KAJIAN PUSTAKA

Interpretasi Model Probit

Setiap perubahan pada probabilitas model probit sulit untuk diinterpretasikan, tidak seperti regresi linear dimana setiap perubahan pada variabel penjelasnya menyebabkan perubahan pada variabel responnya. Cara untuk menginterpretasikan koefisien pada model probit, yaitu dengan menghitung nilai marginal effect . Misal setiap perubahan nilai variabel X pada peluang ketika Y=1, maka:

dimana t=β 0 +β 1 X i (14)

sehingga

Interpretasi ini dapat diartikan setiap perubahan variabel X akan menimbulkan perubahan peluang Y sebesar marginal effect yang ditimbulkan (Gujarati, 2004).

Pengujian Signifikansi Parameter Regresi Probit

Uji Simultan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas terhadap variabel respon secara bersama-sama (simultan). Pengujian ini menggunakan uji likelihood ratio . Adapun hipotesis pengujiannya sebagai berikut:

H 0 :β 1 =β 2 =….=β p =0 (Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel penjelas terhadap variabel respon secara simultan)

H 1 : minimal terdapat satu β j ≠ 0 (Sekurang kurangnya terdapat satu variabel penjelas yang berpengaruh terhadap variabel respon) dengan j = 1,2,3,..,p. Kemudian statistik uji yang digunakan sebagai berikut :

L 0 : Model Likelihood yang hanya terdiri atas konstanta saja L 1 : Model Likelihood yang terdiri atas seluruh variabel

H 0 ditolak jika 2 = − >� 2 �;� . Artinya model signifikan pada tingkat signifikansi α.

Uji Parsial

Variabel penjelas dilakukan pengujian satu persatu menggunakan statistik uji Wald. Uji ini digunakan untuk mengetahui variabel penjelas mana yang terbukti signifikan berpengaruh terhadap variabel respon. Adapun hipotesis pengujiannya adalah sebagai berikut:

H 0 :β j = 0 (variabel penjelas ke-j tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel respon),

H 1 :β j > 0 (variabel penjelas ke-j berpengaruh signifikan terhadap variabel respon). untuk suatu j= 1, 2, …, p Adapun statistik uji yang digunakan (Uji Wald) sebagai berikut :

H 0 akan ditolak bila W j lebih dari � 2 �; , pada tingkat signifikansi α. Artinya variabel penjelas ke- j signifikan di dalam model pada tingkat signifikansi α.

Ordinary Least Square (OLS)

Setelah melakukan analisis regresi probit selanjutnya untuk tahap kedua Heckman digunakan analisis persamaan regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Persamaan matematik yang memungkinkan untuk meramalkan nilai-nilai suatu peubah respon dari nilai-nilai satu atau lebih peubah penjelas disebut dengan persamaan regresi (Walpole, 1995). Regresi digunakan untuk melihat adanya suatu hubungan yang dapat berupa sebab akibat. Selain itu, dapat juga mengukur seberapa besar suatu variabel memengaruhi variabel lain dan digunakan untuk melakukan peramalan nilai suatu variabel berdasarkan variabel lain. Selanjutnya untuk melakukan pendugaan/estimasi terhadap parameter pada model regresi linear dapat menggunakan metode least square (metode kuadrat terkecil) atau dengan menggunakan Ordinary Least Square . Metode kuadrat terkecil memuat jumlah kuadrat vertikal dari titik-titik pengamatan ke garis regresi sekecil mungkin sehingga jumlah kuadrat semua memiliki simpangan minimun. Ordinary Least Square dapat digunakan apabila telah memenuhi asumsi diantaranya (Gujarati, 2004):

1. Model linear dalam parameter;

2. Vairabel bebas (X) bersifat fixed (bukan merupakan variabel random), Variabel respon (Y) merupakan variabel random/ bersifat stokastik;

3. Rata-rata error sama dengan nol;

4. Homoskedastis atau varians konstan;

5. Tidak ada autokorelasi;

6. Tidak ada multikolinearitas sempurna antar variabel penjelas;

7. Erornya merupakan variabel random yang terdistriusi secara bebas dan identik mengikuti distribusi normal dengan rata-rata 0 dan varians 2 σ ;

Prediksi/ estimasi untuk Y jika nilai X diketahui adalah sebagai berikut:

X adalah matriks dengan n baris dan p kolom, n menyatakan jumlah observasi, dan p menyatakan banyaknya variabel X, sedangkan X ’ adalah matriks transpose dari X dengan p baris dan n kolom. Y adalah vektor kolom dengan n baris dan 1 kolom, n adalah jumlah observasi.

