas suatu kuesioner dengan tujuan tertentu. Untuk menguji reabilitas digunakan Cronbach Alpha dengan bantuan SPSS FOR WINDOWS versi 12.0.

c. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik merupakan suatu alat uji untuk mengetahui kelayakan dari model yang diregresi apakah telah memenuhi asumsi klasik yang meliputi multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi (Gujarati, 2006).

1). Uji Multikolinieritas Multikolinieritas yaitu adanya korelasi linier di antara satu atau lebih variabel bebas. Apabila nilai VIF (Variance

Inflation Factor ) tidak lebih dari 10, maka tidak terjadi multikolinier.

2). Uji Heteroskedastisitas Gejala heteroskedastisitas terjadi sebagai akibat dari variasi residual yang tidak sama untuk semua pengamatan. Pada bagian ini, cara mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Park. Model regresi linier yang digunakan dalam penelitian ini diregresikan untuk mendapatkan residualnya. Nilai residual dilogaritma, kemudian diregresikan dengan semua variabel independen. Apabila nilai probabilitas atau signikansi semua variabel independen (p > 0,05) artinya tidak signifikan, maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedasitas.

3). Autokorelasi

dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series ) atau secara ruang (cross sectional). Hal ini mempunyai arti bahwa hasil suatu tahun tertentu dipengaruhi tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Terdapat korelasi atas data cross section apabila data di suatu tempat

Pengujian

autokorelasi autokorelasi

Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji Durbin –Watson ini dilakukan dengan ketentuan Gujarati (2006), sebagai berikut:

a) Bila angka dw < dL, berarti ada autokorelasi positif.

b) Bila angka dw terletak antara dL ≤ dw ≤ du, berarti tidak ada kesimpulan.

c) Bila angka dw terletak antara du ≤ dw ≤ 4 - du, berarti tidak ada autokorelasi (korelasi positif maupun negatif).

d) Bila angka dw terletak antara 4 - du ≤ dw ≤ dL, berarti tidak ada kesimpulan.

e) Bila angka dw > 4 - dL, berarti ada autokorelasi negatif. 4). Uji Normalitas Asumsi ini diperlukan terutama untuk peramalan dan pengujian hipotesis. Tujuan adalah untuk menguji apakah dalam sebuah regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi Normal ataukah tidak. Uji Normalitas dilakukan dengan melihat gambar grafik Normal P-P Plot, di mana terjadinya gejala tersebut dideteksi dengan melihat titik-titik yang mengikuti arah garis linier dari kiri bawah ke kanan atas. Bila titik-titik e) Bila angka dw > 4 - dL, berarti ada autokorelasi negatif. 4). Uji Normalitas Asumsi ini diperlukan terutama untuk peramalan dan pengujian hipotesis. Tujuan adalah untuk menguji apakah dalam sebuah regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi Normal ataukah tidak. Uji Normalitas dilakukan dengan melihat gambar grafik Normal P-P Plot, di mana terjadinya gejala tersebut dideteksi dengan melihat titik-titik yang mengikuti arah garis linier dari kiri bawah ke kanan atas. Bila titik-titik

2. Metode Analisis Data Untuk menguji apakah variabel-variabel independen mempengaruhi variabel dependen maka penelitian ini menggunakan Three Stage Multiple Regression Analysis, yang terdiri dari:

a. Tahap pertama, analisis regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk mencari pengaruh langsung (direct effect) variabel Trust (T) dan Corporate Image (CI) terhadap Customer Loyalty (CL)

b. Tahap kedua, menambah variabel independen Dummy Switching Cost (DSCkode 1= high; 0 = low) pada regresi pertama untuk direct effect

c. Tahap ketiga, menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA), yaitu memasukkan interaksi DSC dengan Trust (T).

Model analisisnya sebagai berikut:

CL = β1 + β2*CI + β3*T + e ……………………............

CL = β1 + β2*T + β3*DSC + β4*(DSC*T) + e …………

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perusahaan

1. Sejarah Bakrie Telecom PT Bakrie Telekomunikasi Tbk adalah salah satu anak perusahaan dari PT Bakrie and Brothers Tbk. PT Bakrie Telekomunikasi dengan beberapa merek yang dimiliki, antara lain Esia, Wifone, Wimode, dan Esiatel, menjadi operator telekomunikasi yang tumbuh paling cepat di Indonesia. Saat ini PT Bakrie Telekomunikasi sudah beroperasi di Jakarta, Banten, Barat Pulau Jawa, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Sumatra, Kalimantan dan sekarang terus memperluas wilayah usaha ke seluruh daerah-daerah di Indonesia. PT Bakrie Telekomunikasi percaya bahwa telekomunikasi adalah suatu hak waris keturunan untuk orang Indonesia sehingga merasa terikat untuk menyediakan yang terbaik dan jasa layanan telekomunikasi yang mampu memberi kepuasan pelanggan dan keunggulan. Hal tersebut dilakukan melalui peningkatan kualitas jaringan, perkembangkan distribusi, dan menyediakan produk dan jasa layanan yang terbaik.

PT Bakrie Telekomunikasi awalnya didirikan dengan menggunakan nama Ratelindo pada tahun 1993. PT Ratelindo merupakan pelopor wireless di Indonesia. Di awal tahun 1990, PT Ratelindo membuat sambungan telepon jarak jauh dengan perluasan infrastruktur jaringan. Pemerintah Indonesia memberikan lisensi untuk pelayanan komunikasi di sebagian besar wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dengan bandwitch 10Mhz pada frekuensi 800Mhz. Pada waktu itu, di kota besar banyak pelanggan harus antri terlebih dulu untuk waktu yang lama bahkan sampai bertahun-tahun untuk mendapatkan suatu nomor telepon. PT Ratelindo yang saat itu masih di bawah nama Ratelindo menjadi yang pertama menyediakan layanan telepon dengan wireless. Dahulu, dengan masih menggunakan teknologi Time Division Multiple Access (TDMA), PT Ratelindo mampu membantu beratus ribu rumah tangga dan bisnis kecil dengan menghubungkan kepada masyarakat melalui jaringan telepon (PSTN) dari PT TELKOM. Saat ini, PT Ratelindo menyediakan perbaikan dan limited-mobile jasa wireless untuk mencukupi jumlah pelanggan yang tumbuh. PT Ratelindo juga menyediakan jasa data cepat ke perusahaan dan pelanggan individu. Selain itu PT Ratelindo juga telah membuat suatu persekutuan dengan Nokia, dalam hal memastikan ketersediaan CDMA. Sebagian dari CDMA yang terakhir adalah Nokia handsets yang tersedia eksklusif melalui Esia.

