RESERVATION WAGE TENAGA KERJA TERDIDIK D

RESERVATION WAGE TENAGA KERJA TERDIDIK DI JAWA BARAT TAHUN 2016 (Studi Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2016) RANGGI ADITYA NUGRAHA JURUSAN : STATISTIKA PEMINATAN : EKONOMI SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK JAKARTA

RESERVATION WAGE TENAGA KERJA TERDIDIK DI JAWA BARAT TAHUN 2016 (Studi Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2016) SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan

Sarjana Sains Terapan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Oleh: RANGGI ADITYA NUGRAHA

13.7818

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK JAKARTA

2017

© Hak Cipta milik STIS, Tahun 2017

Hak Cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik

atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar STIS.

2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa seizin STIS

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Reservation wage Tenaga Kerja Terdidik di Jawa Barat Tahun 2016 Studi Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2016 ”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hamonangan Ritonga., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Statistik;

2. Ibu Fitri Catur Lestari, S.Si., M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan dengan sabar mengarahkan dan membimbing penyusunan skripsi ini;

3. Bapak Agung Priyo Utomo, S.Si., M.T. dan Ibu Fitri Kartiasih, S.ST., S.E., M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi dan saran-saran untuk menyempurnakan skripsi ini;

4. Ayah dan Ibu, Nyai dan Manda, kakak-kakak dan adik serta sahabat- sahabat penulis di Bandar Lampung yang selalu memberi dukungan dan doa yang tak pernah berhenti demi kesuksesan penulis;

5. Teman Kos Putih Statistik, Anak bimbingan bu FCL, SABURAI, 4SE2, 3SE1, dan teman-teman semua yang membantu proses penulisan skripsi;

6. Serta seluruh rakyat Indonesia yang telah membiayai perkuliahan penulis; Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Agustus 2017

Ranggi Aditya Nugraha

ABSTRAK

RANGGI ADITYA NUGRAHA, “ Reservation wage Tenaga Kerja Terdidik di Jawa Barat Tahun 2016 Studi Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2016 ”.

viii+150 halaman

Angka pengangguran terdidik di Jawa Barat selama lima tahun terakhir terus meningkat dan terbesar dari provinsi lainnya. Selain itu, pengangguran memiliki hubungan dengan lamanya mencari kerja yang tergantung dari upah yang ditawarkan ( wage offer ) dan upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ). Permasalah ini perlu diteliti lebih lanjut dengan menganalisis partisipasi bekerja dengan mendapatkan upah, tingkat upah, dan reservation wage tenaga kerja terdidik di Jawa Barat tahun 2016. Metode yang digunakan ialah metode Heckman dua tahap dengan berdasarkan fungsi upah Mincer. Metode Heckman terdiri dari regresi probit dan OLS. Selanjutnya digunakan metode regresi robust karena asumsi metode OLS tidak terpenuhi dan terdapat outlier yang berpengaruh. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan berpengaruh signifikan positif, sedangkan umur kuadrat berpengaruh signifikan negatif terhadap partisipasi kerja dengan mendapatkan upah. Selain itu, jenis kelamin, pelatihan, tempat tinggal, umur, tingkat pendidikan dan status komuter memiliki pengaruh yang signifikan positif, sedangkan umur kuadrat berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat upah. Semakin tinggi pendidikan tenaga kerja, maka akan meningkatkan reservation wage dirinya. Hasil reservation wage berdasarkan karakteristik tertentu dalam penelitian ini sebaiknya digunakan oleh perusahaan untuk menentukan upah pertama kerja dan oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat untuk menentukan upah minimum.

Kata kunci: reservation wage , sample selection bias , Heckman dua tahap, fungsi upah Mincer, regresi robust

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

25

1. Kriteria dan fasilitas perkotaan ............................................................

2. Variabel yang digunakan dalam analisis partisipasi bekerja dengan mendapatkan upah ................................................................................

69

72

3. Variabel yang digunakan dalam analisis tingkat upah .........................

78

4. Karakteristik angkatan kerja terdidik di Jawa Barat tahun 2016 .........

5. Ringkasan statistik tingkat upah angkatan kerja Provinsi Jawa Barat tahun 2016 …… .................................................................................... 93

6. Hasil estimasi model peluang bekerja dengan mendapatkan upah ...... 100

7. Ringkasan statistik variabel invers mills ratio (λ) ................................ 107

8. Hasil estimasi model upah angkatan kerja terdidik Provinsi Jawa Barat tahun 2016 dengan menggunakan metode OLS................................... 108

9. Hasil estimasi model upah angkatan kerja terdidik Provinsi Jawa Barat tahun 2016 dengan menggunakan metode regresi robust MM ............ 109

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia memiliki berbagai masalah. Salah satu masalah tersebut ialah pengangguran yang disebabkan adanya ketidakseimbangan antara kesempatan kerja dengan jumlah penduduk. Pengangguran merupakan suatu masalah yang serius karena dampak dari pengangguran tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah dari sisi ekonomi dan sosial. Ditinjau dari sisi ekonomi, adanya pengangguran menyebabkan kemakmuran masyarakat menjadi berkurang (Suyuthi dalam Prasaja, 2013).

Pada Agustus 2016, tercatat bahwa jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 7.031.775 jiwa. Tiga provinsi dengan jumlah pengangguran terbanyak secara berturut-turut, yaitu Provinsi Jawa Barat dengan 1.873.861 jiwa (26,64 persen), Provinsi Jawa Timur dengan 839.283 jiwa (11,93 persen), dan Provinsi Jawa Tengah dengan 801.330 jiwa (11,39 persen).

Menurut Todaro dan Smith dalam Prihanto (2012), pengangguran di negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya didominasi oleh pengangguran usia muda dan pengangguran berpendidikan. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada gambar 1. Dari gambar tersebut, Indonesia sebagai negara berkembang selama empat tahun terakhir terlihat bahwa jumlah pengangguran untuk orang berpendidikan tinggi atau terdidik lebih tinggi dibandingkan orang yang berpendidikan rendah atau tidak terdidik. Selain itu, tren pengangguran terdidik selama 5 tahun terakhir cenderung meningkat.