Uji Asumsi OLS

Uji Normalitas

Asumsi ini menyaratkan bahwa nilai residual dari penduga berdistribusi

i ~N(0,σ ). Diagnosis asumsi ini dapat dilakukan melalui grafik Normal P robability Plot (NPP) dari standardized residual . Apabila data menyebar di sekitar garis diagonal

2 normal dengan rata-rata sama dengan 0 dan varians 2 σ (konstan) atau ε 2 normal dengan rata-rata sama dengan 0 dan varians 2 σ (konstan) atau ε

hipotesis dengan uji Kolmogorov Smirnov . Hipotesis yang diuji sebagai berikut:

H 0 i :ε 2 ~N(0,σ ) atau ε i berdistribusi normal

1 :ε i ~N(0,σ )ε i tidak berdistribusi normal Adapun statistik uji yang digunakan adalah:

(20) Keterangan:

F(x) adalah probabilitas kumulatif teoritis S(x) adalah probabilitas kumulatif empiris.

Hipotesis nol ditolak jika nilai D lebih besar dari D pada tabel Kolmogorov Smirnov atau apabila p-value lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan ( α), maka dapat disimpulkan bahwa error tidak berdistribusi normal sehingga asumsi normalitas tidak terpenuhi.

Pengecekan Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan hubungan linier antara beberapa atau seluruh variabel penjelas dalam model regresi (Gujarati, 2004). Masalah multikolinieritas

dapat mengakitbatkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang besar tetapi hanya sedikit bahkan tidak satupun variabel penjelas memiliki pengaruh yang signifikan

di dalam model. Selain itu, multikolinieritas juga menyebabkan koefisien regresi yang dihasilkan tidak bisa digunakan untuk mengestimasi dengan presisi dan di dalam model. Selain itu, multikolinieritas juga menyebabkan koefisien regresi yang dihasilkan tidak bisa digunakan untuk mengestimasi dengan presisi dan

Pemeriksaan awal dengan mencari nilai korelasi antar variabel penjelas atau dengan melihat nilai dari Variance Inflaction Factor (VIF) pada output yang dihasilkan. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 mengindikasikan adanya multikolinieritas (Neter, Kutner dan Wasserman, 1989). Apabila variabel penjelas berkorelasi kuat, maka tidak dapat diketahui efek variabel penjelas tertentu terhadap variabel respon secara terpisah. Nilai VIF dapat dihitung dengan rumus berikut:

2 merupakan koefisien determinasi dari variabel penjelas X j yang diregresikan dengan variabel penjelas lainnya.

Senada dengan Neter, Gujarati (2004) juga menjelaskan bahwa suatu variabel penjelas mengalami masalah yang serius jika VIF lebih dari 10 dan akan memengaruhi estimasi yang menggunakan OLS. Keberadaan mulitkolinieritas yang rendah ataupun tinggi dapat memberikan beberapa akibat sebagai berikut :

1. Estimator OLS yang dihasilkan memiliki varians dan kovarians yang besar sehingga presisi dari estimasi kurang baik;

2. Selang kepercayaan yang terbentuk akan terlalu panjang dan cenderung memuat nilai 0 atau hipotesis nol gagal ditolak;

3. Nilai dari t dari satu atau lebih koefisien regresi akan menjadi tidak signifikan secara statistik;

4. Meskipun hasil dari t merupakan salah satu atau lebih dari koefisien regresi yang tidak signifikan secara statistik, nilai ukuran 2 goodness of fit (R ) akan

terlalu tinggi;

5. Estimator OLS dan standard error akan menjadi lebih sensitive terhadap perubahan data.

Beberapa hal yang dapat dilakukan ketika terjadi multikolinieritas adalah melakukan kombinasi antara data crosssection dan timeseries , mengurangi variabel, melakukan transformasi variabel, dan sebagainya (Gujarati, 2004).

Uji Homoskedastisitas

i |X i )= E[ε i - E(ε i )] = E(ε i ) =σ . Artinya, varians dari error untuk setiap X i yang diberikan adalah konstan. Dengan kata lain, error mempunyai varians yang homogen. Pengujian keberadaan heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan scatter plot antara residual yang terstandardisasi dengan fitted value ̂ . Apabila scatter plot menghasilkan pola acak atau tidak membentuk pola tertentu, maka varians eror dapat dianggap homogen atau konstan. Namun apabila scatter plot membentuk pola tertentu, maka varians error tidak konstan atau heterogen.

2 2 Homoskedastisitas dinyatakan sebagai var(ε 2

Selain itu, keberadaan heteroskedastisitas dapat diketahui melalui uji Glejser. Uji ini dilakukan dengan cara meregresikan nilai mutlak dari residual terhadap variabel penjelas. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah:

2 H 2 0 : E(ε i )=σ (varians ε i bersifat konstan)

1 : E(ε i )≠σ (varians ε i bersifat tidak konstan)

Adapun statistik uji yang digunakan ialah distribusi t- student dengan rumus sebagai berikut:

Hipotesis nol ditolak apabila terdapat variabel penjelas yang signifikan atau t hitung

lebih besar dari t tabel , maka varians eror tidak homogen sehingga asumsi homoskedastisitas tidak terpenuhi.