PT Ratelindo terakhir menyediakan koneksi wireless ke PSTN di Indonesia pada tahun 1995. Pada bulan September 2003 nama PT

Ratelindo diubah menjadi PT Bakrie Telekomunikasi (Bakrie Telecom). PT Bakrie Telekomunikasi mulai menawarkan jasa mobilitas yang terbatas berbasis CDMA 2000 1x di bawah merek Esia dengan pelanggan di Jakarta, Barat Pulau Jawa dan Banten untuk menggunakan jasa telepon gesit di area terbatas dengan beban biaya yang sama sesuai wireline yang ditawarkan oleh PSTN operator. Bakrie Telekomunikasi masih memakai TDMA Ratelindo selain menjalankan dan mengembangkan jasa mobilitas terbatas yang disebut CDMA-Based.

Pada tahun 2006 PT Bakrie Telekomunikasi menjadi perusahaan go public di Bursa Efek Jakarta, yang selanjutnya secara resmi diberi lisensi untuk menjadi operator telepon wireless secara nasional. Sekarang, PT Bakrie Telekomunikasi mempunyai 3 merek yaitu Esia, Wifone, dan Wimode dengan menggunakan jasa mobilitas terbatas yaitu CDMA-Based. Saat ini juga sudah tersedia berbagai alat CDMA dengan layar warna, kamera, GPS, dan fitur-fitur lain tersedia di pasar.

2. Visi dan Misi

Visi

Visi dari PT Bakrie Telekomunikasi dari awal adalah bahwa suatu hari kebanyakan orang Indonesia akan menggunakan layanan dari perusahaan untuk berbicara, mengirimkan pesan, web, mengirimkan e- mail, menikmati acara televisi digital, mengirimkan video dan foto, belajar atau berdagang. PT Bakrie Telekomunikasi memimpikan suatu Visi dari PT Bakrie Telekomunikasi dari awal adalah bahwa suatu hari kebanyakan orang Indonesia akan menggunakan layanan dari perusahaan untuk berbicara, mengirimkan pesan, web, mengirimkan e- mail, menikmati acara televisi digital, mengirimkan video dan foto, belajar atau berdagang. PT Bakrie Telekomunikasi memimpikan suatu

Misi

PT Bakrie Telekomunikasi berusaha mewujudkan visinya dengan mengikuti suatu strategi pertumbuhan berdasar pada cara yang unik "Disruptive Innovation". Strategi PT Bakrie Telekomunikasi meliputi memberi pelanggan apa yang mereka inginkan, yakni produk yang lebih baik, jasa yang lebih baik pada tingkat harga lebih rendah. PT Bakrie Telekomunikasi percaya bahwa telekomunikasi adalah suatu daya penggerak utama untuk efisiensi dan produktivitas. Pada waktunya, manfaat ini akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi. PT Bakrie Telekomunikasi juga menilai berbagai segi bisnis. Kemunculan bisnis PT Bakrie Telekomunikasi ditandai dengan menawarkan sesuatu yang segar, bermanfaat, menyenangkan, mampu dan sederhana.

Pada saat bekerja dengan pelanggan, PT Bakrie Telekomunikasi akan membuat setiap usaha mampu mengenali apa yang pelanggan inginkan apabila ingin mendapatkan timbal balik yang positif dari pelanggan. PT Bakrie Telekomunikasi akan selalu berusaha menemukan jalan membuat pelanggan lebih mudah untuk bekerjasama dan berdagang.

3. Kartu Seluler Esia PT Bakrie Telekomunikasi menjadi salah satu pelopor industri telekomunikasi di Indonesia. PT Bakrie Telekomunikasi secara pasti 3. Kartu Seluler Esia PT Bakrie Telekomunikasi menjadi salah satu pelopor industri telekomunikasi di Indonesia. PT Bakrie Telekomunikasi secara pasti

Esia adalah merek layanan operator yang dikeluarkan oleh operator telekomunikasi yang berbasis teknologi CDMA 2000 1x dengan layanan limited mobility, maksudnya adalah layanan mobilitas jaringan tanpa kabel yang dibatasi dalam satu kode area. Dengan Esia, pengguna bisa melakukan semua panggilan, mulai panggilan lokal, interlokal maupun internasional. Untuk mendapatkan layanan Esia, calon pengguna hanya perlu membeli kartu perdana Esia ataupun nomor (inject) Esia yang dipasangkan dengan handset tipe CDMA yang memiliki frekuensi 800Mhz. Kartu perdana Esia dijual dipasaran dengan harga Rp. 50.000,- dengan isi talktime senilai Rp. 20.000,- atau sebanding dengan 7,5 jam durasi bicara (ke sesama Esia).

Esia menyediakan dua pilihan layanan. Layanan yang pertama yaitu Esia prabayar dimana pengguna sendiri yang menentukan penggunaannya sesuai kebutuhan, dengan pilihan voucher mulai dari Rp.

10 ribu, Rp. 25 ribu, Rp 50 ribu, dan Rp. 100 ribu. Layanan yang kedua adalah Esia pascabayar dimana pelanggan akan lebih leluasa melakukan panggilan ke operator manapun, dimanapun, tanpa direpotkan oleh urusan pengisian talktime karena pemakaian baru akan ditagihkan di bulan berikutnya. Berkomunikasi

dengan menggunakan Esia dengan menggunakan Esia

Pada September 2003, p ertama kalinya diluncurkan, Esia merupakan operator yang menggunakan teknologi baru CDMA 2000 1x dengan

fasilitas layanan Fixed Wireless Access dan Limited Mobility. Esia diluncurkan untuk salah satu solusi berkomunikasi secara hemat karena tarif Esia relatif lebih murah dibandingkan operator lainnya. Pada

September hingga Desember 2004, Esia meluncurkan program inovatif “Gile Beneer” bekerja sama dengan Nokia. Program ini merupakan program

bundling dengan Nokia 2112, dimana Esia menawarkan begitu banyak keuntungan seperti gratis telepon dan SMS ke sesama pelanggan Esia dan ke telepon PSTN. Tidak lama kemudian, diluncurkan pula program ”Rumpi abiis”, program ini mengulang sukses program “Gile beneer” dimana kali ini pengguna Esia bisa menelepon berjam-jam ke sesama pengguna Esia dan ke PSTN secara gratis.