Tidak terdidik

Terdidik

Sumber : Sakernas BPS Gambar 1. Perbandingan jumlah pengangguran terdidik dan tidak terdidik di Indonesia

Menurut Winarsih dan Nursahrizal (2006), konsep pengangguran terdidik mengacu pada pengangguran terbuka yang berpendidikan SMA/sederajat dan berpendidikan di atas SMA. Hal tersebut didukung oleh penelitian Kuncoro (2013) yang menyatakan bahwa konsep pengangguran terdidik mengacu pada pengangguran dari angkatan kerja yang memiliki tingkat pendidikan minimal SMA/sederajat. Lulusan perguruan tinggi yang diharapkan mampu memperbaiki bangsa ini kedepannya tetapi justru terjebak pada angka pengangguran terdidik (Cahyani, 2014). Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa seseorang dengan pendidikan tinggi belum menjamin mereka akan mendapatkan suatu pekerjaan.

Ditinjau dari tiga provinsi dengan jumlah pengangguran terdidik terbanyak di Indonesia yang ditunjukkan pada gambar 2, Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah pengangguran terdidik terbanyak pertama di Indonesia dan diikuti Provinsi Jawa Timur pada urutan kedua, serta Provinsi Jawa Tengah diurutan ketiga. Dari tahun

2006 sampai tahun 2016 Provinsi Jawa Barat selalu memiliki jumlah pengangguran terdidik terbanyak di Indonesia. Sejak lima tahun terakhir tren pertumbuhan jumlah pengangguran terdidik di Jawa Barat selalu meningkat. Bahkan pada tahun 2016 ketika Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah mengalami penurunan pada pengangguran terdidik, Provinsi Jawa Barat tetap mengalami peningkatan pada pengangguran terdidik.

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jawa Barat

Jawa Timur

Jawa Tengah

Sumber : Sakernas BPS Gambar 2. Perkembangan tiga provinsi dengan jumlah pengangguran terdidik terbanyak

Menurut McCall (1970), pengangguran dihubungkan dengan lama mencari kerja ( duration of job search ) yang tergantung pada tingkat upah yang ditawarkan ( wage offer ) dan tingkat upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ). Mendukung pernyataan McCall, Borjas (2015) menyatakan bahwa seseorang akan memutuskan untuk berhenti mencari kerja ketika upah yang ditawarkan sesuai dengan upah yang ia harapkan. Sehubungan dengan itu, Ashenfelter dan Ham dalam Pasay (2012) menyebutkan bahwa pada dasarnya, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka cenderung ingin memiliki pekerjaan dengan tingkat upah yang ia harapkan sesuai dengan level pendidikannya. Artinya, seseorang dengan tingkat Menurut McCall (1970), pengangguran dihubungkan dengan lama mencari kerja ( duration of job search ) yang tergantung pada tingkat upah yang ditawarkan ( wage offer ) dan tingkat upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ). Mendukung pernyataan McCall, Borjas (2015) menyatakan bahwa seseorang akan memutuskan untuk berhenti mencari kerja ketika upah yang ditawarkan sesuai dengan upah yang ia harapkan. Sehubungan dengan itu, Ashenfelter dan Ham dalam Pasay (2012) menyebutkan bahwa pada dasarnya, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka cenderung ingin memiliki pekerjaan dengan tingkat upah yang ia harapkan sesuai dengan level pendidikannya. Artinya, seseorang dengan tingkat

Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Kiefer dan Neumann (1979) dilakukan analisis secara empiris tentang Job Search Model dan mengestimasi upah yang ditawarkan ( wage offer ) dan upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ). Selain itu, Kiefer dan Neumann menggunakan studi yang dilakukan oleh Heckman tentang bias seleksi sampel. Hal tersebut dikarenakan di dalam analisis Heckman dijelaskan bahwa reservation wage sulit untuk diamati ( unobservable ) sehingga dalam mengestimasinya digunakan pendekatan dengan cara menganalisis upah yang didapatkan oleh angkatan kerja yang sudah bekerja. Sementara itu informasi upah untuk angkatan kerja yang tidak bekerja atau bekerja tetapi tidak dibayar tidak tersedia. Oleh karena itu, Heckman memberikan solusi agar tetap menghasilkan estimasi yang tidak bias dengan menggunakan metode yang dikenal dengan metode dua tahap Heckman untuk mengestimasi reservation wage secara menyeluruh atau angkatan kerja terdidik baik yang bekerja maupun tidak bekerja.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini ingin mengestimasi seberapa besar reservation wage bagi tenaga kerja terdidik di Jawa Barat Tahun 2016 dengan beberapa kriteria, yaitu menurut umur, jenis kelamin, status kawin, tingkat pendidikan, status tempat tinggal, pelatihan kerja, dan komuter. Untuk mengestimasi reservation wage , penelitian ini menggunakan model yang dibangun oleh Mincer yang dikenal dengan “ Mincer earning function ” dan menggunakan metode Heckman dua tahap dalam mengestimasi fungsi upah.

1.2 Identifikasi Masalah

Jumlah penduduk Indonesia yang tinggi dapat menyebabkan berbagai masalah, salah satuya masalah ketenagakerjaan. Tingginya jumlah penduduk yang tidak diringi dengan kesempatan kerja yang tinggi menyebabkan tingginya jumlah pengangguran. Pengangguran di Indonesia selama empat tahun terakhir didominasi oleh pengangguran bagi angkatan kerja terdidik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa seseorang dengan pendidikan tinggi belum menjamin mereka mendapatkan pekerjaan, atau ia memilih lebih baik menganggur daripada mendapatkan upah yang tidak sesuai harapannya atau yang disebut dengan reservation wage .

Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah pengangguran terdidik terbanyak dibandingkan dengan provinsi lainnya. Sejak tahun 2012 sampai 2016, tren pertumbuhan pengangguran terdidik di Jawa Barat selalu meningkat. Bahkan pada tahun 2016 disaat Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami penurunan pada pengangguran terdidiknya, Provinsi Jawa Barat tetap mengalami peningkatan. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui reservation wage dari tenaga kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

1.3 Tujuan

Berdasarkan pemaparan latar belakang pada bagian sebelumnya, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui gambaran angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

2. Mengetahui variabel-variabel yang memengaruhi: 2. Mengetahui variabel-variabel yang memengaruhi:

b. Tingkat upah angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

3. Mengestimasi reservation wage bagi tenaga kerja terdidik di Jawa Barat tahun 2016

1.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini menjelaskan tentang estimasi reservation wage bagi tenaga kerja terdidik. Hal mengenai sistematika penulisan penelitian ini dijelaskan dalam beberapa bab dan subbab. Secara keseluruhan terdapat lima bab dalam penelitian ini, yaitu pendahuluan, kajian pustaka, metodologi, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. Selain itu, terdapat beberapa lampiran di bagian akhir untuk melengkapi hasil analisis yang didapatkan.

Bab pertama, yaitu bab pendahuluan yang terdiri dari beberapa subbab. Latar belakang menjelaskan mengenai dasar pemikiran dan alasan diambilnya topik pada penelitian ini. Selanjutnya identifikasi masalah menjelaskan masalah atau isu yang timbul berdasarkan pemaparan fakta di bagian latar belakang yang akan menjadi tujuan dari penelitian ini. Sistematika penulisan mendeskripsikan mengenai bagian-bagian dari penelitian ini.

Bab kedua, yaitu bab kajian pustaka yang menjelaskan mengenai landasan teori dan penelitian terkait yang digunakan serta penyusunan kerangka pikir dan hipotesis penelitian.

Bab ketiga, yaitu bab metodologi yang terdiri dari ruang lingkup penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis. Ruang lingkup penelitian menjelaskan batasan ruang dan waktu objek penelitian yang akan digunakan. Metode pengumpulan data menjelaskan mengenai sumber data serta cara pemerolehan data tersebut. Metode analisis menjelaskan mengenai pemodelan empiris yang akan digunakan berdasarkan landasan teori pada bab dua.

Bab keempat, yaitu bab hasil dan pembahasan yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama menjelaskan mengenai gambaran objek penelitian yang diamati berdasarkan variabel penelitian yang digunakan. Bagian kedua mengenai hasil dan pembahasan dari penelitian.

Bab kelima merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang berfungsi sebagai penutup dari seluruh bahasan dalam penelitian. Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan menjelaskan rangkuman dari hasil analisis yang dilakukan berdasarkan tujuan penelitian. Saran menjelaskan opini dan masukan peneliti berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dan ditujukan kepada beberapa pihak.

“... sengaja dikosongkan ...”

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Partisipasi Kerja

Tingkat partisipasi kerja akan terus mengalami peningkatan mulai dari penduduk umur kerja yang masih muda sampai pada umur tertentu, sedangkan setelahnya akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur (Borjas, 2015). Pada tingkat upah berdasarkan umur didasari dengan adanya partisipasi kerja. Pada saat umur muda dan juga tua harga dari waktu luang relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan umur pekerja prima (Borjas, 2015). Artinya, pada umur muda dan juga tua partisipasi kerja akan lebih rendah dibandingkan saat berada di umur prima. Kurva partisipasi pekerja berdasarkan umur ini bila digambarkan berbentuk seperti huruf U terbalik.

Sumber : Labor economics 7 th

edition

Gambar 3. Kurva partisipasi kerja menurut umur dan jenis kelamin

Dari gambar tersebut, tingkat partisipasi kerja pada perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan yang memiliki anak-anak yang sangat muda atau mereka yang memiliki balita lebih banyak menghabiskan waktu di rumah tangga sehingga aktivitas kerja dan partisipasi dalam pasar kerja akan lebih rendah. Peningkatan partisipasi kerja terjadi pada perempuan dan laki-laki seiring dengan bertambahnya umur anaknya (Ehrenberg dan Smith, 2012). Elemen penting bagi keluarga adalah pengawasan dan pengasuhan anak. Kebanyakan orang tua khawatir memberikan anaknya kepada pengasuh dari luar dan hal ini juga dapat memakan banyak biaya. Dengan demikian, peran keberadaan keluarga lain yang lebih dipercaya untuk pengasuhan anak. Adanya anggota keluarga lain mengambil alih pengasuhan anak dan menambah kesempatan bagi orang tua untuk bekerja.

Upah

Menurut Badan Pusat Statistik, upah/gaji bersih adalah imbalan yang diterima selama sebulan oleh pekerja/karyawan/buruh baik berupa uang maupun barang yang dibayarkan perusahaan/kantor/majikan. Imbalan dalam bentuk barang dinilai dengan harga setempat. Upah/gaji bersih yang dimaksud tersebut adalah setelah dikurangi dengan potongan-potongan iuran wajib, pajak penghasilan dan sebagainya. Menurut Sadono Sukirno (2002), upah merupakan imbalan jasa yang diterima seseorang di dalam hubungan kerja yang berupa uang atau barang melalui perjanjian kerja, imbalan jasa, dan diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan bagi diri, dan keluarganya.