Uji Keberartian Model

Apabila ingin mengetahui apakah model penelitian sudah baik, maka perlu mengetahui keberartian dari model tersebut. Adapun kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Kriteria sosial-ekonomi, yaitu dengan melihat kesesuaian tanda dan nilai koefisien estimasi dengan teori dan hasil penelitian terkait;

2. Kriteria statistik, yaitu dengan melihat nilai-nilai yang dihasilkan dari pengujian statistik meliputi koefisien determinasi (R 2 ), uji simultan, dan uji

parsial.

Koefisien Determinasi (R 2 )

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kebaikan atau kesesuaian ( goodness of fit ) suatu model regresi. Nilai R 2 menyatakan proporsi keragaman total dari nilai observasi Y di sekitar rataannya yang dapat dijelaskan oleh garis regresinya atau variabel penjelas yang digunakan (Gujarati, 2004). Nilai R 2 berkisar Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kebaikan atau kesesuaian ( goodness of fit ) suatu model regresi. Nilai R 2 menyatakan proporsi keragaman total dari nilai observasi Y di sekitar rataannya yang dapat dijelaskan oleh garis regresinya atau variabel penjelas yang digunakan (Gujarati, 2004). Nilai R 2 berkisar

yang digunakan semakin baik atau semakin tepat. R 2 dapat dihitung dengan rumus berikut:

Adjusted R 2 digunakan setelah menghilangkan pengaruh penambahan variabel penjelas dalam model. Setiap penambahan variabel penjelas, maka akan

2 meningkatkan nilai R 2 . Namun dalam penggunaan R harus berhati-hati dalam menilai kebaikan suatu model persamaan regresi. R 2 yang besar juga dapat disebabkan dengan adanya multikolinieritas.

Uji Simultan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah secara statistik variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel responnya. Hipotesis untuk uji simultan sebagai berikut (Neter, 1989):

H 0 ∶ β=β 2 =. . = β p− = (Secara simlutan tidak terdapat pengaruh signifikan dari variabel penjelas terhadap variabel respon)

H ∶ Tidak semua β = , dengan j = 1,2,…,p-1 (Minimal terdapat satu

variabel penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon) Rumus yang digunakan dalam uji F adalah sebagai berikut: variabel penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon) Rumus yang digunakan dalam uji F adalah sebagai berikut:

= banyaknya variabel penjelas n

= jumlah individu MSR = Mean Square Regression (Rata-rata jumlah kuadrat regresi) MSE = Mean Square Error (Rata-rata jumlah kuadrat eror)

H 0 akan ditolak jika ℎ� ��� lebih besar dari �;�− ,�−� atau jika p-value kurang dari α yang berarti secara simultan variabel penjelas berpengaruh signifikan terhadap variabel respon.

Uji Parsial

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel penjelas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel responnya. Hipotesis uji parsial sebagai berikut:

0 ∶ β j = (seluruh variabel penjelas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel respon)

H 0 ∶ β j > (terdapat pengaruh signifikan dari variabel penjelas ke-j terhadap variabel respon)

Statistik uji yang digunakan ialah distribusi t- student dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: β̂ j = nilai penduga parameter ke-j se β̂ j = standar error nilai penduga parameter ke-j

H 0 akan ditolak jika | ℎ� ��� | lebih besar dari � ;�−� atau jika p-value kurang dari α yang berarti secara parsial variabel penjelas ke-j berpengaruh signifikan terhadap

variabel respon.

Outlier

Outlier merupakan amatan yang sangat berbeda baik sangat kecil maupun sangat besar terhadap amatan-amatan lainnya pada sampel (Gujarati, 2004). Pendeteksian outlier diperlukan karena estimator OLS sangat sensitif terhadap

outlier. Outlier tersebut dapat menyebabkan nilai varian dari model regresi tidak lagi minimum atau tidak efisien. Oleh sebab itu, keberadaan dari outlier dapat menyebabkan asumsi yang harusnya terpenuhi dari metode OLS dapat tidak terpenuhi.

Pada umumnya ketika terdapat amatan yang outlier, peneliti langsung memutuskan untuk membuang outlier tersebut dari data, selanjutnya menganalisis kembali tanpa outlier . Namun pembuangan outlier begitu saja bukanlah prosedur yang tepat dan bijaksana karena outlier yang dibuang tersebut terdapat kemungkinan memiliki informasi yang sangat penting yang tidak bisa diberikan oleh amatan-amatan lainnya, misal outlier timbul karena kombinasi keadaan yang tidak biasa dan sangat penting sehingga perlu diselidiki lebih lanjut (Pradnyamita, 2015).

Dampak Outlier terhadap Koefisien Regresi

Outlier yang terdeteksi pada observasi dapat mengakibatkan standar error dari koefisien regresi menjadi overestimate atau underestimate. Standard error untuk koefisien regresi dihitung dengan rumus berikut (Jacoby, 2005).