Pada bulan Januari 2005 , program yang sangat inovatif dan baru pertama kali diluncurkan di Indonesia yaitu program “Hujan Duit”

dimana pengguna Esia yang menerima panggilan dari operator non-Esia akan mendapatkan uang (terima telepon dapat duit). Setiap terima satu menit panggilan, pengguna Esia akan mendapatkan bonus Rp. 50,-. Program ini berlaku untuk pelanggan prabayar dan pascabayar. Untuk panggilan internasional dengan program SLI 18 dikenakan tarif Rp. 1.188/menit ke 43 negara tujuan menjadi salah satu program yang banyak diminati terutama untuk pengguna Esia yang banyak melakukan panggilan internasional. Bulan Agustus 2006, Esia melakukan peluncuran kampanye Talktime. Talktime yang diperkenalkan oleh Esia memberikan paradigma baru bagi konsumen untuk secara tepat melihat penghitungan pemakaian telepon. Istilah pulsa yang selama ini dipakai tidak menunjukan lamanya waktu bicara, tetapi lebih kepada alat ukur yang digunakan oleh operator telepon. Kampanye talktime sangat sukses, terlebih Esia dengan tarif hematnya menawarkan talktime yang paling lama yaitu Rp. 3000/jam, padahal operator lain menawarkan tarif berpuluh-puluh kali untuk pembicaraan satu jam.

Esia melakukan gebrakan kembali pada Februari 2006 dengan taktime

tarif yang lebih hemat lagi per jamnya, yaitu Rp. 1.000,- sehingga tidak heran jika sekarang makin banyak orang yang mengetahui untungnya menggunakan Esia. Pada bulan Oktober 2006, disamping talktime-nya yang spektakular. Esia spektakuler meluncurkan serangkaian program Esia Spektakular yang di dalamnya tersedia beragam keuntungan spektakular seperti handphone spektakuler, yaitu beragam pilihan handphone mulai dari Rp. 299 ribu. Selain itu juga menawarkan tarif spektakuler , penawaran SLI Rp.

1500,- ke lebih dari 55 negara, kabar spektakuler yang memungkinkan untuk ber-sms nonstop tanpa batas ke sesama pengguna Esia dengan tarif Rp. 4.000,- untuk nonstop seminggu dan Rp.1000,- untuk nonstop sehari, juga fun spektakuler dengan DV8.88 yang memfasilitasi pengguna untuk bisa mengirimkan pesan yang disisipkan lagu favorit yang bisa mengekpresikan perasaan. Penawaran yang paling menarik adalah hadiah spektakuler memberikan peluang besar untuk memperoleh hadiah berupa mobil hanya dengan mengirimkan nomer voucher isi ulang melalui sms 888.

4. Milestones Kartu Seluler Esia Pada bulan Agustus 1993, PT Bakrie Telekomunikasi dibentuk pertama kali dengan nama PT Ratelindo. Suatu cabang perusahaan publicly-listed dan dikelola Bakrie and brothers Tbk. Pemerintah Indonesia kemudian menghadiahi lisensi perusahaan jasa telekomunikasi di sebagian besar area Jakarta, Jawa Barat dan Banten dengan 10Mhz bandwith di 800Mhz frekuensi spektrum. Pada awalnya, layanan wireless

berdasar pada Extended Time Division Multiple Access (ETDMA). Extended Time Division Multiple Access (ETDMA) dimaksudkan untuk melengkapi wireline yang ditetapkan oleh PT Telkom, yang merupakan pijakan operator PSTN pada waktu itu.

Pada bulan September 2003 PT Ratelindo berubah menjadi PT Bakrie Telekomunikasi dengan berubah ke CDMA 2000 1x dan mulai menyediakan layanan mobilitas wireless terbatas dengan merek Esia.

Pada September 2004 manajemen PT Bakrie Telekomunikasi diperkuat oleh regu profesional yang mampu membawa ke dunia pemasaran yang lebih luas di barang konsumsi dan industri telekomunikasi. Tim manajemen mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan berbagai aspek yang menyangkut bisnis, mencakup kemampuan jaringan dan jangkauan, distribusi penjualan, manajemen hubungan pelanggan (CRM) dan memasarkan.

Tahun 2005 perusahaan menandatangani kontrak dengan suatu operator telekomunikasi nasional terkemuka di Indonesia. Persekutuan tersebut memungkinkan kedua sisi untuk berkembang di seluruh wilayah pada waktu yang sama untuk mengurangi biaya-biaya jaringan rollout dan time-to-market. Pada bulan September 2005 pemerintah Indonesia menghadiahi perusahaan suatu lisensi yang memungkinkan PT Bakrie Telekomunikasi untuk beroperasi ke seluruh daerah.

Pada tahun 2006 perusahaan menjadi public listed di pasar bursa Jakarta. PT Bakrie Telekomunikasi meluncurkan fixed wireless phone product yang biasa disebut Wifone. Pada bulan September 2006 Bakrie Telekomunikasi menjadi perusahaan pribadi yang pertama menandatangani Pakta Integritas untuk mematuhi Good Corporate

Governance (GCG) standard. Sofyan Djalil, Menteri Komunikasi dan Informasi dan koordinator program milik pemerintah "Tiga Pilar Kemitraan" menyaksikan manajemen senior BTEL'S menandatangani pakta. Desember 2006, perusahaan mendapatkan lisensi nasional dari pemerintah. Dengan ini Bakrie Telekomunikasi memiliki kesempatan Governance (GCG) standard. Sofyan Djalil, Menteri Komunikasi dan Informasi dan koordinator program milik pemerintah "Tiga Pilar Kemitraan" menyaksikan manajemen senior BTEL'S menandatangani pakta. Desember 2006, perusahaan mendapatkan lisensi nasional dari pemerintah. Dengan ini Bakrie Telekomunikasi memiliki kesempatan

Pada bulan April 2007, PT Bakrie Telekomunikasi meluncurkan produksi baru merek Wimode. Produk ini mengarah pada pelanggan BTEL yang memerlukan akses untuk data dan internet. Pada bulan Juli 2007, PT Bakrie Telekomunikasi mendapat penghargaan ”Operator CDMA Terbaik 2007 ” di Pertunjukan Selular Indonesia bertempat di Jakarta Convention Center dari 25 Juni - 1 Juli 2007. Di bulan Agustus 2007, PT Bakrie Telekomunikasi meluncurkan layanan Esia dan Wifone di Surabaya dan Malang. Setelah peluncuran layanan di Surabaya dan Malang, Bakrie Telekomunikasi meluncurkan layanan Esia dan Wifone di Jawa Tengah, terutama yang tinggal di Solo dan area Semarang. Selanjutnya pada September 2007, Bakrie Telekomunikasi meluncurkan layanan Esia dan Wifone di Medan dan Yogyakarta.