Di dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, upah ialah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang- undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Reservation Wage

Menurut McCall dalam Pasay (2012), pengangguran dihubungkan dengan lama mencari kerja ( duration of job search ) yang tergantung pada tingkat upah yang ditawarkan ( wage offer ) dan tingkat upah minimum yang diinginkan ( reservation wage ). Di sisi lain Rittenberg dan Tregarthen (2012) juga menyebutkan bahwa reservation wage ialah upah minimum bagi seorang penganggur akan menerima suatu pekerjaan ketika upah yang ditawarkan sesuai dengan upah yang diharapkan. Namun jika upah yang ditawarkan berada dibawah upah minimun yang diharapkan, maka ia akan menolaknya. Hal ini ditunjukkan pada gambar 4. Sehubungan dengan itu, Borjas (2015) menyatakan bahwa reservation wage ialah upah yang membuat seseorang bimbang antara bekerja atau tidak bekerja. Reservation wage menyiratkan bahwa seseorang tidak akan memutuskan untuk bekerja jika upah pasar lebih rendah dari pada upah minimun yang diharapkannya dan seseorang akan masuk dalam pasar pekerja jika upah pasar melebihi upah minimum yang diharapkannya.

Sumber : Macroeconomics Principle v.1.1 Gambar 4.

A model of job search

Oleh karena itu, keputusan untuk bekerja didasari pada perbandingan dari upah pasar yang mengindikasikan bahwa seberapa besar pimpinan perusahaan bersedia untuk membayar jam bekerja mereka dan reservation wage mengindikasikan bahwa seberapa besar pekerja menyaratkan untuk dibayar agar mereka ingin bekerja pada jam pertama mereka bekerja (Borjas, 2015).

Ketenagakerjaan

Badan Pusat Statistik (2015) menggunakan pendekatan teori ketenagakerjaan dengan konsep dasar angkatan kerja ( Standard Labor Force Concept) yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Konsep penduduk dibedakan menjadi dua, yaitu penduduk dalam usia kerja dan penduduk yang bukan dalam umur kerja. Penduduk usia kerja ialah penduduk yang berumur lima belas tahun ke atas, sedangkan penduduk bukan umur kerja ialah penduduk Badan Pusat Statistik (2015) menggunakan pendekatan teori ketenagakerjaan dengan konsep dasar angkatan kerja ( Standard Labor Force Concept) yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Konsep penduduk dibedakan menjadi dua, yaitu penduduk dalam usia kerja dan penduduk yang bukan dalam umur kerja. Penduduk usia kerja ialah penduduk yang berumur lima belas tahun ke atas, sedangkan penduduk bukan umur kerja ialah penduduk

Sumber : Badan Pusat Statistik (2015) Gambar 5. Diagram ketenagakerjaan

Berdasarkan diagram tersebut, penduduk yang berada dalam umur kerja dibedakan atas penduduk aktif secara ekonomi atau disebut angkatan kerja dan penduduk yang tidak aktif secara ekonomi atau disebut bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau tenaga kerja ialah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang bekerja dan yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja, seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus, sedangkan pengangguran meliputi penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan usaha atau merasa tidak mungkin Berdasarkan diagram tersebut, penduduk yang berada dalam umur kerja dibedakan atas penduduk aktif secara ekonomi atau disebut angkatan kerja dan penduduk yang tidak aktif secara ekonomi atau disebut bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau tenaga kerja ialah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang bekerja dan yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja, seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus, sedangkan pengangguran meliputi penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, atau mempersiapkan usaha atau merasa tidak mungkin

Tenaga Kerja Terdidik

Menurut Barry, Dahlan, dan Partanto (2001), klasifikasi tenaga kerja terdiri dari beberapa kriteria antara lain berdasarkan penduduk, batas kerja, dan kualitas. Klasifikasi tenaga kerja berdasarkan penduduknya, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Klasifikasi tenaga kerja berdasarkan batas kerja, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Klasifikasi tenaga kerja berdasarkan kualitasnya, yaitu tenaga kerja terdidik, tenaga kerja terlatih dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Tenaga kerja terdidik ialah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Tenaga kerja terlatih ialah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu melalui pengalaman kerja, sedangkan, tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih ialah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja.

Menurut Winarsih dan Nursahrizal (2006), konsep pengangguran terdidik mengacu pada pengangguran terbuka yang berpendidikan SMA/sederajat dan berpendidikan di atas SMA. Senada dengan pernyataan tersebut, Kuncoro (2013) menyebutkan bahwa angkatan kerja terdidik ialah angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat. Hal ini dikarenakan angkatan kerja dengan berpendidikan SMA/sederajat sudah dianggap memiliki pendidikan yang cukup dan sudah mampu untuk masuk ke dalam pasar tenaga kerja formal.

Pengangguran

Pengangguran merupakan salah satu masalah yang dapat terjadi di bidang ketenagakerjaan. Hal ini dikarenakan terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja. Menurut Todaro dan Smith (2004), pengangguran didefinisikan sebagai seseorang yang belum memperoleh pekerjaan padahal ia ingin bekerja. Sehubungan dengan itu, Adioetomo dan Samosir (2013) menyebutkan bahwa pengangguran ialah angkatan kerja yang pada saat dilakukan pencacahan sedang tidak bekerja dan aktif mencari kerja.

Menurut BPS (2016), pengangguran sering juga disebut sebagai pengangguran terbuka yang mana pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan baik bagi yang belum pernah bekerja sama sekali maupun sudah bekerja atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari kerja karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan, dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tapi belum mulai bekerja.