Observasi yang merupakan high leverage atau memiliki nilai x yang sangat jauh dari rata-rata x, akan menyebabkan nilai penyebut pada formula 27 meningkat sehingga standar error yang dihasilkan akan semakin kecil ( underestimate ). Di samping itu, regresi dengan menyertakan amatan yang merupakan outlier yang memiliki nilai y yang ekstrem dan bukan leverage, akan berakibat pada residual yang besar sehingga standar error yang dihasilkan terlalu besar ( overestimate ) (Pradyamita, 2015).

Pedektesian Outlier

Pendeteksian outlier pada variabel penjelas dan variabel respon serta pengaruhnya terhadap model regresi dan koefisien regresi dapat dilakukan dengan cara berikut (Neter, 1989):

1. Identifying outlying X observation – Hat matrix leverage value Hat matrix diperoleh dari persamaan:

H nxn =X nxp X’X -1p x p X’ pxn (28) Elemen diagonal (h ii ) dari matriks H digunakan untuk mendeteksi

keberadaan high leverage point. Suatu amatan ke-i dapat dicurigai sebagai high

leverage point

apabila nilai leverage ℎ �� > , dengan p adalah banyaknya

parameter dalam model dan n menunjukkan banyaknya amatan. Nilai leverage dapat dihitung secara langsung melalui:

h ii =x i

X’X -1 x i (29)

2. Identifying outlying Y observation – Studentized deleted residuals Pendeteksian outlier pada variabel respon dapat dilakukan dengan

menggunakan nilai studentized delete residuals. Nilai studentized delete residual dapat dihitung dengan rumus berikut:

SSE merupakan sum square of error dan h ii adalah nilai leverage. ∗ � mengikuti distribusi t dengan derajat bebas n-p. Suatu amatan ke-i dikatakan outlier apabila ∗ � > �;�−� .

3. Identifying influential cases – DFFITS, DFBETAS Pendeteksian suatu amatan merupakan amatan berpengaruh atau tidak dapat

lihat dengan menggunakan nilai DFFITS dan DFBETAS. Untuk mengetahui pengaruh amatan ke-i terhadap model regresi ditinjau dari nilai DFFITS. Selain itu, untuk mengetahui pengaruh dari suatu amatan ke-I terhadap koefisien ke-j, dapat digunakan nilai dari DFBETAS.

4. Influence on fitted values – DFFITS

−ℎ �� Dari formula 32 dapat dilihat bahwa DFFITS dipengaruhi oleh leverage ℎ �� . Jika amatan ke-i adalah outlier dan memiliki high leverage value maka

nilai dari akan lebih dari satu sehingga nilai DFFITS yang dihasilkan

akan semakin besar. Amatan ke-i dikatakan sebagai amatan yang berpengaruh

terhadap model regresi apabila nilai

5. Influence on the regression coefficient – DFBETAS � − =

dengan j= 0,1,2,…, p-1 (33)

DFBETAS adalah ukuran pengaruh amatan ke-i pada setiap amatan regresi . DFBETAS diperoleh dari adanya perbedaan antara dan � .

berarti koefisien regresi setiap amatan. Selain itu, � merupakan koefisien regresi yang diperoleh dari amatan ke-i yang dihilangkan.

� � merupakan mean square error yang diperoleh dari amatan yang dihilangkan dan

merupakan elemen diagonal ke-j dari matriks

X’X -1 . Suatu amatan ke-i dikatakan berpengaruh terhadap koefisien regresi ke-j apabila amatan tersebut memiliki

nilai | � |>

Regresi Robust

Metode estimasi OLS merupakan salah satu metode estimasi yang sering digunakan untuk memperoleh nilai-nilai penduga parameter dalam pemodelan Metode estimasi OLS merupakan salah satu metode estimasi yang sering digunakan untuk memperoleh nilai-nilai penduga parameter dalam pemodelan

Salah satu penyebab terlanggarnya asumsi tersebut adalah karena adanya outlier pada amatan. Selanjutnya diperlukan metode pendugaan parameter alternatif lain yang dapat mengatasi keberadaan outlier pada data. Metode tersebut adalah regresi robust , yaitu metode yang resistan atau tidak sensitif terhadap outlier (Rousseeuw, 1987). Menurut Ryan dalam Cahyawati (2009), metode ini merupakan metode analisis yang memiliki beberapa sifat, yaitu:

1. Sama baiknya dengan estimator OLS ketika semua asumsi terpenuhi dan tidak terdapat amatan yang berpengaruh;

2. Dapat menghasilkan model regresi yang lebih baik daripada OLS ketika asumsi tidak terpenuhi dan terdapat data yang berpengaruh;

3. Perhitungannya cukup sederhana dan mudah dimengerti, namun perhitungannya dilakukan secara iteratif sampai diperoleh estimator terbaik yang memiliki standard error parameter yang paling kecil. Menurut Chen (2002), ketika dilakukan penyusunan model regresi dan

pengujian asumsi OLS tidak terpenuhi, maka transformasi yang dilakukan tidak akan menghilangkan atau melemahkan pengaruh dari pencilan sehingga prediksi akan menjadi bias. Dalam keadaan inilah regresi robust yang tahan terhadap pengaruh dari outlier merupakan metode yang terbaik.