5. Tarif Kartu Seluler Esia Penetapan tarif esia didasarkan pada keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 35 tahun 2004, yang terdiri dari biaya aktivasi, biaya bulanan, biaya pemakaian dan biaya fasilitas tambahan. Dalam penerapannya, tarif yang dikenakan untuk layanan Esia pascabayar terdiri dari biaya bulanan, biaya pemakaian dan biaya fasilitas tambahan. Sedangkan untuk layanan Esia prabayar, tarif yang dikenakan terdiri dari biaya pemakaian dan biaya fasilitas tambahan. Esia 5. Tarif Kartu Seluler Esia Penetapan tarif esia didasarkan pada keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 35 tahun 2004, yang terdiri dari biaya aktivasi, biaya bulanan, biaya pemakaian dan biaya fasilitas tambahan. Dalam penerapannya, tarif yang dikenakan untuk layanan Esia pascabayar terdiri dari biaya bulanan, biaya pemakaian dan biaya fasilitas tambahan. Sedangkan untuk layanan Esia prabayar, tarif yang dikenakan terdiri dari biaya pemakaian dan biaya fasilitas tambahan. Esia

waktu bicara. Dengan tarif Rp. 50,- (ke sesama Esia) percakapan selama satu jam hanya Rp. 1.000,- atau pada saat membeli kartu perdana Esia yang berisikan talktime Rp. 20.000,- percakapan yang bisa dilakukan adalah 7,5 jam.

6. Teknologi Kartu Seluler Esia Bisnis Esia pada pertumbuhan Goal-Rapid dalam ketetapan layanan murah pada masyarakat esia memilih teknologi CDMA 2000 1x. Pertimbangannya adalah:

a. CDMA 2000 1x teknologi menggunakan suatu teknik tekanan lebih baik, paket data dan pemberian isyarat metode lebih efisien. Teknologi ini merupakan awal ke arah usaha biaya jaringan yang lebih rendah dan penggunaan spektrum lebih efisien, sehingga semua operasional Esia menurun.

b. Teknologi memerlukan lebih sedikit jumlah BTS, yang artinya infrastruktur yang lebih rendah.

c. CDMA melawan GSM memiliki diferensial harga dan secara luas diharapkan saat itu esia memulai operasi di seluruh negara pada tingkatan harga yang dapat diperbandingkan.

Untuk mampu menyediakan generasi produk dan jasa yang berikutnya, Esia secara konstan diskusi dengan penyedia teknologi terkemuka, penjual infrastruktur, penyedia isi dan aplikasi, perusahaan Untuk mampu menyediakan generasi produk dan jasa yang berikutnya, Esia secara konstan diskusi dengan penyedia teknologi terkemuka, penjual infrastruktur, penyedia isi dan aplikasi, perusahaan

 Huawei 

Jaringan Nortel 

227 operator komersil di 97 negara 

225 1x jaringan komersil yang telah dibentuk di dunia dan 32 1x jaringan dijadwalkan menyebar.

 350.820.000 CDMA 2000 konsumen diantaranya Asia, lainnya Amerika dan Eropa.

B. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik dan tanggapan responden terhadap item-item pertanyaan dalam kuesioner. Responden yang dipakai dalam penelitian ini adalah pengguna jasa kartu seluler Esia dari PT Bakrie Telekomunikasi. Penelitian ini menggunakan desain survei yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Peneliti menyebar sebanyak 130 dan kuesioner yang kembali sebanyak 115 sehingga response rate-nya 88,46%, tetapi yang lengkap terisi dan memenuhi syarat untuk analisis data sebanyak 100 responden. Peneliti menyebar kuesioner tersebut di galeri Esia yang berlokasi di Manahan, beberapa gerai Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik dan tanggapan responden terhadap item-item pertanyaan dalam kuesioner. Responden yang dipakai dalam penelitian ini adalah pengguna jasa kartu seluler Esia dari PT Bakrie Telekomunikasi. Penelitian ini menggunakan desain survei yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Peneliti menyebar sebanyak 130 dan kuesioner yang kembali sebanyak 115 sehingga response rate-nya 88,46%, tetapi yang lengkap terisi dan memenuhi syarat untuk analisis data sebanyak 100 responden. Peneliti menyebar kuesioner tersebut di galeri Esia yang berlokasi di Manahan, beberapa gerai

1. Karakteristik Responden Untuk mendapatkan gambaran mengenai karakter sampel yang akan diteliti dilakukan pengolahan terhadap data mentah dengan menggunakan perhitungan statistik deskriptif. Data deskriptif menggambarkan keadaan responden yang perlu diperhatikan sebagai informasi untuk memahamu hasil-hasil penelitian.

Gambaran umum tentang responden diperoleh dari data diri yang terdapat dalam kuesioner pada bagian identitas responden yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan dan lama penggunaan kartu Esia. Gambaran umum responden dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut ini:

Tabel IV.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

16 16% 20-29 tahun

46 46% 30-39 tahun

23 23% 40-49 tahun

11 11% 50-59 tahun

Sumber: data primer diolah, 2009

Berdasarkan Tabel IV.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, distribusi responden didominasi kelompok muda, yang Berdasarkan Tabel IV.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, distribusi responden didominasi kelompok muda, yang

Tabel IV.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Sumber: data primer diolah, 2009

Tabel IV.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin menunjukkan bahwa distribusi responden didominasi oleh pria sebanyak 57 orang atau 57% dan lainnya sejumlah 43 orang atau 43% berjenis kelamin wanita.

Tabel IV.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Sumber: data primer diolah, 2009

Berdasarkan Tabel IV.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir dapat diketahui bahwa responden terbesar sejumlah 55 orang atau 55% adalah berpendidikan terakhir

SLTA dan responden terkecil berpendidikan S2 sebanyak 1 orang atau 1%.

Tabel IV.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan

8 8% Karyawan Swasta

Sumber: data primer diolah, 2009

Berdasarkan Tabel IV.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan diketahui bahwa responden terbesar adalah mahasiswa dan karyawan swasta sejumlah 31 orang atau 31%. Sedangkan responden terkecil adalah pelajar sebanyak 2 orang atau 2%.