Menurut Sukirno (2011), pengangguran dapat dibedakan berdasarkan faktor penyebab dan ciri-cirinya. Berikut pengangguran berdasarkan faktor penyebabnya:

1. Pengangguran Normal atau Friksional Perekonomian yang produktif pada suatu negara umumnya memiliki

pengangguran sebesar dua hingga tiga persen dari jumlah tenaga kerja. Kondisi tersebut merupakan kondisi dengan hampir semua angkatan kerjanya bekerja secara penuh. Tingkat pengangguran pada perekonomian tersebut cenderung rendah dan pekerjaan relatif mudah diperoleh. Namun pengusaha sulit memperoleh pekerja. Oleh sebab itu, pengusaha akan menawarkan upah/gaji pengangguran sebesar dua hingga tiga persen dari jumlah tenaga kerja. Kondisi tersebut merupakan kondisi dengan hampir semua angkatan kerjanya bekerja secara penuh. Tingkat pengangguran pada perekonomian tersebut cenderung rendah dan pekerjaan relatif mudah diperoleh. Namun pengusaha sulit memperoleh pekerja. Oleh sebab itu, pengusaha akan menawarkan upah/gaji

2. Pengangguran Siklikal Pengangguran yang terjadi akibat permintaan agregat menurun drastis

sehingga perusahaan akan mengurangi jumlah produksinya. Dampak dari hal ini, perusahaan juga akan mengurangi jumlah pekerjanya. Pengangguran yang terjadi akibat hal ini dinamakan dengan pengangguran siklikal

3. Pengangguran Struktural Pengangguran yang terjadi akibat barang dan jasa yang diminta masyarakat

tidak dapat terpenuhi oleh tenaga kerja yang ada. Hal ini dikarenakan keahlian, pekerjaan, atau lokasi geografis dari tenaga kerja tidak sesusai dengan kriteria barang dan jasa yang diminta oleh masyarakat. Artinya, perubahan struktural ekonomi juga akan mengubah struktur tenaga kerja yang dibutuhkan

4. Pengangguran Teknologi Pengangguran yang ditimbulkan oleh adanya kemajuan teknologi.

Penggunaan dari teknologi dapat mempercepat proses produksi dan mengurangi biaya produksi yang ditimbulkan dari pembayaran upah karyawan. Pengangguran tersebut diakibatkan teknologi yang menggantikan tenaga manusia.

Berikut pengangguran berdasarkan ciri-cirinya:

1. Pengangguran Terbuka

Pengangguran yang terjadi akibat pertumbuhan lapangan pekerjaan lebih lambat daripada pertumbuhan tenaga kerja. Dengan demikian, semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja. Pengangguran terbuka terjadi diakibatkan beberapa faktor, yaitu kegiatan ekonomi yang menurun, kemajuan teknologi, atau akibat kemunduran perkembangan suatu industri.

2. Pengangguran Tersembunyi Pengangguran yang terjadi akibat terlalu banyak tenaga kerja pada satu unit

pekerjaan. Padahal apabila mengurangi tenaga kerja sampai jumlah tertentu tidak akan mengurangi jumlah produksinya. Pengangguran ini sering terjadi di negara-negara berkembang.

3. Pengangguran Musiman Pengangguran yang terjadi pada waktu-waktu tertentu di dalam kurun waktu

tertentu. Pengangguran ini biasanya terjadi pada sektor pertanian dan perikanan. Pengangguran ini berlaku pada waktu-waktu dengan kegiatan bercocok tanam yang sedang menurun kesibukannya. Waktu di antara menanam bibit dan masa menuai hasilnya adalah masa yang kurang sibuk dalam kegiatan pertanian. Pada periode tersebut banyak di antara petani yang menganggur. Jenis pengangguran ini bersifat sementara dan berlaku pada waktu-waktu tertentu saja.

4. Setengah Mengangur Seseorang yang tidak menganggur tetapi juga tidak bekerja sepenuh waktu

dan jam kerjanya lebih rendah dari jam kerja normal. Seseorang tersebut hanya bekerja satu hingga dua hari dalam seminggu, atau satu hingga empat jam dalam dan jam kerjanya lebih rendah dari jam kerja normal. Seseorang tersebut hanya bekerja satu hingga dua hari dalam seminggu, atau satu hingga empat jam dalam

Pengangguran Terdidik

Menurut Winarsih dan nursahrizal (2006), pengangguran terdidik merupakan pengangguran dari kalangan angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat dan berpendidikan di atas SMA. Kuncoro (2013) sependapat dengan pendapat tersebut, menurutunya konsep pengangguran terdidik mengacu pada kelompok pengangguran terbuka dengan pendidikan minimal SMA/sederajat.

Menurut Todaro dan Smith (2004), pengangguran pada golongan berpendidikan biasanya terjadi di negara berkembang. Menurut Jhingan (2007), salah satu penyebab terjadinya pengangguran terdidik karena rendahnya struktur upah. Angkatan kerja yang memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung mencari pekerjaan dengan tingkat upah yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Ketika upah yang ditawarkan lebih rendah dari upah minimum yang diharapkannya ( reservation wage ), ia akan memilih menganggur dan mencari pekerjaan lain yang dianggapnya cocok.

Umur

Menurut Todaro dan Smith (2004), pengangguran di negara berkembang pada umumnya didominasi oleh kalangan berpendidikan dan umur muda. Semakin muda umur seseorang, maka semakin besar untuk menjadi pengangguran. Hal ini dikarenakan para pemuda tersebut merupakan lulusan dari dunia pendidikan yang Menurut Todaro dan Smith (2004), pengangguran di negara berkembang pada umumnya didominasi oleh kalangan berpendidikan dan umur muda. Semakin muda umur seseorang, maka semakin besar untuk menjadi pengangguran. Hal ini dikarenakan para pemuda tersebut merupakan lulusan dari dunia pendidikan yang

Menurut Prasad (2003), pekerja yang berada pada kelompok umur 26 sampai 35 tahun, upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) akan terus meningkat sampai dengan batas tersebut. Upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) akan lebih rendah jika pekerja berada pada kelompok umur di bawah 26 tahun atau di atas 35 tahun. Menurut Pasay dan Indriyanti (2012), upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) seseorang akan semakin meningkat pada setiap kenaikan umur dikarenakan pengalaman seseorang tersebut. Kenaikan upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) tersebut akan mencapai batasnya pada umur 49 tahun dan akan menurun ketika setelah umur 49 tahun.