Metode Estimasi Dalam Regresi Robust

Regresi robust memiliki beberapa jenis metode estimasi diantara lain estimasi-M, estimasi-S, dan estimasi-MM. Estimasi-M merupakan metode yang paling terkenal dan merupakan estimasi tipe maksimum likelihood. Estimasi-M memenuhi sifat sebagai estimator tidak bias dan memiliki varians mnimum dalam kumpulan estimator (Susanti dkk, 2013)

Kemudian estimasi-S diperkenalkan oleh Rousseeuw dan Yohai (1987). Disebut sebagai estimasi-S karena estimasi ini didasari oleh skala sisaan dari estimasi-M, yaitu dengan meminimalkan varians dari residualnya. Estimasi-S juga disebut sebagai metode estimasi high breakdown point. Artinya, metode ini memiliki ukuran umum proporsi dari banyaknya pencilan terhadap seluruh data yang tinggi. Breakdown point bisa mencapai 0,5 atau banyaknya outlier hingga separuh data pengamatan tidak berpengaruh terhadap estimasi ini. Selanjutnya estimasi-MM merupakan gabungan antara estimasi-M dan estimasi-S sehingga dikatakan memiliki sifat high breakdown point dan efisien.

Chen (2002), menyebutkan beberapa perbedaan yang mendasar dari ketiga metode estimasi tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Estimasi-M memiliki breakdown point sebesar 0 sehingga mengakibatkan estimasi-M kurang resisten terhadap outlier pada variabel penjelas dan kurang robust terhadap pengaruh dari bad leverage points. Estimasi ini menganalisis data dengan mengasumsikan bahwa sebagian besar yang terdeteksi pada variabel respon;

2. Estimasi-S memiliki breakdown point tinggi sehingga bisa mengakomodasi outlier pada variabel respon maupun variabel penjelas ( leverage ). Namun metode ini kurang efisien jika dibandingkan dengan metode estimasi-M;

3. Estimasi-MM merupakan kombinasi dari estimasi-M dan estimasi-S sehingga estimasi ini memiliki highbreakdown point seperti estimasi-M.

MM-Estimate

Estimasi-MM diperkenalkan oleh Yohai (1987). Metode ini bertujuan untuk mempertahankan sifat high breakdown point, robust dan resisten dari estimasi-S, serta efisien dari estimasi-M. Prosedur estimasi ini adalah dengan mengestimasi parameter regresi menggunakan estimasi-S yang meminimalkan skala sisaan dari estimasi-M dan dilanjutkan dengan estimasi-M. Estimasi-MM didefinisikan sebagai berikut (Susanti dkk, 2013):

�= � �� dengan K = 0,199

Estimasi-MM menggunakan iteratively reweighterd least square (IRLS) untuk mencari estimasi parameter regresi. Prosedur estimasi parameter pada model regresi robust dengan estimasi-MM adalah sebagai berikut (Susanti dkk, 2013):

1. Menghitung estimator awal koefisien �̂ dan residual � dari regresi robust dengan estimasi-S dengan bobot/penimbang Huber atau Tukey

Bisquare . Fungsi pembobot diperoleh dengan menggunakan fungsi objektif; Fungsi pembobot yang digunakan antara lain adalah:

a. Fungsi pembobot Huber dengan fungsi objektif:

dengan fungsi influence

−,� � <− dan fungsi pembobot

b. Fungsi pembobot Tukey dengan fungsi objektif:

2. Residual � pada langkah pertama digunakan untuk menghitung skala residual estimasi-M, �̂ , dan dihitung pembobot awal � � ;

3. Pembobot � � pada langkah kedua digunakan dalam iterasi awal sebagai penaksiran weighted least square (WLS) untuk menghitung koefisien

regresi dengan � � merupakan pembobot Huber atau Bisquare ;

4. Menghitung bobot baru

dengan menggunakan residual dari iterasi WLS sebelumnya pada langkah ke-3;

5. Mengulang kembali langkah 3 dan 4 dengan skala residual tetap konstan sampai mendapat �

| konvergen, yakni selisih �̂ dan �̂ mendekati nol atau kurang dari 10 -4 . Adapun m merupakan banyaknya

iterasi, dengan penyelesaian untuk �̂ secara umum adalah sebagai berikut: �̂ + = ′

2.2 Penelitian Terkait

Kawuryan (1998) dalam penelitiannya menemukan bahwa kecenderungan lebih besar untuk berpartisipasi kerja terdapat pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Perempuan paling banyak bekerja sebagai pekerja untuk membantu keluarga sehingga penghasilan yang didapatkan juga tidak tinggi. Partisipasi kerja laki-laki akan meningkat seiring dengan pertambahan umur khususnya pada pekerja laki-laki yang berstatus kawin. Dengan demikian, ia akan cenderung banyak bekerja karena peningkatan kebutuhan keluarga (Polachek, 2007) dan Borjas (2015). Mincer dalam Polachek (2007) menemukan bahwa perempuan menghabiskan kurang dari setengahnya kehidupan kerja dalam pasar kerja dan memiliki probabilitas lebih tinggi untuk putus kerja karena didorong kekuatan untuk membesarkan anak.