Tabel IV.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendapatan

Pendapatan per bulan

Frekuensi

Persentase

Kurang dari Rp. 2 juta

68 68% Rp. 2,0 – 3,9 juta

24 24% Rp. 4,0 – 5,9 juta

5 5% Lebih dari Rp. 6 juta

Sumber: data primer diolah, 2009

Berdasarkan Tabel IV.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendapatan per bulan diketahui bahwa responden terbesar Berdasarkan Tabel IV.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendapatan per bulan diketahui bahwa responden terbesar

Tabel IV.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Penggunaan Esia

Lama Menggunakan

27 27% Lebih dari 1 tahun

Sumber: data primer diolah, 2009

Dari Tabel IV.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Penggunaan Esia diketahui bahwa responden terbesar yang menggunakan Esia adalah dengan lama penggunaan dari 3 –6 bulan sebanyak 42 orang atau 42%, sedangkan responden terkecil dengan lama penggunaan 7-12 bulan sebanyak 27 orang atau 27%.

2. Tanggapan Responden Terhadap Kuesioner Untuk variabel corporate image, ada 5 item pertanyaan yang diajukan. Distribusi tanggapan responden terhadap item pertanyaan tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.7 berikut:

Tabel IV.7 Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Corporate Image

Jumlah jawaban No

Pertanyaan

responden Jumlah S CS KS TS

PT BAKRIE TELECOM 1 sebagai operator Esia besar dan

39 53 8 0 100 selalu konsisten. PT BAKRIE TELECOM 2 sebagai operator Esia inovatif

43 48 9 0 100 dan maju. PT BAKRIE TELECOM sebagai operator Esia memiliki

3 36 40 23 1 100 kontribusi sosial kepada

masyarakat. PT BAKRIE TELECOM

sebagai operator Esia adalah 4 41 50 9 0 100 salah satu operator yang handal

dalam sektor CDMA. PT BAKRIE TELECOM

5 sebagai operator Esia memiliki 47 43 9 1 100 citra yang baik. Sumber: data primer diolah, 2009

Berdasarkan data dari Tabel IV.7 Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Corporate Image diketahui bahwa 53 responden menyatakan cukup setuju untuk item pertanyaan PT BAKRIE TELECOM sebagai operator Esia besar dan selalu konsisten ,

48 responden menyatakan cukup setuju untuk item pertanyaan PT BAKRIE TELECOM sebagai operator Esia inovatif dan maju, 40 responden menyatakan cukup setuju untuk item pertanyaan PT BAKRIE TELECOM sebagai operator Esia memiliki kontribusi sosial kepada masyarakat, dan 50 responden menyatakan cukup setuju untuk item pertanyaan PT BAKRIE

TELECOM sebagai operator Esia adalah salah satu operator yang handal dalam sektor CDMA. Sedangkan untuk item pertanyaan PT BAKRIE TELECOM sebagai operator Esia memiliki citra yang baik ada 47 responden yang menyatakan setuju.

Untuk variabel trust, ada 4 item pertanyaan yang diajukan. Distribusi tanggapan responden terhadap item pertanyaan tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.8 berikut:

Tabel IV.8 Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Trust

Jumlah jawaban No

Pertanyaan

responden Jumlah

CS KS TS

1 Saya percaya pada Esia. 49 48 3 0 100 Saya yakin pelayanan yang

2 42 56 1 1 100 diberikan Esia baik.

Saya percaya pada sistem tarif 3 50 41 9 0 100 yang diberikan dari Esia.

Esia dapat dipercaya sebab 4 dapat memenuhi keinginan

34 49 15 2 100 pelanggan. Sumber: data primer diolah, 2009

Berdasarkan data dari Tabel IV.8 Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Trust diketahui bahwa 49 responden menyatakan setuju untuk percaya pada Esia ,

56 responden menyatakan cukup setuju untuk pelayanan yang diberikan Esia baik, 50 responden menyatakan setuju untuk percaya pada sistem tarif yang diberikan dari Esia, dan 49 responden menyatakan cukup setuju untuk Esia dapat dipercaya sebab dapat memenuhi keinginan pelanggan.

Untuk variabel switching cost, ada 7 item pertanyaan yang diajukan. Distribusi tanggapan responden terhadap item pertanyaan tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.9 berikut.

Tabel IV.9 Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Switching Cost

Jumlah jawaban No

Pertanyaan

responden Jumlah

CS KS TS

Banyak uang yang saya 1 keluarkan untuk membeli

36 26 27 11 100 kembali. Saya ragu bahwa pelayanan yang diberikan produk CDMA

2 prabayar lain lebih baik daripada 20 43 32 5 100 pelayanan yang diberikan oleh Esia . Saya tidak yakin bahwa sistem 3 tarif produk CDMA prabayar

22 39 35 4 100 lain lebih baik dari Esia. Saya sebaiknya membandingkan layanan

4 seluruh produk CDMA prabayar 50 31 12 7 100 yang ada (luas jangkauan, tarif, dsb). Saya memerlukan banyak

5 34 26 30 10 100 tenaga, waktu, dan usaha.

Saya merasa kesulitan menggunakan beberapa layanan 6 tambahan (Nada Sambung dll)

24 27 31 18 100 pada awalnya, sehingga saya harus belajar terlebih dahulu. Saya menjadi kesulitan dihubungi oleh orang lain, 7 sehingga hubungan komunikasi

32 28 27 13 100 saya dengan mereka menjadi terganggu.

Sumber: data primer diolah, 2009

Berdasarkan data dari Tabel IV.9 Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Switching Cost diketahui 36 responden menyatakan setuju bahwa banyak uang yang responden keluarkan untuk membeli kembali Berdasarkan data dari Tabel IV.9 Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Switching Cost diketahui 36 responden menyatakan setuju bahwa banyak uang yang responden keluarkan untuk membeli kembali

43 responden menyatakan cukup setuju bahwa responden ragu bahwa pelayanan yang diberikan produk CDMA prabayar lain lebih baik daripada pelayanan yang diberikan oleh

Esia apabila berpindah ke produk lain, 39 responden menyatakan cukup setuju bahwa responden tidak yakin bahwa sistem tarif produk CDMA prabayar lain lebih baik dari Esia apabila berpindah ke produk lain, 50 responden menyatakan setuju bahwa responden sebaiknya membandingkan layanan seluruh produk CDMA prabayar yang ada (luas jangkauan, tarif, dsb) apabila berpindah ke produk lain, 34 responden menyatakan setuju bahwa responden memerlukan banyak tenaga, waktu, dan usaha apabila berpindah ke produk lain, 31 responden menyatakan kurang setuju bahwa responden merasa kesulitan menggunakan beberapa layanan tambahan (Nada Sambung dll) pada awalnya, sehingga saya harus belajar terlebih dahulu apabila berpindah ke produk lain, dan

32 responden menyatakan setuju bahwa responden menjadi kesulitan dihubungi oleh orang lain, sehingga hubungan komunikasi saya dengan mereka menjadi terganggu apabila berpindah ke produk lain.