Jenis kelamin

Menurut Prasad (2003), laki-laki cenderung memiliki upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Sehubungan dengan ini, Pasay dan Indriyanti (2012) menyatakan upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) untuk angkatan kerja laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan angkatan kerja perempuan. Menurut Payaman dalam Setiawan (2001), hampir semua laki-laki yang telah mencapai umur kerja terlibat dalam kegiatan ekonomi karena laki-laki merupakan pencari nafkah utama dalam Menurut Prasad (2003), laki-laki cenderung memiliki upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Sehubungan dengan ini, Pasay dan Indriyanti (2012) menyatakan upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) untuk angkatan kerja laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan angkatan kerja perempuan. Menurut Payaman dalam Setiawan (2001), hampir semua laki-laki yang telah mencapai umur kerja terlibat dalam kegiatan ekonomi karena laki-laki merupakan pencari nafkah utama dalam

Di banyak negara laki-laki masih dianggap lebih layak untuk bekerja dibandingkan perempuan sehingga banyak perusahaan yang lebih memilih memperkerjakan laki-laki daripada perempuan (Azmat dkk, 2004). Jumlah wanita yang ingin bekerja semakin meningkat, tetapi lapangan pekerjaan yang ingin memperkerjakan mereka jumlahnya terbatas. Oleh sebab itu, pengangguran perempuan semakin meningkat (Dhanani, 2004).

Namun Chen (2004) memiliki pendapat yang berbeda, menurutnya di beberapa negara khususnya negara berkembang, wanita cenderung mempersiapkan diri sebagai pencari nafkah kedua di keluarga. Tingkat partisipasi kerja wanita meningkat apabila pencari nafkah utama tidak bekerja. Pada keadaan resesi ekonomi, perusahaan lebih memilih pekerja wanita dibandingkan pria karena mau menerima upah yang lebih rendah.

Pendidikan

Menurut Kiefer dan Neumann (1979), semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja, maka upah yang diterimanya akan semakin tinggi. Selain itu, upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) pun akan semakin tinggi. Pasay dan Indriyanti (2012) juga sependapat dengan hal ini, semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh angkatan kerja, maka upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) akan semakin tinggi. Penelitian lainnya yang dilakukan Prasad (2003) menemukan bahwa pekerja dengan lulusan universitas atau berpendidikan tinggi Menurut Kiefer dan Neumann (1979), semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja, maka upah yang diterimanya akan semakin tinggi. Selain itu, upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) pun akan semakin tinggi. Pasay dan Indriyanti (2012) juga sependapat dengan hal ini, semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh angkatan kerja, maka upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) akan semakin tinggi. Penelitian lainnya yang dilakukan Prasad (2003) menemukan bahwa pekerja dengan lulusan universitas atau berpendidikan tinggi

Namun menurut Todaro dan Smith (2004), pengangguran di negara berkembang didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia menjadi salah satu faktor yang menyebabkan angkatan kerja terdidik tidak mampu diserap dalam pasar tenaga kerja. Hal ini didukung pada laju pertumbuhan penduduk di negara berkembang yang masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara maju.

Menurut Borjas (2015), semakin tinggi pendidikan seseorang, maka untuk menjadi pengangguran semakin kecil. Namun hal ini berdasarkan keadaan di Amerika. Di negara maju keterampilan yang tinggi lebih dibutuhkan untuk dapat masuk dalam pasar tenaga kerja. Selain itu, tenaga kerja terdidik memiliki lapangan perkerjaan yang lebih banyak untuk dapat menyerap mereka.

Pelatihan Kerja

Menurut Ball dan Mankiw (2002), perbedaan tingkat keterampilan seseorang akan memengaruhi peluang untuk menjadi pengangguran. Seseorang dengan tingkat keterampilan yang lebih baik akan lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini dikarenakan perusahaan lebih tertarik dengan keterampilan yang lebih baik.

Menurut Mouhammed (2011), untuk meningkatkan kerampilan dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan kerja karena seseorang akan dilatih dan dapat dipraktikannya secara langsung.

Menurut Prasad (2003), seseorang yang mengikuti pelatihan kerja cenderung memiliki upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang tidak mengikuti pelatihan kerja. Sependapat dengan hal ini, Pasay dan Indiyanti (2012) menyatakan bahwa upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) oleh angkatan kerja yang pernah mengikuti pelatihan kerja adalah 17,2 persen lebih tinggi dibandingkan dengan angkatan kerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan kerja.

Status Perkawinan

Menurut Kiefer dan Neumann (1979), status perkawinan memiliki hubungan negatif terhadap upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ). Penelitian lain yang dilakukan Prasad (2003) juga menyatakan hal yang sama, yaitu status perkawinan memiliki hubungan yang negatif terhadap upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ). Artinya, seseorang yang berstatus kawin cenderung memiliki upah minimum yang diharapkan lebih rendah dibandingkan dengan seseorang yang berstatus tidak kawin.

Pasay dan Indriyanti (2012) menyatakan bahwa upah minimum yang diharapkan ( reservation wage ) bagi angkatan kerja yang berstatus kawin lebih rendah 8,6 persen dibandingkan dengan angkatan kerja yang tidak kawin.

Status Tempat Tinggal

Di dalam peraturan kepala Badan Pusat Statistik nomor 37 tahun 2010 terdapat beberapa pasal tentang klasifikasi perkotaan dan perdesaan di Indonesia sebagai berikut: Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Perkotaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan yang memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.

2. Perdesaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan yang belum memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.

3. Desa adalah wilayah administrasi terendah dalam hierarki pembagian wilayah administrasi Indonesia di bawah kecamatan.

4. Kelurahan adalah wilayah administrasi terendah dalam hierarki pembagian wilayah administrasi Indonesia di bawah kecamatan.

5. Wilayah administrasi terendah dalam hierarki pembagian wilayah administrasi Indonesia di bawah kecamatan selain desa/kelurahan adalah Nagari, Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT), dan Pemukiman Masyarakat Terasing (PMT).

Pasal 2

1. Kriteria wilayah perkotaan adalah persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan keberadaan/akses pada fasilitas perkotaan, yang dimiliki suatu desa/kelurahan untuk menentukan status perkotaan suatu desa/kelurahan.