Pekerja umur muda dan tua memiliki harga waktu luang yang lebih murah bila dibandingkan dengan pekerja pada umur prima. Artinya partisipasi pekerja pada umur muda dan juga tua lebih rendah bila dibandingkan dengan pekerja umur Pekerja umur muda dan tua memiliki harga waktu luang yang lebih murah bila dibandingkan dengan pekerja pada umur prima. Artinya partisipasi pekerja pada umur muda dan juga tua lebih rendah bila dibandingkan dengan pekerja umur

Mincer dalam Polachek (2007) membagi tenaga kerja menjadi dua, yaitu tenaga kerja terampil dan tenaga kerja umum. Pekerja terampil didapatkan dari program magang dan juga pelatihan, berbeda dengan tenaga kerja umum yang bebas dan terbuka. Mincer menghubungkan antara penghasilan dengan investasi pada pendidikan maupun pelatihan atau setidaknya magang di tempat kerja. Selanjutnya Mincer dalam penelitiannya menghasilkan bahwa pengalaman atau on the job training memiliki pengaruh terhadap perbedaan penghasilan. Semakin besar jumlah rata-rata pelatihan dalam kelompok, maka semakin besar ketimpangan dalam distribusi penghasilan. Selain itu, kelompok ini dibedakan oleh Mincer seperti ras, jenis kelamin, status perkawinan dan ukuran kota. Mincer memperkirakan tingkat pengembalian dalam bentuk pendapatan untuk pekerja yang mengikuti pelatihan sekitar sembilan sampai tiga belas persen lebih tinggi dibanding yang tidak mengikuti. Selain itu, untuk pekerja perempuan insentif atau pendapatannya akan lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.

Borjas (2015) menjelaskan adanya ability bias atau perbedaan kemampuan yang menjadi pengaruh perbedaan tingkat upah. Pekerja dengan pendidikan dan pekerjaan yang sama akan memiliki perbedaan tingkat upah bila memiliki ability (kemampuan) yang berbeda. Pekerja dengan kemampuan lebih cenderung memiliki Borjas (2015) menjelaskan adanya ability bias atau perbedaan kemampuan yang menjadi pengaruh perbedaan tingkat upah. Pekerja dengan pendidikan dan pekerjaan yang sama akan memiliki perbedaan tingkat upah bila memiliki ability (kemampuan) yang berbeda. Pekerja dengan kemampuan lebih cenderung memiliki

Perempuan menghabiskan kurang dari setengah kehidupan kerja dalam angkatan kerja, dan memiliki probabilitas lebih tinggi untuk putus kerja karena didorong kekuatan untuk membesarkan anak. Mincer (1978) dalam Polachek (2007) mencatat bahwa pengusaha akan lebih enggan untuk menginvestasikan pelatihan khusus perusahaan untuk perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Pendapatan di daerah urban atau perkotaan akan cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah pedesaan.

Polachek (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa saat makroekonomi mengalami pertumbuhan, hal ini dapat menjelaskan motif dasar peningkatan investasi modal manusia. Pekerja dengan pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki penghasilan yang lebih tinggi juga.

Partisipasi kerja yang memengaruhi penghasilan mempunyai hubungan linier maupun kuadratik terhadap umur seseorang (Kawuryan, 1998) dan (Rahayu, 2010). Saat umur muda partisipasi kerja masih rendah , maka pendapatan juga rendah. Saat memasuki umur prima, maka seorang pekerja mulai memiliki keinginan untuk memperoleh kekayaan tertentu sehingga tingkat partisipasi bekerjanya meningkat dan pendapatannya juga ikut meningkat. Kemudian saat memasuki umur tua, keinginan untuk menambah kekayaan sudah berkurang. Ia akan cenderung memanfaatkan banyak waktu luang dibandingkan bekerja sehingga tingkat partisipasinya bekerja menurun dan pendapatan juga menurun. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2010) menemukan bahwa pekerja nonpertanian cenderung memiliki penghasilan yang lebih tinggi dibanding pekerja pertanian.

Kiefer dan Neumann (1979) dalam “ An Empirical Job-Search Model, with

a Test of the Constant Reservation- Wage Hypothesis” menyatakan bahwa reservation wage sulit untuk diobservasi sehingga dalam mengestimasikan upah minimum yang diinginkan menggunakan upah dari angkatan kerja yang sudah bekerja. Ia juga menganalisis pengaruh dari pendidikan, status perkawinan, jabatan, tingkat pengangguran, umur, umur kuadrat, dan durasi lama menganggur terhadap upah yang diharapkan ( reservation wage ) dan upah yang ditawarkan ( offer wage ). Hasilnya menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan, jabatan, dan umur kuadrat akan meningkatkan upah minimum yang diharapkan. Namun semakin tinggi umur dan berstatus kawin, maka semakin menurunkan upah minimum yang diharapkannya.