Untuk variabel customer loyalty, ada 5 item pertanyaan yang diajukan. Distribusi tanggapan responden terhadap item pertanyaan tersebut dapat dilihat pada Tabel IV.10 berikut:

Tabel IV.10 Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Customer loyalty

Jumlah jawaban No

Pertanyaan

responden Jumlah

CS KS TS

Saya akan tetap menggunakan 1 56 31 11 2 100 Esia .

Jika saya membeli produk 2 CDMA yang baru, saya tetap

50 28 20 2 100 memilih menggunakan Esia. Saya akan merekomendasikan

3 58 26 12 4 100 Esia kepada orang lain.

Saya akan mengajak orang lain 4 52 28 15 5 100 untuk menggunakan Esia.

Sekalipun produk CDMA prabayar yang lain menawarkan

5 35 38 20 7 100 tarif yang lebih murah, saya akan

tetap menggunakan Esia. Sumber: data primer diolah, 2009

Berdasarkan data dari Tabel IV.10 Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Customer Loyalty diketahui 56 responden menyatakan setuju bahwa responden akan tetap menggunakan Esia, 50 responden menyatakan setuju bahwa apabila responden membeli produk CDMA yang baru, saya tetap memilih menggunakan Esia, 58 responden menyatakan setuju bahwa responden akan merekomendasikan Esia kepada orang lain, 52 responden menyatakan setuju bahwa responden akan mengajak orang lain untuk menggunakan Esia, dan 38 responden menyatakan cukup setuju bahwa sekalipun produk CDMA prabayar Berdasarkan data dari Tabel IV.10 Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Customer Loyalty diketahui 56 responden menyatakan setuju bahwa responden akan tetap menggunakan Esia, 50 responden menyatakan setuju bahwa apabila responden membeli produk CDMA yang baru, saya tetap memilih menggunakan Esia, 58 responden menyatakan setuju bahwa responden akan merekomendasikan Esia kepada orang lain, 52 responden menyatakan setuju bahwa responden akan mengajak orang lain untuk menggunakan Esia, dan 38 responden menyatakan cukup setuju bahwa sekalipun produk CDMA prabayar

C. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur apakah instrumen penelitian benar-benar mampu mengukur konstruk yang digunakan. Instrumen dikatakan valid jika dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur serta mampu mengungkapkan apa yang seharusnya perlu untuk diungkap. Untuk memperoleh validitas kuesioner, usaha dititikberatkan pada pencapaian validitas isi. Validitas tersebut menunjukkan sejauh mana perbedaan yang diperoleh dengan instrumen pengukuran merefleksikan perbedaan sesungguhnya pada responden yang diteliti. Untuk uji validitas digunakan alat uji Validitas Product Moment dengan bantuan SPSS FOR WINDOWS versi 12. Hasil output analisis faktor dapat dilihat pada tabel- tabel berikut:

Tabel IV.11 Validitas Product Moment Corporate Image

Variabel

Nilai Validitas

CI1 0,772 CI2

0,612 Sumber: data primer diolah, 2009

Tabel IV.12

Validitas Product Moment Trust

Variabel

Nilai Validitas

T1 0,688 T2

0,744 T3

0,812 T4

0,718 Sumber: data primer diolah, 2009

Tabel IV.13 Validitas Product Moment Switching Cost

Variabel

Nilai Validitas

SC1 0,706 SC2

0,754 Sumber: data primer diolah, 2009

Tabel IV.14 Validitas Product Moment Customer Loyalty

Variabel

Nilai Validitas

CL1 0,795 CL2

0,813 Sumber: data primer diolah, 2009

Hasil Validitas Product Moment pada Tabel IV.11-IV.14 menunjukkan bahwa Corporate Image (CI) yang terdiri atas 5 item indikator, Trust (T) yang terdiri atas 4 item indikator, Switching Cost (SC) yang terdiri atas 7 item indikator dan Customer Loyalty (CL) yang terdiri atas 5 item indikator semuanya dapat diterima atau valid.

D. Uji Reliabilitas

Setelah melakukan uji validitas, maka tahap selanjutnya adalah pengujian reliabilitas. Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahu sejauh mana alat ukur dapat digunakan, dipercaya, dan diandalkan untuk meneliti suatu objek. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 (Ghozali, 2005). Hair, et.al. (2006) menyatakan bahwa koefisien cronbach alpha yang reliabel umumnya ≥ 0,70.

Tabel IV.15 Hasil Uji Reliabilitas

Indikator Corporate Image

7 Customer Loyalty

Switching Cost

5 Sumber : Data primer diolah, 2009

Berdasarkan tabel IV.15 diatas, dapat diketahui bahwa hasil uji reliabilitas semua butir untuk setiap variabel nilai cronbach alphanya ≥ 0,70, yang artinya masing-masing variabel reliabel atau diterima.

E. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas yaitu adanya korelasi linier di antara satu atau lebih variabel bebas. Apabila nilai VIF (Variance Inflation Factor) tidak lebih dari 10, maka tidak terjadi multikolinier. Dari perhitungan regresi 1. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas yaitu adanya korelasi linier di antara satu atau lebih variabel bebas. Apabila nilai VIF (Variance Inflation Factor) tidak lebih dari 10, maka tidak terjadi multikolinier. Dari perhitungan regresi

Tabel IV.16 Hasil Uji Multikolinieritas

Coefficients a Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients Collinearity Statistics Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 6.341 2.331 2.720 .008

T .946 .228 .500 4.148 .000 .537 1.861 CI .259 .193 .160 1.343 .182 .550 1.817 SC 1.482 .641 .210 2.312 .023 .944 1.059

a. Dependent Variable: CL

2. Uji Heteroskedastisitas

Gejala heteroskedastisitas terjadi sebagai akibat dari variasi residual yang tidak sama untuk semua pengamatan. Pada bagian ini, cara mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Park. Model regresi linier yang digunakan dalam penelitian ini diregresikan untuk mendapatkan residualnya. Nilai residual dilogaritma, kemudian diregresikan dengan semua variabel independen. Pada model regresi ini, nilai probabilitas/signifikansi semua variabel independen (p > 0,05) artinya tidak signifikan, maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedasitas.

3. Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series) atau secara ruang (cross sectional). Hal ini mempunyai arti bahwa hasil suatu tahun tertentu dipengaruhi tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Terdapat korelasi atas data cross section apabila data di suatu tempat dipengaruhi atau mempengaruhi di tempat lain. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin – Watson.

Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji Durbin – Watson ini dilakukan dengan ketentuan Gujarati (2006), sebagai berikut:

a. Bila angka dw < dL, berarti ada autokorelasi positif.

b. Bila angka dw terletak antara dL ≤ dw ≤ du, berarti tidak ada kesimpulan.

c. Bila angka dw terletak antara du ≤ dw ≤ 4 - du, berarti tidak ada autokorelasi (korelasi positif maupun negatif).

d. Bila angka dw terletak antara 4 - du ≤ dw ≤ dL, berarti tidak ada kesimpulan.

e. Bila angka dw > 4 - dL, berarti ada autokorelasi negatif.

Tabel IV.17 Hasil Uji Autokorelasi

Model Summary b

St d. Error of Durbin- Model

Adjusted

R Square

R Square

the Estimate Wat son

3.11012 1.658 a. Predictors: (Constant), SC, CI, T

1 .500 a .250

b. Dependent Variable: CL

Berdasarkan hasil uji autokorelasi pada tabel IV.17 diketahui bahwa nilai statistik Durbin Watson hasil perhitungan sebesar 1,658; di

mana nilai ini berada diantara du ≤ dw ≤ 4 - du, dengan demikian, dari hasil penelitian ini menunjukkan tidak terjadi adanya gejala autokorelasi.

4. Uji Normalitas Uji normalitas diperlukan terutama untuk peramalan dan pengujian hipotesis. Tujuan adalah untuk menguji apakah dalam sebuah regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.

Uji Normalitas dilakukan dengan melihat gambar grafik Normal P-P Plot, dimana terjadinya gejala tersebut dideteksi dengan melihat titik- titik yang mengikuti arah garis linier dari kiri bawah ke kanan atas. Bila titik-titik mengikuti arah garis linier berarti terjadi adanya gejala normalitas. Uji normalitas yang disyaratkan adalah dari scaterplot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti garis diagonal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada gambar

2. grafik Normal P-P Plot di bawah ini:

Gambar 2. Grafik Normal P-P Plot

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: CL

dC pecte 0.4 Ex

Observed Cum Prob

Berdasarkan Gambar 2. Grafik Normal P-P Plot dari variabel dependen Customer Loyalty (CL) diketahui bahwa pada pengujian normalitas yang telah dilakukan variabel yang diuji mengindikasikan adanya gejala normalitas, dengan demikian variabel yang diuji sudah memenuhi uji asumsi normalitas yang disyaratkan karena dari scaterplot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal.

F. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara variabel dependen dan variabel independen, jika variabel independennya lebih dari satu (Sekaran, 2006). Dalam perhitungannya dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS for windows versi 12.0.

1. Uji Hipotesis Pertama Hipotesis pertama menguji pengaruh corporate image terhadap customer loyalty pelanggan Esia. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana. Hasil regresi dalam penelitian ini adalah nilai uji t, uji F dan koefisien determinasi dapat dilihat selengkapnya pada Tabel IV.18 berikut ini:

Tabel IV.18 Hasil Analisis Regresi Corporate Image dan Trust terhadap Customer Loyalty

Variabel Variabel Dependen = Customer Loyalty bebas/

Unstandardized

Standardized T sig Coefficients B

Standard

Coefficients B parameter

4,470 0,000 R square : 0,208

Adj. R Square : 0,192 F hitung : 12,756 Sig. F : 0,000 Sumber: data primer diolah, 2009

Dari Tabel IV.18 Hasil Analisis Regresi Corporate Image dan Trust terhadap Customer Loyalty terlihat bahwa koefisien menunjukkan bahwa nilai t = 1,249 dan nilai F = 12,756. Sedangkan nilai koefisien determinasi (adjusted R square) sebesar 0,192. Angka ini menunjukkan bahwa 19,2% customer loyalty dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh Dari Tabel IV.18 Hasil Analisis Regresi Corporate Image dan Trust terhadap Customer Loyalty terlihat bahwa koefisien menunjukkan bahwa nilai t = 1,249 dan nilai F = 12,756. Sedangkan nilai koefisien determinasi (adjusted R square) sebesar 0,192. Angka ini menunjukkan bahwa 19,2% customer loyalty dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh

Customer Loyalty, terbukti.

Pada penelitian Lindstead dan Andreassen (1998) disimpulkan bahwa pada industri jasa, corporate image cenderung lebih berpengaruh terhadap customer loyalty. Berdasarkan hasil uji hipotesis, penelitian ini memperkuat penelitian Lindstead dan Andreassen (1998) tersebut mengenai pengaruh corporate image terhadap customer loyalty terlebih pada jenis usaha jasa.

2. Uji Hipotesis Kedua Hipotesis kedua menguji pengaruh trust terhadap customer loyalty pelanggan Esia. Dari Tabel IV.18 Hasil Analisis Regresi Corporate Image dan Trust terhadap Customer Loyalty, terlihat bahwa untuk variabel trust nilai t = 4,470 dan nilai F = 12,756. Koefisien determinasi (adjusted R Square) sebesar 0,192 yang berarti bahwa 19,2% customer loyalty dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor corporate image dan trust. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Hasil 2. Uji Hipotesis Kedua Hipotesis kedua menguji pengaruh trust terhadap customer loyalty pelanggan Esia. Dari Tabel IV.18 Hasil Analisis Regresi Corporate Image dan Trust terhadap Customer Loyalty, terlihat bahwa untuk variabel trust nilai t = 4,470 dan nilai F = 12,756. Koefisien determinasi (adjusted R Square) sebesar 0,192 yang berarti bahwa 19,2% customer loyalty dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor corporate image dan trust. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Hasil

H2: trust berpengaruh positif terhadap customer loyalty, terbukti.

Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian Garbarino dan Johnson (1999), bahwa Trust (kepercayaan) muncul dari pengalaman dan interaksi dari masa lalu. Trust terlihat sebagai faktor yang penting untuk meningkatkan loyalitas konsumen (Fournier, 1998). Loyalitas dapat ditentukan dari trust terhadap merek dan dari perasaan suka terhadap suatu merek. O' Shaughnessy dalam Lau dan Lee (1999) mengemukakan bahwa hal pokok yang mendasari loyalitas adalah kepercayaan. Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa trust adalah sebuah penggerak (driver) yang mempengaruhi loyalitas merek (Chaudhuri dan Holbrook, 2001; Lau dan Lee, 1999). Loyalitas akan memberi banyak keuntungan bagi perusahaan, termasuk di dalamnya perulangan pembelian dan rekomendasi mengenai merek tersebut kepada teman dan kenalan (Lau dan Lee, 1999).