2. Fasilitas perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: 2. Fasilitas perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

b. Sekolah Menengah Pertama;

c. Sekolah Menengah Umum;

d. Pasar;

e. Pertokoan;

f. Bioskop;

g. Rumah Sakit;

h. Hotel/Bilyar/Diskotek/Panti Pijat/Salon;

i. Persentase Rumah Tangga yang menggunakan Telepon; dan j. Persentase Rumah Tangga yang menggunakan Listrik.

3. Penentuan nilai/skor untuk menetapkan sebagai wilayah perkotaan dan perdesaan atas desa/kelurahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), yaitu:

a. Wilayah perkotaan, apabila dari kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan keberadaan/akses

b. Pada fasilitas perkotaan yang dimiliki mempunyai total nilai/skor 10 (sepuluh) atau lebih; dan

c. Wilayah perdesaan, apabila dari kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan keberadaan/akses pada fasilitas perkotaan yang dimiliki mempunyai total nilai/skor di bawah 10 (sepuluh).

Pasal 3 Nilai/skor kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan keberadaan/akses pada fasilitas perkotaan yang dimiliki ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 1. Kriteria dan fasilitas perkotaan

Kriteria

Keberadaan/Akses Pada Fasilitas Perkotaan

Rumah Tangga Nilai/ Skor

Fasilitas Perkotaan

Kriteria

penduduk per Km 2 Skor

1 a. Sekolah Taman Kanak-kanak

500-1249 *) 2 50,00-69,99 2 b. Sekolah Menengah Pertama Ada atau ≤ 2,5 Km 1 >2,5 Km *) 0

1250-2499

3 30,00-49,99

3 c. Sekolah Menengah Umum

2500-3999

4 20,00-29,99

4 d. Pasar

Ada atau ≤ 2 Km *) 1 4000-5999 *) 5 15,00-19,99 5 e. Pertokoan >2 Km 0

6000-7499

Ada atau ≤ 5 Km *) 1 7500-8499

6 10,00-14,99

6 f. Bioskop

7 5,00-9,99

7 g. Rumah Sakit

8 h. Hotel/Bilyar/Diskotek/Panti Pijat/Salon

Tidak ada

i. Persentase RT Telepon

j. Persentase RT Listrik

Sumber : BPS Keterangan: *) Jarak tempuh diukur dari kantor desa/kelurahan

Pasal 4

1. Kriteria wilayah perkotaan diimplementasikan pada seluruh wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan untuk menghasilkan klasifikasi perkotaan/perdesaan desa/kelurahan seluruh Indonesia.

2. Apabila ada pemekaran desa/kelurahan, maka status perkotaan desa/kelurahan baru, mengikuti status perkotaan/perdesaan desa/kelurahan induk.

3. Apabila ada pembentukan desa/kelurahan/UPT baru, di mana desa/kelurahan baru tidak memiliki desa/kelurahan induk, maka status perkotaan/perdesaan dari desa/kelurahan baru tersebut harus ditentukan dengan mengimplementasikan kriteria wilayah perkotaan yang sama. Menurut Pasay dan Indriyanti (2012), angkatan kerja dengan status tempat

tinggal di perkotaan cenderung lebih besar untuk menganggur daripada seseorang dengan status tempat tinggal di perdesaan. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa angkatan kerja dengan status tempat tinggal di perkotaan, cenderung mengharapkan upah minimum ( reservation wage ) yang lebih tinggi dibandingkan angkatan kerja dengan status tempat tinggal di perdesaan.

Komuter

Komuter adalah seseorang yang melakukan suatu kegiatan bekerja di luar kabupaten/kota tempat tinggal dan secara rutin pergi dan pulang (PP) ke tempat tinggal pada hari yang sama. Pada penelitian ini dikategorikan menjadi dua, yaitu komuter atau tidak. Untuk komuter, artinya seseorang yang tinggal di Jawa Barat tetapi bekerja di DKI Jakarta.

Fungsi Upah Mincer

Mincer adalah orang pertama yang mendapatkan formulasi empiris pendapatan seseorang dalam siklus hidupnya (Polachek, 2007). Dengan asumsi bahwa fase investasi sekolah berlangsung selama S tahun dan on the job training menurun secara linier dalam siklus hidup seseorang. Log upah adalah fungsi kuadrat dari pengalaman tenaga kerja di pasar kerja. Fungsi tersebut ditulis dalam bentuk :

0 � + 2� + � +� � (1) Dimana Y 1 (t) adalah tingkat upah pekerja, 0 adalah kapasistas upah setelah menamatkan pendidikan atau tingkat pengembalian pendidikan (asumsinya semua biaya sekolah adalah opportunity cost ),

adalah upah setelah

adalah upah ketika melakukan investasi lain seperti mengikuti pelatihan kerja, kemudian t merupakan pengalaman kerja dan

menambahkan tahun sekolah, 2 dan

t 2 adalah bentuk kuadrat dari pengalaman kerja karena kurva age earning profile cembung, dan � � adalah error .

Sample Selection Bias

Sample selection bias adalah bias yang disebabkan menggunakan sampel yang dipilih secara non-random untuk mengestimasi hubungan. Selektivitas dalam

sampel memungkinkan terjadinya bias. Pemilihan sampel mengalami bias karena data yang digunakan dalam estimasi sifatnya non-random atau terdapat data yang hilang (Heckman, 1979). Dalam analisis sample selection bias, terkadang memungkinkan untuk melakukan estimasi, namun hal ini dapat menyebabkan sampel memungkinkan terjadinya bias. Pemilihan sampel mengalami bias karena data yang digunakan dalam estimasi sifatnya non-random atau terdapat data yang hilang (Heckman, 1979). Dalam analisis sample selection bias, terkadang memungkinkan untuk melakukan estimasi, namun hal ini dapat menyebabkan