Eswar S. Prasad (2003) dalam “ What Determines the Reservation Wages of Unemployed Workers? New Evidence from German Micro Data” menyatakan bahwa reservation wage sangat kuat hubungannya dengan lamanya seseorang untuk menganggur. Ia juga menganalisis pengaruh dari apprenticeship , pelatihan kerja, pendidikan, umur, jenis kelamin, status perkawinan, kepemilikan rumah, tingkat pengangguran, dan status tempat tinggal. Dengan menggunakan metode OLS Regression, hasilnya ialah variabel pekerja magang, pelatihan kerja, pendidikan, jenis kelamin, dan kepemilikan rumah memiliki pengaruh yang positif terhadap reservation wage . Namun umur, status perkawinan, status tempat tinggal, dan tingkat pengangguran berpengaruh negatif terhadap reservation wage. .

Pasay dan Indriyanti (2012) dalam penelitian yang berjudul “ Unemployment, Job Search Duration, and Reservation Wage of Educated Labor Force” , mereka menggunakan metode Heckman dua tahap untuk mengestimasi Pasay dan Indriyanti (2012) dalam penelitian yang berjudul “ Unemployment, Job Search Duration, and Reservation Wage of Educated Labor Force” , mereka menggunakan metode Heckman dua tahap untuk mengestimasi

menghasilkan bahwa semakin tinggi karakteristik sosial, demografi, dan regional bagi angkatan kerja berpendidikan tinggi, maka semakin tinggi peluang untuk bekerja dengan mendapatkan upah. Karakteristik sosial yang digunakan yaitu tingkat pendidikan, status perkawinan, pelatihan kerja, dan strategi mencari kerja keluarga/kenalan. Karakteristik demografi yang digunakan, yaitu umur, umur kuadrat dan jenis kelamin. Karakteristik regional yang digunakan, yaitu status tempat tinggal dan wilayah tempat tinggal. Namun umur kuadrat memiliki pengaruh yang negatif terhadap peluang partisipasi bekerja dengan mendapatkan upah. Selain itu, dari hasil tahap pertama didapatkan nilai invers mills ratio yang negatif. Pada tahap kedua yaitu mengestimasi fungsi upah yang selanjutnya digunakan nilai invers mills ratio untuk mengestimasi reservation wage . Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, jenis kelamin, umur, pelatihan kerja dan status tempat tinggal memiliki pengaruh yang positif sedangkan umur kuadrat dan status perkawinan memiliki pengaruh yang negatif terhadap fungsi upah.

Septina (2015) menganalisis tingkat pengembalian investasi pendidikan angkatan kerja Indonesia tahun 2013 dengan menggunakan metode Heckman dua tahap untuk menghilangkan sample selection bias . Tahap pertama menganalisis peluang partisipasi bekerja dengan pendapatan, yaitu dengan metode probit. Selanjutnya tahap kedua yaitu mengestimasi tingkat pengembalian pendidikan melalui fungsi penghasilan Mincer dengan metode ordinary least square . Hasilnya pada tahap pertama, variabel pengeluaran per kapita, jenis kelamin, keberadaan balita, keberadaan asisten rumah tangga, status kepala rumah tangga, dan umur Septina (2015) menganalisis tingkat pengembalian investasi pendidikan angkatan kerja Indonesia tahun 2013 dengan menggunakan metode Heckman dua tahap untuk menghilangkan sample selection bias . Tahap pertama menganalisis peluang partisipasi bekerja dengan pendapatan, yaitu dengan metode probit. Selanjutnya tahap kedua yaitu mengestimasi tingkat pengembalian pendidikan melalui fungsi penghasilan Mincer dengan metode ordinary least square . Hasilnya pada tahap pertama, variabel pengeluaran per kapita, jenis kelamin, keberadaan balita, keberadaan asisten rumah tangga, status kepala rumah tangga, dan umur

Wijaya (2016 ) dalam penelitian yang berjudul “ Mismatch Skill dan Pekerjaan pada Lulusan SMK di Jawa Barat Tahun 2014”. Ia penggunakan metode

Heckman dua mengestimasi besaran penghasilan yang didapatkan lulusan SMK yang selanjutnya digunakan untuk mengestimasi mismatch skill . Pada tahap pertama yaitu mengestimasi peluang bekerja dengan penghasilan. Hasilnya menunjukkan bahwa jenis kelamin, daerah tempat tinggal dan umur memiliki pengaruh yang positif sedangkan umur kuadrat dan status kawin memiliki pengaruh yang negatif terhadap peluang bekerja dengan penghasilan. Selain itu, didapatkan nilai mills ratio yang positif. Pada tahap kedua yaitu mengestimasi tingkat penghasilan. Hasilnya menunjukkan bahwa jenis kelamin, umur, pelatihan, lama sekolah dan daerah tempat tinggal memiliki pengaruh yang positif sedangkan lapangan usaha, status pekerjaan dan umur kuadrat memiliki pengaruh yang negatif terhadap tingkat penghasilan.