Hasil pengujian ini juga sesuai dengan penelitian Morgan dan Hunt (1994) kepercayaan atas merek akan berpengaruh terhadap loyalitas atas merek hal ini disebabkan karena kepercayaan menciptakan suatu hubungan timbal balik yang bernilai sangat tinggi. Jadi dapat juga Hasil pengujian ini juga sesuai dengan penelitian Morgan dan Hunt (1994) kepercayaan atas merek akan berpengaruh terhadap loyalitas atas merek hal ini disebabkan karena kepercayaan menciptakan suatu hubungan timbal balik yang bernilai sangat tinggi. Jadi dapat juga

3. Uji Hipotesis Ketiga Hipotesis ketiga menguji peranan switching cost yang memoderasi pengaruh trust terhadap customer loyalty. Model regresi hierarki digunakan untuk menentukan peranan switching cost yang memoderasi pengaruh trust terhadap customer loyalty dengan menggunakan three stage multiple regression atau Moderated Regression Analysis . Pada tahap pertama, regresi dilakukan hanya pada variabel independen, pengaruh utama dari switching cost pada tahap kedua. Interaksi pada tahap ketiga, yang memasukkan perkalian variabel independen dengan moderator. Sebelumnya, dibuat variabel dummy yang dibentuk oleh (k –1), dimana k adalah jumlah kelompok switching cost sebagai berikut : switching rendah (0) dan switching tinggi (1). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel IV.19.

Tabel IV.19 Peranan Switching Cost yang memoderasi Pengaruh Trust terhadap customer Loyalty

Step Corporate Image (CI)

- Trust (T)

3,411 Switching Cost (SC)

0,570 T * SC

Adj R 2 0,192

Sumber : Data primer yang diolah Dependent Variable: Customer Loyalty *p < .05; **p < .01;

Hasil dari analisis pada model 2 (Tabel IV.19 Peranan Switching Cost yang memoderasi pengaruh Trust terhadap Customer Loyalty)

menunjukkan, nilai Adj R 2 model 2 (0,213) lebih tinggi dibandingkan dengan Adj R 2 model 1 (0,192). Hal ini mengindikasikan bahwa

switching cost memberi kontribusi pengaruh trust terhadap customer loyalty.

Dilihat dari Tabel IV.19, total pengaruh trust terhadap customer loyalty menjadi lebih besar pada switching cost yang tinggi. Hasilnya dapat dilihat pada koefisien (T*SC), yaitu total pengaruh Trust terhadap customer loyalty yang switching cost-nya tinggi menjadi (0,415-(-0,186)) = 0,601). Sebaliknya total pengaruh Trust terhadap customer loyalty yang switching cost-nya rendah sebesar 0,415. Berdasarkan hasil pengujian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis 3, H3: Pelanggan

yang Switching Cost-nya tinggi, memperkuat pengaruh Trust terhadap Customer Loyalty dibandingkan dengan Pelanggan yang Switching Cost-nya rendah, terbukti.

Hasil pengujian ini tidak sesuai dengan penelitian Aydin dan Ozer (2005) menemukan bahwa switching cost yang tinggi memperlemah hubungan trust dengan customer loyalty. Sebaliknya hasil pengujian ini mendukung dengan penelitian Sharma (2003) menyatakan bahwa switching cost yang tinggi memperkuat hubungan trust dengan customer loyalty.

G. Respon Pelanggan Terhadap Esia

Pada kuesioner yang diberikan kepada responden dicamtumkan pula beberapa pertanyaan terbuka untuk mengetahui pendapat pelanggan terhadap produk Esia. Hasil dari pertanyaan terbuka dikategorikan dan dasajikan pada table IV.20 berikut.

Tabel IV.20 Respon pelanggan Terhadap Esia

I. Faktor-Faktor Yang Membuat Pelanggan Tertarik Frekuensi Menggunakan Produk Esia dari Bakrie Telecom

1. Tarif murah 35 2. Jaringan luas dan sinyal kuat

16 3. Karena coba-coba

3 4. Esia selalu memberi bonus

5 5. Produk dan layanan mudah digunakan

6 6. Banyak teman yang menggunakan Esia

7 7. Handphone CDMA-nya murah

2 8. Suara jernih

4 9. Bisa untuk interlokal dan dibawa ke luar kota

2 10. Ada kerjasama dengan pihak lain

1 11. Voucher mudah didapat

II. Harapan Pelanggan Dari PT.Bakrie Telecom Baik Dari Frekuensi Aspek Produk, Layanan Dan Fasilitas Yang Saat Ini belum tersedia

1. Kemudahan hubungan interlokal (tanpa Gogo) 13 2. Handphone murah dengan banyak fitur

3 3. Jaringan diperluas

20 4. Kualitas produk lebih baik

15 5. Call center yang dapat dihubungi

3 6. Tarif lebih murah

9 7. Voucher susah didapat

3 8. Tarif internet lebih murah

1 9. Laporan saat handphone tidak aktif

III. Masukan, saran, kritik dari pelanggan Frekuensi

1. Tarif internet murah 1 2. Tarif lebih murah baik ke sesama maupun beda operator

19 3. Sinyal diperkuat dan jaringan diperluas

20 4. Hapus Gogo

2 5. SMS kadang tidak sampai

4 6. Produk lebih berkualitas

11 7. Call center bisa dihubungi

2 8. Hapus aktivasi Esia Tone otomatis

2 9. Suara lebih jernih

10. Informasi produk dan layanan sampai ke pelanggan

Keterangan: data primer diolah, 2009

Dari tabel IV.20 Respon Pelanggan terhadap Esia, terlihat bahwa faktor-faktor yang membuat pelanggan tertarik dan tetap berlangganan Esia menunjukkan bahwa mayoritas pelanggan memilih tarif murah sebagai aspek terpenting. Faktor kedua yang banyak dijawab pelanggan adalah jaringan luas dan sinyal kuat. Sedangkan yang ketiga adalah banyak teman yang menggunakan Esia.

Harapan pelanggan Esia didominasi: pertama jaringan diperluas, kedua kualitas produk lebih baik, dan ketiga kemudahan hubungan interlokal (tanpa Gogo).

Faktor yang paling banyak dijadikan kritikan ataupun masukan pelanggan adalah pertama sinyal diperkuat dan jaringan diperluas, kedua tarif lebih murah baik ke sesama maupun beda operator, dan ketiga produk lebih berkualitas, agar PT Bakrie Telecom dapat mempertahankan loyalitas pelanggan dengan mempertahankan tarif murah.

BAB V PENUTUP