Selanjutnya Heckman juga menyebutkan bahwa sample selection bias disebabkan oleh dua hal, yaitu yang pertama mungkin ada pilihan diri ( self selection ) secara subjektif dengan individu atau unit data yang sedang diteliti dan yang kedua keputusan pemilihan sampel oleh peneliti yang mempunyai banyak cara yang sama seperti seleksi diri ( self selection ). Contoh self selection misalnya penelitian upah pada pasar tenaga kerja wanita dimana yang terpilih hanya wanita yang bekerja saja, padahal sebenarnya wanita yang tidak bekerja (misal, ibu rumah tangga) juga memiliki upah, hanya saja ia memutuskan untuk tidak memasuki pasar tenaga kerja dikarenakan tidak sesuai dengan reservation wage dirinya. Estimasi upah atau fungsi pendapatan pada sampel terpilih (wanita yang bekerja) dapat menimbulkan bias selektif. Heckman menekankan pentingnya memperhatikan efek dari pemilihan sampel secara non-random dalam melakukan pemodelan.

Metode Heckman sample selection two step dapat mengembalikan unbiased estimator dari β i melalui data yang ada. Model sample selection two step terdiri dari

2 persamaan, yaitu persamaan regresi untuk melihat pengaruh variabel penjelas 2 persamaan, yaitu persamaan regresi untuk melihat pengaruh variabel penjelas

akan diestimasi ketika 2 = 1 sehingga

(3) Selecton equation pada 2 > mengindikasikan bahwa upah akan diestimasi ketika upah > 0 dalam hal ini, yaitu pada saat wanita berpartisipasi

bekerja dan memiliki upah. Hal ini menyebabkan sample selection bias yang disebabkan oleh individu atau unit data yang diobservasi. Metode ini memiliki

asumsi bahwa � dan � 2 mengikuti distribusi bivariat normal.

Selanjutnya di dalam metode Heckman ini dijelaskan tentang Invers mill’s ratio. Invers mill’s ratio merupakan fungsi probabilitas dari observasi yang terpilih menjadi sampel. Invers mill’s ratio didapatkan dari estimasi dengan menggunakan regresi probit. Invers mill’s ratio merupakan variabel koreksi yang akan digunakan pada regresi tahap kedua agar menghasilkan estimasi yang tidak bias. Heckman menjelaskan bahwa regresi OLS dengan menggunakan sampel terpilih memandang terdapat adanya sebuah variabel yang hilang pada sampel terpilih. Oleh karena itu, invers mills ratio ( λ) diperlakukan sebagai estimasi variabel yang hilang pada

sampel terpilih atau disebut sebagai variabel koreksi. Berikut tahapan pada analisis ini adalah:

1. Melakukan estimasi model probit dengan y adalah variabel biner. Regresi probit digunakan untuk mengestimasi probabilitas bekerja dengan 1. Melakukan estimasi model probit dengan y adalah variabel biner. Regresi probit digunakan untuk mengestimasi probabilitas bekerja dengan

2. Melakukan regresi tahap kedua untuk mengestimasi upah yang kosong dengan metode OLS (Heckman, 1979)

3. Metode OLS dapat digunakan apabila asumsi memenuhi kriteria tertentu. Salah satu penyebab tidak terpenuhinya asumsi tersebut adalah adanya outlier atau pengamatan yang berpengaruh. Apabila terdapat outlier yang merupakan amatan berpengaruh, maka dapat digunakan metode regresi robust (Gujarati, 2004). Selain itu, penelitian Yuliana (2011) menyebutkan bahwa apabila asumsi OLS dalam metode Heckman tidak terpenuhi, maka dapat dilanjutkan dengan metode regresi robust .

Regresi Probit

Model probit merupakan model nonlinier yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara satu variabel respon dan beberapa variabel penjelas. Variabel respon berupa data kualitatif dikotomi, yaitu bernilai 1 untuk menyatakan kebaradaan sebuah karakteristik dan bernilai 0 untuk menyatakan ketidakberadaan sebuah karakteristik. Estimasi model yang muncul dari Cumulative Density Function (CDF) normal dikenal dengan model probit atau model normit (Gujarati, 2004). Jika asumsi distribusi normal digunakan dengan rata-rata bernilai nol dan varians konstan, memungkinkan tidak hanya bisa mengestimasi parameter yang terobservasi, tetapi juga bisa mengestimasi parameter yang tidak terobservasi.

Dalam penelitian ini selain untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon dengan variabel penjelas, probit digunakan untuk mengestimasi nilai invers mills ratio ( λ). Dalam model probit dilakukan transformasi model agar nilai prediksi

terletak dalam interval (0,1) untuk semua X. Dengan demikian digunakan fungsi probabilitas kumulatif yang ditulis sebagai berikut.

� = � 0 +� � (5) dengan P(Y=1|X) berarti peluang kejadian terjadi ketika terdapat variabel penjelas

X, dan z i adalah variabel normal standar. Fungsi ini mengasumsikan terdapatnya utility index � � yang ditentukan oleh variabel penjelas Xi yaitu:

� � =� 0 +� � (6) Nilai observasi � � ini tidak tersedia datanya atau tidak teramati, sedangkan

data yang tersedia adalah kategorik yang menyatakan “ya” (bernilai sama dengan

1) atau menyatakan “tidak” (bernilai sama dengan 0). Model probit mengasumsikan bahwa nilai � ∗ � adalah variabel yang mengikuti distribusi normal acak. Nilai � ∗ � menjelaskan tentang nilai kritis yang menjadi keputusan seseorang untuk bekerja atau tidak bekerja. Seseorang akan memutuskan untuk bekerja apabila ∗ � � ≤� �

��= ∗ =�� � ≤� � =−� � (7) =� � merupakan fungsi probabilitas kumulatif normal dengan persamaan:

Karena model probit yang digunakan berdistribusi normal standar dengan rata-rata nol dan standar deviasi satu dan Z i merupakan variabel normal standar, maka persamaan di atas dapat diubah menjadi menjadi sebagai berikut (Gujarati, 2004):