2.3 Kerangka Pikir

Dalam mengetimasi besarnya reservation wage , penelitian ini menggunakan beberapa tahap. Tahap pertama membentuk model partisipasi bekerja yang mendapatkan upah yang selanjutnya berguna untuk menentukan model persamaan upah.

Model persamaan upah merujuk pada model fungsi upah Mincer. Prosedur yang digunakan untuk menganalisis persamaan upah menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Dengan asumsi upah pekerja berdistribusi secara Model persamaan upah merujuk pada model fungsi upah Mincer. Prosedur yang digunakan untuk menganalisis persamaan upah menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Dengan asumsi upah pekerja berdistribusi secara

Langkah awal adalah menghitung terlebih dahulu peluang bekerja dengan mendapatkan upah. Model yang digunakan ialah model probit. Selanjutnya model ini dianalisis menggunakan fungsi kumulatif normal probabilitas atau cumulative normal probability sehingga didapatkan suatu nilai yang disebut invers mills ratio atau faktor koreksi yang pada penelitian ini dinamai Lambda yang digunakan untuk langkah kedua pada metode Ordinary Least Square (OLS) sehingga metode OLS dapat diperkenankan dengan syarat nilai dari residu sudah memenuhi asumsi OLS. Namun jika asumsi tidak terpenuhi maka dilakukan pengecekan outlier apabila terdapat adanya outlier lalu dilihat apakah outlier tersebut memiliki pengaruh atau tidak. Jika terdapat outlier yang berpengaruh terhadap regresinya, maka dapat digunakan metode alternatif yang tahan resistan terhadap outlier yaitu regresi robust (Gujarati, 2004) . Selain itu, penelitian oleh Yuliana (2011) juga menyebutkan bahwa metode Heckman dapat dilanjutkan metode regresi robust apabila terdapat pelanggaran asumsi pada OLS. Selanjutnya setelah melakukan regresi terhadap fungsi upah, maka dapat dilakukan estimasi terhadap reservation Langkah awal adalah menghitung terlebih dahulu peluang bekerja dengan mendapatkan upah. Model yang digunakan ialah model probit. Selanjutnya model ini dianalisis menggunakan fungsi kumulatif normal probabilitas atau cumulative normal probability sehingga didapatkan suatu nilai yang disebut invers mills ratio atau faktor koreksi yang pada penelitian ini dinamai Lambda yang digunakan untuk langkah kedua pada metode Ordinary Least Square (OLS) sehingga metode OLS dapat diperkenankan dengan syarat nilai dari residu sudah memenuhi asumsi OLS. Namun jika asumsi tidak terpenuhi maka dilakukan pengecekan outlier apabila terdapat adanya outlier lalu dilihat apakah outlier tersebut memiliki pengaruh atau tidak. Jika terdapat outlier yang berpengaruh terhadap regresinya, maka dapat digunakan metode alternatif yang tahan resistan terhadap outlier yaitu regresi robust (Gujarati, 2004) . Selain itu, penelitian oleh Yuliana (2011) juga menyebutkan bahwa metode Heckman dapat dilanjutkan metode regresi robust apabila terdapat pelanggaran asumsi pada OLS. Selanjutnya setelah melakukan regresi terhadap fungsi upah, maka dapat dilakukan estimasi terhadap reservation

Gambar 6. Kerangka pikir penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir yang dibentuk serta teori dan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, maka hipotesis penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu terhadap peluang bekerja dengan mendapatkan upah dan tingkat upah yang disusun sebagai berikut:

a. Peluang bekerja dengan mendapatkan upah

1. Diduga bahwa variabel jenis kelamin berpengaruh signifikan positif terhadap peluang bekerja dengan mendapatkan upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

2. Diduga bahwa variabel status kawin berpengaruh signifikan positif terhadap peluang bekerja dengan mendapatkan upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

3. Diduga bahwa variabel umur berpengaruh signifikan positif terhadap peluang bekerja dengan mendapatkan upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

4. Diduga bahwa variabel pendidikan berpengaruh signifikan positif terhadap peluang bekerja dengan mendapatkan upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

5. Diduga bahwa variabel status tempat tinggal berpengaruh signifikan negatif terhadap peluang bekerja dengan mendapatkan upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

b. Tingkat upah

1. Diduga bahwa variabel jenis kelamin berpengaruh signifikan positif terhadap upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

2. Diduga bahwa variabel status kawin berpengaruh signifikan positif terhadap upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

3. Diduga bahwa variabel umur berpengaruh signifikan positif terhadap upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

4. Diduga bahwa variabel pelatihan kerja berpengaruh signifikan positif terhadap upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

5. Diduga bahwa variabel pendidikan berpengaruh signifikan positif terhadap upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

6. Diduga bahwa variabel status tempat tinggal berpengaruh signifikan positif terhadap upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

7. Diduga bahwa variabel status komuter berpengaruh signifikan positif terhadap upah pada angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.